Anda di halaman 1dari 14

EBM

EVIDENCE BASED MEDICINE

Pembimbing :
dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG

Oleh:
Nur Helmawati
201710401011008

SMF OBGYN RS BHAYANGKARA KEDIRI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018

1
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................... 3


1.1. Latar Belakang ......................................................................... 3
1.2. Tujuan....................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 4


2.1.Definisi .................................................................................... 4
2.2. Tujuan EBM ........................................................................... 6
2.2. Kelebihan dan Hambatan EBM ............................................... 7
2.3. Langkah – langkah EBM ....................................................... 8

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 13


3.1. Kesimpulan ............................................................................. 13
3.2. Saran ........................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 14

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Di zaman yang serba modern ini, teknologi berkembang dengan pesat.
Perkembangan teknologi ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia
yang semakin hari semakin kompleks, tak terkecuali internet. Dari kalangan
anak kecil sekitar usia 7 tahun hingga kalangan tua bisa mengakses internet
dengan mudah. Di dalam mengakses internet kita bisa menemukan apa pun
yang ingin kita ketahui, mulai dari hal yang sederhana hingga menyeluruh.
Manfaat adanya internet sangat dirasakan bagi penggunanya, antara lain bisa
mengetahui berita apa pun yang berasal dari negara lain tanpa kita harus pergi
ke sana. Terutama bagi mahasiswa kedokteran, internet sangatlah membantu
dalam proses pencarian sumber belajar publikasi ilmiah. Kita bisa mengetahui
tentang perkembangan kedokteran baik di Indonesia maupun dunia
internasional. Sehingga kita tetap bisa mengikuti perkembangan dunia
kesehatan internasional terkini dengan tidak memakan banyak waktu.

1.2 Tujuan
1) Mampu menjelaskan definisi dari evident based medicine

2) Mampu menjelaskan tujuan Evident Based Medicine

3) Mampu menjelaskan langkah-langkah dalam Evident Based Medicine

4) Mampu menjelaskan aspek-aspek yang terdapat dalam Evident Based


Medicine.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Evidence based medicine merupakan sebuah pendekatan yang membawa


pasien dalam kejelasan, ketegasan, dan kebijaksanaan dari penyelidikan klinis
yang dikombinasi dengan pemahaman tentang patofisiologi, pengalaman klinis,
dan membuat keputusan klinis tentang pengobatan yang dipilih atau sesuai dengan
pasien (Pronofost et all, 2001). Dengan demikian, dalam prakteknya, EBM
memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah
terkini yang paling dapat dipercaya (Sackett, 1995)
Pengertian lain dari evidence based medicine (EBM) adalah proses yang
digunakan secara sistematik untuk menemukan, menelaah/me-review, dan
memanfaatkan hasil-hasil studi sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik.
Jadi secara lebih rincinya lagi, EBM merupakan keterpaduan antara (1) bukti-
bukti ilmiah, yang berasal dari studi yang terpercaya (best research evidence);
dengan (2) keterampilan klinis (clinical expertise) dan (3) nilai-nilai yang ada
pada masyarakat (patientvalues).
Keterampilan klinis adalah keterampilan dan kemampuan menilai oleh
dokter yang didapat dari pengalaman dan prakterk klinik. Bukti klinis adalah
penilaian yang relevan secara klinis, dapat berupa ilmu-ilmu kedokteran dasar,
tetapi terutama dari riset-riset yang berorientasi pasien. Sebuah penemuan klinis
dapat mengganti sebuah uji metoda diagnosis maupun terapi yang telah diterima
ke metode baru yang lebih kuat, tepat, efektif, dan aman. Sehingga dalam
menerapkan suatu EBM, dokter tidak hanya melihat berdasarkan pada keluhan
pasien semata, tetapi juga dokter harus dapat mencari informasi yang valid
tentang penyakit yang tengah diderita pasien. Dari informasi yang diperoleh,
dokter diharapkan mampu mengaplikasikannya sesuai dengan keadaan pasien.
(repository.ui.ac.id, 2008).

4
Pengobatan berbasis bukti terutama didasarkan pada lima langkah, yaitu
fokus memberi pertanyaan, mencari bukti, telaah kritis, membuat keputusan, dan
evaluasi hasil. (www.cebm.net, 2009).
Pengambilan keputusan dalam bidang kedokteran antara lain pada
diagnosis, pengobatan, pencegahan, prognosis, etiologi. (repository.ui.ac.id, 2008)
Adapun accountable aspek ilmiah adalah mensurvey secara langsung
tentang suatu permasalahan dengan penelitian untuk mendapatkan dasar yang
valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Maksudnya adalah :

1. Melalui evidence based medicine kita mengadakan survei tentang keluhan


sejumlah penderita.
2. Melalui evidence based medicine kita mengadakan survei tentang kelainan
fisik sejumlah penderita penyakit tertentu.
3. Selain mensurvei keluhan dan kelainan fisik penderita, melaui evidence
based medicine kita juga dapat mensurvei hasil terapinya.

Penerapan evidence based medicine dalam pembelajaran mahasiswa


diantaranya adalah

1. Dalam menyusun dan memformulasikan pertanyaan ilmiah yang berkaitan


dengan masalah
2. Menelusuri informasi ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang
dihadapi
3. Menelaah terhadap bukti-bukti ilmiah yang didapat
4. Penerapan hasil-hasil penelaah bukti-bukti ilmiah tadi yang sudah
dipercaya ke dalam praktek pengambilan keputusan . Kemudian
pengevaluasian terhadap efficacy dan effectiveness

Beberapa alasan utama mengapa EBM diperlukan :

1. Bahwa informasi-informasi tradisional (misalnya yang terdapat dalam


text-book) sudah sangat tidak akurat pada saat ini. Beberapa justru sering
keliru dan menyesatkan (misalnya informasi dari pabrik obat yang

5
disampaikan oleh duta-duta farmasi/cfete//er), tidak efektif (misalnya
continuing medical education yang bersifat didaktik), atau bisa saja terlalu
banyak sehingga justru sering membingungkan (misalnya jurnal-jurnal
biomedik/ kedokteran yang saat ini berjumlah lebih dari 25.000 jenis).
2. Dalam pendidikannya, dengan bertambahnya pengalaman klinik seseorang
maka kemampuan/ketrampilan untuk mendiagnosis dan menetapkan
bentuk terapi (clinical judgement) juga meningkat. Namun pada saat yang
bersamaan, kemampuan ilmiah (akibat terbatasnya informasi yang dapat
diakses) serta kinerja klinik (akibat hanya mengandalkan pengalaman,
yang sering tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah) menurun
secara signifikan.
3. Meningkatkan kinerja mahasiswa dalam mencari dan mengidentifikasi
literatur klinis terbaik untuk menyelesaikan masalah.

2.2 Tujuan EBM

EBM bertujuan membantu klinisi memberikan pelayanan medis yang lebih


baik agar diperoleh hasil klinis (clinical outcome) yang optimal bagi pasien,
dengan cara memadukan bukti terbaik yang ada, keterampilan klinis, dan nilai-
nilai pasien (Sackett et.all, 2000).
Dua strategi digunakan untuk merealisasi tujuan EBM. Pertama, EBM
mengembangkan sistem pengambilan keputusan klinis berbasis bukti terbaik,
yaitu bukti dari riset yang menggunakan metodologi yang benar. Metodologi yang
benar diperoleh dari penggunaan prinsip, konsep, dan metode kuantitatif
epidemiologi. Pengambilan keputusan klinis yang didukung oleh bukti ilmiah
yang kuat memberikan hasil yang lebih bisa diandalkan (Scott, 2009).
Kedua, EBM mengembalikan fokus perhatian dokter dari pelayanan medis
berorientasi penyakit ke pelayanan medis berorientasi pasien (patient-centered
medical care) (Scott, 2009).
EBM bertujuan meletakkan kembali pasien sebagai principal‖ atau pusat
pelayanan medis. EBM mengembalikan fokus perhatian bahwa tujuan
sesungguhnya pelayanan medis adalah untuk membantu pasien hidup lebih

6
panjang, lebih sehat, lebih produktif, dengan kehidupan yang bebas dari gejala
ketidaknyamanan. Implikasi dari re-orientasi praktik kedokteran tersebut, bukti-
bukti yang dicari dalam EBM bukan bukti-bukti yang berorientasi penyakit
(Disease-Oriented Evidence, DOE), melainkan bukti yang berorientasi pasien
(Patient-Oriented Evidence that Matters, POEM) (Smith CA, Hay PPJ, MacPherson
H, 2010).
Di samping itu, paradigma EBM mengingatkan kembali pentingnya
hubungan antara pasien sebagai ‗principal‘ dan dokter sebagai ‗agent‘ yang
dibutuhkan untuk penyembuhan. ―Healing requires relationships—relationships
which lead to trust, hope, and a sense of being known (Scott, 2009).
Praktik klinis EBM memberdayakan klinisi sehingga klinisi memiliki
pandangan yang independen dalam membuat keputusan klinis, dan bersikap kritis
terhadap klaim dan kontroversi di bidang kedokteran (Sackett et. All 1996)
Praktik EBM menuntut dokter untuk mengambil keputusan medis bersama
pasien (shared decision making), dengan memperhatikan preferensi, keprihatinan,
nilai-nilai, ekspektasi, dan keunikan biologis individu pasien. Sistem nilai pasien
meliputi pertimbangan biaya, keyakinan agama dan moral pasien, dan otonomi
pasien, dalam menentukan pilihan yang terbaik bagi dirinya (Sackett et.all 1991).

2.3 Kelebihan dan Hambatan EBM


Kelebihan Evidence Based Medicine diantaranya dapat dimanfaatkan
seoptimal mungkin untuk memperbaiki tata laksana pasien, bisa menemukan
informasi yang mutakhir dan sahih tentang kemajuan ilmu pengetahuan, bisa
menanamkan pembelajaran seumur hidup yang berorientasi memecahkan masalah
dalam penanganan pasien ( Wiryo, 2002).
Hambatan yang jelas dirasakan adalah mengenai dana, yaitu keperluan
dana yang sangat besar dan kadang-kadang kurang dimanfaatkan selama
berkembangnya penelitian di bidang kedokteran. Selain itu, tidak adanya akses
yang cukup untuk memperoleh informasi mutakhir dan sahih tentang kemajuan
ilmu pengetahuan. Dari sisi dokternya, dokter merasa memiliki kemampuan klinik
yang cukup untuk menangani pasien karena dokter sibuk dengan berbagai macam

7
kegiatan. Mereka belum menyadari timbulnya gugatan-gugatan dari pasien
terhadap penatalaksanaan perawatan yang kadang-kadang salah dan ketinggalan
zaman. Dokter baru akan menyadari pentingnya evidence based medicine, jika ada
pasien yang dirugikan dan mengajukan tuntutan (Wiryo, 2002).

2.4 Langkah – langkah EBM

4
Tabel 1 Lima langkah Evidence-Based Medicine
Langkah 1 Rumuskan pertanyaan klinis tentang pasien, terdiri atas
empat komponen: Patient, Intervention, Comparison, dan
Outcome
Langkah 2 Temukan bukti-bukti yang bisa menjawab pertanyaan itu.
Salah satu sumber database yang efisien untuk mencapai
tujuan itu adalah PubMed Clinical Queries.
Langkah 3 Lakukan penilaian kritis apakah bukti-bukti benar (valid),
penting (importance), dan dapat diterapkan di tempat
praktik (applicability)
Langkah 4 Terapkan bukti-bukti kepada pasien. Integrasikan hasil
penilaian kritis dengan keterampilan klinis dokter, dan
situasi unik biologi, nilai-nilai dan harapan pasien
Langkah 5 Lakukan evaluasi dan perbaiki efektivitas dan efisiensi
dalam menerapkan keempat langkah tersebut

Langkah 1: Merumuskan pertanyaan klinis

BACKGROUND QUESTIONS. Ketika seorang dokter memberikan pelayanan


medis kepada pasien hampir selalu timbul pertanyaan di dalam benaknya tentang
diagnosis, kausa, prognosis, maupun terapi yang akan diberikan kepada pasien.
Sebagian dari pertanyaan itu cukup sederhana atau merupakan pertanyaan rutin
yang mudah dijawab, disebut pertanyaan latar belakang (background
questions) (Sackett et all, 2000)

8
FOREGROUND QUESTIONS. Banyak pertanyaan klinis lainnya yang sulit
dijawab, yang tidak memadai untuk dijawab hanya berdasarkan pengalaman,
membaca buku teks, atau mengikuti seminar. Pertanyaan yang sulit dijawab
disebut pertanyaan latar depan (foreground questions) (Sackett et all, 2000).

Langkah 2: Mencari Bukti

Setelah merumuskan pertanyaan klinis secara terstruktur, langkah berikutnya


adalah mencari bukti-bukti untuk menjawab pertanyaan tersebut. Bukti adalah
hasil dari pengamatan dan eksperimentasi sistematis . Jadi pendekatan berbasis
bukti sangat mengandalkan riset, yaitu data yang dikumpulkan secara sistematis
dan dianalisis dengan kuat setelah perencanaan riset (strauss et all, 2005).

Langkah 3: Menilai Kritis Bukti

penilaian kritis kualitas bukti dari artikel riset meliputi penilaian tentang validitas
(validity), kepentingan (importance), dan kemampuan penerapan (applicability)
bukti-bukti klinis tentang etiologi, diagnosis, terapi, prognosis, pencegahan,
kerugian, yang akan digunakan untuk pelayanan medis individu pasien, disingkat
“VIA”.

a. Validity

Validitas (kebenaran) bukti yang diperoleh dari sebuah riset tergantung


dari cara peneliti memilih subjek/ sampel pasien penelitian, cara mengukur
variabel, dan mengendalikan pengaruh faktor ketiga yang disebut faktor
perancu (confounding factor).

b. Importance

Suatu tes diagnostik dipandang penting jika mampu mendiskriminasi


(membedakan) pasien yang sakit dan orang yang tidak sakit dengan cukup
substansial, sebagaimana ditunjukkan oleh ukuran akurasi tes diagnostik,
khususnya Likelihood Ratio (LR). Suatu intervensi medis yang mampu secara
substantif dan konsisten mengurangi risiko terjadinya hasil buruk (bad

9
outcome), atau meningkatkan probabilitas terjadinya hasil baik (good
outcome), merupakan intervensi yang penting dan berguna untuk diberikan
kepada pasien

c. Applicability

Bukti yang valid dan penting dari sebuah riset hanya berguna jika bisa
diterapkan pada pasien di tempat praktik klinis. Efikasi (efficacy) adalah bukti
tentang kemaknaan efek yang dihasilkan oleh suatu intervensi, baik secara
klinis maupun statistik, seperti yang ditunjukkan pada situasi riset yang sangat
terkontrol.

Langkah 4: Menerapkan Bukti

Langkah EBM diawali dengan merumuskan pertanyaan klinis dengan struktur


―PICO‖, diakhiri dengan penerapan bukti intervensi yang memperhatikan aspek
―PICO‖ – patient, intervention, comparison, dan outcome. Selain itu, penerapan
bukti intervensi perlu mempertimbangkan kelayakan (feasibility) penerapan bukti
di lingkungan praktik klinis.
a. Patient
Tiga pertanyaan perlu dijawab tentang pasien sebelum menerapkan intervensi:
1. Apakah pasien yang digunakan dalam penelitian memiliki karakteristik
yang sama dengan pasien di tempat praktik?
2. Apakah hasil intervensi yang akan diberikan sesuai dengan keinginan
maupun kebutuhan sesungguhnya (real need) pasien?
3. Bagaimana dampak psikologis-sosial-kutural pada pasien sebelumnya
dalam menggunakan intervensi?

b. Intervention
Tiga pertanyaan perlu dijawab terkait intervensi sebelum diberikan kepada pasien:
1. Apakah intervensi memiliki bukti efektivitas yang valid?
2. Apakah intervensi memberikan perbaikan klinis yang signifikan?

10
3. Apakah intervensi memberikan hasil yang konsisten?

c. Comparison
Tiga pertanyaan perlu dijawab tentang aspek perbandingan untuk menerapkan
bukti:
1. Apakah terdapat kesesuaian antara pembanding/ alternatif yang digunakan
oleh peneliti dan pembanding/ alternatif yang dihadapi klinisi pada pasien
di tempat praktik?
2. Apakah manfaat intervensi lebih besar daripada mudarat yang
diakibatnya?
3. Apakah terdapat alternatif intervensi lainnya?

d. Outcome
Tiga pertanyaan perlu dijawab bertalian dengan hasil:
1. Apakah hasil intervensi yang diharapkan pasien?
2. Apakah hasil intervensi yang akan diberikan sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan sesungguhnya (real need) pasien?
3. Apakah pasien memandang manfaat dari intervensi lebih penting daripada
kerugian yang diakibatkannya?

Langkah 5: Mengevaluasi Kinerja Penerapan EBM

Kinerja penerapan EBM perlu dievaluasi, terdiri atas tiga kegiatan sebagai
berikut. Pertama, mengevaluasi efisiensi penerapan langkah-langkah EBM.
Penerapan EBM belum berhasil jika klinisi membutuhkan waktu terlalu lama
untuk mendapatkan bukti yang dibutuhkan, atau klinisi mendapat bukti dalam
waktu cukup singkat tetapi dengan kualitas bukti yang tidak memenuhi ―VIA
(kebenaran, kepentingan, dan kemampuan penerapan bukti). Kedua contoh
tersebut menunjukkan inefisiensi implementasi EBM.
Kedua, melakukan audit keberhasilan dalam menggunakan bukti terbaik
sebagai dasar praktik klinis. Audit klinis adalah “a quality improvement process

11
that seeks to improve patient care and outcomes through systematic review of care
against explicit criteria and the implementation of change". Dalam audit klinis
dilakukan kajian (disebut audit) pelayanan yang telah diberikan, untuk dievaluasi
apakah terdapat kesesuaian antara pelayanan yang sedang/ telah diberikan (being
done) dengan kriteria yang sudah ditetapkan dan harus dilakukan (should be
done). Jika belum/ tidak dilakukan, maka audit klinis memberikan saran kerangka
kerja yang dibutuhkan agar bisa dilakukan upaya perbaikan pelayanan pasien dan
perbaikan klinis pasien. Ketiga, mengidentifikasi area riset di masa mendatang.
Kendala dalam penerapan EBM merupakan masalah penelitian untuk perbaikan
implementasi EBM di masa mendatang (zakowski, 2004)

12
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

1) Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medik yang


didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan
kesehatan penderita. Dengan demikian, dalam prakteknya, EBM
memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti
ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya

2) EBM bertujuan membantu klinisi memberikan pelayanan medis yang lebih


baik agar diperoleh hasil klinis (clinical outcome) yang optimal bagi
pasien, dengan cara memadukan bukti terbaik yang ada, keterampilan
klinis, dan nilai-nilai pasien

3.2 Saran

1) Setiap mahasiswa saling mengkritisi publikasi ilmiah yang dijadikan


sebagai sumber belajar.
2) Tidak langsung sependapat dengan publikasi ilmiah yang ada, perlu
diadakan critical appraisal dahulu.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Sackett DL, Haynes RB, Guyatt GH, Tugwell P (1991). Clinical


epidemiology: A basic science for clinical medicine. Boston: Little,
Brown, and Company.
2. Sackett DL, Rosenberg WM (1995). The need for evidence-based
medicine. J R Soc Med;88:620-624
3. Sackett DL, Rosenberg WM, Gray JA, Haynes RB, Richardson WS
(1996). "Evidence based medicine: what it is and what it isn't". BMJ 312
(7023): 71–2.
4. Sackett DL (1997). Evidence-based medicine. Seminars in Perinatology.
21 (1): 3-5
5. Sackett DL, Straus SE, Richardson WS, Rosenberg WM, Haynes B
(2000). Evidence based medicine: how to practice and teach EBM. (2nd
ed.) Toronto: Churchill Livingstone.
6. Scott IA (1009). Analysis: Errors in clinical reasoning: causes and
remedial strategies. BMJ 338:doi:10.1136/bmj.b1860
7. Shaughnessy AF, Slawson DC (1997). POEMs: Patient-Oriented Evidence
That Matters. Annals of Internal Medicine, 126 ( 8): 667
8. Smith CA, Hay PPJ, MacPherson H (2010). Acupuncture for depression.
Cochrane Database of Systematic Reviews 2010, Issue 1. Art. No.:
CD004046. DOI: 10.1002/14651858. CD004046.pub3
9. Straus SE, Richardson WS, Glasziou P, Haynes RB (2005). Evidence-
based medicine: how to practice and teach EBM. Edisi ketiga. Edinburgh:
Churchill Livingstone.
10. Zakowski L Seibert CS, VanEyck S (2004). Evidence-based medicine:
Answering questions of diagnosis. Clinical Medicine & Research, 2 (1) :
63 -69

14

Anda mungkin juga menyukai