STATUS PASIEN
Dokter Muda
Nama Dokter Muda Tanda tangan
NIM
Tanggal
Rumah Sakit
Gelombang Periode
Identitas
Nama Pasien
Umur
Alamat
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Agama
Pendidikan
Status Pernikahan
No. RM
Diagnosis
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluhan
Tambahan
Riwayat Penyakit
Sekarang
Riwayat Penyakit
Dahulu
Riwayat Penyakit
Keluarga
Kebiasaan /
Lingkungan
Anamnesis Sistem
1. Cerebrospinal
2. Hidung dan
Tenggorokan
3. Cor
4. Respirasi /
Pulmo
5. Abdomen
6. Urogenital
7. Extremitas
Kesimpulan Anamnesis
TANDA-TANDA VITAL
Kesadaran Umun
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
RR
Suhu 36,5
PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
Pemeriksaan OD OS Penilaian
Dikerjakan Tidak
Visus Jauh
Refraksi
Koreksi
Visus Dekat
Proyeksi sinar
Persepsi Warna
(Merah, Hijau)
PEMERIKSAAN OBYEKTIF
Pemeriksaan OD OS Penilaian
Dikerjakan Tidak
1. Posisi mata
3. Lapang pandang
7. Konjungtiva
K. Bulbi
Warna √
Vaskularisasi - - √
Nodul - - √
Edema - - √
K. Tarsal superior
Hiperemis - - √
Folikel - - √
Papillae - - √
Korpus alineum - - √
K. Tarsal inferior
Hiperemis - - √
Folikel - - √
Papillae - - √
Korpus alineum - - √
8. Sklera
Warna √
Inflamasi - - √
9. Kornea
Kejernihan √
Ukuran √
Permukaan √
Limbus √
Infiltrat - - √
Defek - - √
Edema - - √
10. Camera oculi anterior
Kedalaman √
Hifema - - √
Hipopion - - √
11. Iris
Warna √
Sinekia - - √
Iridodonesis - - √
Neovaskularisasi - - √
12. Pupil
Ukuran √
Bentuk √
Tepi √
Simetris √
Refleks direk + + √
Refleks indirek + + √
13. Lensa
Kejernihan Jernih Jernih √
Luksasio - - √
Afakia - - √
IOL + + √
14. Refleks fundus + + √
15. Korpus vitreum √
16. Tekanan intraokuler √
17. Funduskopi
a. Optic disk
Bentuk √
Batas √
Warna √
CDR -
Perbandingan A/V √
b. Retina
Perdarahan - - √
Eksudat - - √
Ablasio - - √
Sikatriks - - √
Neovaskularisasi - - √
c. Makula - - √
d. Reflex Fovea - - √
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
Resume Pemeriksaan :
Diagnosis Kerja :
Diagnosis Banding :
Terapi :
Prognosis:
Ad visam :
Ad vitam :
Ad sanationam :
Ad fungtionam :
Ad kosmetikam :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Katarak
Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi secara
instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita terganggu
secara tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular dari satu mata ke
mata yang lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara bersamaan.1
Definisi
Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling sering ditemukan. Katarak senilis
adalah setiap kekeruhan pada lensa yang terjadi pada usia lanjut, yaitu di atas usia 50
tahun.1
Faktor Resiko
Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal
maupun eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain adalah umur dan jenis
kelamin sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah pekerjaan dan pendidikan
yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang,
serta faktor lingkungan, yang dalam hubungannya dalam paparan sinat Ultraviolet yang
berasal dari sinar matahari.3
Usia
Proses normal ketuaan mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh. Dengan
meningkatnya umur, maka ukuran lensa akan bertambah dengan timbulnya serat-serat
lensa yang baru. Seiring bertambahnya usia, lensa berkurang kebeningannya, keadaan ini
akan berkembang dengan bertambahnya berat katarak. .Prevalensi katarak meningkat tiga
sampai empat kali pada pasien berusia >65 tahun 3
1. Katarak Nuklear
Dalam tingkatan tertentu sklerosis dan penguningan nuklear dianggap normal setelah
usia pertengahan. Pada umumnya, kondisi ini hanya sedikit mengganggu fungsi
penglihatan. Jumlah sklerosis dan penguningan yang berlebihan disebut katarak nuklear,
yang menyebabkan opasitas sentral. Tingkat sklerosis, penguningan dan opasifikasi dinilai
dengan menggunakan biomikroskop slit-lamp dan pemeriksaan reflex merah dengan pupil
dilatasi.1
2. Katarak Kortikal
Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Ini adalah jenis katarak yang
paling sering terjadi. Lapisan korteks lensa tidak sepadat pada bagian nukleus sehingga
lebih mudah terjadi overhidrasi akibat ketidakseimbangan elektrolit yang mengganggu
serabut korteks lensa sehingga terbentuk osifikasi kortikal, yang ditunjukkan pada diabetes
dan galaktosemia Perubahan hidrasi serat lensa menyebabkan terbentuknya celah- celah
dalam pola radial disekeliling daerah ekuator. Katarak ini cenderung bilateral, tetapi sering
asimetrik. Derajat gangguan fungsi penglihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat
kekeruhan lensa dengan sumbu penglihatan .Gejala yang sering ditemukan adalah
penderita merasa silau pada saat mencoba memfokuskan pandangan pada suatu sumber
cahaya di malam hari.1
Katarak subkapsularis posterior terdapat pada korteks di dekat kapsul posterior bagian
sentral. Katarak ini biasanya didapatkan pada penderita dengan usia yang lebih muda
dibanding kedua jenis katarak yang lain. Gejalanya antara lain adalah fotofobia dan
penglihatan yang buruk saat mata berakomodasi atau diberikan miotikum. Ini dikarenakan
ketika pupil konstriksi saat berakomodasi, cahaya yang masuk ke mata menjadi terfokus ke
sentral, dimana terdapat katarak subkapsularis posterior, menyebabkan cahaya menyebar dan
mengganggu kemampuan mata untuk memfokuskan pada macula.1
Ciri2 :
Visus masih cukup baik, bertanbah kabur bila bertambah usia, fundus reflek masih
positif, kekeruhan ditepi lensa.
3) Stadium matur . Pada stadium ini lensa telah menjadi keruh seluruhnya, sehingga
semua sinar yangmelalui pupil dipantulkan kembali di permukaan anterior lensa.
Tak ada bayangan iris. Shadow test (-). Di pupil tampak lensa yang seperti mutiara.
Shadow test membedakan stadium matur dari imatur, dengan syarat harus
diperiksa lebih lanjut dengan midriatika,oleh karena pada katarak polaris anterior
juga terdapat shadow test (-), karena kekeruhan terletak di daerah pupil. Dengan
melebarkan pupil, akan tampak bahwa kekeruhan hanya terdapat pada daerah
pupil saja. Kadang-kadang, walaupun masih stadium imatur, dengankoreksi, visus
tetap buruk, hanya dapat menghitung jari, bahkan dapat lebih buruk lagi1/300 atau
satu per tak hingga, hanya ada persepsi cahaya, walaupun lensanya belumkeruh
seluruhnya. Keadaan ini disebut vera matur.3
Ciri2 :
Kekeruhan lensa merata, Visus 1/300 – 1/∞, Fundus reflek (-)
Patofisiologi Katarak
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari
badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal
disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.5
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan
sklerosis:5
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa yang
berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapatdikeluarkan dari lensa. Air
yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik
yangmenyebabkan kekeruhan lensa.
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen
terus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagendi tengah. Makin lama
serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus
lensa.
3. Serat lensa
- Serat irregular
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan
kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan pada
serabut halus multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar
lensa, misalnya menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa
menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan penghambatan
jalannya cahaya ke retina.6
Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara progresif
dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis
dari katarak yang diderita pasien.7
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit
yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.2
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi
dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan.
Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus dicatat dengan teliti
sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat zonular
juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata
sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test
dilakukan untuk menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan
ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus
dinilai.8
Tatalaksana
Phacoemulsification
Pseudofakia
Pseudofakia adalah suatu keadaan dimana mata terpasang lensa tanam setelah operasi
katarak. Lensa ini akan memberikan penglihatan lebih baik. Lensa intraokular ditempatkan
waktu operasi katarak dan akan tetap disana untuk seumur hidup. Lensa ini tidak aakn
mengganggu dan tidak perlu perawatan khusus dan tidak akan ditolak keluar oleh tubuh.
Gejala dan tanda pseudofakia: penglihatan kabur, visus jauh dengan optotype snellen, dapat
merupakan miopi atau hipermetropi tergantung ukuran lensa yang ditanam (IOL), terdapat
bekas insisi atau jahitan.5,6
Letak lensa didalam bola mata dapat bermacam-macam, seperti:
a. Pada bilik depan mata, yang ditempatkan didepan iris dengan kaki penyokongnya
bersandar pada sudut bilik mata
b. Pada daerah pupil, dimana bagian 11 ulti lensa pada pupil denagn fiksasi pupil
c. Pada bilik mata belakang, yang diletakkan pada kedudukan lensa normal dibelakang
iris, lensa dikeluarkan dengan ekstraksi lensa ekstra kapsular
d. Pada kapsul lensa
Pada saat ini pemasangan lensa terutama diusahakan terletak di dalam kapsul lensa.
Meletakkan lensa tanam didalam bilik mata memerlukan perlindungan khusus:5
1. Endotel korena terlindung
2. Melindungi iris terutama pigme iris
3. Melindungi kapsul posterior lensa
4. Mudah memasukkannya karena tidak memberikan cedera pada zonula lensa
KOMPLIKASI
Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat
ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat
memperbaiki keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau
gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk
mengurangi gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical
preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep
antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2 hari.
Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama
insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat
terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi
akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.
2.3 Astigmatisma
Astigmatisma adalah suatu kelainan refraksi di mana terdapat perbedaan
derajat refraksi pada berbagai meridian sehingga sinar sejajar yang datangakan
difokuskan pada bermacam – macam fokus. Hal ini dapat disebabkan karena adanya
variasi pada kurvatura kornea atau lensa pada meridian yang berbeda.3,10
Astigmatisma dibedakan menjadi :3
1. Astigmatisma reguler
Setiap meridian mempunyai titik fokus tersendiri yang letaknya teratur. Meridian
dengan daya bias terlemah tegak lurus dengan meridian dengan daya bias terkuat.
Astigmatisma reguler terdiri dari :
a. With the rule astimatism
Daya bias terkuat pada bidang vertikal (90°), daya bias terlemah pada bidang
horisontal (180°).
b. Against the rule astigmatism
Daya bias terkuat pada bidang vertikal (180°), daya bias terlemah pada bidang
vertikal (90°).
2. Astigmatisma irreguler
Terdapat perberbedaan refraksi tidak hanya pada meridian yang berbeda tetapi
juga pada tiap bagian meridian, misalnya pada permukaan kornea yang tidak rata
akibat jaringan parut atau setelah pembedahan mata.
5. Astigmatisma mikstus, di mana salah satu meridian utamanya miopia dan lainnya
hipermetrop
Gb 5. Astigmatisma mikstus
1. Kacamata
Keuntungan pemberian kacamata antara lain perawatan yang mudah, harga yang
relatif murah dan pada anak – anak dapat diberikan koreksi maksimal tanpa gejala
intoleran. Kerugian pemmakaian kacamata pada penderita high myopia antara lain
lensa yang sangat tebal sehingga akan terasa berat serta kosmetik yang kurang
baik. Pasien ini tidak berikan resep kacamata karena terdapat perbedaan refraksi
yang besar antara mata kanan yang telah menjalani ekstraksi lensa dan mata kiri
dengan miop tinggiselainitu pasien tidak berkeinginan mengenakan kacamata,
karena menurutnya akan mengganggu dalam bekerja.
2. Lensa kontak
Pemakaian lensa kontak akan memberikan kualitas penglihatan yang lebih baik
dan dapat diberikan koreksi maksimal tanpa gejala intoleran. Perlu pertimbangan
mengenai kondisi sitemik, permukaan bola mata, penyakit lain yang diderita,
pekerjaan, kepatuhan perawatan, serta kemauan pasien untuk memakai lensa
kontak. Hal – hal tersebut perlu dipertimbangkan untuk menentukan keputusan
pemakaian lensa kontak mengingat komplikasi – komplikasi yang ditimbulkan
akibat pemakaian lensa kontak. Pasien ini didapatkan adanya kondisi mata dry eye
yang merupakan kontraindikasi relatif dari pemakain lensa kontak sehingga
pemakaian lensa kontak kurang dianjurkan.
3. Operatif
Operasi merupakan modalitas terapi yang invasif. Terdapat beberapa macam
modalitas terapi operatif, antara lain :
a. Bedah refraktif kornea (Corneal refractive surgery)
Tujuan modalitas terapi ini adalah koreksi status refraksi dengan cara merubah
kekuatan refraksi kornea. Terdapat beberapa macam bedah refraktif kornea
antara lain Laser asssisted in situ keraomileusis (LASIK), Laser asssisted
epithelial keraomileusis (LASEK) dan Photo Refractive Keratectomy (PRK).
Tindakan operatif ini dapat dilakukan pada pasien yang berusia > 18 tahun,
pada kelainan refraksi hingga -15.00 D, serta pada kondisi kelainan refraksi
yang sudah stabil. Tindakan operasi ini harus mempertimbangkan kondisi
ketebalan kornea, indikasi kontraindikasi dan komplikasi yang bisa terjadi.11
b. Clear lens extraction (Refractive lens exchange)
Terapi ini dipilih apabila koreksi refraksi tidak bisa menggunakan kacamata
maupun lensa kontak, sedangkan bedah terapi bedah refraktif kornea tidak
mungkin dilakukan. Umumnya dilakukan pada pasien yang berumur > 40
tahun. Refractive lens exchange biasanya diikuti dengan penanaman lensa
intra okuler sesuai dengan target refraksi yang diinginkan.
c. Phakic posterior chamber implant
Menanamkan impantable contact lens/ICL di belakang iris dan di depan
lensa. Lensa yang ditanam umumnya mempunyai power antara – 3.00 D
sampai – 20.50 D. Prosedur ini mempunyai beberapa komplikasi antara
lain uveitis, glaukoma dengan blok pupil, kehilangan endotel kornea,
terjadinya katarak dan ablasio retina.13
DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan-Eva P, Witcher. Vaughan & Asbury. Oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta:
EGC; 2010. h. 212-28.
2. Smith, Morton. Opthalmology Basic and Clinical Science Course. California:
American Academy of Ophthalmology ;2016.
3. Ilyas, H.S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta:FKUI.
4. PERDAMI. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2. Jakarta: Agung Seto; 2009.
5. Suhardjo SU, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 2012. H.111-43.
6. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4th edition. New Delhi: New Age
International; 2007.
7. Tsai JC, Denniston A, Murray PI, et. Al, editors. Oxford American handbook of
ophthalmology. New York: Oxford University Press; 2011.
8. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum, Jakarta: Widya Medika; 2009.
9. Tan, D.T.H.2002. Ocular Surface Diseases Medical and Surgical Management. New
York: Springer. p.65 – 83
10. Hartono, Suharjo. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta; 2007: 169-188
11. Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. New York: Thieme Stuttgart;
2007: 444-57
12. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. New Dehli: New Age International (P)
Limited; 2007: 28-36
13. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach 6th ed. China.
Butterwoth-Heinemann Elsevier; 2008: 318-21