Anda di halaman 1dari 10

Nama :Monalisa

NIM :20170301152
Manajemen Logistik Pelayanan Kesehatan

1. Peneliti
Nama : Akhmad Fakhriadi, Marchaban dan Dwi Pudjaningsih

Insitusi: MM Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada 2 Fakultas Farmasi,


Universitas Gadjah Mada
2. Judul jurnal
Analisis Pengelolaan Obat Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Temanggung Tahun 2006, 2007 Dan 2008

3. Tempat Penelitian
Tempat : RS PKU Muhammadiyah Temanggung
Waktu: Februari dan April 2005

Rumah Sakit PKU Mihammadiyah Temanggung melakukan pengelolaan obat melaui


beberapa tahapan yaitu selection, procurement, distribution, dan use yang didukung oleh
management support. Namun dari setiap tahapan masih banyak memiliki kekurangan yang
menyebabkan pengelolaan obat menjadi belum berjalan efisien dan pada manajemen di
instalasi farmasi belum memiliki visi dan misi tersendiri dalam kegiatan pelayanannya
sehingga belum ada upaya untuk menerapkan manajemen strategis di dalamnya. Dari
kekurangan tersebut terlihat Rumah Sakit PKU berdasarkan hasil penelitian belum dapat
mengelola obat secara dengan baik.

Pengelolaan merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu
yang dilakukan secara efektif dan efisien. Proses pengelolaan dapat terjadi dengan baik bila
dilaksanakan dengan dukungan kemampuan menggunakan sumber daya yang tersedia dalam
suatu sistem.

Tujuan utama pengelolaan obat adalah tersedianya obat dengan mutu yang baik, tersedia
dalam jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kefarmasian bagi masyarakat yang
membutuhkan.
Secara khusus pengelolaan obat harus dapat menjamin :

a. Tersedianya rencana kebutuhan obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan pelayanan kefarmasian di Apotek
b. Terlaksananya pengadaan obat yang efektif dan efisien
c. Terjaminnya penyimpanan obat dengan mutu yang baik
d. Terjaminnya pendistribusian / pelayanan obat yang efektif
e. Terpenuhinya kebutuhan obat untuk mendukung pelayanan kefarmasian sesuai jenis,
jumlah dan waktu yang dibutuhkan
f. Tersedianya sumber daya manusia dengan jumlah dan kualifikasi yang tepat
g. Digunakannya obat secara rasional

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Pengelolaan Obat mempunyai empat kegiatan yaitu :

a. Perumusan kebutuhan (selection)


b. Pengadaan (procurement)
c. Distribusi (distribution)
d. Penggunaan / Pelayanan Obat (Use)

Masing-masing kegiatan di atas, dilaksanakan dengan berpegang pada fungsi manajemen


yaitu Planning, Organizing, Actuating dan Controlling. Ini berarti untuk kegiatan seleksi
harus ada tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan pengendalian,
begitu juga untuk ketiga kegiatan yang lain.

Keempat kegiatan pengelolaan obat tersebut didukung oleh sistem manajemen penunjang
pengelolaan yang terdiri dari :

a. Pengelolaan Organisasi
b. Pengelolaan Keuangan untuk menjamin pembiayaan dan kesinambungan
c. Pengelolaan informasi
d. Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia

Pelaksanaan keempat kegiatan dan keempat elemen sistem pendukung pengelolaan tersebut
di atas didasarkan pada kebijakan (policy) dan atau peraturan perundangan (legal framework)
yang mantap serta didukung oleh kepedulian masyarakat.
Manajemen Obat

Manajemen obat di rumah sakit merupakan salah satu unsur penting dalam fungsi
manajerial rumah sakit secara keseluruhan, karena ketidak efisienan akan memberikan
dampak negatif terhadap rumah sakit baik secara medis maupun secara ekonomis. Tujuan
manajemen obat di rumah sakit adalah agar obat yang diperlukan tersedia setiap saat
dibutuhkan, dalamjumlah yang cukup, mutu yang terjamin dan harga yang terjangkau untuk
mendukung pelayanan yang bermutu. Manajemen obat merupakan serangkaian kegiatan
kompleks yang merupakan suatu siklus yang saling terkait, pada dasarnya terdiri dari 4 fungsi
dasar yaitu seleksi dan perencanaan, pengadaan, distribusi serta penggunaan. Dalam sistem
manajemen obat, masing-masing fungsi utama terbangun berdasarkan fungsi sebelumnya dan
menentukan fungsi selanjutnya. Seleksi seharusnya didasarkan pada pengalaman aktual
terhadap kebutuhan untuk melakukan pelayanan kesehatan dan obat yang digunakan,
perencanaan dan pengadaan memerlukan keputusan seleksi dan seterusnya. Siklus
manajemen obat didukung oleh faktor-faktor pendukung manajemen (management support)
yang meliputi organisasi, keuangan atau finansial, sumber daya manusia (SDM), dan sistem
informasi manajemen (SIM). Setiap tahap siklus manjemen obat yang baik harus didukung
oleh keempat faktor tersebut sehingga pengelolaan obat dapat berlangsung secara efektif dan
efisien.

Pada dasarnya, manajemen obat di rumah sakit adalah bagaimana cara mengelola
tahap-tahap dan kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi
sehingga dapat tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang
diperlukan oleh dokter selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan mutu
terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu. Manajemen obat di rumah sakit
dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Berkaitan dengan pengelolaan obat di rumah
sakit, Departemen Kesehatan RI melalui SK No. 85/Menkes/Per/1989, menetapkan bahwa
untuk membantu pengelolaan obat di rumah sakit perlu adanya Panitia Farmasi dan
Terapi,Formularium dan Pedoman Pengobatan.Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi
yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit
dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.

Formularium dapat diartikan sebagai daftar produk obat yang digunakan untuk tata laksana
suatu perawatan kesehatan tertentu, berisi kesimpulan atau ringkasan mengenai obat.
Formularium merupakan referensi yang berisi informasi yang selektif dan relevan untuk
dokter penulis resep, penyedia/peracik obat dan petugas kesehatan lainnya.

Pedoman pengobatan yaitu standar pelayanan medis yang merupakan standar


pelayanan rumah sakit yang telah dibakukan bertujuan mengupayakan kesembuhan pasien
secara optimal, melalui prosedur dan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan

Pengelolaan obat berhubungan erat dengan anggaran dan belanja rumah sakit.
Mengenai biaya obat, menurut Andayaningsih, biaya obat sebesar 40% dari total biaya
kesehatan. Menurut Depkes RI secara nasional biaya obat sebesar 40%-50% dari jumlah
operasional pelayanan kesehatan. Mengingat begitu pentingnya dana dan kedudukan obat
bagi rumah sakit, maka pengelolaannya harus dilakukan secara efektif dan efisien sehingga
dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pasien dan rumah sakit. Pengelolaan
tersebut meliputi seleksi dan perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan
penggunaan.

Seleksi dan perencanaan

Tersedianya berbagai macam obat dipasaran, membuat para dokter tidak mungkin up to date
dan membandingkan berbagai macam obat tersebut. Produk obat yang sangat bervariasi juga
menyebabkan tidak konsistennya pola peresepan dalam suatu sarana pelayanan kesehatan.
Hal ini akan menyulitkan dalam proses pengadaan obat. Disinilah letak peran seleksi dan
perencanaan obat.

A. Seleksi

Seleksi atau pemilihan obat merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah
kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis,
menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai
menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif
apoteker dalam PFT untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi
pembelian.
Kriteria seleksi obat menurut DOEN:

1) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan pasien

2) Memiliki rasio resiko manfaat yang paling menguntungkan

3) Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan

4) Obat mudah diperoleh

B. Perencanaan

Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan
farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain Konsumsi, Epidemiologi, Kombinasi metode
konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Dalam pengelolaan
obat yang baik perencanaan idealnya dilakukan dengan berdasarkan atas data yang diperoleh
dari tahap akhir pengelolaan, yaitu penggunaan obat periode yang lalu. Tujuan dari
perencanaan adalah untuk mendapatkan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan kebutuhan,
menghindari terjadinya stock out (kekosongan) obat dan meningkatkan penggunaan obat
secara rasional.

Perencanaan merupakan tahap yang penting dalam pengadaan obat di IFRS, apabila lemah
dalam perencanaan maka akan mengakibatkan kekacauan dalam suatu siklus manajemen
secara keseluruhan, mulai dari pemborosan dalam penganggaran, membengkaknya biaya
pengadaan dan penyimpanan, tidak tersalurkannya obat sehingga obat bisa rusak atau
kadaluarsa.Badan Pengawas Obat dan Makanan menyebutkan bahwa perencanaan kebutuhan
obat adalah salah satu aspek penting dan menentukan dalam pengelolaan obat karena
perencanaan kebutuhan akan mempengaruhi pengadaan, pendistribusian dan penggunaan
obat di unit pelayanan kesehatan. Perencanaan merupakan tahap awal pada siklus
pengelolaan obat. Ada beberapa macam metode perencanaan, yaitu:

1. Metode morbiditas/epidemiologi

Yaitu berdasarkan pada penyakit yang ada. Dasarnya adalah jumlah kebutuhan obat
yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity load), yaitu didasarkan pada
penyakit yang ada di rumah sakit atau yang paling sering muncul dimasyarakat.
Metode ini paling banyak digunakan di rumah sakit. Tahap-tahap yang dilakukan
yaitu:

a. Menentukan beban penyakit

1). Tentukan beban penyakit periode yang lalu, perkirakan penyakit yang akan
dihadapi pada periode mendatang

2). Lakukan stratifikasi/pengelompokkan masing-masing jenis, misalnya anak


atau dewasa, penyakit ringan, sedang, atau berat, utama atau alternative

3). Tentukan prediksi jumlah kasus tiap penyakit dan persentase (prevalensi)
tiap penyakit

b. Menentukan pedoman pengobatan

1). Tentukan pengobatan tiap-tiap penyakit, meliputi nama obat, bentuk


sediaan, dosis, frekuensi, dan durasi pengobatan

2). Hitung jumlah kebutuhan tiap obat per episode sakit untuk masing-masing
kelompok penyakit

c. Menentukan obat dan jumlahnya

1). Hitung jumlah kebutuhan tiap obat untuk tiap penyakit

2). Jumlahkan obat sejenis menurut nama obat, dosis, bentuk sediaan, dan
lain-lainPerencanaan dengan menggunakan metode morbiditas ini lebih ideal,
namun prasyarat lebih sulit dipenuhi. Sementara kelemahannya yaitu
seringkali standar pengobatan belum tersedia atau belum disepakati dan data
morbiditas tidak akurat.

2.) Metode konsumsi

Metode konsumsi adalah suatu metode perencanaan obat berdasarkan pada kebutuhan
riil obat pada periode lalu dengan penyesuaian dan koreksi berdasarkan pada
penggunaan obat tahun sebelumnya. Metode ini banyak digunakan di
Apotek.Langkah-langkah yang dilakukan yaitu:
a) Pastikan beberapa kondisi berikut:

1. Dapatkah diasumsikan pola pengobatan periode yang lalu baik atau


rasional?

2. Apakah suplai obat periode itu cukup dan lancar?

3. Apakah data stok, distribusi, dan penggunaan obat lengkap dan akurat?

4. Apakah banyak terjadi kecelakaan (obat rusak, tumpah, kadaluarsa) dan


kehilangan obat?

5. Apakah jenis obat yang akan digunakan sama?

b) Lakukan estimasi jumlah kunjungan total untuk periode yang akan datang

1. Hitung kunjungan pasien rawat inap maupun rawat jalan pada periode yang
lalu

2. Lakukan estimasi periode yang akan datang dengan memperhatikan:

a. Perubahan populasi daerah cakupan pelayanan, perubahan cakupan


pelayanan,

b. Pola morbiditas, kecendrungan perubahan insidensi,

c. Penambahan fasilitas pelayanan.

c) Perhitungan

1. Tentukan metode konsumsi


2. Hitung pemakaian tiap jenis obat dalam periode lalu
3. Koreksi hasil pemakaian tiap jenis obat dalam periode lalu terhadap
kecelakaan dan kehilangan obat
4. Koreksi langkah sebelumnya (koreksi hasil pemakaian tiap jenis obat dalam
periode lalu terhadap kecelakaan dan kehilangan obat) terhadap stock out
5. Lakukan penyesuaian terhadap kesepakatan langkah1 dan 2
6. Hitung periode yang akan datang untuk tiap jenis obat

Perencanaan obat dengan metode konsumsi akan memakan waktu lebih banyak
tetapi lebih mudah dilakukan, namun aspek medik penggunaan obat kurang dapat
dipantau. Kelemahannya yaitu kebiasaan pengobatan yang tidak rasional seolah-olah
ditolerir.

3. Metode gabungan, metode ini untuk menutupi kelemahan kedua metode diatas.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan


kaitannya dengan perencanaan obat, Bab V bagian ke-11 pasal 40 menyebutkan
bahwa sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat
Farmakope Indonesia dan atau buku standar lain.

Pedoman perencanaan obat untuk rumah sakit yaitu DOEN, Formularium Rumah
Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan
medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan,
data pemakaian periode yang lalu, atau dari rencana pengembangan.

Perencanaan yang telah dibuat harus dilakukan koreksi dengan menggunakan metode
analisis nilai ABC untuk koreksi terhadap aspek ekonomis, karena suatu jenis obat
dapat memakan anggaran besar disebabkan pemakaiannya banyak atau harganya
mahal. Dengan analisis nilai ABC ini, dapat diidentifikasi jenis-jenis obat yang
dimulai dari golongan obat yang membutuhkan biaya terbanyak. Pada dasarnya obat
dibagi dalam tiga golongan yaitu golongan A jika obat tersebut mempunyai nilai
kurang lebih 80 % sedangkan jumlah obat tidak lebih dari 20 %, golongan B jika obat
tersebut mempunyai nilai sekitar 15 % dengan jumlah obat sekitar 10 % - 80 %, dan
golongan C jika obat mempunyai nilai 5 % dengan jumlah obat sekitar 80 % - 100 %.

Analisa juga dapat dilakukan dengan metode VEN (Vital, Esensial dan Non Esensial)
untuk koreksi terhadap aspek terapi, yaitu dengan menggolongkan obat kedalam tiga
kategori. Kategori V atau vital yaitu obat yang harus ada yang diperlukan untuk
menyelamatkan kehidupan, kategori E atau essensial yaitu obat yang terbukti efektif
untuk menyembuhkan penyakit atau mengurangi pasienan, kategori N atau non
essensial yaitu meliputi berbagai macam obat yang digunakan untuk penyakit yang
dapat sembuh sendiri, obat yang diragukan manfaatnya dibanding obat lain yang
sejenis. Analisa kombinasi metode ABC dan VEN yaitu dengan melakukan
pendekatan mana yang paling bermanfaat dalam efisiensi atau penyesuaian dana.

C. Panitia Farmasi dan Terapi

Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara
para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili
spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah
Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. Tujuan dari PFT adalah:

a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta


evaluasinya
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang
berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan.
c. Susunan kepanitiaan Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang dilakukan bagi
tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat :
 Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 Dokter,
Apoteker dan Perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih
dari 3 orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada.
 Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam
kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik,
maka sebagai ketua adalah Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari
instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
 Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2
bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat
Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun
dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT.

Fungsi dan ruang lingkup PFT, yaitu:

a. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya, pemilihan obat untuk


dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif
terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan
duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama.
b. PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis
obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk
dalam kategori khusus.
d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-
kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai
peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji
medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi, tinjauan ini
dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara
rasional.
f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan
perawat.

Apabila Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah dapat melakukan


pengelolaan obat sesuai tahapan yaitu selection, procurement, distribution, dan use yang
benar dan sesuai prosedur pengelolaan obat akan berjalan efisien dengan dukunga
management support yang berdasarkan standar ketentuan layanan farmasi. Hal ini untuk
meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat yang
sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia sebagai salah satu
langkah untuk memperluas,memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
kepada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai