Anda di halaman 1dari 13

LEMBAR TUGAS KELOMPOK

PALIATIF

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Fasilitator:

Oleh Kelompok:
1. Ratna Dewi Wulansari (1711026)
2. Rismawati (1711027)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU STIKES HANGTUAH SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad dan
hidayah-Nya pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan lembar tugas
kelompok Keperawatan Paliatif ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukannya.
Selama penulisan ini mengalami beberapa kesulitan. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada para dosen pengajar STIKES Hang Tuah Surabaya
yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan. Penulis menyadari
bahwa hasil makalah ini mungkin masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan
ilmu dan pengetahuan yang dimiliki oleh kami. Oleh sebab itu kami mengharap kritik
dan saran yang positif demi kesempurnaan makalah ini dengan judul “Keperawatan
Manajemen Bencana “Banjir””
Kami berharap semoga makalah ini berguna bagi perkembangan dunia
pendidikan pada umumnya dan kemajuan STIKES Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 25 September 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan
karena peyempitan ateri koronaria akibar proses aterosklerosis atau spasme atau
kombinasi keduanya. PJK merupakan sosok penyakit yang sangat menakutkan dan
masih menjadi masalah baik di negara maju dan di Negara berkembang. Di USA
setiap tahunnya 550.000 orang meningggal karena penyakit ini. Di EROPA di
perhitungkan 20-40.000 orang dari 1 juta pendudul menderita PJK.
Hasil survei yang dilakukan departemen kesehatan RI menyatakan prevalensi
PJK di Indonesia dr tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan, sekarang tahun (2000-
an) dapat dipastikan, kecendrungan penyebab kematian di Indonesia bergeser dari
penyakit infeksi ke penyakit kardiovaskular (antara lain PJK) dan generative.
Manifestasi klinik PJK yang klasik adalah angina pectoris. Angina pectoris
adalah suatu sindroma klinis dimana didapatkan sakit dada yang timbul pada waktu
melakukan aktifitas karena adanya iskemik miokard. Hal ini menunjukan bahwa telah
terjadi >70% penyempitan arteri koronaria. Angina pectoris dapat muncul akibat
angina pectoris stabil (APS, stable angina) dan keadaaan ini bisa berkembang lebih
berat dan menimbulkan sindroma koroner akut (SKA) atau yang lebih dikenal dengan
serangan jantung mendadak (heart attack) dan bisa menyebabkan kematian.
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Penyakit Jantung Koroner


2.1.1. Definisi Penyakit Jantung Koroner
American heart association (AHA), mendefinisikan penyakit jantung koroner
adalah istilah umum untuk penumpukan plak di arteri jantung yang dapat
menyebabkan serangan jantung.penumpukan plak pada arteri koroner ini disebut
dengan aterosklerosis. (AHA, 2012).
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan keadaan dimana terjadi
penimbunan plak pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri koroner
menyempit atau tersumbat.arteri koroner merupakan arteri yang menyuplai darah otot
jantung dengan membawa oksigen yang banyak.terdapat beberapa factor memicu
penyakit ini, yaitu: gaya hidup, factor genetik, usia dan penyakit pentyerta yang lain.
(Norhasimah,2010).
2.1.2. Patogenesis
Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri
koronaria yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan
lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, yang dapat mempersempit lumen
pembuluh darah. Apabila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah
akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini
menjadi semakin berat, maka penyempitan lumen tersebut akan diikuti perubahan
pembuluh darah yang mengurangi kemampuannya untuk melebar. Sehingga
kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil dan akan membahayakan miokardium yang
terletak di sebelah distal dari daerah lesi.
Aterosklerosis pada arteri besar dan kecil ditandai dengan penimbunan
endapan dari lemak, trombosit, neutrofil, monosit, dan makrofag di seluruh
kedalaman tunika intima dan akhirnya ke tunika media.
Tahun 1976, Russel Ross mengemukakan aterosklerosis bukan merupakan
suatu proses degeneratif, tetapi merupakan proses inflamasi kronik yang diikuti oleh

2
suatu proses reparasi di dinding arteri. Teori inilah yang mendasari hipotesis response
to injury yang dipublikasian olehnya.
Ketidakseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menyebabkan
Penyakit Jantung Koroner atau infark miokardium. Terdapat suatu keseimbangan
antara penyediaan dan kebutuhan oksigen miokardium. Berkurangnya penyediaan
oksigen atau meningkatnya kebutuhan oksigen ini dapat mengganggu keseimbangan
dan membahayakan fungsi miokardium. Penyediaan oksigen juga akan meningkat
apabila kebutuhan oksigen meningkat maka, sehingga aliran pembuluh koroner harus
ditingkatkan, karena ekstraksi oksigen miokardium dari darah arteri mencapai
maksimal pada keadaan istirahat.
Rangsangan yang paling kuat untuk mendilatasi arteria koronaria dan
meningkatkan aliran pembuluh darah koroner adalah hipoksia jaringan lokal.
Pembuluh koroner normal dapat melebar dan meningkatkan aliran darah sekitar lima
sampai enam kali diatas tingkat istirahat. Tetapi, pembuluh darah yang mengalami
stenosis atau gangguan tidak dapat melebar, sehingga terjadi kekurangan oksigen
apabila kebutuhan oksigen meningkat melebihi kapasitas pembuluh untuk
meningkatkan aliran. Iskemi adalah kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan
reversible. Iskemi yang lama akan menyebabkan kematian otot atau nekrosis.
Nekrosis miokardium secara klinis dikenal dengaan nama infark miokardium.
Tiga tahap proses aterosklerosis yang dapat dijumpai pada penderita, antara
lain :
1) Tahap I ( Lapisan berlemak / fatty streak)
Intima arteri di infiltrasi oleh lipid dan terdapat fibrosis yang minimal.
Lapisan berlemak yang memanjang atau berkerut-kerut terdapat pada permukaan
sel otot polos dan berwarna agak kekuning-kuningan dan belum atau sedikit
menyebabkan penyumbatan dari arteria koronaria. Kelainan ini sudah bisa
dijumpai pada aorta bayi yang baru lahir dan akan dijumpai dalam jumlah yang
lebih banyak pada anak-anak berumur 8-10 tahun pada aterosklerosi aorta di
negara-negara barat. Lapisan berlemak pada arteri koronaria mulai terlihat pada
umur 15 dan jumlahanya akan bertambah sampai pada dekade ke-3 dari umur
manusia.
Sel endothelial yang dilapisi oleh lapisan berlemak ini akan memberikan
gambaran histologi dan fungsi yang abnormal. Lapisan berlemak biasanya
berkembang pada lokasi dimana terjadi sel endothel yang luka, sehingga
menyebabkan molekul-molekul besar seperti LDL yang dapat masuk ke dalam
jaringan subendothelium, maka akan terjebak dan akan tetap berada di dalam
jaringan subendothelium, hal ini akan disebabkan karena terikatnya LDL dengan
glikominoglikan. LDL yang bebas di sel endothelial, yang merupakan inhibisi
dari arteriosklerosis. Modifikasi LDL ini akan mengalami tiga proses yang
penting yaitu mereka akan dimakan oleh monosit menjadi makrofag, makrofag
ini akan menetap pada jaringan subendothelium dan modifikasi LDL ini akan
membantu sel mengambil lipid dalam jumlah yang besar.
2) Tahap II (Fibrous plaque)
Lapisan berlemak ini menjadi satu dan membentuk lapisan yang lebih
tebal yang terbuat dari lemak atau jaringan ikat. Plak tersebut kemudian
mengalami perkapuran. Tahap ini sering dijumpai mulai umur 25 tahun di aorta
dan arteri koronaria di negara-negara yang berinsiden tinggi dari aterosklerosis.
Plak ini berwarna keputihan, karena mengandung fibrous yang agak tebal dan
dapat menonjol ke dalam lumen, dan menyebabkan penyumbatan parsial dan
arteri koronaria.
Salah satu penyebab terjadinya perubahan dari lapisan berlemak ke lesi
fibrotik adalah adanya lesi fokal yaitu hilangnya jaringan endothelial yang
melapisi jaringan berlemak. Hilangnya lapisan ini disebabkan karena adanya
peregangan dari sel-sel yang mengalami gangguan fungsi pada deformasi dinding
arteri atau karena toksin. Pada lokasi sel yang hilang ini, platelet akan melekat
dan akan terjadi pengeluaran faktor-faktor yang akan menyebabkan
perkembangan dari lesi.
3) Tahap III ( Plak yang mengalami komplikasi)
Tahap ke-III ini terdapat dalam jumlah banyak dengan meningkatnya
umur. Bagian dari inti plak yang mengalami komplikasi ini akan bertambah besar
dan dapat mengalami perkapuran. Ulserasi dan perdarahan menyebabkan
trombosis, pembentukan aneurisma, dan diseksi dari dinding pembuluh darah
yang menimbulkan gejala penyakit.
Faktor-faktor yang menyebabkan pecahnya plak adalah adanya aliran
turbulensi atau mekanisme stress peregangan, perdarahan intraplak karena
rupturnya vasa vasorum, peningkatan stress pada dinding sirkumferensial dinding
arteri pada penutup fibrotik karena adanya penimbunan lipid, dan adanya
pengeluaran enzim-enzim yang dikeluarkan oleh makrofag untuk memecah
matriks. Selain pecahnya plak, proses-proses yang lain juga akan mengikuti,
seperti trombosis, adesi platelet, agregasi platelet dan koagulasi juga akan terjadi.
Pecahnya plak juga akan menyebabkan gejala klinik, karena pecahan-
pecahan plak akan berjalan bersama aliran darah dan menyumbat pembuluh
darah distal yang ukurannya lebih kecil. Jika pecahnya sangat besar maka akan
memungkinkan untuk menyumbat pembuluh darah besar.9 Terhalang atau
tersumbatnya pembuluh arteri dapat disebabkan oleh pengendapan kalsium,
kolesterol lemak dan bahan-bahan lainnya, yang dikenal sebagai plak. Dalam
periode tersebut deposit ini tertimbun secara perlahan-lahan yang akhirnya
diameter di arteri koroner yang masih dapat dilalui darah makin lama makin
sempit, sampai pembuluh tersebut tidak dapat dilewati darah sesuai dengan
kebutuhan otot jantung. Terhalangnya aliran darah tersebut disebut sebagai fixed
blockage.
2.1.3. Patofisiologi
Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan
kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan
makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya ke
tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering terkena adalah arteri
koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal. (Ariesty, 2011).
Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi
lapisan endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel
atau dari stimulus lain, cedera pada sel endotel meningkatkan permeabelitas terhadap
berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan triglesirida, sehingga zat ini
dapat masuk kedalam arteri, oksidasi asam lemak menghasilkan oksigen radikal
bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh darah. (Ariesty, 2011).
Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun,
termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit ke
area cedera, sel darah putih melepaskan sitokin proinflamatori poten yang kemudian
memperburuk situasi, menarik lebih banyak sel darah putih dan trombosit ke area
lesi, menstimulasi proses pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan
senyawa kimia yang berperan sebagai chemoattractant (penarik kimia) yang
mengaktifkan siklus inflamasi, pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik ke area
cedera, sal darah putih akan menempel disana oleh aktivasi faktor adhesif endotelial
yang bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket terutama terhadap sel darah
putih, pada saat menempel di lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai
berimigrasi di antara sel-sel endotel keruang interstisial. Di ruang interstisial, monosit
yang matang menjadi makrofag dan bersama neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang
meneruskan siklus inflamasi. Sitokin proinflamatori juga merangsan ploriferasi sel
otot polos yang mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika intima. (Ariesty,
2011).
Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika intima
karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap indikasi dini kerusakan
teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera dan inflamasi terus berlanjut,
agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian
dinding pembuluh diganti dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding
pembuluh darah, hasil akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan
deposit jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan
proliferasi sel otot polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan menyempit.
Apabila kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis dan tidak
dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan
kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel
miokardium sehingga menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan
energinya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan
terbentuknya asam laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan menyebabkan
nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris. Ketika kekurangan oksigen pada
jantung dan sel-sel otot jantung berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak
tertasi maka terjadilah kematian otot jantung yang di kenal sebagai miokard infark.
Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner zat masuk arteri Arteri Proinflamatori
Permeabelitas Reaksi inflamasi Cedera sel endotel Sel darah putih menempel di arteri
imigrasi keruang interstisial pembuluh kaku & sempit Aliran darah Pembentukan
Trombus monosit makrofag Lapisan lemak sel otot polos tumbuh Nyeri Asam laktat
terbentuk MCI Kematian. (Ariesty, 2011).
2.1.4. Faktor resiko
2.1.5. Manifestasi klinis
Menurut, Hermawatirisa 2014 : hal 3,Gejala penyakit jantung koroner
1. Timbulnya rasa nyeri di dada (Angina Pectoris)
2. Sesak nafas (Dispnea)
3. Keanehan pada iram denyut jantung
4. Pusing
5. Rasa lelah berkepanjangan
6. Sakit perut, mual dan muntah
Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang berbeda-beda.
Untuk menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan pemeriksaan yang
seksama. Dengan memperhatikan klinis penderita, riwayat perjalanan penyakit,
pemeriksaan fisik, elektrokardiografi saat istirahat, foto dada, pemeriksaan enzim
jantung dapat membedakan subset klinis PJK.
2.1.6. Penatalaksanaan
2.1.7.
2.1.8.
2.2. Konsep Keperawatan Paliatif
2.2.1. Definisi Perawatan
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui
identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-
masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual (KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007).
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi
penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit
melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta
masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual ( (WHO, 2016).
2.2.2. Tujuan Terapi Paliatif
Terapi paliatif bertujuan mengurangi rasa saikit dan gejala tidak nyaman
lainnya, meningkatkan kualitas hidupdan memberikan pengaruh positif selama sakit,
membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai saat meninggalnya, menjawab
kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk dukungandi saat-saat sedih dan
kehilanga, jika diperlukan membantu keluarga pasien agar tabah selama pasien sakit
serta disaat sedihdan kehilangan dengan memberi pengertian kehidupan dan
memaandang kematian sebagia suatu prosesyang normal. Terapi paliatif tidak
bertujuan untuk mempercepat ataupun menunda kematian.
2.2.3. Perawatan Paliatif pada pasien PJK
2.2.4. Evidence Based Gagal Jantung Kongestif
Terapi doa merupakan intervensi perawatan spiritual. Salah satu teknik terapi
doa adalah dengan membaca buku yang berisi doa atau kata-kata bijak yang
bersumber dari kitab suci (Mason, 1995 sebagaimana dikutip dalam '''OBrien, 1999).
Terapi membaca buku (biblioterapi) dapat dipertimbangkan sebagai terapi
komplementer kesejahteraan spiritual pada pasien.
Biblioterapi adalah bacaan yang berisi doa atau kata-kata bijak, yang
melibatkan pasien untuk memahami makna hidup dan kondisi yang sedang dialami,
melalui membaca (Smith, 2006). Di Taiwan, penggunaan biblioterapi
direkomendasikan oleh profesional pendidikan atau kesehatan sebagai pendekatan
dalam mengatasi stres pada mahasiswa (Fu, 2010). Biblioterapi juga digunakan
untuk membimbing pemikiran, memperkuat karakter, membentuk perilaku dan
memecahkan masalah (Myracle, 1995). Di Indonesia, penelitian dan literatur yang
berkaitan dengan penggunaan biblioterapi bagi pasien masih terbatas. Bila
dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, biblioterapi digunakan untuk
mengatasi masalah psikologis dan belum ditemukan penggunaan biblioterapi dengan
pendekatan Islam untuk mengatasi masalah spiritual pasien
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
3.2. Saran

Anda mungkin juga menyukai