sebelum kita
membahas tentang mediasi,ada baiknya jika kita mengetahui dahulu definisi dari mediasi. Mediasi
merupakan kosakata atau istilah yang berasal dari kosakata Inggris, yaitu mediation. Para sarjana
Indonesia kemudian lebih suka mengindonesiakannya menjadi “mediasi” seperti halnya istilah-
istilah lainnya, yaitu negotiation menjadi”negosiasi”, arrbitration menjadi “arbitrase”, dan
ligitation menjadi “ligitasi”.
Dalam kepustakaan ditemukan banyak definisi tentang mediasi. Menurut Prof. Takdir
Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui
perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memilih kewenangan
memutus. Pihak netral tersebut disebut mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural
dan substansial. Dengan demikian, dari definisi atau pengertian mediasi ini dapat diidentifikasikan
unsur-unsur esensial mediasi, yaitu :
Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui perundingan berdasarkan pendekatan
mufakat atau konsensus para pihak;
Para pihak meminta bantuan pihak lain yang bersifat tidak memihak yang disebut mediator;
Mediator tidak memiliki kewenangan memutus, tetapi hanya membantu para pihak yang
bersengketa dalam mencari penyelesaian yang dapat diterima para pihak.
Pendekatan konsensus atau mufakat dalam proses mediasi mengandung pengertian, bahwa segala
sesuatu yang dihasilkan dalam proses mediasi harus merupakan hasil kesepakatan atau persetujuan
para pihak. Mediasi dapat ditampuh oleh para pihak yang terdiri atas dua pihak yang bersengketa
maupun oleh lebih dari dua pihak (multiparties). Penyelesaian dapat dicapai atau dihasilkan jika
semua pihak yang bersengketa dapat menerima penyelesaian itu.
Mediator sebagai pihak ketiga di dalam menyelesaikan penyelesaian sengketa alternatif
memilki beberapa fungsi. Menurut Fuller, fungsi mediator yakni sebagai katalisator, pendidik,
penerjemah, narasumber, penyandang berita jelek,agen realitas, dan sebagai kambing hitam
(scapegoat).
1. Fungsi sebagai “katalisator”, diperlihatkan dengan kemampuan mendorong lahirnya suasana
yang konstruktif bagi dialog atau komunikasi diantara para pihak dan bukan sebaliknya, yakni
menyebarkan terjadinya salah pengertian dari polarisasi diantara para pihak;
2. Sebagai “pendidik”, dimaksudkan berusaha memahami kehendak, aspirasi, prosedur kerja,
keterbatasan politis, dan kendala usaha dari para pihak;
3. Sebagai “penerjemah”, mediator harus berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak
yang satu kepada pihak lainnya melalui bahasa, atau ungkapan yang enak didengar oleh pihak
lainnya, tetapi tanpa mengurangi maksud atau sasaran yang hendak dicapai oleh sipengusul.
4. Sebagai “narasumber”, mediator harus mampu mendayagunakan dan melipatgandakan
kemanfaatan sumber-sumber informasi yang tersedia.
5. Sebagai “penyandang berita jelek”, mediator harus menyadari bahwa para pihak dalam proses
perundingan dapat bersikap emosional, maka mediator harus siap menerima perkataan dan
ungkapan yang tidak enak dan kasar dari salah satu pihak.
6. Sebagai “agen realitas”, mediator harus memberitahu atau memberi pengerian secara terus terang
kepada satu atau para pihak, bahwa sasarannya tidak mungkin atau tidak masuk akal untuk dicapai
melalui sebuah proses perundingan.
7. Sebagai “kambing hitam”, mediator harus siap menjadi pihak yang dipersalahkan apabila orang-
orang yang dimediasi tidak merasa sepenuhnya puas terhadap prasyarat-prasyarat dalam
kesepakatan.
Pada tanggal 11 September 2003 yang lalu Mahkamah Agung telah mengeluarkan
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2003 yang mengatur tentang mediasi. Perma
ini dirancang oleh Mahkamah Agung dan Indonesia Institute for Conflict Transformation (IICT),
yaitu organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang transformasi dan manajemen konflik.
Sejauh ini IICT telah memberikan sumbangsih atas penyelenggaraan penyelesaian sengketa secara
efektif melalui upaya untuk mengembangkan pola-pola resolusi konflik untuk membangun
masyarakat yang demokratis, harmonis, menghargai kemajemukan dan kesetaraan serta
mengembangkan pola-pola penyelesaian sengketa yang mencerminkan keadilan prosedural dan
subtansial.
Menurut teori ada beberapa definisi mengenai mediasi, tapi secara umum mediasi
sebenarnya merupakan bentuk dari dari proses alternatif dispute resolution (ADR) atau alternatif
penyelesaian sengketa. Penyebutan alternatif penyelesaian sengketa ini dikarenakan mediasi
merupakan satu alternatif penyelesaian sengketa disamping pengadilan yang bersifat tidak
memutus, cepat, murah dan memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa memperoleh
keadilan atau penyelesaian yang memuaskan. Dalam proses mediasi ini juga dibantu oleh pihak
ketiga yang netral (mediator) yang dipilih oleh para pihak.
Ada 2 jenis mediasi, yaitu di luar dan di dalam pengadilan. Mediasi yang berada di dalam
pengadilan diatur oleh Perma ini. Namun ada juga mediasi di luar pengadilan. Mediasi di luar
pengadilan di Indonesia terdapat dalam beberapa Undang-undang (UU) yang sudah dimuat, seperti
UU tentang Lingkungan, UU tentang Kehutanan, UU tentang Ketenagakerjaan dan UU tentang
Perlindungan Konsumen.
Mediasi memiliki banyak sisi positif. Menurut Bindshedler, mediasi mempunyai sisi positif
sebagai berikut:
1. Mediator sebagai penengah dapat memberikan usulan-usulan kompromi diantara para pihak;
2. Mediator dapat memberikan usaha-usaha atau jasa-jasa lainnya, seperti memberi bantuan dalam
melaksanakan kesepakatan, bantuan keuangan, mengawasi pelaksanaan kesepakatan, dan lain-lain
3. Apabila mediatornya adalah negara, biasanya negara tersebut dapat menggunakan pengaruh dari
kekuasaannya terhadap para pihak yang bersengketa untuk mencapai penyelesaian sengketanya.
4. Negara sebagai mediator biasanya memiliki fasilitas teknis yang lebih memadahi daripada orang
perorangan.
Keunggulan mediasi dibandingkan dengan metode penyelesaian sengketa yang lain adalah
proses mediasi relatif lebih mudah dibandingkan dengan alternatif penyelesaian sengketa yang
lain. Para pihak yang bersengketa juga mempunyai kecenderungan untuk menerima kesepakatan
yang tercapai karena kesepakatan tersebut dibuat sendiri oleh para pihak bersama-sama dengan
mediator. Dengan demikian, para pihak yang bersengketa merasa memiliki putusan mediasi yang
telah tercapai dan cenderung akan melaksanakan hasil kesepakatan dengan baik. Putusan mediasi
juga dapat digunakan sebagai dasar bagi para pihak yang bersengketa untuk melakukan
perundingan-perundingan ataupun negosiasi diantara mereka sendiri jika suatu saat dibutuhkan
bila timbul sengketa yang lain diantara para pihak yang bersengketa tanpa perlu melibatkan
mediator. Keuntungan yang lain adalah terbukanya kesempatan untuk menelaah lebih dalam
masalah-masalah yang merupakan dasar dari suatu sengketa. Terkadang dalam menyikapi suatu
masalah, para pihak yang berkonflik belum mengkaji secara mendalam mengenai pokok masalah
yang ada. Para pihak tentu lebih mengutamakan kepentingan negaranya sendiri. Dengan adanya
proses mediasi dapat dilakukan telaah yang lebih mendalam dengan informasi dan data-data yang
diberikan oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Pada akhirnya telaah ini dapat lebih bersifat
objektif karena didasarkan pada informasi dan kepentingan dari kedua belah pihak. Dalam proses
mediasi penting bagi pihak yang bersengketa untuk saling mempercayai bahwa semua pihak akan
melaksanakan hasil putusan mediasi dengan baik sehingga dapat dihindari rasa bermusuhan dan
dendam.
Sedangkan sisi negatif dari mediasi adalah bisa saja mediator lebih memihak kepada salah
satu pihak. Selain itu kelemahan dari proses mediasi adalah waktu yang dibutuhkan sangat lama
karena harus mempertemukan kedua pihak dan kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan
dan dari pertentangan-pertentangan tersebut harus dirumuskan sebuah kesepakatan. Tercapai atau
tidaknya kesepakatan sangat tergantung dari itikad baik para pihak untuk menyelesaikan sengketa
dalam proses mediasi. Jika tidak ada itikad baik dalam proses mediasi dari kedua belah pihak,
kesepakatan tidak akan pernah tercapai dan konflik pun tidak dapat terselesaikan. Selain itu dalam
proses mediasi harus dimunculkan informasi yang cukup sebagai bahan perundingan. Informasi-
informasi yang disampaikan oleh kedua belah pihak menjadi sangat penting bagi mediator untuk
dapat segera memberikan pendapatnya terhadap konflik yang tengah terjadi. Selain itu kedua belah
pihak harus memberikan kewenangan yang cukup bagi mediator untuk menjadi penengah dalam
konflik yang sedang dihadapi oleh kedua pihak. Kepatuhan para pihak dalam menaati kesepakatan
yang dibuat dan pengaruh mediator dalam proses mediasi sangat mempengauhi kesepakatan yang
akan dicapai oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Proses mediasi berjalan lebih informal dan dikontrol oleh para pihak. Dalam proses mediasi
ini lebih merefleksikan kepentingan prioritas para pihak dan mempertahankan kelanjutan
hubungan para pihak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian mediasi?
2. Kenapa harus ada mediasi?
3. Kapan mediasi dilakukan?
4. Siapa yang melakukan mediasi?
5. Dimana mediasi dilaksanakan?
6. Bagaimana prosedur dari mediasi?
Tujuan
1. Mengetahui pengertian mediasi.
2. Mengetahui dari mediasi.
3. Mengetahui kapan mediasi dilakukan
4. Mengetahui siapa yang melakukan mediasi.
5. Mengetahui dimana mediasi dilaksanakan
6. Mengetahui bagaimana prosedur dari mediasi
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian mediasi
Dalam kepustakaan ditemukan banyak definisi tentang mediasi. Menurut Prof. Takdir
Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui
perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memilih kewenangan
memutus. Pihak netral tersebut disebut mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural
dan substansial.
Tetapi menurut Peraturan Mahkamah Agung, Mediasi adalah penyelesaian sengketa
melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator (Pasal 1 ayat (6) PERMA
No. 2 tahun 2003)..
2..Kenapa Ada Mediasi
a. karena pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu
instrumen efektif mengatasi kemungkinan penumpukan perkara di pengadilan.
b. karena mediasi merupakan salah satu proses lebih cepat dan murah, serta dapat mernberikan
akses kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan atau penyelesaian yang
memuaskan atas sengketa yang dihadapi;
c. karena institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat memperkuat dan
memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa disamping proses
pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif);
d. karena hukum acara yang berlaku, baik Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg, rnendorong para
pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara
mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di pengadilan tingkat pertama;
Karena tidak sepakat akhirnya penyelesaian kasus dibawa ke mediator tingkat Provinsi
Sulawesi Tengah
(SPN News) Morowali, DPC SPN Kabupaten Morowali kembali memenuhi undangan Dinas
Tenaga Kerja Kabupaten Morowali di Mahomohoni, Bungku Tengah, Kabupaten Morowali
Sulawesi Tengah melalui surat nomor : 005/699/TND/VIII/2018 perihal undangan mediasi
tripartit terkait pemutusan kontrak kerja terhadap Muhamad Zulfikar karyawan PT ITSS,
Abdul Rahman karyawan PT GCNS, Fadli Dumang karyawan PT GCNS dan Pemberian
sanksi SP 2 saat cuti lebaran terhadap Sigit Rian Prasetyo karyawan PT GCNS.
Mediasi kedua ini dihadiri Serikat Pekerja yang diwakili oleh pengurus dan DPC SPN
Kabupaten Morowali dan perwakilan PSP SPN. Hadir pula Alfan Fadiah Syahya selaku HR
PT IMIP, Chaerullah Wahyu selaku HR PT ITSS, Syafaruddin selaku HR PT IMIP dan Tberto
Tambeton selaku HR PT GCNS serta mediasi ini dipimpin langsung oleh Kepala Dinas
Tenaga Kerja Kabupaten Morowali Ir. H. Umar Rasyid, M. Si dan Kasie Hubungan Industrial
Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Morowali Nurcholis.
Setelah kedua belah pihak menyampaikan argumennya dan karena kedua belah pihak tidak
mencapai mufakat maka kedua belah pihak setuju perselisihan hubungan industrial ini
dilimpahkan ke mediator Provinsi Sulawesi Tengah di Palu Sulawesi Tengah.
“Kami kecewa terhadap Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Morowali yang tidak bisa
memberikan solusi terkait masalah ini, padahal Kepala Dinas langsung yang menjadi
Mediator” ujar Sekretaris DPC SPN Kabupaten Morowali Masdar.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Sulawesi
Tengah (Sulteng) Oscar R Paudi yang ditetapkan sebagai tersangka dalam
kasus dugaan penipuan dan penggelapan telah menjalani pemeriksaan di
mapolda setempat.
“Iya (tersangka Oscar) diperiksa kemarin. Saya belum monitor berapa lama
diperiksa,” kata orang pertama di Direktorat Reskrimum Polda Sulteng itu.
Ia mengatakan, dalam pemeriksaan Rabu kemarin ada upaya dari kedua belah
pihak, baik dari korban maupun tersangka untuk mediasi dalam rangka
menyelesaikan kasus tersebut.
Sementara itu, tersangka Oscar yang dihubungi media ini enggan berkomentar
banyak saat ditanya terkait pemeriksaan dirinya di Mapolda Sulteng pada Rabu
kemarin.
Secara terpisah, Irvan Dj Nouk selaku pelapor sekaligus korban dalam kasus itu
pun tidak berkomentar banyak atas pemeriksaan tersangka Oscar.
Oscar R Paudi terjerat kasus dugaan penipuan serta penggelapan yakni Pasal
378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP berdasarkan Laporan Polisi Nomor:
LP/158/III/Sulteng/SPKT tertanggal 26 Maret 2018 oleh pelapor Irvan Dj Nouk.
“Bersama tersangka Oscar, penyidik juga telah memeriksa tujuh orang saksi,”
kata mantan Wakapolres Tolitoli itu.
Sugeng menegaskan, penyidik dalam penanganan kasus ini melaksanakan
penyidikan dengan profesional sesuai dengan standar operasional prosedur dan
tidak akan terpengaruh adanya desakan atau intervensi dari pihak manapun.
Ketua DPW PAN Sulteng Oscar R Paudi yang sebelumnya dikonfirmasi terkait
penetapan dirinya sebagai tersangka, tidak berkomentar banyak.
“Kalau saya ada utang, ditagih dong, kan harusnya begitu. Saya merasa tidak
punya utang dan tidak pernah ditagih, harusnya ditagih dong,” tegas Anggota
DPRD Sulteng itu. CAL