Anda di halaman 1dari 14

Makalah

OBAT TRADISIONAL

“AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOLIK DAUN ALPUKAT


(Persea americana Mill.) PADA SEL KANKER LEHER RAHIM HeLa”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Obat Tradisional yang diampu oleh
Bapak A. Muthi Andy Suryadi, S.Farm., M.Sc.

OLEH :

HINDUN B. GENTI : 821415119


KELAS : C S1 FARMASI 2015

PROGRAM STUDI SI

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2018
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
I.2 Tujuan Penulisan ..................................................................... 2
I.3 Manfaat Penulisan ................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Jenis Tanaman Alpukat ......................................................... 3
II.2 Ksndungan Kimia Daun Alpukat .......................................... 4
II.3 Aktivitas Senyawa Sitotoksik Daun Alpukat ........................ 8
II.4 Manfaat Daun Alpukat .......................................................... 9
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan ........................................................................... 10
III.2 Saran ..................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur atas kehadirat dan nikmat yang diberikan Allah SWT karena
atas izin dan kuasa-Nyalah sehingga makalah Obat Tradisional mengenai
“Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Etanol Daun Alpukat Pada Sel Kanker Leher Rahim
Hela”, dapat terselesaikan dengan baik.

Penyusun berterima kasih kepada dosen penanggung jawab yang


memberikan arahan dan bantuan dalam penyusunan makalah ini, serta referensi
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Makalah ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, sehingga sangat


diharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan pembuatan
makalah selanjutnya.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan bagi
perkembangan dunia kesehatan khususnya farmasi.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Gorontalo, Desember 2018

Hindun B. Genti
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Seiring berkembangnya zaman dengan arus globalisasi yang semakin
meningkat, maka dapat berpengaruh terhadap manusia dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dampak negatif yang dapat dirasakan yaitu terjadinya
perubahan lingkungan dan perilaku manusia ke arah yang tidak sehat, hal ini
dapat memicu berbagai macam penyakit yang dapat menyerang manusia yang
tidak jarang penyakit tersebut sangat mematikan.
Kanker merupakan penyebab kematian utama kedua yang memberikan
kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama
di dunia (Oemiati dkk.,2011). Kanker serviks merupakan jenis kanker dengan
insidensi yang tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat 11.070 kasus
kanker serviks di Amerika pada tahun 2008, Terdapat 3.870 kematian yang
disebabkan kanker serviks (Jemal et al., 2008).
Pengobatan kanker dapat dilakukan dengan pembedahan, kemoterapi,
maupun dengan radiasi. Namun pembedahan tidak efektif untuk kanker yang telah
metastasis. Pengobatan dengan metode kemoterapi dan radiasi seringkali kurang
selektif. Penggunaan kemoterapi juga memiliki efek samping toksik pada jaringan
normal dan menyebabkan resistensi pada sel kanker (Davis et al., 2003).
Berdasarkan alasan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang
pengobatan kanker yang selektif dan aman atau penanganan secara non
farmakologi. Penanganan secara non farmakologis sangat diminati oleh
masyarakat karena sangat mudah untuk dipraktekkan dan tidak mengeluarkan
biaya yang terlalu banyak. Selain itu, penanganan non farmakologis juga tidak
memiliki efek samping yang berbahaya tidak seperti penanganan farmakologis,
sehingga masyarakat lebih menyukai non farmakologis daripada secara
farmakologis. Salah satunya dengan pengembangan agen kemopreventif dari
bahan alam yang dapat memperlambat atau mencegah perkembangan sel kanker.
Salah satu tumbuhan yang dapat dikembangkan sebagai agen
kemopreventif pada sel kanker adalah daun alpukat (Persea americana Mill).
Beberapa penelitian menunjukkan daun alpukat memiliki aktivitas sebagai
antioksidan. Ekstrak metanol daun alpukat memiliki aktivitas penangkap radikal
bebas seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak (Asolu et al., 2010).
Penelitian Katja et al. (2009) menunjukkan ekstrak etanolik daun alpukat
memiliki kemampuan kuat sebagai donor elektron dan dapat bereaksi dengan
radikal bebas untuk diubah menjadi produk yang sangat stabil serta mengakhiri
reaksi rantai radikal. Kemampuan tersebut menjadikan daun alpukat mampu
bertindak sebagai radical scavenger terhadap metabolit antara reaktif senyawa
karsinogen, sehingga mengurangi insiden terjadinya kanker.
I.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui kandungan kimia yang terdapat pada daun alpukat (Persea
americana Mill)
2. Untuk mengetahui Senyawa aktif yang berperan dalam aktivitas sitotoksik
pada ekstrak etanolik daun alpukat (Persea americana Mill)
3. Untuk mengetahui manfaat lain kandungan kimia dari daun alpukat
I.3 Manfaat
1. Dapat mengetahui kandungan kimia yang terdapat pada daun alpukat (Persea
americana Mill)
2. Dapat mengetahui Senyawa aktif yang berperan dalam aktivitas sitotoksik
pada ekstrak etanolik daun alpukat (Persea americana Mill)
3. Dapat mengetahui Manfaat lain kandungan kimia dari daun alpukat.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Jenis Tanaman Alpukat
Tanaman alpukat (Gambar. 1) merupakan tanaman buah berupa pohon
dengan nama alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah
pokat, jamboo pokat (Batak), advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat
(Lampung) dan lain-lain. Tanaman alpukat berasal dari dataran rendah/tinggi
Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Secara
resmi antara tahun 1920-1930 Indonesia telah mengintroduksi 20 varietas alpukat
dari Amerika Tengah dan Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas
unggul guna meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya di daerah
dataran tinggi (Kemal Prihatman, 2000).

Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah sebagai berikut (Kemal


Prihatman, 2000) :
Divisi : Spermatophyta
Anak Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Ranales
Family : Lauraceae
Marga : Persea
Varietas : Persea americana Mill
Alpukat tumbuh di daerah tropis dan subtropis dengan curah hujan antara
1.800-4.500 mm/th. Pada umumnya tumbuhan ini cocok dengan iklim sejuk dan
basah. Tumbuhan ini tidak tahan terhadap suhu rendah maupun tinggi,
kelembaban rendah pada saat berbunga dan angin yang keras pada saat
pembentukan buah. Di Indonesia, tanaman alpukat tumbuh pada ketinggian
tempat antara 1-1.000 m di atas permukaan laut (Prawita, 2012).
Pohon alpukat memiliki ketinggian 3-10 m, berakar tunggang, batang
berkayu, bulat, warnanya coklat kotor, bercabang banyak, serta ranting berambut
halus. Daun tunggal, dengan tangkai yang panjangnya 1,5-5 cm, letaknya
berdesakan di ujung ranting, bentuknya jorong sampai bundar telur memanjang,
tebal seperti kulit, ujung dan pangkal runcing, serta bertulang menyirip. Ukuran
daun panjang 10-20 cm, lebar 3-10 cm, daun muda bewarna kemerahan dan
berambut rapat, daun tua bewarna hijau dan gundul, serta memiliki rasa pahit
(Prawita, 2012).
Pohon ini berbunga majemuk, berkelamin dua, dan tersusun dalam malai
yang keluar dekat ujung ranting. Bunga tersembunyi dengan warna hijau
kekuningan dan memiliki ukuran 5-10 mm. Buah alpukat bertipe buni, bentuk
bola atau bulat telur panjangnya 5-50 cm, memiliki kulit lembut tak rata berwarna
hijau tua hingga ungu kecoklatan berbiji satu. Buah tumbuh tergantung pada
varietasnya. Daging buah alpukat berwarna hijau dekat kulit dan kuning muda
dekat biji yang memiliki tekstur lunak dan lembut. Biji bulat seperti bola,
diameter 2,5-5 cm, keping biji putih kemerahan. Perbanyakan tanaman alpukat
dengan biji dan okulasi pada tanah gembur dan subur (Prawita, 2012).
II.2 Kandungan Kimia Daun Alpukat
Hasil penelitian yang telah dilakukan Maryati dkk (2007) bahwa
penapisan fitokimia daun alpukat (Persea americana Mill) menunjukkan adanya
golongan senyawa flavonoid, tanin katekat, kuinon, saponin, dan
steroid/triterpenoid. Kandungan kimia daun alpukat juga dibuktikan oleh Antia et
al., (2005) bahwa ekstrak daun alpukat mengandung saponin, tanin, phlobatanin,
flavanoid, alkaloid, dan polisakarida. Penelitian lain pada ekstrak metanol pada
daun alpukat juga mengandung steroid, tanin, saponin, flavanoid, alkaloid, fenol,
antaquinon, triterpen (Asaolu et al, 2010 dalam Prawita, 2012).

a. Alkaloid
Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang terbanyak
ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari berbagai jenis tumbuhan.
Semua alkaloid mengandung atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan
bagian dari cincin heterosiklik. Alkaloid mempunyai kegiatan fisiologi yang
menonjol dan sering digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid
merupakan senyawa yang mempunyai satu atau lebih atom nitrogen biasanya
dalam gabungan dan sebagian dari sistem siklik (Harbone,1996) dalam (Nilda,
2011).
Nilda (2011) hasil penelitian menjelaskan bahwa isolat fraksi 7 dari daun
alpukat (Persea americana Mill) yang ada dalam ekstrak kental metanol
merupakan senyawa alkaloid aromatik. Senyawa alkaloid aromatik memiliki
karakteristik: N-H (3311,55 cm-1), C-H alifatik (2921,96 cm-1), C-N (1130,21
cm-1), C=O (1735,81 cm-1), C-H aromatik, gugus N-C=O (580,53 cm-1), dan
didukung oleh data spektrofotometer UV-Vis mengindikasikan adanya gugus
C=O dan gugus N-H.
b. Flavonoid
Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari
kata flavon, yaitu nama salah satu jenis flavonoida yang terdapat dalam jumlah
besar dalam tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-
fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada
B dari cincin 1,3-diarilpropanan dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga
membentuk cincin heterosiklik. Flavonoid yang lazim adalah flavon, flavonol,
flavanon, isoflavon, dan khalkon. Flovonoid tersusun dari dua cincin aromatis
yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga dengan susunan C6-C3- C6.
Senyawa flavanoid sering ditemukan dalam bentuk glikosida. Flavonoid
merupakan sejenis senyawa fenol terbesar yang ada, senyawa ini terdiri dari lebih
dari 15 atom karbon yang sebagian besar bisa ditemukan dalam kandungan
tumbuhan.
c. Saponin
Berdasarkan struktur aglikon-nya (sapogeninnya), saponin dapat dibedakan
menjadi 2 macam yaitu tipe steroid dan tipe triterpenoid. Kedua senyawa ini
memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan memiliki asal usul biogenetika
yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid.
d. Triterpenoid
Menurut Maryati dkk (2007) kandungan kimia daun alpukat mempunyai
campuran tujuh senyawa triterpenoid mempunyai gugus –OH, -CH alifatik, C-C,
C=O, C=C alifatik, dan struktur tidak mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi.
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan
isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu
skualena, senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan
bersifat optis aktif (Harborne,1987). Senyawa triterpenoid dapat dibagi menjadi
empat golongan,yaitu: triterpen sebenarnya, saponin, steroid, dan glikosida
jantung.
e. Steroid
Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang mengandung inti
siklopentana perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin sikloheksana dan sebuah
cincin siklopentana. Senyawa steroid banyak ditemukan dalam jaringan tumbuhan
dan dapat ditemukan pada daun alpukat (Persea americana Mill).
f. Kuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti
kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang
berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Warna pigmen kuinon di
alam beragam, mulai dari kuning pucat sampai ke hampir hitam, dan struktur yang
telah dikenal jumlahnya lebih dari 450. Untuk tujuan identifikasi kuinon dapat
dibagi menjadi empat kelompok: benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan
kuinon isoprenoid. Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida larut sedikit
dalam air, tetapi umumnya kuinon lebih mudah larut dalam lemak dan akan
terekstraksi dari ekstrak tumbuhan kasar bersama-sama dengan karotenoid dan
klorofil.
g. Tanin
Tanin merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang bersifat fenol
mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Secara
kimia tanin dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi atau tannin
katekin dan tanin terhidrolisis (Robinson, 1995). Tanin terkondensasi terdapat
dalam paku-pakuan, gimnospermae dan angiospermae, terutama pada jenis
tumbuh-tumbuhan berkayu. Tanin terhidrolisis penyebarannya terbatas pada
tumbuhan berkeping dua.
Tanin merupakan komponen zat organik derivat polimer glikosida yang
terdapat dalam bermacam-macam tumbuhan, terutama tumbuhan berkeping dua
(dikotil). Monomer tanin adalah digallic acid dan Dglukosa. Ekstrak tanin terdiri
dari campuran senyawa polifenol yang sangat kompleks dan biasanya tergabung
dengan karbohidrat rendah. Oleh karena adanya gugus fenol, maka tanin akan
dapat berkondensasi dengan formaldehida. Tanin terkondensasi sangat reaktif
terhadap formaldehida dan mampu membentuk produk kondensasi.
II.3 Aktivitas Senyawa Sitotoksik Ekstrak Etanolik Daun Alpukat
Dalam penelitian Mardiyaningsih et al (2014), Hasil uji sitotoksik
memperlihatkan bahwa ekstrak etanolik daun alpukat memiliki aktivitas sitotoksik
terhadap sel HeLa yang tergantung dosis (dose dependent). Semakin meningkat
konsentrasi ekstrak etanolik daun alpukat yang diberikan semakin rendah persen
viabilitas sel. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan analisis regresi
linear diperoleh hasil bahwa ekstrak etanolik daun alpukat memiliki nilai IC50
sebesar 360µg/mL pada sel HeLa.
Analisis kualitatif secara kromatografi lapis tipis dilakukan terhadap tiga
senyawa utama daun alpukat, yaitu alkaloid, flavonoid, dan saponin, yang diduga
memiliki aktivitas yang terkait dengan potensi antikanker. Penelitian terdahulu
menyatakan buah dan daun mengandung saponin, alkaloid, dan flavonoid. Buah
juga mengandung tanin dan daun mengandung polifenol, quersetin, gula alkohol
persiit (Arisandi dan Andriani, 2009).
Hasil kromatogafi lapis tipis menunjukkan ekstrak etanolik daun alpukat
mengandung flavonoid, saponin, dan alkaloid. Flavonoid merupakan senyawa di
dalam tumbuhan yang telah terbukti dapat menghambat proliferasi beberapa sel
kanker yang memiliki toksisitas yang rendah atau bahkan tidak toksik untuk sel
normal. Mekanisme flavonoid sebagai antiproliferatif sel kanker dapat melalui
beberapa mekanisme. Mekanisme tersebut antara lain aktivasi senyawa
karsinogen, antiproliferasi sel, cell cycle arrest, menginduksi apoptosis dan
diferensiasi sel, menghambat angiogenesis, dan antioksidan (Ren et al, 2003).
Quercetin (3,3',4',5,7-pentahydroksiflavon) merupakan salah satu
flavonoid yang mempunyai efek sebagai antikanker dengan berbagai macam
mekanisme aksi. Quercetin diketahui dapat menyebabkan checkpoint pada kedua
fase G1/S dan G2/M pada kultur sel kanker hingga terjadi cell cycle arrest.
Flavonoid dapat menginduksi apoptosis pada beberapa cell line kanker.
Mekanisme induksi apoptosis yang dimiliki antara lain menghambat aktivitas
topoisomerase DNA I/II, penurunan ROS (reactive oxygen species), regulasi
ekspresi heat shock protein, modulasi jalur apoptosis, aktivasi caspase-9 dan
caspase-3, penurunan ekspresi faktor transkripsi nukleus kappaB (NF-kappaB),
aktivasi endonuklease, dan penurunan protein Mcl-1 (Ren et al., 2003).
Alkaloid juga memiliki peranan dalam penghambatan pertumbuhan sel
kanker, misalnya senyawa vinkristin dan vinblastin yang terdapat pada daun tapak
dara. Senyawa ini berperan sebagai antimitotic agent dengan mengikat dimer
tubulin yang dapat mengganggu munculnya mikrotubul pada saat metafase,
akibatnya proses mitosis sel akan terganggu, sehingga proliferasi sel kanker
terhambat (Ewesuedo dan Ratain, 2003; Dewi dan Saraswati, 2009).
Kemungkinan mekanisme sitotoksik yang menyebabkan induksi kematian
sel kanker HeLa oleh senyawa pada ekstrak etanolik daun alpukat tersebut masih
perlu dibuktikan melalui penelitian-penelitian selanjutnya. Senyawa yang secara
pasti bertanggung jawab atas mekanisme tersebut juga masih perlu di teliti lebih
lanjut untuk mendapatkan dasar ilmiah yang jelas dalam pengembangan senyawa
aktif dalam daun alpukat sebagai agen kemopreventif.
II.4 Manfaat Daun Alpukat
Bagian tanaman alpukat yang memiliki banyak khasiat salah satunya
adalah bagian daun. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli menyebutkan bahwa
daun alpukat memiliki efek antifungi (Rahayu dan Nurhidayat, 2009),
antihipertensi (Koffi et al., 2009), antimikroba (Gomez-Flores et al., 2008),
kardioprotektor (Ojewole et al., 2007), antihiperlipidemia (Brai et al., 2007),
hepatoprotektor (Martins et al., 2006), antikonvulsan (Ojewole dan Amabeoku,
2006), aktivitas hipoglikemia (Antia et al., 2005), vasorelaksan (Owolabi et al.,
2005), serta analgesik dan antiinflamasi (Adeyemi et al., 2002).
Secara empiris daun alpukat digunakan untuk mengobati kencing batu,
darah tinggi, sakit kepala, nyeri syaraf, sakit pinggang, nyeri lambung, saluran
nafas membengkak, dan menstruasi tidak teratur (Biopharmaca Research Center,
2013).
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
1. Kandungan kimia yang terdapat pada daun alupkat (Persea americana Mill.)
antara lain: golongan senyawa flavonoid, alkaloid, tanin, phlobatanin, kuinon-
antaquinon, saponin, steroid, triterpenoid, dan polisakarida.
2. Ekstrak etanolik daun alpukat berdasarkan uji kromatografi lapis tipis
mengandung senyawa flavonoid, saponin, dan alkaloid. Hasil uji sitotoksik
menunjukkan ekstrak etanolik daun alpukat memiliki kemampuan
menghambat pertumbuhan sel kanker leher rahim HeLa dengan nilai IC 50 360
µg/ml.
3. Adapun manfaat kandungan kimia daun alupkat (Persea americana Mill)
untuk kesehatan antara lain: aktivitas diuretik, antihipertensi, aktivitas
hipoglikemia, antihiperlipidemia, antimikroba, antioksidan, antelmintik,
insektisida, kardioprotektor, hepatoprotektor, antikonvulsan, vasorelaksan,
serta analgesik dan antiinflamasi.
III.2 Saran
Saran dari penulis yaitu diperlukan uji klinis manfaat kandungan kimia
daun alupkat (Persea americana Mill), sehingga masyarakat lebih yakin dengan
keamanan konsumsi daun alpukat untuk pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Afdhal Ramadi. (2012). Perbedaan Pengaruh Pemberian Seduhan Daun Alpukat


(Persea gratissima gaerth) Terhadap Tekanan Darah pada Pasien
Hipertensi Laki-laki yang Perokok dengan Bukan Perokok Di Wilayah
Kerja Puskesmas Padangpasir Kota Padang Tahun 2012. Padang :
Universitas Andalas.

Anastasia, K.O. (2013). Uji Teratogenik Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea
americana Mill.) pada Mencit Betina (Mus Musculus). Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Unversitas Surabaya. Vol. 2. No. 1.

Antia, et al. 2005. Hypoglycemic activity of aqueous leaf extract of Persea


americana Mill. Jurnal. Research Letter. Volume 37, Issue 5, Page 325-
326.

Dewa, G.K, dkk., (2009). Potensi Daun Alpukat (Persea Americana Mill) sebagai
Sumber Antioksidan Alami. Jurnal. Vol 2. No. 1.

Kemal Prihatman. (2000). Alpukat/Avokad. Jakarta: BAPPENAS

Mardianingsih, A., dkk. (2014). Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Etanolik Daun


Alpukat (Persea americana Mill) Pada Sel Kanker Rahim Hela.
Yogyakarta : Poltekkes Bhakti Setya.

Nilda, dkk., (2011). Isolasi Dan Karakterisasi Senyawa Alkaloid dari Daun
Alpukat (Persea americana Mill). Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas
MIPA Universitas Negeri Gorontalo.

Prawita Lintang L., (2012). Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah Kombinasi
Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill) dan Buah Oyong
(Luffa acutangula L.) pada Mencit Putih Jantan yang Dibebani Glukosa.
Skripsi. Prodi Ekstensi. Departemen Farmasi Depok.

Anda mungkin juga menyukai