Anda di halaman 1dari 17

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KEDOKTERAN JIWA

NASKAH UJIAN KASUS


Skizofrenia paranoid (F20.0)

OLEH
Dimas Adi Soewignyo
H1A 013 019

PENGUJI
dr. Dian Widiastuti Vietara, Sp.KJ(K)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


MADYA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT JIWA MUTIARA SUKMA NTB
2018

I. IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Safuad


Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Sasak
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Petani
Status : Lajang
Alamat : Dusun Bagu, Dasan Desa Bagu, Pringgarata,
Lombok Timur
MRS : 8 Juni 2018

II. RIWAYAT PSIKIATRI


1. Keluhan Utama
Mengamuk
2. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien dibawa ke RSJ Mutiara Sukma karena mengamuk sehari
sebelum dibawa ke rumah sakit. Pasien mengamuk karena pasien mau
meminta uang pada saudara kandungnya tapi tidak diberi uang. Pasien
mengaku meminta uang karena mau membeli cashing HP, sedangkan menurut
keluarganya pasien meminta uang karena mau membayar hutang. Pasien
mengamuk dengan cara memukul seluruh kaca rumahnya dengan kayu
sehingga pasien dibawa ke RSJ. Pasien mengaku sering ingin marah, tapi
tidak bisa meluapkannya karena rasa amarahnya cepat mengurang, pasien
mengaku tidak tahu hal apa yang bikin marah.
Pasien mengaku mempunyai keluhan lain, yaitu pasien merasa orang
lain bisa merasuki tubuhnya dan menguasai tubuhnya. Pasien melihat ada 3
sampai 4 orang berjenis kelamin laki-laki yang selalu menguasai tubuhnya.
Pasien kadang merasa orang-orang tersebut menguasai tubuhnya melalui
kepalanya sehingga pasien merasa isi kepalanya bisa turun naik, kadang-
kadang juga pasien merasa dikuasai melalui perutnya sehingga pasien merasa
isi perutnya diambil. Pasien merasa keluhan ini sudah berlangsung bertahun-
tahun, menurut keluarga, keluhan pasien sudah berlangsung selama kurang
lebih 15 tahun. Menurut keluarganya pasien juga sering terlihat berbicara
sendiri, dan tertawa sendiri.
Pasien juga mengeluh mendengar bisikan-bisikan yang membicarakan
pasien sehingga pasien sering merasa sakit hati sehingga pasien tidak bisa
tidur. Pasien juga mengaku sering keluyuran. Menurut keluarganya pasien
sering mau keluyuran dan membawa koper. Pasien merasa perilakunya
berubah menjadi “gila” karena pasien merasa saudara kandungnya yang
bernama Saad mendoakannya agar pasien menjadi gila pada saat mengambil
air wudhu. Pasien mengaku melihat langsung saudaranya mengambil air
wudhu, tapi pasien mengaku mendengar kata-kata saudaranya yang
mendoakannya melalui lubuk hatinya. Pasien mengaku menjadi sering
keluyuran, ketawa sendiri, dan bicara sendiri sejak saat itu. Tapi keluarga
menyangkal perkataan pasien tersebut, menurut keluarga pasien mulai
berperilaku aneh sejak pulang dari Malaysia saat bekerja menjadi TKI.
Keluarga mengaku tidak ada masalah berat yang mengganggu pasien sebelum
perilakunya berubah.
Perasaan sedih, minat kerja yang berkurang, berkurangnya nafsu
makan, kehilangan energi untuk beraktivitas, perasaan diri tidak berguna,
keinginan untuk bunuh diri selama 2 minggu terakhir tidak pernah dirasakan
oleh pasien. Riwayat pasien mengalami keadaan senang yang berlebihan,
terlalu sering berbicara dan memiliki rasa percaya diri berlebihan sebelum
adanya keluhan ini disangkal oleh keluarga pasien.

3. Riwayat Gangguan Sebelumnya


Pasien pernah dirawat di RSJ sebanyak 3 kali, terakhir kali dirawat 5
tahun yang lalu. Pasien dibawa ke RSJ karena keluhan yang sama, yaitu
mengamuk karena keinginannya yaitu ingin pergi dari rumah untuk bekerja
tidak dikabulkan oleh keluarganya. Riwayat kejang disangkal, riwayat trauma
kepala disangkal.
4. Riwayat Pengobatan
Pasien terakhir rutin kontrol tahun 2013. Keluarga mengaku sering
membeli obat untuk pasien. Pasien mengaku merokok. Riwayat penggunaan
alkohol atau NAPZA disangkal
5. Riwayat Kehidupan Pribadi
a. Riwayat prenatal dan perinatal
Pasien merupakan anak terakhir dari tujuh bersaudara. Menurut
keluarga,pasien lahir normal dibantu oleh dukun beranak setempat. Riwayat
kehamilan ibu tidak diketahui karena kedua orang tua pasien sudah meninggal
b. Masa kanak-kanak awal (1-3 tahun)
Pasien diakui keluarga tidak mengalami keterlambatan dalam berjalan
dan berbicara, sama seperti saudara lainnya. Pasien tampak tumbuh dan
berkembang sesuai usia dan seperti anak lainnya. Riwayat sakit yang berat
disangkal.
c. Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien merupakan anak yang pendiam, jarang keluar rumah, dan
jarang bergaul. Pasien hanya bersekolah sampai kelas 4 SD. Alasan putus
sekolah tidak diketahui oleh saudaranya, sedangkan kedua orang tua pasien
sudah meninggal. Setelah pasien berhenti sekolah, pasien lebih banyak diam
di rumah dan memelihara sapi
d. Masa kanak-kanak akhir (11-19 tahun)
Pasien merupakan anak yang pendiam, jarang keluar rumah, dan
jarang bergaul. Pasien lebih banyak diam di rumah dan memelihara sapi
e. Dewasa
Pasien mulai kerja menjadi TKI ke Malaysia sejak kurang lebih 18
tahun yang lalu selama 2 tahun. Setelah pulang dari TKI, perilaku pasien
mulai berubah seperti suka keluyuran, bicara sendiri, ketawa sendiri, dan
mudah marah bila keinginannya tidak terpenuhi. Pekerjaan pasien sejak
pulang dari TKI adalah petani
6. Riwayat Keluarga
Menurut keluarga, ibu pasien juga mengalami gangguan jiwa dengan gejala
sering bicara sendiri, dan berbicara kasar.
7. Genogram Keluarga

Keterangan:
= Laki – Laki =Anggota keluarga laki-
laki yang meninggal
= Perempuan
= Anggota keluarga
perempuan yang
meninggal

= Pasien

8. Situasi Sosial Ekonomi Sekarang


Pasien ditempatkan di rumah kecil seorang diri, di sekitar rumahnya ada
saudara-saudaranya yang tinggal dekat dengan rumah pasien
9. Persepsi dan Harapan Keluarga
Menurut keluarga pasien, keluarga berharap pasien dapat sembuh sehingga
pasien dapat menjalani kehidupannya kembali dan bisa beraktivitas seperti
sebelumnya.
10. Persepsi dan Harapan Pasien
Pasien mengetahui bahwa dirinya saat ini berada di RSJ dan saat wawancara
pasien memiliki keinginan untuk segera sembuh karena pasien merasa dirinya
sakit tapi pasien merasa sakit karena pengaruh dari saudaranya, pasien tetap
masih ingin kumpul bersama keluarga

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

Pemeriksaan status mental dilakukan pada tanggal 19 Juni 2018, di bangsal Melati
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien laki-laki, tampak sesuai usia, penampilan cukup rapi, perawatan diri
cukup.
2. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif
3. Aktifitas psikomotor
Normoaktif
4. Pembicaraan
Bicara spontan, volume suara kesan normal, artikulasi kurang jelas
5. Suasana perasaan dan emosi
- Mood : Eutimia
- Afek : Luas
6. Pikiran
- Bentuk pikir : non realistik
- Arus pikir : sirkumstansial
- Isi pikir : Waham bizarre (+), waham curiga (+)
7. Persepsi
Halusinasi auditorik (+)
Halusinasi visual (-)
8. Kognisi

a. Taraf pendidikan pengetahuan dan kecerdasan

Pasien menempuh pendidikan sampai setingkat SD kelas empat. Tingkat


pengetahuan dan kecerdasan pasien kesannya sesuai dengan taraf pendidikan.

b. Orientasi :
 Waktu  kesan baik. Pasien mengetahui waktu saat dilakukan wawancara
adalah siang hari
 Tempat  kesan baik. Pasien mengetahui bahwa saat ini dirinya berada di
RSJ Mutiara Sukma di ruang Mawar.
 Orang  kesan baik. Pasien mengenali keluarga yang mengantarnya ke
RSJ

c. Daya Ingat :
 Jangka panjang  kurang baik.
 Jangka sedang  Kurang Baik. Pasien kurang mampu mengingat terakhir
kali dirawat di RSJ.
 Jangka pendek  Baik. Pasien mampu mengingat sarapan yang
dikonsumsi.
 Jangka segera Baik. Pasien mampu mengulang urutan nomer yang
disebutkan oleh pemeriksa.

d. Konsentrasi dan Perhatian

Kesan baik. Pasien tampak memusatkan perhatian pada pemeriksa saat


wawancara.

e. Kemampuan Berhitung

Baik. Pasien dapatmenjawab penambahan 100 ditambah 50.


f. Kemampuan Membaca dan Menulis
Cukup baik, pasien mampu membaca dan menulis kalimat sederhana.
g. Kemampuan Visuospasial
Kurang baik, pasien tidak dapat menggambar jam yang menunjukkan
pukul 10.30
h. Pikiran Abstrak
Kesan baik, pasien dapat memberikan persamaan antara apel dan pisang.
9. Pengendalian Impuls
Selama wawancara, pasien dapat mengendalikan diri dengan baik.
10. Daya Nilai dan Tilikan
 Daya Nilai Sosial : baik
 Uji Daya Nilai : baik
 Penilaian Daya Realita (RTA) : terganggu
 Tilikan : derajat 3
11. Taraf Dapat Dipercaya
Secara umum, beberapa informasi yang disampaikan oleh pasien dapat
dipercaya, namun terdapat juga informasi yang tidak dapat dipercaya.

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 19 Juni 2018 di ruang Bangsal
melati.

Status Internus
a. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran/GCS :E4V5M6
Tanda vital
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi radialis : 88x/mnt
Pernapasan : 20 x/mnt
Suhu axila : 36,5˚C (suhu aksila)

b. Pemeriksaan Kepala dan Leher


Pucat : (-)
Sianosis : (-)
Konjungtiva anemis : (-)/(-)
Ikterus : (-) /(-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening
(-)
c. Pemeriksaan Thorax
Inspeksi : pergerakan dada simetris (+/+), retraksi (-/-)
Palpasi : gerakan dinding dada simetris
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Cor: S1S2 tunggal reguler
Pulmo:vesikuler +/+
d. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi :jejas (-), distensi (-)
Auskultasi :bising usus normal
Perkusi :timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi :nyeri tekan abdomen (-)
e. Ekstremitas
Superior :hangat
Inferior :hangat
Status Neurologis
□ Pupil: bentuk bulat, isokor (+/+), refleks cahaya (+/+).
□ Gejala rangsangan selaput otak: tidak ditemukan.
□ Gejala peningkatan tekanan intrakranial: tidak didapatkan.
□ Motorik: Normal.
□ Tonus: Normal.
□ Koordinasi: Baik.
□ Turgor: Normal.
□ Reflekspatologis: negatif
□ Refleksfisiologis: normal
□ Tanda efek ekstrapiramidal
o Tremor tangan : negatif
o Akatisia : negatif
o Bradikinesia : negatif
o Cara berjalan : normal
o Keseimbangan : baik
o Rigiditas : negatif
IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Dilaporkan seorang laki-laki, usia 37 tahun dating ke IGS RSJ Mutiara
Sukma akibat mengamuk. Pasien mengamuk karena pasien mau meminta
uang pada saudara kandungnya tapi tidak diberi uang. Pasien juga merasa
bahwa ada 3 sampai 4 orang berjenis kelamin laki-laki yang selalu menguasai
tubuhnya. Menurut keluarganya pasien juga sering terlihat berbicara sendiri,
dan tertawa sendiri. Pasien juga mengeluh mendengar bisikan-bisikan yang
membicarakan pasien sehingga pasien sering merasa sakit hati sehingga
pasien tidak bisa tidur. Pasien juga mengaku sering keluyuran. Menurut
keluarganya pasien sering mau keluyuran dan membawa koper. Pasien merasa
perilakunya berubah menjadi “gila” karena pasien merasa saudara
kandungnya mendoakannya agar pasien menjadi gila pada saat mengambil air
wudhu. Keluhan terjadi sejak sehari sebelum masuk rumah sakit.
Pada pemeriksaan umum tidak ditemukan adanya kelainan. Tanda
ekstrapiramidal juga tidak ditemukan. Pada pemeriksaan status mental
didapatkan penampilan rapi, cukup terawat, sesuai usia. Perilaku pasien
normoaktif, sikap pada pemeriksa kooperatif. Bicara pasien spontan, volume
suara normal dan artikulasi cukup jelas, logore (-). Mood pasien eutimia
dengan afek serasi. Pada arus pikir sirkumstansial dan isi pikir terdapat
waham bizzare serta waham curiga. Ditemukan gangguan persepsi yakni
halusinasi auditorik yang berlangsung lebih dari 1 bulan. Orientasi terkesan
cukup baik dan daya ingat kurang baik. Atensi terkesan cukup baik.
Kemampuan hitung cukup baik, kemampuan visuospasial buruk. Uji daya
nilai realita buruk, serta tilikan saat awal derajat 3 dan pemeriksaaan terakhir
masih tetap derajat 3.

V. FORMULASI DIAGNOSTIK
Gangguan jiwa merupakan suatu sindrom, atau pola perilaku, atau psikologik
seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan
dengan suatu gejala penderitaan atau hendaya di dalam satu atau lebih fungsi yang
penting dari manusia. Disfungsi yang terjadi merupakan disfungsi dari segi perilaku,
psikologik, atau biologik, dan gangguan itu tidak semata-mata terletak di dalam
hubungan antara orang itu dengan masyarakat. Pada pasien telah ditemukan adanya
hendaya yang menimbulkan penderitaan, baik dari segi perilaku dan psikologik,
hendaya tersebut bahkan sampai membuat pasien tidak mampu menjalankan
pekerjaannya lagi, oleh sebab itu, pasien didiagnosis menderita gangguan jiwa.1,2
Terdapat berbagai macam bentuk gangguan jiwa, dan dapat disebabkan oleh
kelainan organik maupun non organik. Kelainan organik adalah adanya kelainan fisik
yang berpengaruh terhadap gangguan kejiwaan pasien. Gangguan mental organik
didefiniskan sebagai gangguan yang memiliki kondisi patologi yang dapat
diidentifikasi, seperti tumor otak, penyakit serebrovaskular, atau intoksikasi obat. 2
Pada pasien, kemungkinan tidak ada gangguan organik karena dalam pemeriksaan
fisik dan anamnesis masih dalam batas normal dan tidak didapatkan kelainan. Pasien
juga mengatakan tidak pernah mengkonsumsi alkohol ataupun NAPZA. Dengan
demikian, gangguan mental organik (F00-F09) dan gangguan mental dan perilaku
karena zat psikoaktif (F10-F19) dapat disingkirkan.1
Dari hasil aloanamnesis dan autoanamnesis, didapatkan data bahwa pada
pasien ditemukan adanya halusinasi auditorik, waham bizzare, dan waham curiga.
Gejala-gejala tersebut berlangsung selama lebih dari 1 bulan dan memenuhi 2 gejala
mayor berupa “thought withdrawal” dan “delusion of control”. Oleh karena itu,
pasien didiagnosis menderita skizofrenia. Pada pasien didapatkan predominan waham
bizarre, waham curiga, dan halusinasi auditorik, sehingga diduga pasien menderita
skizofrenia paranoid.1
Untuk aksis II, belum ditemukan adanya gangguan kepribadian pada pasien
karena tidak memenuhi kriteria gangguan kepribadian pada pasien. Pada aksis III
tidak terdapat diagnosis. Aksis IV pasien ditemukan terkait dengan masalah keluarga,
karena pasien tinggal sendiri dalam rumahnya. Pasien juga memiliki masalah
ekonomi karena pasien sering minta uang ke saudara-saudaranya. Untuk aksis V,
ditemukan GAF scale 1 tahun terakhir adalah 70-61, yaitu beberapa gejala ringan dan
menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik. GAF saat ini
adalah 31-40, yaitu gejala berat, disabilitas berat.1,3

VI. EVALUASI MULTI AKSIAL


 Aksis I : Skizofrenia paranoid
 Aksis II : belum bisa didiagnosis
 Aksis III : Tidak ada diagnosis
 Aksis IV : masalah primary support group, masalah ekonomi
 Aksis V : GAF Scale saat diperiksa 31-40
GAF scale 1 tahun terakhir 70-61

VII. DAFTAR MASALAH

A. Organobiologik : riwayat keluarga(-)

Ketidakseimbangan neurotransmiter

B. Psikologi :
 Halusinasi audiotorik
 Mengamuk
 waham bizzare
 Waham curiga
 Tilikan derajat 3

C. Lingkungan dan Sosioekonomi :


- Pasien tinggal sendiri di rumahnya, sedangkan saudara-saudaranya
tinggal dekat dari rumahnya
- Caregiver kurang
- Ekonomi kurang

VIII. RENCANA PENATALAKSANAAN

A. Psikofarmaka :
□ Risperidone tab 2 x 3 mg

B. Psikoterapi dan Psikoedukasi :


 Psikoterapi Suportif
Pasien diberikan psikoterapi suportif berupa psikoterapi individual. Terapi
suportif bertujuan untuk membantu pasien mendefinisikan realitas dengan lebih jelas
dan memecahkan masalah praktikal. Pendekatan yang mendukung mendorong
perasaan positif pasien terhadap terapis dan menyediakan forum yang aman untuk
mengekspresikan perasaan. Masalah terapeutik dapat berupa kekhawatiran manusia
yang timbul karena memiliki penyakit kejiwaan persisten, masalah dalam mengelola
gangguan, dan masalah hidup normal yang mungkin menambah kesulitan karena
penyakit skizofrenia. Strategi khusus yang terdiri dari konseling yang mendukung
dapat berupa memberikan reassurance, menawarkan penjelasan dan klarifikasi, serta
memberikan bimbingan dan saran.
Psikoedukasi

a. Edukasi terhadap pasien :


- Memberi informasi dan edukasi pada pasien mengenai gangguan
yang diderita, mulai gejala, dampak, faktor resiko, tingkat
kekambuhan serta mengedukasi pasien untuk minum obat secara
teratur demi kesembuhan pasien.
- Memberikan penjelasan kepada pasien bahwa bisikan-bisikan dan
bayangan tersebut tidak nyata dan hanya halusinasi, dan meminta
pasien untuk melawan bisikan tersebut dan tidak menuruti bisikan
tersebut.
- Memberi edukasi mengenai keuntungan pengobatan sehingga
pasien termotivasi untuk minum obat secara teratur.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa obat yang diberikan bisa
memberikan efek samping bagi pasien namun dapat diatasi.

b. Edukasi kepada keluarga pasien :


- Memberikan penjelasan tentang penyakit pasien (penyebab,
gejala, hubungan antara gejala dengan perilaku, perjalanan
penyakit, serta prognosis).
- Menjelaskan bahwa sakit yang diderita oleh pasien merupakan
penyakit yang membutuhkan dukungan dan peran aktif keluarga
dalam membantu proses penyambuhan penyakit.
- Memberi penjelasan mengenai pentingnya minum obat secara
teratur untuk kesembuhan pasien serta meminta keluarga untuk
mengawasi pasien saat minum obat.
- Menjelaskan pada keluarga bahwa pasien perlu diawasi agar
tingkat kekambuhan menurun dan agar pasien tidak melakukan
hal-hal yang dapat merugikan orang lain dan dirinya sendiri.

IX. PROGNOSIS

Hal yang meringankan prognosis :


1. Pasien memiliki jaminan kesehatan
2. Keluarga mau mendukung pengobatan pasien

Hal yang memperburuk prognosis :


1. Tilikan derajat III
2. Tidak ada factor pencetus
Prognosis Pasien :
Advitam : dubia ad bonam
Adfunctionam: dubia ad malam
Adsanationam: dubia ad malam

X. PEMBAHASAN KASUS DAN CLINICAL REASONING


Diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan pada pasien ini karena didapatan
gejala mayor, yaitu halusinasi auditorik dan waham. Sesuai dengan PPDGJ III,
dibutuhkan minimal 1 gejala mayor yang berlangsung lebih dari 1 bulan untuk
menegakkan diagnosis skizofrenia.1
Terdapat berbagai jenis dari skizofrenia, yaitu skizofrenia paranoid,
hebefrenik, katatonik, tak terinci, residual, simpleks, dan depresi pasca skizofrenia.
Pada pasien didapatkan waham curiga, waham bizzare, dan halusinasi yang
menonjol, yaitu halusinasi auditorik yang berupa bisikan. Waham bizzare dan
halusinasi yang menonjol ini merupakan ciri dari skizofrenia paranoid. Oleh karena
itu, pasien didiagnosis menderita skizofrenia paranoid. Diagnosis skozifrenia dapat
tegak pada pasien ini karena didapatkan gejala-gejala utama yaitu adanya riwayat
waham dan halusinasi auditorik.. Hal tersebut menyebabkan pasien mengalami
hendaya fungsi secara global. Gejala-gejala ini juga telah berlangsung lebih dari 1
bulan.1,2,4
Pencetus terjadinya gangguan jiwa pada pasien tidak begitu diketahui oleh
keluarga, tapi karena perilaku pasien yang mulai berubah setelah pulang dari
Malaysia pada saat menjadi TKI, diduga sumber masalah berasal dari pekerjaan.
Selain itu tingkat kepatuhan pasien buruk dan tidak pernah control sejak tahun 2013,
pasien malah memilih beli obat sendiri. Keluarga juga kurang memahami bahwa
pasien memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang panjang. Hal ini dapat
diatasi dengan komunikasi yang baik dengan keluarga terkait dukungan dalam
pengobatan pasien.

Pada pasien ditemukan gejala psikotik yang muncul adalah gejala positif
seperti waham dan halusinasi. Obat antipsikotik memiliki 2 golongan yaitu golongan
tipikal dan atipikal. Golongan tipikal disebut juga sebagai Dopamin Antagonis (DA)
karena hanya memblok reseptor dopamin, sedangkan golongan atipikal disebut juga
sebagai Dopamin Serotonin Antagonis karena memblok reseptor dopamin dan
serotonin.5
Obat antipsikotik tipe II, baik oral maupun injeksi, bermanfaat dalam
mengendalikan agitasi pada fase akut skizofrenia. Selain itu, tolerabilitas dan
keamanannya lebih baik bila dibandingkan dengan antipsikotik tipe I. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa obat injeksi jangka pendek antipsikotik tipe II, misalnya
olanzapin, aripiprazol, dan ziprasidon efektif mengontrol agitasi pada fase akut
skizofrenia. Pada fase manintenance, bila pasien sudah stabil dapat dilanjutkan obat
yang diberi pada fase akut.5
Risperidon adalah obat dari anti psikotik tipe II yang paling sering dipakai.
Risperidon bekerja meningkatkan reseptor dopamin pada jalur mesokortikal dan
memblok reseptor dopamin pada jalur mesolimbik serta memblok jalur serotonin juga
sehingga gejala yang dialami pasien dapat berkurang. Risperidon berperan sebagai
antagonis poten pada serotonin (terutama 5-HT2A) dan dopamine D2. Afinitasnya
terhadap reseptor α1 dan α 2 juga tinggi tetapi terhadap α -adrenergik atau muskarinik
afinitasnya lebih rendah. Afinitas risperidon terhadap 5-HT2A adalah 10-20 kali lebih
kuat bila dibandingkan dengan terhadap reseptor D2.5 Pada pasien diberikan dosis 2
x 3 mg dan dievaluasi selama kurang lebih tiap 14 hari hingga memasuki tahap
stabilisasi, kemudian dapat di tappering off hingga mencapai dosis maintenance.
Terapi lain yang dapat diberikan pada pasien selain terapi farmakologi adalah
terapi non farmakologi yaitu psikoterapi suportif dan psikoedukasi. Psikoterapi
suportif bertujuan agar pasien merasa aman, diterima dan dilindungi. Tidak ada satu
pengobatan dapat memperbaiki gejala dan kelainan yang terkait dengan skizofrenia
menggunakan satu terapi saja. Seperti yang dituliskan dalam American Psychiatric
Association's Practice Guidelines for the Treatment of Patients with Schizophrenia,
terapi yang diberikan harus komprehensif, multimodal, dan dapat diterapkan secara
empiris terhadap pasien. Sementara, pada saat ini ada obat untuk skizofrenia yaitu
penanganan farmakologis, psikoterapi, rehabilitasi, dan dukungan masyarakat
sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit, meningkatkan
kondisi pasien, dan meningkatkan kualitas hidup Psikoedukasi terutama pada
keluarga penting dilakukan agar keluarga mengetahui tentang penyebab, gejala,
pentingnya pengobatan, dan pentingnya dukungan keluarga bagi pasien.2
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari


PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2013..
2. Saddock BJ, dan Saddock VA. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook
of Psychiatry, 8th Edition. 2005
3. University of Albany. Global Assessment of Functioning (GAF) Scale
[internet]. Available at:
https://www.albany.edu/counseling_center/docs/GAF.pdf (Accessed on 6th
June 2018)
4. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya:
Universitas Airlangga. 2009
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. Konsensus
Penatalaksanaan Gangguan Skizofrenia. 2011.

Anda mungkin juga menyukai