Anda di halaman 1dari 17

Di dalam penyelesaian sengketa alternatif kita mengenal adanya mediasi.

sebelum kita
membahas tentang mediasi,ada baiknya jika kita mengetahui dahulu definisi dari mediasi. Mediasi
merupakan kosakata atau istilah yang berasal dari kosakata Inggris, yaitu mediation. Para sarjana
Indonesia kemudian lebih suka mengindonesiakannya menjadi “mediasi” seperti halnya istilah-
istilah lainnya, yaitu negotiation menjadi”negosiasi”, arrbitration menjadi “arbitrase”, dan
ligitation menjadi “ligitasi”.
Dalam kepustakaan ditemukan banyak definisi tentang mediasi. Menurut Prof. Takdir
Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui
perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memilih kewenangan
memutus. Pihak netral tersebut disebut mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural
dan substansial. Dengan demikian, dari definisi atau pengertian mediasi ini dapat diidentifikasikan
unsur-unsur esensial mediasi, yaitu :
 Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui perundingan berdasarkan pendekatan
mufakat atau konsensus para pihak;
 Para pihak meminta bantuan pihak lain yang bersifat tidak memihak yang disebut mediator;
 Mediator tidak memiliki kewenangan memutus, tetapi hanya membantu para pihak yang
bersengketa dalam mencari penyelesaian yang dapat diterima para pihak.
Pendekatan konsensus atau mufakat dalam proses mediasi mengandung pengertian, bahwa segala
sesuatu yang dihasilkan dalam proses mediasi harus merupakan hasil kesepakatan atau persetujuan
para pihak. Mediasi dapat ditampuh oleh para pihak yang terdiri atas dua pihak yang bersengketa
maupun oleh lebih dari dua pihak (multiparties). Penyelesaian dapat dicapai atau dihasilkan jika
semua pihak yang bersengketa dapat menerima penyelesaian itu.
Mediator sebagai pihak ketiga di dalam menyelesaikan penyelesaian sengketa alternatif
memilki beberapa fungsi. Menurut Fuller, fungsi mediator yakni sebagai katalisator, pendidik,
penerjemah, narasumber, penyandang berita jelek,agen realitas, dan sebagai kambing hitam
(scapegoat).
1. Fungsi sebagai “katalisator”, diperlihatkan dengan kemampuan mendorong lahirnya suasana
yang konstruktif bagi dialog atau komunikasi diantara para pihak dan bukan sebaliknya, yakni
menyebarkan terjadinya salah pengertian dari polarisasi diantara para pihak;
2. Sebagai “pendidik”, dimaksudkan berusaha memahami kehendak, aspirasi, prosedur kerja,
keterbatasan politis, dan kendala usaha dari para pihak;
3. Sebagai “penerjemah”, mediator harus berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak
yang satu kepada pihak lainnya melalui bahasa, atau ungkapan yang enak didengar oleh pihak
lainnya, tetapi tanpa mengurangi maksud atau sasaran yang hendak dicapai oleh sipengusul.
4. Sebagai “narasumber”, mediator harus mampu mendayagunakan dan melipatgandakan
kemanfaatan sumber-sumber informasi yang tersedia.
5. Sebagai “penyandang berita jelek”, mediator harus menyadari bahwa para pihak dalam proses
perundingan dapat bersikap emosional, maka mediator harus siap menerima perkataan dan
ungkapan yang tidak enak dan kasar dari salah satu pihak.
6. Sebagai “agen realitas”, mediator harus memberitahu atau memberi pengerian secara terus terang
kepada satu atau para pihak, bahwa sasarannya tidak mungkin atau tidak masuk akal untuk dicapai
melalui sebuah proses perundingan.
7. Sebagai “kambing hitam”, mediator harus siap menjadi pihak yang dipersalahkan apabila orang-
orang yang dimediasi tidak merasa sepenuhnya puas terhadap prasyarat-prasyarat dalam
kesepakatan.
Pada tanggal 11 September 2003 yang lalu Mahkamah Agung telah mengeluarkan
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2003 yang mengatur tentang mediasi. Perma
ini dirancang oleh Mahkamah Agung dan Indonesia Institute for Conflict Transformation (IICT),
yaitu organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang transformasi dan manajemen konflik.
Sejauh ini IICT telah memberikan sumbangsih atas penyelenggaraan penyelesaian sengketa secara
efektif melalui upaya untuk mengembangkan pola-pola resolusi konflik untuk membangun
masyarakat yang demokratis, harmonis, menghargai kemajemukan dan kesetaraan serta
mengembangkan pola-pola penyelesaian sengketa yang mencerminkan keadilan prosedural dan
subtansial.
Menurut teori ada beberapa definisi mengenai mediasi, tapi secara umum mediasi
sebenarnya merupakan bentuk dari dari proses alternatif dispute resolution (ADR) atau alternatif
penyelesaian sengketa. Penyebutan alternatif penyelesaian sengketa ini dikarenakan mediasi
merupakan satu alternatif penyelesaian sengketa disamping pengadilan yang bersifat tidak
memutus, cepat, murah dan memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa memperoleh
keadilan atau penyelesaian yang memuaskan. Dalam proses mediasi ini juga dibantu oleh pihak
ketiga yang netral (mediator) yang dipilih oleh para pihak.
Ada 2 jenis mediasi, yaitu di luar dan di dalam pengadilan. Mediasi yang berada di dalam
pengadilan diatur oleh Perma ini. Namun ada juga mediasi di luar pengadilan. Mediasi di luar
pengadilan di Indonesia terdapat dalam beberapa Undang-undang (UU) yang sudah dimuat, seperti
UU tentang Lingkungan, UU tentang Kehutanan, UU tentang Ketenagakerjaan dan UU tentang
Perlindungan Konsumen.

Mediasi memiliki banyak sisi positif. Menurut Bindshedler, mediasi mempunyai sisi positif
sebagai berikut:
1. Mediator sebagai penengah dapat memberikan usulan-usulan kompromi diantara para pihak;
2. Mediator dapat memberikan usaha-usaha atau jasa-jasa lainnya, seperti memberi bantuan dalam
melaksanakan kesepakatan, bantuan keuangan, mengawasi pelaksanaan kesepakatan, dan lain-lain
3. Apabila mediatornya adalah negara, biasanya negara tersebut dapat menggunakan pengaruh dari
kekuasaannya terhadap para pihak yang bersengketa untuk mencapai penyelesaian sengketanya.
4. Negara sebagai mediator biasanya memiliki fasilitas teknis yang lebih memadahi daripada orang
perorangan.
Keunggulan mediasi dibandingkan dengan metode penyelesaian sengketa yang lain adalah
proses mediasi relatif lebih mudah dibandingkan dengan alternatif penyelesaian sengketa yang
lain. Para pihak yang bersengketa juga mempunyai kecenderungan untuk menerima kesepakatan
yang tercapai karena kesepakatan tersebut dibuat sendiri oleh para pihak bersama-sama dengan
mediator. Dengan demikian, para pihak yang bersengketa merasa memiliki putusan mediasi yang
telah tercapai dan cenderung akan melaksanakan hasil kesepakatan dengan baik. Putusan mediasi
juga dapat digunakan sebagai dasar bagi para pihak yang bersengketa untuk melakukan
perundingan-perundingan ataupun negosiasi diantara mereka sendiri jika suatu saat dibutuhkan
bila timbul sengketa yang lain diantara para pihak yang bersengketa tanpa perlu melibatkan
mediator. Keuntungan yang lain adalah terbukanya kesempatan untuk menelaah lebih dalam
masalah-masalah yang merupakan dasar dari suatu sengketa. Terkadang dalam menyikapi suatu
masalah, para pihak yang berkonflik belum mengkaji secara mendalam mengenai pokok masalah
yang ada. Para pihak tentu lebih mengutamakan kepentingan negaranya sendiri. Dengan adanya
proses mediasi dapat dilakukan telaah yang lebih mendalam dengan informasi dan data-data yang
diberikan oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Pada akhirnya telaah ini dapat lebih bersifat
objektif karena didasarkan pada informasi dan kepentingan dari kedua belah pihak. Dalam proses
mediasi penting bagi pihak yang bersengketa untuk saling mempercayai bahwa semua pihak akan
melaksanakan hasil putusan mediasi dengan baik sehingga dapat dihindari rasa bermusuhan dan
dendam.
Sedangkan sisi negatif dari mediasi adalah bisa saja mediator lebih memihak kepada salah
satu pihak. Selain itu kelemahan dari proses mediasi adalah waktu yang dibutuhkan sangat lama
karena harus mempertemukan kedua pihak dan kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan
dan dari pertentangan-pertentangan tersebut harus dirumuskan sebuah kesepakatan. Tercapai atau
tidaknya kesepakatan sangat tergantung dari itikad baik para pihak untuk menyelesaikan sengketa
dalam proses mediasi. Jika tidak ada itikad baik dalam proses mediasi dari kedua belah pihak,
kesepakatan tidak akan pernah tercapai dan konflik pun tidak dapat terselesaikan. Selain itu dalam
proses mediasi harus dimunculkan informasi yang cukup sebagai bahan perundingan. Informasi-
informasi yang disampaikan oleh kedua belah pihak menjadi sangat penting bagi mediator untuk
dapat segera memberikan pendapatnya terhadap konflik yang tengah terjadi. Selain itu kedua belah
pihak harus memberikan kewenangan yang cukup bagi mediator untuk menjadi penengah dalam
konflik yang sedang dihadapi oleh kedua pihak. Kepatuhan para pihak dalam menaati kesepakatan
yang dibuat dan pengaruh mediator dalam proses mediasi sangat mempengauhi kesepakatan yang
akan dicapai oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Proses mediasi berjalan lebih informal dan dikontrol oleh para pihak. Dalam proses mediasi
ini lebih merefleksikan kepentingan prioritas para pihak dan mempertahankan kelanjutan
hubungan para pihak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian mediasi?
2. Kenapa harus ada mediasi?
3. Kapan mediasi dilakukan?
4. Siapa yang melakukan mediasi?
5. Dimana mediasi dilaksanakan?
6. Bagaimana prosedur dari mediasi?
Tujuan
1. Mengetahui pengertian mediasi.
2. Mengetahui dari mediasi.
3. Mengetahui kapan mediasi dilakukan
4. Mengetahui siapa yang melakukan mediasi.
5. Mengetahui dimana mediasi dilaksanakan
6. Mengetahui bagaimana prosedur dari mediasi

BAB II
PEMBAHASAN

1.Pengertian mediasi
Dalam kepustakaan ditemukan banyak definisi tentang mediasi. Menurut Prof. Takdir
Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui
perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memilih kewenangan
memutus. Pihak netral tersebut disebut mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural
dan substansial.
Tetapi menurut Peraturan Mahkamah Agung, Mediasi adalah penyelesaian sengketa
melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator (Pasal 1 ayat (6) PERMA
No. 2 tahun 2003)..
2..Kenapa Ada Mediasi
a. karena pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu
instrumen efektif mengatasi kemungkinan penumpukan perkara di pengadilan.
b. karena mediasi merupakan salah satu proses lebih cepat dan murah, serta dapat mernberikan
akses kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan atau penyelesaian yang
memuaskan atas sengketa yang dihadapi;
c. karena institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat memperkuat dan
memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa disamping proses
pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif);
d. karena hukum acara yang berlaku, baik Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg, rnendorong para
pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara
mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di pengadilan tingkat pertama;

3.Kapan mediasi dilakukan untuk


Sesuai dengan pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2/2003 tentang
prosedur mediasi di pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia, bahwa semua perkara
perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk lebih dahulu diselesaikan
melalui perdamaian dengan bantuan mediator
4.Siapa yang wajib melakukan mediasi.
Para pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bersengketa dan membawa sengketa
mereka ke pengadilan tingkat pertama untuk memperoleh penyelesaian. (pasal 1 ayat (7) PERMA
No. 2 tahun 2003)
5. Dimana Mediasi Dilakukan
Dalam Perma Nomor 2 tahun 2003 diatur bahwa mediasi bisa dilaksanakan di dalam dan
diluar pengadilan. Jika proses mediasi dilaksanakan di dalam pengadilan maka pelaksanaannya
gratis karena memakai fasilitas pengadilan. Tetapi jika proses mediasi dilaksanakan di luar
pengadilan, maka para pihak harus bersepakat mengenai tempat, biaya dan sebagainya yang
diperlukan.
6. Bagaimana Prosedur Mediasi
Proses mediasi itu awalnya sama seperti orang berperkara biasa, dimana penggugat
mendaftarkan perkaranya. Kemudian pada hari pertama sidang hakim mewajibkan para pihak
untuk menempuh mediasi. Dalam Perma ini juga diberikan beberapa pilihan. Artinya mediator itu
tidak harus hakim, tapi juga bisa non hakim, dan tidak harus di pengadilan, namun bisa juga di
luar pengadilan. Yang paling penting hakim dengan sedemikian rupa mencoba mendamaikan
mereka melalui mediasi. Alternatifnya, ada para pihak yang tetap tidak mau damai/mediasi karena
udah terlanjur benci atau ada perasaan negatif dengan institusi pengadilan jika proses mediasinya
dilaksanakan di dalam pengadilan. Oleh sebab itu mereka boleh melakukan proses mediasi di luar
pengadilan, tapi mereka terlebih dahulu sudah meregister seperti halnya dalam meregister perkara
biasa. Kemudian hakim membuka sidang dan menawarkan serta mengupayakan perdamaian atau
mediasi.
Yang jelas pengupayaan itu dilakukan pada saat sidang yang pertama kali. Hal itu telah
diatur dalam hukum acara sendiri. Jadi para pihak harus menempuh proses perdamaian itu.
Tentunya ada waktu-waktu tertentu. Kalau misalnya memilih di luar pengadilan paling lama
waktunya itu satu bulan, dan kalau dalam pengadilan itu 22 hari.
Sebelum memulai proses persidangan, hakim mengupayakan perdamaian terlebih dahulu,
yaitu dengan menawarkan apakah para pihak bersedia untuk menyelesaikan perselisihan melalui
mediasi atau tidak. Para pihak diberi jangka waktu satu hari untuk memilih mau melaksanakan
proses mediasi dimana (di luar atau di dalam pengadilan). Kalau misalnya tidak bisa juga atau
mereka tidak mengambil keputusan akan hal itu maka hakim yang akan memutuskan dimana
proses mediasi akan dilakasanakan. Kalau proses mediasi dilaksanakan di dalam maka para pihak
boleh memilih hakim-hakim yang akan jadi mediatornya.
Mediasi itu sebenarnya bagian dari alternatif penyelesaian sengketa. Tapi yang kita
bicarakan disini adalah mediasi yang kita sebut court connected mediation artinya mediasi di
dalam ruang lingkup pengadilan. Namun karena dia adalah pemberdayaan dari Pasal 130 HIR
maka mediasi menjadi wajib sifatnya. Tapi pengertian mediasi secara umum memang seperti yang
saya katakan, yaitu mediasi di dalam perma itu memang sifatnya mandatory, tapi nature dari
mediasi sendiri itu adalan voluntary atau sukarela.
Untuk memulai suatu proses mediasi di pengadilan itu para pihak dalam hal ini
penggugatnya (semua dalam mediasi adalah perkara perdata) harus mengajukan gugatan,
pendaftaran perkara, melewati ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk majelis hakim dan pada
hari yang ditentukan yaitu pada hari pertama sidang majelis hakim harus mengupayakan
perdamaian kepada para pihak. Dengan mengupayakan perdamaian itu diarahkan agar para pihak
melalui proses mediasi dulu. Dalam Perma tentang Mediasi ditentukan bahwa majelis hakim yang
menangani perkara itu berbeda dengan mediator yang nanti akan mencoba mendamaikan kedua
belah pihak. Jadi kalau tadinya ada kekhawatiran bahwa hakim itu naturenya selalu keras karena
mungkin selama ini dia memang dididik untuk seperti itu, maka dengan adanya Perma ini
pandangan seperti harus diubah, karena hakim itu tidak selalu bersifat memutus. Selain itu
mediator yang ada di pengadilan atau yang akan ada di proses mediasi itu sebelumnya sudah
ditraining. Dalam perma ini memang yang menjadi mediator itu ada 2, yaitu hakim dan non hakim
yang akan melewati pelatihan khusus mediator.
Saat ini kita sedang menyusun kriteria mediator non hakim itu kira-kira siapa saja. Kalau
kita lihat di berbagai negara, mediator non hakim itu ada pengacara, pensiunan hakim. Mungkin
kalau di indonesia juga bisa pemuka adat atau pemuka agama. Artinya tidak hanya terbatas pada
orang yang bergerak di bidang hukum saja.
Kesepakatan damai itu yang telah dicapai para pihak haruslah merupakan haruslah
acceptable solution. Jadi kesepakatan tersebut merupakan kesepakatan yang diterima oleh kedua
belah pihak dan menguntungkan kedua belah pihak. Tidak harus win-win solution, tapi ada garis
yang bisa diambil menjadi kesepakatan. Artinya kedua belah pihak sama-sama menerima
keputusan itu, karena kalau misalnya ternyata kedua belah pihak itu tidak menerima keputusan itu
akan berpengaruh kepada implementasi dari kesepakatan itu.
Berjalanannya proses mediasi tidak terlepas dari peran seorang mediator. Mediator
memegang peranan krusial dalam menjaga kelancaran proses mediasi. Terdapat banyak teori
mengenai tugas seorang mediator. Namun secara umum terdapat 7 tugas seorang mediator.
Pertama mediator harus menjalin hubungan dengan para pihak yang bersengketa agar para pihak
tidak menjadi takut untuk mengemukakan pendapatnya. Kedua, mediator juga harus memilih
strategi untuk membimbing proses mediasi dan mengumpulkan serta menganalisa proses mediasi
dan latar belakang sengketa. Hal ini penting untuk dilakukan agar mediator dalam mengarahkan
mengetahui jalur penyelesaian sengketa ini bagaiamana dan selanjutnya menyusun rencana-
rencana mediasi serta membangun kepercayaan dan kerjasama. Bentuk mediasi dapat berupa
sidang-sidang mediasi. Ketiga, mediator harus mampu untuk merumuskan masalah dan menyusun
agenda, karena kadang-kadang yang kelihatan dari luar itu sebenarnya yang besar-besarnya saja.
Sebenarnya kalau dalam persengketaan itu ada kepentingan lain yang dalam teori Alternatif
Dispute Resolution (ADR) disebut interest base/apa yang benar-benar para pihak mau. Interest
base itu kadang-kadang tidak terungkap di luar proses ADR. Keempat, Mediator juga harus
mengungkapkan kepentingan tersembunyi dari para pihak. terkadang ada para pihak yang
beritikad tidak baik, dan hal itu tidak boleh. Keenam, mediator juga harus membangkitkan pilihan
penyelesaian sengketa, pintar dan jeli dalam memandang suatu masalah. Ketujuh, Mediator dapat
menganalisa pilihan-pilihan tersebut untuk diberikan kepada para pihak dan akhirnya sampai pada
proses tawar menawar akhir dan tercapai proses penyelesaian secara formal berupa kesepakatan
antar para pihak. Sebaiknya yang hadir dalam proses mediasi adalah pihak-pihak yang mengambil
keputusan agar jangan sampai terjadi ketimpangan
Dalam Perma Nomor 2 tahun 2003 diatur bahwa mediasi bisa dilaksanakan di dalam dan
diluar pengadilan. Jika proses mediasi dilaksanakan di dalam pengadilan maka pelaksanaannya
gratis karena memakai fasilitas pengadilan. Tetapi jika proses mediasi dilaksanakan di luar
pengadilan, maka para pihak harus bersepakat mengenai tempat, biaya dan sebagainya yang
diperlukan.
Di atas disebutkan bahwa mediator harus mampu untuk menggali masalah, termasuk
masalah yang tidak terungkap. Tahap ini kurang lebih merupakan tahap pembuktian apabila di
sidang pengadilan. Untuk memperoleh data-data yang belum terungkap, maka keahlian dari si
mediator sangat diperlukan. Jadi si mediator harus mencoba untuk menggali kepentingan-
kepentingan dan mencoba supaya para pihak bisa mengerti dan kemudian menyusun solusinya.
Mediator harus berhati-hati juga, karena mediasi itu ada unsur art and science, jadi si mediator
berhati-hati dalam mengemukakan atau menggali kepentingan-kepentingan yang ada. Jika ia tidak
berhati-hati bisa-bisa mediator itu akhirnya dibilang tidak netral. Sebenarnya di dalam mediasi itu
tidak ada yang namanya extensive discovery.
Setelah pemilihan penunjukan mediator, para pihak wajib menyerahkan fotokopi dokumen
yang memuat duduk perkara, fotokopi surat-surat yang diperlukan dan hal-hal lain yang terkait
dengan sengketa kepada mediator dan para pihak. Semua hal itu harus diungkapkan dalam proses
mediasi untuk memudahkan para pihak. Namun dalam proses mediasi, dimungkinkan
pemanggilan saksi ahli atas persetujuan para pihak, untuk memberikan penjelasan dan
pertimbangan yang dapat membantu para pihak dalam menyelesaikan sengketanya. Semua biaya
jasa ahli itu ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan. Namun apabila proses mediasi
tersebut tidak berhasil dan para pihak ternyata melanjutkan perselisihan tersebut ke pengadilan,
maka sebaiknya dipakai saksi ahli yang lain, kecuali orang yang ahli di bidang itu hanya sedikit
atau hanya satu orang. Saksi ahli itu dipanggil untuk penyelesaian perbedaan sesuai dengan ilmu
dan keahliannya. Apa yang dia ungkapkan pada proses mediasi maupun pengadilan itu sifatnya
bukan untuk memihak salah satu pihak melainkan berbicara mengenai fakta sebenarnya. Fungsi
mediator disini hanya mengarahkan aja. Perlu tidaknya keterangan saksi ahli tergantung para
pihak.
Jangka waktu proses mediasi telah ditentukan dalam Perma. Untuk mediasi di luar
pengadilan jangka waktunya 30 hari. Sedangkan apabila proses mediasi tersebut berjalan di dalam
pengadilan, maka jangka waktu proses mediasi tersebut adalah 22 hari setelah penunjukan
mediator. Jadi nanti setelah waktu yang ditetapkan itu kembali ke pengadilan. Kemudian
dimintakan penetapan oleh hakim. Jika dalam batas waktu yang ditentukan yaitu 22 atau 30 hari
itu tidak tercapai kata sepakat mediasi itu wajib dinyatakan gagal oleh mediator dan hal itu harus
dilaporkan oleh mediator ke majelis hakimnya untuk melanjutkan pemeriksaan perkara dengan
proses biasa. Agar tidak rancu, proses mediasi di luar pengadilan artinya tetap di lingkungan
pengadilan, tapi mediatornya bukan berasal dari mediator yang ada dalam list mediator yang
diajukan pengadilan.
Di Indonesia proses mediasi memang untuk memang perdata. Di luar negeri pelanggaran
itu bisa melalui proses mediasi. Namun hukum di Indonesia mengkategorisasikan pelanggaran ke
dalam hukum pidana. Sehingga untuk pelanggaran tidak mungkin diselesaikan melalui proses
mediasi.
Pada dasarnya proses mediasi tertutup untuk umum kecuali untuk kasus-kasus publik
seperti lingkungan, yang melibatkan banyak pihak. Mediasi untuk kasus lingkungan di atas
dilaksanakan secara terbuka karena melibatkan banyak pihak, jadi sudah semestinya membuka
akses informasi kepada publik.
Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan namun proses mediasi belum berhasil,
maka dokumen-dokumen yang dipakai pada saat proses mediasi tidak boleh dipergunakan di
persidangan. Larangan tersebut didasari dengan alasan untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan jika misalnya ada pihak yang beritikad tidak baik. Yang harus dimusnahkan adalah
notulen atau catatan mediator. Selain itu pengakuan para pihak yang ada dalam proses mediasi itu
juga tidak boleh dibeberkan lagi pada saat sidang. Bahkan mediator atau salah satu pihak yang
terlibat dalam proses mediasi juga tidak dapat diminta menjadi saksi dalam persidangan untuk
kasus yang sama,
Dalam pelatihan mediator juga diajarkan bagaimana cara mediator mencoba menjadi
activism, menjadi fasilitator dan mempunyai communication skill . Proses mediasi ini dikontrol
oleh para pihak. Jadi itu kuncinya. Jika terjadi proses mediasi misalnya antara saya dengan A,
kemudian di tengah proses mediasi ini saya merasa mediator sudah mulai tidak netral dan memihak
kepada A, maka saya bisa saja bilang bahwa saya tidak setuju dengan proses mediasi ini karena
mediator tidak netral. Saya dapat meminta agar mediator diganti atau saya anggap mediasi ini
gagal.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, maka hasil dari proses mediasi dalah kesepakatan
antar para pihak. Kesepkatan tersebut dituangkan dalam suatu akta perdamaian yang bersifat final
dan binding serta berkekuatan hukum tetap. Sehingga menkanisme pengawasan pelaksanaan
kesepakatan tersebut sama seperti eksekusi putusan biasa yang berkekuatan hukum tetap, yaitu
dari pihak pengadilan sendiri.
Proses penyelesaian melalui mediasi diawali dengan mediator mengadakan pertemuan
dengan para pihak secara terpisah-pisah/kaukus sebelum pertemuan lengkap diselenggarakan
untuk mengetahui informasi apa saja yang boleh dan tidak boleh diungkap dalam pertemuan
lengkap. Artinya pada tahap ini sudah ada peringatan dari mediator. Misalnya seperti larangan
menyerang pihak lawan dengan bahasa yang memang tidak enak didengar. Kemudian mediator
dapat mempengaruhi apa yang disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lawannya dengan cara
memodifikasi pesan dalam bahasa yang dapat diterima dan dipahami oleh kedua belah pihak.
Terkadang kita berbicara sesuatu tapi belum tentu lawan bicara kita menangkap apa yang kita
maksudkan. Mediator bisa membatasi atau menginterupsi salah satu pihak kalau misalnya yang
dibicarakan itu menyangkut hal yang sensitif bagi pihak lain. Sebelum melakukan proses mediasi,
para pihak sudah harus memasukan data tentang persengketaan. Data ini sebenarnya cukup melalui
pengumpulan data, dan hasilnya dianalisis untuk kemudian disusun rencana atau strategi mediasi.
Mediator juga dapat melakukan pencarian data-data ke lapangan agar dia lebih sensitif.
Namun lagi-lagi, mediator disini bukan sebagai pihak yang memutus, melainkan lebih kepada
pihak yang mengkondisikan agar pertemuan dapat melahirkan kesepakatan-kesepakatan
berdasarkan kepentingan para pihak.
Dalam teori mediasi, analisa konflik dari bahan-bahan yang sudah dikumpulkan tadi dapat
dilakukan dengan memahami apa yang disebut circle of conflict/lingkaran konflik. Dalam
lingkaran konflik itu ada 5 kategori masalah yang dapat dijadikan dasar dalam melakukan analisa
konflik. Misalnya masalah hubungan antara para pihak, seperti “ada apa sebenarnya diantara para
pihak?, kenapa keduanya tetap ngotot, pernah bersengketa sebelumnya atau bagaimana? dan
sebagainya. Kemudian masalah ketidaksepakatan tentang data. Misalnya ketika dikonfrontir
jawabnya selalu mengelak. Kemudian juga masalah kepentingan yang bertentangan. Misalnya bisa
jadi yang 1 maunya kanan, yang 1 lagi maunya kiri. Kemudian masalah hambatan struktural dan
masalah perbedaan tata nilai yang kesemuanya sebenarnya udah bisa dijadikan sebagai acuan.
Kemudian dalam hal di tengah-tengah proses mediasi para pihak sakit/berhalangan, Perma
memang tidak mengatur mengenai hal itu. Namun menurut kami, kalau memang para pihak
berkeinginan kuat secara damai menyelesaikan sengketa melalui proses mediasi, atau dengan kata
lain ada kemauan yang kuat untuk menyelesaikan sengketa itu, proses mediasinya fleksibel dan
harus berdasarkan kesepakatan, maka mungkin saja dimintakan tambahan waktu. Tapi sekali lagi,
hal ini memang tidak diatur dalam Perma.
BAB III
PENUTUP
Jadi, selain berperkara dalam sidang pengadilan ada baiknya jika kita memakai jalur alternatif
dengan cara mediasi ataupun proses lainnya karena ini juga dapat membantu lembaga pengadilan
dalam rangka mengurangi beban penumpukan perkara. Kedua, adanya kesadaran akan peyediakan
akses seluas mungkin kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh rasa keadilan.
Ketiga, proses mediasi sering diasumsikan sebagai proses yang lebih efisien dan tidak memakan
waktu dibandingkan proses pengadilan.
3. 1 Kesimpulan
Dengan adanya proses mediasi ini diharapkan dapat mengurangi beban perkara di pengadilan dan
menyediakan akses seluas mungkin kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh rasa
keadilan, sehingga secara tidak langsung dapat membentuk independen judiciary. Dari segi sumber
daya manusia kebetulan IICT dengan MA sedang mencoba membuat proyek percontohan di 4
Pengadilan Negeri (PN), yaitu PN Jakarta Pusat, Surabaya, Padang dan Bengkalis. Disini kita
memang akan mencoba menyediakan sumber daya manusia dan sarana, karena memang mediasi
ini dimungkinkan untuk tidak memakai ruang pengadilan karena ruangnya harus lebih informal.
Setelah itu setahun kemudian kita akan mengevaluasi apa saja kekurangan-kekurangannya.
Walaupun masih terdapat banyak hal yang harus disempurnakan, namun mudah-mudahan dengan
adanya Perma disertai dengan 4 proyek percontohan dapat diketahui bagian-bagian mana saja yang
harus disempurnakan.
Contoh kasus :

Karena tidak sepakat akhirnya penyelesaian kasus dibawa ke mediator tingkat Provinsi
Sulawesi Tengah
(SPN News) Morowali, DPC SPN Kabupaten Morowali kembali memenuhi undangan Dinas
Tenaga Kerja Kabupaten Morowali di Mahomohoni, Bungku Tengah, Kabupaten Morowali
Sulawesi Tengah melalui surat nomor : 005/699/TND/VIII/2018 perihal undangan mediasi
tripartit terkait pemutusan kontrak kerja terhadap Muhamad Zulfikar karyawan PT ITSS,
Abdul Rahman karyawan PT GCNS, Fadli Dumang karyawan PT GCNS dan Pemberian
sanksi SP 2 saat cuti lebaran terhadap Sigit Rian Prasetyo karyawan PT GCNS.

Mediasi kedua ini dihadiri Serikat Pekerja yang diwakili oleh pengurus dan DPC SPN
Kabupaten Morowali dan perwakilan PSP SPN. Hadir pula Alfan Fadiah Syahya selaku HR
PT IMIP, Chaerullah Wahyu selaku HR PT ITSS, Syafaruddin selaku HR PT IMIP dan Tberto
Tambeton selaku HR PT GCNS serta mediasi ini dipimpin langsung oleh Kepala Dinas
Tenaga Kerja Kabupaten Morowali Ir. H. Umar Rasyid, M. Si dan Kasie Hubungan Industrial
Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Morowali Nurcholis.

Setelah kedua belah pihak menyampaikan argumennya dan karena kedua belah pihak tidak
mencapai mufakat maka kedua belah pihak setuju perselisihan hubungan industrial ini
dilimpahkan ke mediator Provinsi Sulawesi Tengah di Palu Sulawesi Tengah.

“Kami kecewa terhadap Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Morowali yang tidak bisa
memberikan solusi terkait masalah ini, padahal Kepala Dinas langsung yang menjadi
Mediator” ujar Sekretaris DPC SPN Kabupaten Morowali Masdar.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Sulawesi
Tengah (Sulteng) Oscar R Paudi yang ditetapkan sebagai tersangka dalam
kasus dugaan penipuan dan penggelapan telah menjalani pemeriksaan di
mapolda setempat.

Pemeriksaan terhadap tersangka Oscar itu diketahui berlangsung pada Rabu


(12/9/2018) siang di ruang penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum
(Reskrimum) Polda Sulteng.

Direktur Reskrimum Polda Sulteng Kombes Polisi Diki Budiman yang


dikonfirmasi SultengTerkini.Com per telepon genggamnya, Kamis (13/9/2018)
membenarkan pemeriksaan Oscar sebagai tersangka.

“Iya (tersangka Oscar) diperiksa kemarin. Saya belum monitor berapa lama
diperiksa,” kata orang pertama di Direktorat Reskrimum Polda Sulteng itu.

Ia mengatakan, dalam pemeriksaan Rabu kemarin ada upaya dari kedua belah
pihak, baik dari korban maupun tersangka untuk mediasi dalam rangka
menyelesaikan kasus tersebut.

Namun Diki belum mengetahui hasil dari mediasi tersebut.

Sementara itu, tersangka Oscar yang dihubungi media ini enggan berkomentar
banyak saat ditanya terkait pemeriksaan dirinya di Mapolda Sulteng pada Rabu
kemarin.

“(Lagi) Mediasi. Kira-kira begitu saja ceritanya,” katanya singkat.

Secara terpisah, Irvan Dj Nouk selaku pelapor sekaligus korban dalam kasus itu
pun tidak berkomentar banyak atas pemeriksaan tersangka Oscar.

Namun ia mengakui telah menjalani proses mediasi di Mapolda Sulteng.


“Iya benar, saya kemarin ada mediasi karena ada pemeriksaan saudara Oscar
sebagai tersangka,” kata Irvan.

Sebelumnya diberitakan, Kasubbid Penerangan Masyarakat Bidang Humas Polda


Sulteng Kompol Sugeng Lestari mengatakan, penetapan Oscar sebagai
tersangka itu dilakukan setelah penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup
berdasarkan hasil gelar perkara.

Atas penetapan Oscar sebagai tersangka, penyidik juga telah mengirimkan


Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan Tinggi Sulteng.

Oscar R Paudi terjerat kasus dugaan penipuan serta penggelapan yakni Pasal
378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP berdasarkan Laporan Polisi Nomor:
LP/158/III/Sulteng/SPKT tertanggal 26 Maret 2018 oleh pelapor Irvan Dj Nouk.

Sugeng menjelaskan, tersangka Oscar selaku Ketua DPW PAN Sulteng


meminjam uang ke pelapor selaku Ketua PAN Palu secara bertahap yaitu
dengan total sejumlah Rp335 juta.

Tersangka Oscar menjanjikan ke korban bahwa akan mengembalikan uang


pinjaman tersebut dalam waktu yang telah ditentukan.

Selain itu, tersangka juga menjanjikan memberikan sub pekerjaan proyek


paving blok di daerah Kabupaten Parigi Moutong dengan anggaran sebesar Rp2
miliar tahun 2017 kepada pelapor dengan persyaratan meminta sejumlah uang
Rp170 juta sebagai DP pembagian keuntungan.

Sehingga korban merasa yakin dan menyerahkan sesuai permintaan, namun


kenyataannya janji tersangka tidak ditepati, sehingga pelapor merasa dirugikan
dengan total sebesar Rp505 juta.

“Bersama tersangka Oscar, penyidik juga telah memeriksa tujuh orang saksi,”
kata mantan Wakapolres Tolitoli itu.
Sugeng menegaskan, penyidik dalam penanganan kasus ini melaksanakan
penyidikan dengan profesional sesuai dengan standar operasional prosedur dan
tidak akan terpengaruh adanya desakan atau intervensi dari pihak manapun.

Ketua DPW PAN Sulteng Oscar R Paudi yang sebelumnya dikonfirmasi terkait
penetapan dirinya sebagai tersangka, tidak berkomentar banyak.

Kepada SultengTerkini.Com, Oscar mengaku tidak mengetahui jika dirinya


memiliki utang kepada pelapor atau korban Irvan.

Bahkan ia mengatakan, jika dirinya mempunyai utang kepada pelapor,


sebaiknya ditagih.

“Kalau saya ada utang, ditagih dong, kan harusnya begitu. Saya merasa tidak
punya utang dan tidak pernah ditagih, harusnya ditagih dong,” tegas Anggota
DPRD Sulteng itu. CAL

Anda mungkin juga menyukai