Anda di halaman 1dari 2

Bahasa daerah adalah bahasa yang dipergunakan oleh penduduk di daerah geografis tertentu

yang terbatas dalam wilayah suatu negara. Bahasa daerah selain digunakan untuk berkomunikasi
pada suatu suku bangsa yang ada, namun juga diyakini dapat mempererat solidaritas antar
mereka. Sehingga bahasa daerah tersebut merupakan hal yang sangat penting untuk dapat
dilestarikan dan di sosialisasikan oleh masing-masing suku bangsa tersebut kepada generasi
penerusnya. Pada lembaga keluarga terdapat berbagai macam fungsi keluarga yang salah satu
adalah sosialisasi. Dalam proses sosialisasi bahasa kepada anak, keluarga merupakan lembaga
pertama yang melakukan sosialisasi dan pengenalan Bahasa Indonesia dan juga bahasa daerah.
kepada anak. Bahasa yang cenderung dikenalkan oleh anak yang tinggal di daerah perkotaan
justru pengenalan bahasa asing, dibandingkan dengan pengenalan terhadap bahasa daerah yang
notabene merupakan bahasa yang mayoritas digunakan oleh keluarga besar mereka. (Budhiono,
2009).

Melihat dari peluang dan tantangan bahasa daerah di era globalisasi sekarang ini sungguh sangat
memperihatinkan. Walaupun pemerintah memberikan peluang kepada bahasa daerah untuk
bertahan sebagai bahasa pertama dan bahasa pergaulan intrasuku. Dalam Undang-undang Dasar
tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, Pasal 1 dikatakan,
“Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara turun-temurun oleh warga negara
Indonesia di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Kemudian pada
Pasal 42, ayat (1) dinyatakan bahwa “Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan
melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam
kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian
dari kekayaan budaya Indonesia (Darwis, 2011).

Alasan mengapa perlu pencermatan dan revitalisasi terhadap bahasa daerah muncul dari semakin
meningkatnya wacana kekhawatiran akan punahnya bahasa daerah yang telah ditandai secara
awal oleh mulai merosotnya jumlah penutur, adanya persaingan bahasa (desakan bahasa
Indonesia dan bahasa asing), dan semakin berkurangnya loyalitas penutur terhadap pemakaian
bahasa daerah sebagai bahasa ibu dan sekaligus sebagai simbol budaya. Dalam kondisi sebagai
masyarakat Indonesia yang sedang mengalami perubahan sosial di alam reformasi, kita sekarang
menyaksikan persaingan tiga bahasa, yaitu bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing
khususnya bahasa Inggris.

Di samping menyusutnya popularitas bahasa Indonesia akibat nilai ekonomis dan prestise yang
dijanjikan oleh bahasa internasional, bahasa Indonesia juga dihadapkan pada tuduhan sebagai
penyebab keterasingan masyarakat terhadap bahasa daerahnya. Perencanaan status bagi bahasa
Indonesia telah membatasi ruang gerak bahasa daerah untuk merambah atau keluar dari sekedar
ranah budaya. Arus reformasi, otonomi daerah dan wacana demokratisasi juga menyadarkan
masyarakat penutur bahasa daerah akan keberadaan, potensi dan posisi bahasanya. Kebijakan
bahasa nasional mulai dikritisi dan wacana bhineka tunggal ika tidak lagi hanya wacana politik
7
tetapi juga wacana linguistik. Sebagai ilustrasi kita bisa mengadakan introspeksi terhadap
kebertahanan bahasa Bali (Darwis 2009).

Anda mungkin juga menyukai