Anda di halaman 1dari 13

TUGAS TAMBAHAN

SI-4111 REKAYASA STRUKTUR


Dosen : Ir. Muslinang Moestopo, MSEM, PhD

Oleh

Annisa Wisdayati

NIM: 15013061

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2016
BASE ISOLATION

Indonesia merupakan negara yang rawan akan bencana gempa bumi. Peyebabnya
adalah adanya pertemuan sejumlah lempeng tektonik dunia yang membujur hampir di seluruh
wilayah Indonesia, seperti pertemuan antara lempeng Australia dengan Asia, yang
membentang dari sebelah barat pulau Sumatera, selatan Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara
hingga pulau Timor dan laut Banda, serta lempeng Asia dengan Pasifik, yang membentang
dari utara pulau Sulawesi, kepulauan Maluku, dan utara Papua.

Beberapa bencana gempa yang pernah terjadi di Indonesia, seperti di Lampung,


Padang, Yogyakarta dan tempat lainnya, mengakibatkan korban nyawa yang tidak sedikit dan
banyaknya kerusakan dan runtuhnya bangunan. Rusak dan runtuhnya bangunan tersebut
akibat ketidakmampuan konstruksi bangunan dalam menahan gaya gempa yang
menimpanya.Oleh karena itu, perencanaan konstruksi bangunan yang tahan dalam menerima
beban gempa merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting guna mengurangi terjadinya
korban manusia dan rusak serta runtuhnya bangunan yang terjadi akibat goncangan gempa
bumi.Pada dasarnya, terjadinya gempa bumi akan mengakibatkan goncangan pada bangunan
yang besarnya bergantung pada tingkat kekuatan gempa, jarak dari bangunan sampai ke pusat
gempa, dan kondis/jenis tanah yang dilewati getaran gempa tersebut.

Konsep bangunan dengan isolator adalah mengeliminasi pengaruh ragam-ragam


getar yang lebih tinggi terhadap struktur. Persamaan gerakan bangunan dengan isolasi
seismic akibat gaya gempa, ditinjau atas dua bagian yaitu pertama untuk struktur bangunan
diatas isolator dan untuk struktur pada level bearing isolator.

Seiring dengan perkembangan teknologi dalam perencanaan bangunan tahan gempa,


telah dikembangkan suatu pendekatan desain alternatif untuk mengurangi resiko kerusakan
bangunan akibat gempa, dan mampu mempertahankan integritas komponen struktural dan
non-struktural terhadap gempa kuat. Pendekatan desain ini bukan dengan cara memperkuat
struktur bangunan, tetapi adalah dengan mereduksi gaya gempa yang bekerja pada bangunan
atau menambah suatu sistim pada struktur yang dikhususkan untuk mengabsorb sebagian
besar energi gempa yang masuk ke bangunan dan hanya sebagian kecil (sisanya) akan dipikul
oleh komponen struktur bangunan itu sendiri. Salah satu konsep pendekatan perencanaan
yang telah digunakan banyak orang adalah dengan menggunakan structural control
devices seperti base isolation system atau menggunakan energy dissipation passive.

Berikut ini diberikan beberapa jenis bangunan yang sering menggunakan sistem
kontrol struktural agar kerusakan bangunan pada peristiwa gempa kuat dapat diminimalisir
dan tidak menganggu operasional bangunan tersebut.

1. Bangunan yang berhubungan dengan fasilitas keadaan darurat (rumah sakit, pembangkit
listrik, telekomunikasi, dsb)
2. Bangunan dengan komponen atau bahan yang beresiko tinggi terhadap makhluk hidup(
fasilitas nuklir, bahan kimia, dsb)
3. Bangunan yang berhubungan dengan orang banyak (mall, apartemen, perkantoran,
sekolah, dsb)
4. Bangunan yang berhubungan dengan pertahanan Negara
5. Bangunan yang memiliki komponen dan peralatan elektronik yang mahal
6. Bangunan/museum/monumen yang berhubungan dengan sejarah

Ada beberapa sistem kontrol respons struktur akibat gaya gempa dimana sistem ini
dapat digolongkan atas tiga(3) kelompok besar yaitu: sistem kontrol active-semiactive ,
sistem kontrol passive dan sistem isolasi dasar seperti pada gambar 3.
Sistem ini telah banyak digunakan Negara – Negara yang mempunyai resiko tinggi terhadap
gempa seperti Jepang, Italy, USA, Selandia Baru, Portugal, Iran, Indonesia, Turki, China, dan
Taiwan. Meskipun penggunaaan sistem ini masih terbatas, sistem isolasi seismik dan energi
dissipator passive atau kombinasinya merupakan sistem kontrol struktural yang paling
banyak diterapkan pada bangunan didunia untuk mengontrol respon bangunan akibat gempa.
Sistem kontrol struktural secara passive tidak membutuhkan energi listrik (power) untuk
menghasilkan gaya kontrol pada struktur.

Pada sistem passive gaya kontrol dihasilkan oleh sistem itu sendiri yang timbul karena
adanya gerakan relatif dari titik-titik bagian struktur sendiri, sedangkan pada sistem kontrol
aktif membutuhkan energi luar untuk menggerakkan aktuator untuk mengasilkan gaya
kontrol yang diinginkan struktur. Untuk mengukur respons struktur dibutuhkan sebuah sensor
yang dihubungkan dengan komputer. Sensor akan mengirimkan informasi tentang respons
struktur ke komputer dan komputer akan menentukan besarnya gaya yang diinginkan
aktuator berdasarkan informasi tersebut.

Kelebihan sistem aktif kontrol adalah menghasilkan repons struktur yang sesuai
sedangkan kekurangannya adalah biaya yang tinggi karena membutuhkan power dari luar
yang cukup besar. Skematik aktif kontrol dapat dilihat pada gambar

Prinsip utama cara kerja base isolator jenis elastomerik bearing (HDRB atau LRB)
adalah dengan memperpanjang waktu getar alami struktur diluar frekwensi dominan
gempa sampai 2.5 atau 3 kali dari waktu getar struktur tanpa isolator (fixed base
structures) dan memiliki damping antara 10 s/d 20%. Akibatnya gaya gempa yang
disalurkan ke struktur menjadi lebih kecil. Sedangkan pada friction pendulum
systemh(FPS), parameter yang berpengaruh terhadap besarnya reduksi gaya gempa yang
bekerja pada struktur adalah koefisien gesekan dan radius kelengkungan dari permukaan
cekung bidang gelincir sistem FPS. Disamping itu satu hal yang unik dari sistem ini
adalah waktu getar struktur tidak tergantung kepada massa bangunan tetapi tergantung
kepada radius kelengkungan dan percepatan gravitasi Bumi dari sistem FPS.

Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan base isolation :

- Base isolation merupakan sebuah aplikasi pendekatan kendali pasif yang sangat
baik digunakan.
- Sebuah bangunan dipasangkan dengan sebuah bahan dengan kekakuan lateral
yang rendah (misal: karet) untuk mendapatkan dukungan yang fleksibel.
- Saat gempa terjadi, dukungan yang fleksibel tersebut mampu untuk menyaring
frekuensi-frekuensi yang tinggi dari gerakan gempa dan mampu menanggulangi
bangunan tersebut agar tidak rusak atau runtuh.
- Base isolation dengan demikian merupakan sebuah piranti yang efektif untuk
memberikan proteksi bagi struktur bangunan rendah dan menengah sebab tipe
bangunan tersebut dikarakteristikkan memiliki frekuensi-frekuensi yang tinggi.

Sedangkan kekurangan dari base isolation adalah hara per unit dari baraabg tersebut
sangat mahal dan tentunya tidak ekonomis.

 Pengalamaan penggunaannya di Indonesia

Sejauh ini beberapa gedung di Indonesia sudah di terapkan dengan penggunaan prinsip
base Isolation. Namun tidak banyak, hanya beberapa gedung tertentu saja menggunakan
peredam gempa seperti ini, karena biayanya jauh sangat mahal jika di bandingkan dengan
metode konvensional.

Teknologi isolasi dasar atau base isolation merupakan teknologi yang sudah lama
keluar dan sering kita jumpai dalam konstruksi jembatan pada umumnya. Namun tidak
sedikit orang yang masih mepertanyakan alasan gedung butuh isolasi dasar untuk peredam
gempa? Jawabannya cukup sederhana,Model gedung konvensional memiliki getaran yang
cukup besar sehingga akan menyerang pada bagian join/Hubungan balok kolom struktur
tersebut. Sedangkan pada model sisi sebelah kanan, getaran yang terjadi cukup kecil
karena sebelum getaran yang dihasilkan oleh tanah/gempa sudah diserap terlebih dahulu
oleh base isolation/isolasi dasar. Hal tersebut dapat dilihat ketika getaran terjadi, isolasi
dasar bergerak terlebih dahulu yang kemudian diikuti oleh struktur model gedung tersebut.

Desain isolasi seismik pada bangunan merupakan salah satu penanggulangan yang
paling efektif dan praktis terhadap gempa bumi karena mengurangi kecepatan respon
selama gempa terjadi. Ketika terjadi gempa, bangunan yang menggunakan isolasi seismik
tidak ikut berguncang karena terisolasi dari permukaan tanah yang berguncang. Dengan
kondisi Jepang yang sering diguncang gempa maka upaya mengurangi kerusakan dengan
isolasi seismik pada bangunan menjadi pilihan masyarakat negara maju saat ini. Kegunaan
dari isolasi seismik pada bangunan itu sendiri antara lain:
1. Penggunaan isolator seismik memperbesar perioda alami struktur sehingga gaya gempa
yang bekerja pada bangunan akan menjadi lebih kecil dan akan meningkatkan kenyamanan
orang yang berada di dalamnya.
2. Interstory drift bangunan yang menggunakan isolasi seismik lebih kecil daripada bangunan
konvensional yaitu mendekati nol sehingga bangunan lebih stabil.
3. Pada lantai dasar bangunan yang menggunakan isolator seismik memiliki perpindahan
(displacement) yang lebih besar dari bangunan konvensional. Hal ini terjadi karena isolator
yang terletak didasar bangunan isolasi seismik sangat fleksibel dalam arah horizontal yang
memungkinkan terjadinya perpindahan pada dasar gedung.
4. Penggunaan isolator seismik pada bangunan dapat mereduksi gaya geser dasar(base
shear). Base shear dipengaruhi oleh kekakuan efektif dan perpindahan dari isolator
tersebut.
STUDI PENGARUH PENGGUNAAN BASE ISOLATION TERHADAP JARAK

ANTAR BANGUNAN SEHINGGA TIDAK TERJADINYA POUNDING

Struktur gedung sering dibangun saling berdekatan satu sama lainnya. Hal ini
disebabkan karena terbatasnya lahan dan harga lahan atau tanah yang semakin mahal.
Berkaitan dengan kondisi bangunan yang saling berdekatan, pergerakan tanah saat terjadi
gempa bumi dapat menimbulkan benturan antar gedung yang berdekatan apabila jarak kedua
gedung tersebut tidak mencukupi untuk menampung respon getaran bebasnya. Salah satu
upaya untuk mengurangi kerusakan akibat gempa bumi, telah dikembangkan desain struktur
dengan system isolasi dasar pada bangunan (Base Isolated Structure).

Namun, pergerakan dari sistem isolasi dasar bangunan dengan percepatan gempa
yang
besar juga dapat menimbulkan benturan pada bangunan jika jarak yang diperlukan tidak
diperhitungkan dengan cermat. Analisis dilakukan pada tiga model struktur yang memiliki
kekakuan dan tinggi gedung yang sama. Hasil analisis didapatkan bahwa perpindahan gedung
yang besar serta jarak antar gedung yang kecil memungkinkan terjadinya benturan saat
terjadinya gempa bumi. Pada bangunan fixed base dan bangunan yang salah satunya
menggunakan base isolation, jarak antar gedung yang disyaratkan 0.025 tinggi bangunan
masih aman digunakan untuk menghindari pounding. Pada bangunan base isolation, jika
dianalisis dari rollout displacement bantalan isolatornya, maka jarak antar gedung yang
disyaratkan tidak memenuhi untuk menghindari pounding.

Struktur gedung sering dibangun saling berdekatan satu sama lainnya. Hal
inidisebabkan karena terbatasnya lahan dan harga lahan atau tanah yang semakin mahal.
Sementara itu, untuk wilayah Indonesia membangun gedung yang saling berdekatan perlu
mendapatkan perhatian, mengingat Indonesia merupakan wilayah yang berada pada zona
gempa aktif.
Berkaitan dengan kondisi bangunan yang saling berdekatan, akibat dari pergerakan
tanah saat terjadi gempa bumi dapat menimbulkan benturan antar gedung yang berdekatan
apabila jarak kedua gedung tersebut tidak mencukupi untuk menampung respon getaran
bebasnya. Benturan dapat menimbulkan gaya - gaya dalam tambahan pada elemen struktur,
yang mana gaya tersebut biasanya pada perencanaan awal belum diperhitungkan. Gaya dalam
akibat benturan ini akan tersuperposisikan dengan gaya dalam akibat beban dinamik itu
sendiri, dimana hasil superposisi tersebut dapat mengakibatkan kerusakan atau bahkan
keruntuhan. Disamping itu, perbedaan karakteristik dinamik dari gedung-gedung yang
berdampingan akan menimbulkan perbedaan phase sehingga benturan tidak akan dapat
dihindarkan

Salah satu upaya untuk mengurangi kerusakan akibat gempa bumi, telah
dikembangkan desain struktur dengan system isolasi dasar pada bangunan (Base Isolated
Structure). Sistem isolasi dasar yang banyak digunakan saat ini adalah sistem isolasi dengan
menggunakan bantalan elastomeric. Mekanisme kerjanya adalah karet digunakan untuk
mengurangi getaran gempa sedangkan lempengan baja digunakan untuk menambah kekakuan
bantalan karet sehingga defleksi dan deformasi bangunan saat bertumpu di atas bantalan karet
tidak besar. Pada dasarnya cara perlindungan bangunan oleh bantalan elastomeric ini melalui
pengurangan getaran gempa bumi kearah horizontal dan memungkinkan bangunan untuk
begerak bebas saat berlangsung gempa bumi tanpa tertahan oleh pondasi. Peredam ini
bermanfaat untuk menekan kemungkinan resonansi dari frekuensi isolasi.

Bantalan karet relatif mudah diproduksi, tahan terhadap lingkungan dan tidak
terpengaruh oleh waktu. Bantalan ini sangat kuat dan kaku dalam arah vertikal dan sangat
fleksibel dalam arah horizontal. Namun, pergerakan dari system isolasi dasar bangunan
dengan percepatan gempa yang besar juga dapat menimbulkan benturan pada bangunan jika
jarak yang diperlukan tidak diperhitungkan dengan cermat. Oleh karena base isolation
merupakan metode yang relatif baru di Indonesia, maka fenomena benturan pada bangunan
base isolation belum cukup.

Dalam studi ini bangunan yang akan dianalisis dimodelkan dengan model dua
dimensi, dimana strukturnya berupa bangunan 2 lantai yang saling berdekatan dengan
memperhitungkan properties tanah dibawah bangunan. Benturan diasumsikan hanya terjadi
pada tiap lantai. Analisa pengaruh base isolator terhadap jarak antar gedung agar tidak
berbenturan didasarkan pada asumsi – asumsi berikut :
- Kedua bangunan yang akan dibandingkan merupakan struktur beton bertulang 10
lantai dengan tinggi sama, dan kekakuan antar tingkat sama serta dimodelkan sebagai
struktur 2 dimensi.
- Jarak pemisah antar gedung merupakan delatasi minimum gedung 0.025 dari tinggi
bangunan berdasarkan SNI-1726-2002 pasal 8.2.3.
- Benturan diakibatkan oleh gerakan horizontal kedua gedung.
- Gaya eksitasi yang diberikan berupa beban gempa El Centro.
- Struktur yang akan dianalisis adalah dua bangunan yang saling berdekatan
dengan membandingkan 3 Model :
(a). Model 1 : gedung 1 dan 2 adalah bangunan fixed base.
(b). Model 2 : gedung 1 dan 2 adalah bangunan base isolation.
(c). Model 3 : gedung 1 adalah bangunan fixed base dan gedung 2 adalah bangunan base
isolation.

- Selama terjadi benturan model dianggap masih berprilaku elastik.


- Benturan diasumsikan hanya terjadi pada titik kontak tiap lantai dengan menganggap
lantai benar-benar kaku.
- Base isolator yang digunakan adalah Elastomeric Rubber Bearing.
Interstory drift bangunan base isolation relatif lebih kecil daripada bangunan fixed
base, dimana nilainya hanya 16 % jika dibandingkan dengan bangunan fixed base yang
mencapai 84% terhadap interstory drift maksimum gedung. Pada lantai dasar bangunan base
isolation memiliki interstory drift yang lebih besar dari bangunan fixed base, hal ini
disebabkan karena pada bangunan base isolation, bantalan elastomer sangat fleksibel dalam
arah horizontal atau memiliki kekakuan horizontal yang sangat kecil yang dapat
memungkinkan terjadinya perpindahan pada dasar gedung.

Jika dilihat dari grafik diatas, Interstory drift bangunan dengan base isolation relatif
menurun untuk semakin tingginya lantai bangunan, sedangkan pada bangunan fixed base,
interstory drift terbesar terjadi pada lantai 4-5. Hasil analisis pada model 1, jika dilihat dari
deformasi maksimum gedung yang terjadi, kedua gedung yang berdekatan tidak mengalami
pounding dimana deformasi gedung A adalah 0.12 m sedangkan gedung B adalah 0.13 m.
Sehingga dengan jarak yang disyaratkan oleh peraturan SNI gedung sebesar 1 meter masih
aman digunakn untuk menghindari pounding pada bangunan fixed base. Riwayat perpindahan
titik kontak lantai 10 model 1 dapat dilihat pada gambar dibawah ini, dari gambar dapat
disimpulkan bahwa grafik merupakan grafik transien denga periode hanya 40 detik untuk
sampai keposisi semula, dan memiliki frekuensi getar yang besar yang menyebabkan
perpindahan gedung secara bolak-balik yang cukup banyak untuk perioda 40 detik.

Hasil analisis pada model 2, jika dilihat dari deformasi maksimum gedung dan
bantalan isolator yang terjadi, kedua gedung yang berdekatan tidak mengalami pounding
dimana deformasi gedung dan bantalan adalah sama-sama 0.16 m. Ini berarti bahwa posisi
gedung tetap stabil diatas bantalan walaupun adanya pergerakan tanah. Hal ini disebabkan
karena penggunaan isolator dapat meminimalisir perpindahan gedung. Sehingga dengan jarak
yang disyaratkan oleh peraturan SNI gedung sebesar 1 meter masih aman digunakan untuk
menghindari pounding pada bangunan fixed base.
Jika dianalisis dari Rollout Displacement bantalan isolator yang besarnya mencapai
0.55 m, maka pada kedua gedung yang menggunakan base isolator akan saling berbenturan
atau terjadi pounding jika kedua gedung bergerak saling mendekati satu sama lainnya. Oleh
karena itu, jarak yang disyaratkan oleh peraturan SNI gedung sebesar 1 meter sudah tidak
aman digunakan untuk menghindari pounding pada bangunan base isolation.
Dari gambar diatas terlihat bahwa bangunan base isolation memiliki perioda getar
lebih panjang dan frekuensi getar lebih kecil dibandingkan dengan bangunan fixed base. Hal
ini menyebabkan pergerakan gedung lebih stabil. Ini membuktikan bahwa penggunaan base
isolation dapat memperpanjang perioda getar gedung saat terjadinya gempa.

Pada model 3, kedua gedung juga tidak mengalami benturan meskipun dilihat dari
rollout displacement bantalan isolator sebesar 0.55 cm, hal ini dikarenakan deformasi
maksimum yang terjadi pada gedung fixed base hanya 0.11 m. Oleh karena itu dengan jarak
pemisah yang disyaratkan oleh SNI gedung sebesar 1m masih memungkinkan untuk
menghindari benturan.
REFERENSI

http://dokumen.tips/documents/base-isolation-55c9c9914ab89.html
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16350-presentation.pdf

Anda mungkin juga menyukai