Disusun Oleh :
NELLY BETTY VIVIANNA
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
ANALISIS JURNAL
Keterangan Jurnal I
Tahun 2017
Keterangan Jurnal II
Tahun 2016
Tujuan
Kata Kunci malnutrisi di rumah sakit, terapi gizi, tim terapi gizi
Keterangan Jurnal IV
Judul Anak Perempuan Usia 3 Tahun dengan Malnutrisi dan Infeksi HIV
Tahun 2016
Tujuan
Secara teori, ada 10 langkah tata laksana gizi buruk, yaitu (1)
mencegah dan mengatasi hipoglikemia, (2) mencegah dan mengatasi
hipotermia, (3) mencegah dan mengatasi dehidrasi, (4) memperbaiki
gangguan elektrolit, (5) mengobati infeksi, (6) memperbaiki
Hasil kekurangan zat gizi mikro, (7) memberikan makanan untuk stabilisasi
(8) memberikan makanan untuk transisi dan rehabilitasi, (9) stimulasi
sensorik dan dukungan emosional pada anak, dan (10) tindak lanjut di
rumah.2,6,9 Penatalaksanaan pasien dengan gizi buruk terdiri dari 5
rencana terapi, dimana masing-masing rencana, terdiri dari 4 fase,
yaitu fase stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi, dan fase tindak
lanjut. Namun, tindakan pertama yang harus dilakukan pada pasien
dengan gizi buruk adalah menentukan ada tidaknya tanda bahaya dan
tanda penting, yaitu renjatan (syok), letargis (tidak sadar), dan muntah/
diare/ dehidrasi.
Penatalaksaan gizi buruk dengan infeksi HIV pada pasien ini dilakukan
dengan panduan 10 langkah tata laksana gizi buruk yang disertai
Simpulan
dengan pemberian ARV, ditambah dengan kotrimoksazol sebagai
profilaksis PCP (infeksi paru tersering pada anak dengan infeksi HIV).
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam pengendalian infeksi meningitis tuberkulosa, terdapat beberapa alternatif pilihan
manajemen yang dapat dilakkan. Dalam literature review ini, didapatkan beberapa pilihan yang
dapat digunakan untuk manajemen tatalaksana meningitis TB seperti, tahapan penatalaksanaan
meningitis TB, penggunaan rifampicin untuk meningitis TB, dan penggunaan 2% clorhexidine
sebagai perawatan sibin harian untuk mengurangi bakteremia. Dalam pemilihan manajemen
infeksi meningitis TB, terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan, meliputi efektivitas
proses penyembuhan, kenyamanan, hingga dari segi ekonomis.
Selain itu manajemen infeksi pasein meningitis tuberkulosa dapat dilakukan dengan
perawatan sibin harian menggunakan 2% chlorhexidine gluconate (CHG) untuk mengurangi
resiko infeksi. Secara statistik dan klinis ditemukan adanya penurunan yang signifikan (36%)
dalam kejadian bakteremia antara pasien yang menerima CHG sebagai sibin harian
dibandingkan dengan pasien yang menerima sabun dan air untuk sibin setiap hari. Namun,
untuk mengembangkan prosedur sibin harian dengan 2% CHG di ruang perawatan agar
menurunkan kejadian bakteremia, diperlukan staff yang dapat memahami petunjuk tentang
penggunaan CHG.
BAB IV
SIMPULAN SARAN