Anda di halaman 1dari 4

Hijrah sudut pandang koas

Mungkin tulisan ini akan lebih kepada kilas balik seorang dokter muda yang berusaha
menemukan jalan kembali kepadaNya.

Bismillahirrahmanirrahim.

Kalau kamu mahasiswa/i kedokteran, kamu pasti pernah mendengar cerita-cerita, isu-isu, desas-
desus tentang kehidupan koas atau dokter muda, yang ketika kamu masuki orang-orang akan
berteriak “welcome to the jungle”. Bahkan mereka bilang “in that life, depression is allowed,
hoping to die soon is not wrong”. Kamu pernah merasakan usaha sekeras-kerasnya untuk
mencapai sesuatu tapi saat sudah sampai kamu hanya dianggap keset?. Kamu pernah merasakan
bergadang untuk belajar, berusaha memahami isi text book, menghafal struktur anatomi yang
bahasanya entah berantah, tapi saat sudah sampai tugasmu hanya memasang seprai?. Kamu
pernah mencoba melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin tapi yang kamu dapatkan hanya
cacian?. Dianggap remeh, dipandang sebelah mata?. Kalau iya, berarti kita sama. Itulah yang
saya rasakan pada minggu pertama saya menginjakkan kaki di kehidupan dokter muda.

Disaat saya benar-benar merasa lelah dan ingin hilang dari muka bumi, kalau tidak salah waktu
itu 2 hari sebelum ramadhan, seorang teman mengirimkan saya sebuah buku kecil yang pada
sampulnya tertera “Ramadhan Journal 1439 H”. Entah kebetulan atau tidak, tapi yang pasti
adalah rencana Allah, ia selipkan sepucuk surat didalam buku itu:

“Aku berharap kamu memiliki pemikiran yang sama denganku bahwa Ramadhan adalah
bulan mulia yang tepat untuk mereformasi diri dan membentuk sebuah kebiasaan baik”
(mungkin terkait dengan buku yang ia kirimkan adalah sejenis buku Ramadhan planner)
dan ia lanjutkan kata-katanya dengan Qur’an Surat Ar-Rad: 11 yang menyatakan bahwa
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum sebelum mereka mengubah
keadaan diri mereka sendiri”.

Dia benar, Ramadhan bukan hanya tentang tidak makan, tidak minum, atau solat tarawih. Namun
sebuah bulan karantina untuk hati yang hancur, yang rusak, yang putus asa, kotor, berdebu, hati
yang kotor dan penuh pikiran negatif. Dia benar, inilah waktu yang tepat untuk menghijrahkan
diri kepadaNya. Inilah dia, bulan yang penuh berkah. Rasulullah saw bersabda “Telah datang
kepadamu Ramadhan, bulan penuh berkah” [An-nasa’i dan Imam Ahmad].
Inilah waktunya untuk merefleksikan diri dan mendekatkan jarak dengan sang maha pengasih,
sang penghilang rasa galau, sang penghilang rasa kecewa. Allah swt berkata didalam Al-Qur’an:
“Fa-innie Qareebun”, “sungguh, Aku dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a
apabila ia memohon kepadau” [QS.Al-Baqarah:186)].

Allah itu dekat, stereotype yang sering kita dengar tapi jarang kita pahami betul. Padahal
memang benar Allah itu dekat, bahkan lebih dekat dari urat leher kita sendiri. Allah mengetahui
apa yang tersembunyi di hati kita, emosi apa yang kita rasakan. Allah mengetahui kesedihan dan
keinginan kita, dan yang tidak boleh kita lupakan bahwa Allah akan menguji kita dengan hal
yang pasti kita sanggup melewatinya sebagaimana yang ia janjikan dalam Al-Qur’an.

Mari kita jujur, usaha yang saya dan kamu lakukan selama ini sudah benarkah? memaksakan
mata untuk berjaga menghafal memahami materi untuk siapa? sudah benarkah niat kita?. Untuk
mendapat pujian manusia?. Jika kamu sudah dipuji, lalu apa?. Untuk mendapatkan nilai yang
bagus. Jika nilai sudah bagus, lalu apa?. Bukankah semua itu hanya akan berlalu begitu saja?.
Atau mungkin untuk membahagiakan orang-orang disekeliling kita?. Percayalah, berusaha untuk
membahagiakan semua pihak itu susah, sangat susah, dan mungkin adalah hal yang paling
melelahkan yang saya lakukan beberapa tahun belakangan ini termasuk hari dimana kehidupan
dokter muda membuat saya “muak”. Akan tetapi, Allah maha memberi hidayah, Allah swt
berfirman: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi hidayah kepada orang yang kamu
kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang ia kehendaki” [Al-Qashash: 56].

Selalu ada cara Allah untuk menyadarkan hambanya bahwa “kondisi itu adalah yang terbaik
pada saat itu”. Melalui tahap profesi dokter muda yang saya lalui, ternyata saya belajar bahwa
kita manusia tidak akan pernah bisa memuaskan, memenuhi, dan mengikuti harapan semua
pihak. Setiap manusia memiliki pemikiran, gagasan, kata-kata yang sewaktu-waktu ingin mereka
utarakan akan mereka utarakan. Saya belajar bahwa ternyata akan selalu ada pro dan kontra
terhadap apa yang kita lakukan, meskipun kita sudah merasa melakukan yang terbaik dengan
pengusahaan terbaik yang kita bisa. Bahkan semakin kesini, Allah seolah-olah semakin
menunjukkan cara belajar ilmu ikhlas, untuk melakukan segala sesuatu hanya karena Allah,
bukan untuk membahagiakan banyak orang. Meskipun sepintas tampak benar memiliki harapan
untuk membahagiakan banyak orang, akan tetapi ketika kebahagiaan itu tak tampak dari respon
mereka, maka hanya akan timbul kekecewaan dan kesedihan. Berbeda jika niat awalnya adalah
untuk Allah swt, inshaAllah tidak akan ada rasa kecewa karena ridhoNnya saja sudah cukup
untuk menentramkan hati. Ternyata jika direnungi, setiap hal yang kita lakukan di tahap profesi
dokter muda ini adalah kebaikan, menemani pasien, membantu pasien, bahkan dengan hanya
sekedar memasangkan sprai atau tersenyum ramah. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah
hadist riwayat muslim: “janganlah meremehkan sesuatu kebaikan walaupun engkau berjumpa
dengan saudaramu dengan wajah berseri-seri”. Apalagi jika kita sadari bahwa di Bulan
Ramdhan ini setiap kebaikan akan dilipatgandakan nilainya, maka profesi dokter muda
merupakan wadah yang tepat untuk memanen kebaikan tersebut. “Setiap amalan kebaikan yang
dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal dengan
tujuh ratus kali lipat” [HR Bukhari].

Oleh karena itu, melalui tulisan ini saya ingin mengucapkan terimakasih yang teramat besar
kepada sahabat yang mungkin tanpa ia sadari telah mengingatkan saya untuk kembali kepadaNya
dengan keberkahan Bulan Ramadhan yang membersamai. Jazakillah khairan katsiron.

Wahai ikhwah fillah, Allah bukan makhluk seperti kita, ia adalah dzat yang maha pengasih lagi
maha penyayang, maha penyantun, maha menghargai segala usaha, yang tidak pernah kecewa,
yang terus menunggu hambaNya untuk kembali kepadaNya. Semoga di Bulan Ramdhan kali ini
kita dapat datang dengan jujur padaNya, dengan kita yang apa adanya, dengan kita yang biasa-
biasa saja, jangan pernah malu untuk terus meminta pengampunan dan hal-hal baik. Allah swt
berfirman dalam sebuah hadist Qudsi: “jangan pernah berpikir aku tidak akan memberikan hal
baik yang kamu minta kepadaku dan jangan pernah malu meminta padaku pada hal kecil
sekalipun”. Allah tidak menciptakan kita untuk menjadi seseorang yang selalu sempurna, dia
hanya ingin kita untuk selalu berserah diri dan berharap kepadaNya. “Katakanlah wahai hamba-
hambaku yang melampaui batas terhadap mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesunguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sungguh, dialah yang maha
pengampun lagi maha penyayang” [Az-zumar:53]

Ya Rabby, terimakasih atas seluruh rahmat di Bulan Ramadhan ini, izinkan kami bertemu di
tahun berikutnya. Amiin
Referensi

Al-Qur’an

Zarkasyi, M. 2017. Ramdhan Bulan Hijrah. [e: article]. Available at: www.rakyat.com Libarary
[Accessed: 31 May 2018]

Fillah, S.S., 2016. Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim. Jogja: Pro-U Media

Anda mungkin juga menyukai