Anda di halaman 1dari 28

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA

STATUS PASIEN
Dokter Muda
Nama Dokter Muda Tanda tangan
NIM
Tanggal
Rumah Sakit
Gelombang Periode

Identitas

Nama Pasien
Umur
Alamat
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Agama
Pendidikan
Status Pernikahan
No. RM

Diagnosis
ANAMNESIS

Keluhan Utama

Keluhan
Tambahan

Riwayat Penyakit
Sekarang

Riwayat Penyakit
Dahulu

Riwayat Penyakit
Keluarga

Kebiasaan /
Lingkungan
Anamnesis Sistem

1. Cerebrospinal

2. Hidung dan
Tenggorokan

3. Cor

4. Respirasi /
Pulmo

5. Abdomen

6. Urogenital

7. Extremitas

Kesimpulan Anamnesis

TANDA-TANDA VITAL

Kesadaran Umun
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
RR
Suhu 36,5
PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

Pemeriksaan OD OS Penilaian
Dikerjakan Tidak
Visus Jauh
Refraksi
Koreksi
Visus Dekat
Proyeksi sinar
Persepsi Warna
(Merah, Hijau)

PEMERIKSAAN OBYEKTIF

Pemeriksaan OD OS Penilaian
Dikerjakan Tidak
1. Posisi mata

2. Gerakan bola mata

3. Lapang pandang

4. Kelopak mata S I S I Dikerjakan Tidak


(Superior et Inferior)
 Benjolan - - -
 Edema - - -
 Hiperemis - - -
 Ptosis - - -
 Lagophthalmos - - -
 Ectropion - - - -
 Entropion - - - -
5. Bulu mata
 Trikiasis - -
 Madarosis - -
 Krusta - -
6. Aparatus Lakrimalis
Sakus lakrimal
 Hiperemis - -
 Edem - -
 Fistel - -
Punctum lakrimal
 Eversi - -
 Discharge - -

7. Konjungtiva

K. Bulbi

 Warna √
 Vaskularisasi - - √
 Nodul - - √
 Edema - - √
K. Tarsal superior
 Hiperemis - - √
 Folikel - - √
 Papillae - - √
 Korpus alineum - - √
K. Tarsal inferior
 Hiperemis - - √
 Folikel - - √
 Papillae - - √
 Korpus alineum - - √
8. Sklera
 Warna √
 Inflamasi - - √
9. Kornea
 Kejernihan √
 Ukuran √
 Permukaan √
 Limbus √
 Infiltrat - - √
 Defek - - √
 Edema - - √
10. Camera oculi anterior
 Kedalaman √
 Hifema - - √
 Hipopion - - √
11. Iris
 Warna √
 Sinekia - - √
 Iridodonesis - - √
 Neovaskularisasi - - √
12. Pupil
 Ukuran √
 Bentuk √
 Tepi √
 Simetris √
 Refleks direk + + √
 Refleks indirek + + √
13. Lensa
 Kejernihan Jernih Jernih √
 Luksasio - - √
 Afakia - - √
 IOL + + √
14. Refleks fundus + + √
15. Korpus vitreum √
16. Tekanan intraokuler √
17. Funduskopi
a. Optic disk
 Bentuk √
 Batas √
 Warna √
 CDR -
 Perbandingan A/V √
b. Retina
 Perdarahan - - √
 Eksudat - - √
 Ablasio - - √
 Sikatriks - - √
 Neovaskularisasi - - √
c. Makula - - √
d. Reflex Fovea - - √

KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
Resume Pemeriksaan :

Diagnosis Kerja :

Diagnosis Banding :

Terapi :

Prognosis:

 Ad visam :
 Ad vitam :
 Ad sanationam :
 Ad fungtionam :
 Ad kosmetikam :
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Katarak

Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa


yang menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering dijumpai
pada orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh dunia. Penuaan
merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga factor lain yang
mungkin terlibat, antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik (mis; diabetes), merokok,
dan herediter. Kata katarak berasal dari Yunani “katarraktes” yang berarti air terjun.
Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang
keruh. Katarak sendiri sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi,
denaturasi protein, dan proses penuaan.sehingga memberikan gambaran area berawan
atau putih.1

Kekeuruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina,


sehingga penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek terlihat kabur.
Mereka mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan
katarak apabila kekeruhan tidak terletak dibagian tengah lensanya.1
Gambar 1. Lensa dengan Katarak2

Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi secara
instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita terganggu
secara tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular dari satu mata ke
mata yang lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara bersamaan.1

2.2 Katarak Senilis

Definisi

Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling sering ditemukan. Katarak senilis
adalah setiap kekeruhan pada lensa yang terjadi pada usia lanjut, yaitu di atas usia 50
tahun.1

Faktor Resiko

Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal
maupun eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain adalah umur dan jenis
kelamin sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah pekerjaan dan pendidikan
yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang,
serta faktor lingkungan, yang dalam hubungannya dalam paparan sinat Ultraviolet yang
berasal dari sinar matahari.3

Usia

Proses normal ketuaan mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh. Dengan
meningkatnya umur, maka ukuran lensa akan bertambah dengan timbulnya serat-serat
lensa yang baru. Seiring bertambahnya usia, lensa berkurang kebeningannya, keadaan ini
akan berkembang dengan bertambahnya berat katarak. .Prevalensi katarak meningkat tiga
sampai empat kali pada pasien berusia >65 tahun 3

Tipe Katarak Senilis

1. Katarak Nuklear

Dalam tingkatan tertentu sklerosis dan penguningan nuklear dianggap normal setelah
usia pertengahan. Pada umumnya, kondisi ini hanya sedikit mengganggu fungsi
penglihatan. Jumlah sklerosis dan penguningan yang berlebihan disebut katarak nuklear,
yang menyebabkan opasitas sentral. Tingkat sklerosis, penguningan dan opasifikasi dinilai
dengan menggunakan biomikroskop slit-lamp dan pemeriksaan reflex merah dengan pupil
dilatasi.1

Katarak nuklear cenderung berkembang dengan lambat. Sebagian besar katarak


nuklear adalah bilateral, tetapi bisa asimetrik. Cirri khas dari katarak nuklear adalah
membaiknya penglihatan dekat tanpa kacamata, keadaan inilah yang disebut sebagai
“penglihatan kedua”. Ini merupakan akibat meningkatnya kekuatan focus lensa bagian
sentral, menyebabkan refraksi bergeser ke myopia (penglihatan dekat). Kadang-kadang,
perubahan mendadak indeks refraksi antara nukleus sklerotik dan korteks lensa dapat
menyebabkan monocular diplopia . Penguningan lensa yang progresif menyebabkan
diskriminasi warna yang buruk. Pada kasus yang sudah lanjut, nukleusnlensa menjadi
opak dan coklat dan disebut katarak nuklear brunescent.1

Secara histopatologi, karakteristik katarak nuklearis adalah homogenitas nukleus


lensa dengan hilangnya lapisan tipis seluler.

2. Katarak Kortikal

Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Ini adalah jenis katarak yang
paling sering terjadi. Lapisan korteks lensa tidak sepadat pada bagian nukleus sehingga
lebih mudah terjadi overhidrasi akibat ketidakseimbangan elektrolit yang mengganggu
serabut korteks lensa sehingga terbentuk osifikasi kortikal, yang ditunjukkan pada diabetes
dan galaktosemia Perubahan hidrasi serat lensa menyebabkan terbentuknya celah- celah
dalam pola radial disekeliling daerah ekuator. Katarak ini cenderung bilateral, tetapi sering
asimetrik. Derajat gangguan fungsi penglihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat
kekeruhan lensa dengan sumbu penglihatan .Gejala yang sering ditemukan adalah
penderita merasa silau pada saat mencoba memfokuskan pandangan pada suatu sumber
cahaya di malam hari.1

Pemeriksaan menggunakan biomikroskop slitlamp akan mendapatkan gambaran


vakuola, degenerasi hiropik serabut lensa, serta pemisahan lamella kortek anterior atau
posterior oleh air. Kekeruhan putih seperti baji terlihat di perifer lensa dengan ujungnya
mengarah ke sentral, kekeruhan ini tampak gelap apabila dilihat menggunakan retroiluminasi.
Secara histopatologi, karakteristik dari katarak kortikal adalah adanya pembengkakan
hidrofik serabut lensa. Globula Morgagni (globules-globulus material eosinofilik) dapat
diamati di dalam celah antara serabut lensa.

3. Katarak Subkapsularis Posterior

Katarak subkapsularis posterior terdapat pada korteks di dekat kapsul posterior bagian
sentral. Katarak ini biasanya didapatkan pada penderita dengan usia yang lebih muda
dibanding kedua jenis katarak yang lain. Gejalanya antara lain adalah fotofobia dan
penglihatan yang buruk saat mata berakomodasi atau diberikan miotikum. Ini dikarenakan
ketika pupil konstriksi saat berakomodasi, cahaya yang masuk ke mata menjadi terfokus ke
sentral, dimana terdapat katarak subkapsularis posterior, menyebabkan cahaya menyebar dan
mengganggu kemampuan mata untuk memfokuskan pada macula.1

Deteksi katarak subkapsularis posterior paling baik menggunakan biomikroskop


slitlamp pada mata yang telah ditetesi midriatikum. Pasda awal pembentukan katarakakan
ditemukan gambaran kecerahan mengkilap seperti pelangi yang halus pada lapisan korteks
posterior. Sedangkan pada tahap akhir terbentuk kekeruhan granular dan kekeruhan seperti
plak di kortek subkapsular posterior. Kekeruhan lensa di sini dapat timbul akibat trauma,
penggunaan kortikosteroid (topical atau sistemik), peradangan atau pajanan radiasi pengion.1
Gambar 2. Tipe Katarak Senilis. (1.katarak nuklear, 2. katarak kortikal, 3. katarak subkapsularis
posterior)2

Stadium Katarak Senilis


1) Stadium insipien. Stadium yang paling dini, yang belum menimbulkan gangguan
visus. Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak
seperti baji (jari-jari roda),terutama mengenai korteks anterior, sedangkan aksis
relatif masih jernih. Gambaran ini disebut spokes of a wheel yang nyata bila pupil
dilebarkan.3

Ciri2 :
Visus masih cukup baik, bertanbah kabur bila bertambah usia, fundus reflek masih
positif, kekeruhan ditepi lensa.

Gambar 3. Katarak Stadium Insipien2


2) Stadium imatur. Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa. Kekeruhan
terutama terdapat di bagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Kalau
tidak ada kekeruhan di lensa, maka sinar dapat masuk ke dalam mata tanpa ada
yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan dibagian posterior lensa, maka sinar
oblik yang mengenai bagian yang keruh ini akan dipantulkan lagi, sehingga pada
pemeriksaan, terlihat di pupil ada daerah yang terang sebagai refleks pemantulan
cahaya pada daerah lensa yang keruh dan daerah yang gelap,akibat bayangan iris
pada lensa yang keruh. Keadaan ini disebut shadow test (+).
Ciri2 :
Visus bertambah kabur terutama sore menjelang malam , Kekeruhan belum
merata, bisa dinukleus atau di kapsul posterior, fundus reflek mulai suram, bisa
terjadi komplikasi glaucoma.3

3) Stadium matur . Pada stadium ini lensa telah menjadi keruh seluruhnya, sehingga
semua sinar yangmelalui pupil dipantulkan kembali di permukaan anterior lensa.
Tak ada bayangan iris. Shadow test (-). Di pupil tampak lensa yang seperti mutiara.
Shadow test membedakan stadium matur dari imatur, dengan syarat harus
diperiksa lebih lanjut dengan midriatika,oleh karena pada katarak polaris anterior
juga terdapat shadow test (-), karena kekeruhan terletak di daerah pupil. Dengan
melebarkan pupil, akan tampak bahwa kekeruhan hanya terdapat pada daerah
pupil saja. Kadang-kadang, walaupun masih stadium imatur, dengankoreksi, visus
tetap buruk, hanya dapat menghitung jari, bahkan dapat lebih buruk lagi1/300 atau
satu per tak hingga, hanya ada persepsi cahaya, walaupun lensanya belumkeruh
seluruhnya. Keadaan ini disebut vera matur.3

Ciri2 :
Kekeruhan lensa merata, Visus 1/300 – 1/∞, Fundus reflek (-)

Gambar 4. Katarak Stadium Matur2


4) Stadium hipermatur. Korteks lensa yang konsistensinya seperti bubur telah
mencair, sehingga nukleus lensa turun oleh karena daya beratnya ke bawah.
Melalui pupil, pada daerah yang keruh, nukleus ini terbayang sebagai setengah
lingkaran di bagian bawah, dengan warna yang lain daripada bagian yang
diatasnya, yaitu kecoklatan. Pada stadium ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa,
yang menjadi lebih permeabel, sehingga isi korteks yang cair dapat keluar dan
lensa menjadi kempis, yang di bawahnya terdapat nukleus lensa. Keadaan ini
disebut katarak Morgagni.3

Gambar 5 . Katarak Morgagni2


Ciri2 :
Kekeruhan lensa merata, daerah kortek mulai mencair , nukleus mengendap
kebawah, bisa terjadi glaucoma.

Epidemiologi Katarak Senilis


Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia 60
tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa.
Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak
kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak laki-
laki dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan
akibat katarak.4

Patofisiologi Katarak
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari
badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal
disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.5

Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan
sklerosis:5

1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa yang
berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapatdikeluarkan dari lensa. Air
yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik
yangmenyebabkan kekeruhan lensa.
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen
terus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagendi tengah. Makin lama
serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus
lensa.

Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:6


1. Kapsula
- Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
- Mulai presbyopia
- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
- Terlihat bahan granular
2. Epitel-makin tipis

- Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)

- Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata

3. Serat lensa

- Serat irregular

- Pada korteks jelas kerusakan serat sel

- Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah proteinnukelus


lensa, sedang warna coklat protein lensa nucleusmengandung histidin dan
triptofan disbanding normal
- Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi
foto oksidasi.

Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan
kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan pada
serabut halus multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar
lensa, misalnya menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa
menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan penghambatan
jalannya cahaya ke retina.6

Gambar 6. Perbandingan penglihatan normal dan penglihatan katarak2

Perbedaan stadium katarak6

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test - + - Pseudops
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara progresif
dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis
dari katarak yang diderita pasien.7

Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:

1. Penurunan visus

2. Silau

3. Perubahan miopik

4. Diplopia monocular

5. Halo bewarna

6. Bintik hitam di depan mata

Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:7

1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya


2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan sit lamp

Diagnosa Katarak Senilis

Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit
yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.2

Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui


kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior dapat
membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler dapat
memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.8

Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi
dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan.
Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus dicatat dengan teliti
sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat zonular
juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata
sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test
dilakukan untuk menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan
ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus
dinilai.8

Tatalaksana

Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Bergantung


pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract
ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE).9

Phacoemulsification

Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan


memindahkan kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar
2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai
bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut.
Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya,
yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-
hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak
senilis.9
Gambar 9. Phacoemulsification

Jenis tehnik Keuntungan Kerugian


bedah katarak

Extra capsular  Incisi kecil  Kekeruhan pada


cataract  Tidak ada komplikasi kapsul posterior
extraction vitreus  Dapat terjadi
(ECCE)  Kejadian perlengketan iris dengan
endophtalmodonesis lebih kapsul
sedikit
 Edema sistoid makula
lebih jarang
 Trauma terhadap
endotelium kornea lebih
sedikit
 Retinal detachment lebih
sedikit
 Lebih mudah dilakukan

Intra capsular  Semua komponen lensa  Incisi lebih besar


cataract diangkat  Edema cistoid pada
extraction makula
(ICCE)  Komplikasi pada
vitreus
 Sulit pada usia < 40
tahun
 Endopthalmitis
Fakoemulsifikasi  Incisi paling kecil  Memerlukan dilatasi
 Astigmatisma jarang pupil yang baik
terjadi  Pelebaran luka jika
 Pendarahan lebih ada IOL
sedikit
 Teknik paling cepat

Pseudofakia

Pseudofakia adalah suatu keadaan dimana mata terpasang lensa tanam setelah operasi
katarak. Lensa ini akan memberikan penglihatan lebih baik. Lensa intraokular ditempatkan
waktu operasi katarak dan akan tetap disana untuk seumur hidup. Lensa ini tidak aakn
mengganggu dan tidak perlu perawatan khusus dan tidak akan ditolak keluar oleh tubuh.
Gejala dan tanda pseudofakia: penglihatan kabur, visus jauh dengan optotype snellen, dapat
merupakan miopi atau hipermetropi tergantung ukuran lensa yang ditanam (IOL), terdapat
bekas insisi atau jahitan.5,6
Letak lensa didalam bola mata dapat bermacam-macam, seperti:
a. Pada bilik depan mata, yang ditempatkan didepan iris dengan kaki penyokongnya
bersandar pada sudut bilik mata
b. Pada daerah pupil, dimana bagian 11 ulti lensa pada pupil denagn fiksasi pupil
c. Pada bilik mata belakang, yang diletakkan pada kedudukan lensa normal dibelakang
iris, lensa dikeluarkan dengan ekstraksi lensa ekstra kapsular
d. Pada kapsul lensa

Pada saat ini pemasangan lensa terutama diusahakan terletak di dalam kapsul lensa.
Meletakkan lensa tanam didalam bilik mata memerlukan perlindungan khusus:5
1. Endotel korena terlindung
2. Melindungi iris terutama pigme iris
3. Melindungi kapsul posterior lensa
4. Mudah memasukkannya karena tidak memberikan cedera pada zonula lensa

Keuntungan pemasangan lensa ini:5


1. Penglihtan menjadi lebih fisiologis karena letak lensa yang ditempatkan pada tempat
lensa asli yang diangkat
2. Lapang penglihatan sama denagn lapang pandangan normal
3. Tidak terjadi pembesaraan benda yang dilihat
4. Psikologis, mobilisasi lebih cepat

Pemasangan lensa tidak dianjurkan kepada:5


1. Mata yang sering mengalami radang intra okuer (uveitis)
2. Andak dibawah usai 3 tahun
3. Uveitis menahun berat
4. Retinopati 12 ultifocal berat
5. Glaukoma neovaskuler

KOMPLIKASI

Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif, postoperatif awal,


postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa intra okular (intra ocular
lens, IOL).6

 Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat
ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat
memperbaiki keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau
gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk
mengurangi gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical
preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep
antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2 hari.
 Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama
insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat
terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi
akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.

 Komplikasi postoperatif awal


Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps iris,
keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.

 Komplikasi postoperatif lanjut


Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative endophtalmitis,
Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan katarak sekunder
merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa waktu post operasi.

 Komplikasi yang berkaitan dengan IOL


Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-hyphema
syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik (toxic lens
syndrome).6

2.3 Astigmatisma
Astigmatisma adalah suatu kelainan refraksi di mana terdapat perbedaan
derajat refraksi pada berbagai meridian sehingga sinar sejajar yang datangakan
difokuskan pada bermacam – macam fokus. Hal ini dapat disebabkan karena adanya
variasi pada kurvatura kornea atau lensa pada meridian yang berbeda.3,10
Astigmatisma dibedakan menjadi :3
1. Astigmatisma reguler
Setiap meridian mempunyai titik fokus tersendiri yang letaknya teratur. Meridian
dengan daya bias terlemah tegak lurus dengan meridian dengan daya bias terkuat.
Astigmatisma reguler terdiri dari :
a. With the rule astimatism
Daya bias terkuat pada bidang vertikal (90°), daya bias terlemah pada bidang
horisontal (180°).
b. Against the rule astigmatism
Daya bias terkuat pada bidang vertikal (180°), daya bias terlemah pada bidang
vertikal (90°).
2. Astigmatisma irreguler
Terdapat perberbedaan refraksi tidak hanya pada meridian yang berbeda tetapi
juga pada tiap bagian meridian, misalnya pada permukaan kornea yang tidak rata
akibat jaringan parut atau setelah pembedahan mata.

Berdasarkan kekuatan refraksi pada tiap meridian maka astigmatisma reguler


dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu ,3,10
1. Astigmatisma hipermetrop simpleks, dimana salah satu merisian utamanya
emetrop dan lainnya hipermetrop.

Gb 1. Astigmatisma hipermetrop simpleks

2. Astigmatisma miopia simpleks, di mana salah satu meridian utamanya emetrop


dan lainnya miopia
Gb 2. Astigmatisma miopia simpleks

3. Astigmatisma hipermetrop kompositus, di mana kedua meridian utamanya


hipermetrop dengan derajat yang berbeda.

Gb 3. Astigmatisma hipermetrop kompositus

4. Astigmatisma miopia kompositus, di mana kedua meridian utamanya miopia


dengan derajat yang berbeda

Gb 4. Astigmatisma miopia kompositus

5. Astigmatisma mikstus, di mana salah satu meridian utamanya miopia dan lainnya
hipermetrop
Gb 5. Astigmatisma mikstus

Gejala individu dengan astigmatisma 10


 Kabur jika melihat dekat maupun jauh.
 Mata cepat lelah (astenopia)
 Bentuk benda yang dilihat berubah.

Modalitas terapi yang dapat digunakan antara lain:11,12

1. Kacamata
Keuntungan pemberian kacamata antara lain perawatan yang mudah, harga yang
relatif murah dan pada anak – anak dapat diberikan koreksi maksimal tanpa gejala
intoleran. Kerugian pemmakaian kacamata pada penderita high myopia antara lain
lensa yang sangat tebal sehingga akan terasa berat serta kosmetik yang kurang
baik. Pasien ini tidak berikan resep kacamata karena terdapat perbedaan refraksi
yang besar antara mata kanan yang telah menjalani ekstraksi lensa dan mata kiri
dengan miop tinggiselainitu pasien tidak berkeinginan mengenakan kacamata,
karena menurutnya akan mengganggu dalam bekerja.
2. Lensa kontak
Pemakaian lensa kontak akan memberikan kualitas penglihatan yang lebih baik
dan dapat diberikan koreksi maksimal tanpa gejala intoleran. Perlu pertimbangan
mengenai kondisi sitemik, permukaan bola mata, penyakit lain yang diderita,
pekerjaan, kepatuhan perawatan, serta kemauan pasien untuk memakai lensa
kontak. Hal – hal tersebut perlu dipertimbangkan untuk menentukan keputusan
pemakaian lensa kontak mengingat komplikasi – komplikasi yang ditimbulkan
akibat pemakaian lensa kontak. Pasien ini didapatkan adanya kondisi mata dry eye
yang merupakan kontraindikasi relatif dari pemakain lensa kontak sehingga
pemakaian lensa kontak kurang dianjurkan.
3. Operatif
Operasi merupakan modalitas terapi yang invasif. Terdapat beberapa macam
modalitas terapi operatif, antara lain :
a. Bedah refraktif kornea (Corneal refractive surgery)
Tujuan modalitas terapi ini adalah koreksi status refraksi dengan cara merubah
kekuatan refraksi kornea. Terdapat beberapa macam bedah refraktif kornea
antara lain Laser asssisted in situ keraomileusis (LASIK), Laser asssisted
epithelial keraomileusis (LASEK) dan Photo Refractive Keratectomy (PRK).
Tindakan operatif ini dapat dilakukan pada pasien yang berusia > 18 tahun,
pada kelainan refraksi hingga -15.00 D, serta pada kondisi kelainan refraksi
yang sudah stabil. Tindakan operasi ini harus mempertimbangkan kondisi
ketebalan kornea, indikasi kontraindikasi dan komplikasi yang bisa terjadi.11
b. Clear lens extraction (Refractive lens exchange)
Terapi ini dipilih apabila koreksi refraksi tidak bisa menggunakan kacamata
maupun lensa kontak, sedangkan bedah terapi bedah refraktif kornea tidak
mungkin dilakukan. Umumnya dilakukan pada pasien yang berumur > 40
tahun. Refractive lens exchange biasanya diikuti dengan penanaman lensa
intra okuler sesuai dengan target refraksi yang diinginkan.
c. Phakic posterior chamber implant
Menanamkan impantable contact lens/ICL di belakang iris dan di depan
lensa. Lensa yang ditanam umumnya mempunyai power antara – 3.00 D
sampai – 20.50 D. Prosedur ini mempunyai beberapa komplikasi antara
lain uveitis, glaukoma dengan blok pupil, kehilangan endotel kornea,
terjadinya katarak dan ablasio retina.13

DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan-Eva P, Witcher. Vaughan & Asbury. Oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta:
EGC; 2010. h. 212-28.
2. Smith, Morton. Opthalmology Basic and Clinical Science Course. California:
American Academy of Ophthalmology ;2016.
3. Ilyas, H.S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta:FKUI.
4. PERDAMI. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2. Jakarta: Agung Seto; 2009.
5. Suhardjo SU, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 2012. H.111-43.
6. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4th edition. New Delhi: New Age
International; 2007.
7. Tsai JC, Denniston A, Murray PI, et. Al, editors. Oxford American handbook of
ophthalmology. New York: Oxford University Press; 2011.
8. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum, Jakarta: Widya Medika; 2009.
9. Tan, D.T.H.2002. Ocular Surface Diseases Medical and Surgical Management. New
York: Springer. p.65 – 83
10. Hartono, Suharjo. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta; 2007: 169-188
11. Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. New York: Thieme Stuttgart;
2007: 444-57
12. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. New Dehli: New Age International (P)
Limited; 2007: 28-36
13. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach 6th ed. China.
Butterwoth-Heinemann Elsevier; 2008: 318-21

Anda mungkin juga menyukai