Pengertian
Kondisi tidak adanya segmn ganglion intrinsik parasimpatis pada submukosan dan
myenteric plexuses yang terletak pada bagian anus dan membentang proksimal
sehingga menyebabkan obstruksi akibat penurunan fungsi.
Kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari
sfingter ani internal kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk
anus sampai rektum.
Insidensi
1:5000 kelahiran (Yan, et al., 2013)
4x lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan (Esayias, et al., 2013)
Klasifikasi
1. Short segment disease
Segmen aganglionik mulai dari anus samoai sigmoid
Lokasi terbanyak dan mempengaruhi bagian rectosignoid pada colon
80% kasus
2. Long segment disease
Lebih jarang, 20% kasus
Mempengaruhi hampir seluruh colon, tetapi sangat jarang mengenai usus halus
(Kessman, 2006; Moore, 2010)
Etiologi
1. Faktor genetic dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom
2. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus
3. Aganglionis parasimpatis yang disebabkan oleh lesi primer
Manifestasi Klinis
1. Neonatal
- Keterlambatan pengeluaran meconium (>24 jam), terjadi pada 80% kasus
- Distensi abdomen
- Adanya obstruksi usus letak rendah
- Konstipasi
- Muntah bercampur cairan empedu
2. Infant
- Kegagalan dan pertumbuhan BB
- Konstipasi
- Distensi abdomen
- Adanya suatu periode diare dan muntah
- Kadang muncul tanda enterokolitis seperti diare, demam berdarah, letargi
3. Chilhood
- Konstipasi
- Feses berbau menyengat seperti karbon
- Distensi abdomen
- Massa feses teraba
- Nafsu makan menurun
(Moore, 2010)
Pemeriksaan Penunjang
- Anorectal Manometry (ARM)
Tes diagnostic noninvasive yang digunakan untuk mendeteksi reflex pada
rectoanal. Diinyatakan positif bila ditemukan adanya hambatan pada reflex
rectoanal. Lebih akurat dilakukan pada penderita usia >1 tahun.
- Foto polos abdomen untuk melihat usus melebar atau gambaran usus yang
rendah.
- Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran
kontraksi usus yang tidak teratur di bagian yang menyempit, enterokolitis
pada segmen yang melebar dan retensi barium setelah 24 – 48 jam.
- Biosi isap untuk mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
- Biopsi otot rektum untuk pengambilan lapisan otot rektum.
- Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan
aktivitas enzim.
Komplikasi
1. Kebocoran anastomose
Terjadi karena:
- Pasca operasi karena ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose
- Vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus
- Infeksi dan abses sekotar anastomose
- Trauma colok dubur pasca operasi yang terlalu dini dan tidak hati-hati
Gejala:
- Ringan: peningkatan suhu, abses rongga pelvis
- Berat: demam tinggi, pelvioperitonitis, sepsis dan kematian
Tindakan:
Jika ada tanda-tanda dini kebocoran, segera dibuat kolostomi di segmen
proksimal.
2. Stenosis
Terjadi karena:
- Gangguan penyembuhan luka di daerah anastomase pasca operasi
- Infeksi yang menyebabkan jaringan fibrosis
- Prosedur bedah yang digunakan seperti stenosis sirkuler karena prosedur
Swenson atau Rahbein, stenosis posterior karena prosedur Duhamel dan
stenosis memanjang karena prosedur Soave
Gejala:
- Gangguan defekasi seperti kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga
fistula perianal
Tindakan:
Sesuai dengan penyebab stenosis, mulai dari colok dubur hingga sfinkterektomi
posterior.
3. Enterokolitis
Merupakan komplikasi yang paling parah dan dapat menyebabkan nekrosis,
infeksi dan perforasi.
Terjadi karena:
- Proses peradangan mukosa kolon dan usus halus yang makin dipenuhi eksudat
fibrin yang dapat meningkatkan resiko perforasi
Gejala:
- Distensi abdomen
- Muntah hijau
- Feses keluar eksplosif cair dan berbau busuk
Tindakan:
- Resusitasi cairan dan elektronik
- Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi
- Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2 – 3 kali per hari
- Pemberian antibiotic
4. Gangguan fungsi sfingter
- Fecal soiling atau kecipirit
Penatalaksanaan
1. Medis
Operasi dilakukan untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar,
membebaskan obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar dan fungsi
sfingter ani internal normal.
Ada 2 tahapan:
a. Temporary ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk
melepaskan obstruksi dan secara normal melemah sehingga terdilatasinya
usus besar untuk mengembalikan ukuran normal.
b. Pembedahan koreksi dilakukan saat Bb anak 9 kg atau sekitar 3 bulan setelah
operasi pertama.
Ada beberapa prosedur:
a. Prosedur Soave
- Paling sering dilakukan
- Penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa
aganglionik telah diubah
b. Prosedur Swenson
c. Prosedur Duhamel
d. Prosedur Boley
2. Perawatan
Pre op:
- Bantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital secara dini
- Bantu perkembangan ikatan orang tua dan anak
- Persiapkan orang tua tentang intervensi medis
- Kondisi klinis anak dengan malnutrisi, maka harus diet rendah serat, tinggi
kalori dan tinggi protein
Post op:
- Dampingi orang tua mengenai perawatan kolostomi setelah rencana pulang
3. Pengobatan
Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus, lakukan
kolostomi sementara dan pemberian antibiotic.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
- Bayi cukup bulan
- Kelainan kongenital
- Laki-laki: segmen aganglionis dari anus sampai sigmoid
- Perempuan dan laki-laki: melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
- Sulit BAB
- Distensi abdomen
- Kembung
- Muntah
- Diare
b. Riwayat penyakit sekarang
- Berapa lama gejala dirasakan
- Upaya mengatasi masalah
- Konstipasi beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi
usus akut
- Konstipasi ringan
- Enterokolitis dengan diare
- Distensi abdomen
- Demam
c. Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit yang diderita
- Riwayat pemberian imunisasi
d. Riwayat kesehatan keluarga
- Anggota keluarga lain yang menderita hirschsprung
e. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
- Ada tidaknya kelainan pertumbuhan dan perkembangan sejak lahir
f. Nutrisi
- Nutrisi ibu saat hamil
- Pemberian ASI eksklusif
3. Pemeriksaan fisik
a. Sistem kardiovaskular
- Ada tidaknya kelainan akibat hirschsprung atau kelainan bawaan
sejak lahir
b. Sistem pernafasan
- Sesak napas atau distress pernafasan akibat distensi abdomen
c. Sistem pencernaan
- Obstipasi
- Perut kembung
- Muntah hijau
- Diare kronik
- Pada colok dubur, keluar udara da meconium menyemprot
d. Sistem musculoskeletal
- Gangguan rasa nyaman
e. Sistem integumen
f. Sistem penglihatan
g. Sistem pendengaran
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, Deden dkk. 2010. Keperawtan MEdikal Bedah Sistem Pencernaan.
Yogyakarta. Goysen Publishing
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jalarta: EGC
Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta: Sagung Seto
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta. EGC