Anda di halaman 1dari 32

ESAI

DIAJUKAN SEBAGAI SYARAT PENDAFTARAN MAHASISWA BARU


PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA

JUDUL :

PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA


MELALUI LEMBAGA DIKLAT DALAM RANGKA
MENGHADAPI PERSAINGAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

OLEH

AFIKA AFRIANI, S.Sos.

Juni 2016
PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
MELALUI LEMBAGA DIKLAT DALAM RANGKA
MENGHADAPI PERSAINGAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
Oleh : Afika Afriani, S.Sos.

ABSTRAK

Sumber daya manusia aparatur yang handal merupakan investasi berharga bagi

sebuah organisasi. Karena itu perlu ditingkatkan kemampuan dan profesionalisme agar

organisasi bisa bertahan dan berkembang dalam menghadapi perkembangan zaman dan

standar kualifikasi yang semakin lama semakin meningkat.

Indonesia dengan kesembilan negara anggota ASEAN lainnya sudah

menandatangani deklarasi blueprint Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) untuk memulai suatu

langkah integrasi dari segi ekonomi. Hal ini membuat Indonesia harus berusaha memperbaiki

kualitas Sumber Daya Manusia serta meningkatkan jiwa saing tenaga kerja Indonesia agar

mampu bertahan ditengah era perdangan bebas yang akan datang.

Pengembangan aparatur dapat dilakukan melalui orientasi, pelatihan, dan

pendidikan. Orientasi dibedakan menjadi dua, yaitu: Orientasi Formal dan non formal.

Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) merupakan salah satu cara/ strategi untuk mengembangkan

dan meningkatkan kemampuan, keahlian, mutu, kepemimpinan, ketrampilan, dan pengabdian

aparatur yang terencana dan berkesinambungan guna menjadi aparatur yang professional.

Kata Kunci: Diklat, Sumber Daya Aparatur, Masyarakat Ekonomi ASEAN.


Dasar Pemikiran

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah nyata didepan mata. Pemberlakukan

MEA di tahun 2015 akan membawa banyak perubahan dalam gerak pembangunan dan

ekonomi di Indonesia. Inisiatif pembentukan integrasi ASEAN sebenarnya telah muncul pada

tahun 1997 pada saat berlangsungnya ASEAN Second Informal Summit di Kuala Lumpur,

Malaysia. ASEAN meluncurkan inisiatif pembentukan integrasi kawasan ASEAN atau

komunitas masyarakat ASEAN melalui ASEAN Vision 2020. Inisiatif ini kemudian

diwujudkan dalam bentuk roadmap jangka panjang yang bernama Hanoi Plan of Action yang

disepakati pada 1998.

Kemudian melalui deklarasi Bali Concord II pada tahun 2003 di Bali, Komunitas

ASEAN 2020 diimplementasikan melalui 3 pilar, yakni ASEAN Security Community,

ASEAN Economic Community, dan ASEAN Socio-Cultural Community.

Namun, pada saat ASEAN Summit ke-12 pada 2007, dalam Cebu Declaration,

ASEAN memutuskan untuk mempercepat pembentukan integrasi kawasan ASEAN menjadi

2015. dimana para pemimpin ASEAN menegaskan komitmen yang kuat untuk mempercepat

pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015. Para pemimpin sepakat untuk

mempercepat pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN dan mentranformasikan kawasan

ASEAN menjadi suatu kawasan dimana terdapat aliran bebas barang, jasa, investasi, dan

tenaga kerja terampil, serta aliran modal yang lebih bebas.

Percepatan pemberlakuan pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN tersebut,

ditengerai hanya akan membuat Indonesia menjadi pelaku konsumtif yang hebat. Kondisi

tersebut bukan tidak mungkin, mengingat kapasitas SDM aparatur saat ini termasuk di

dalamnya SDM pelayanan publik yang relatif rendah dan tidak memiliki daya saing di

lingkungan Negara-negara anggota ASEAN. Hal tersebut dapat dibuktikan berdasarkan


laporan World Economic Forum dan Global Competitiveness tahun 2015-2016, dari hasil

survey peringkat daya saing 144 negara, daya saing Indonesia berada pada peringkat ke-37,

masih berada di bawah negara Asean lainnya, seperti Singapura ke-2, Malaysia ke-18, dan

Thailand ke-31.

MEA adalah pintu gerbang bagi instansi pemerintah untuk berhadapan langsung

dengan negara-negara anggota ASEAN pada dunia yang lebih terbuka, terutama bagi instansi

pemerintah yang bertanggung jawab pada pengembangan dan peningkatan sumber daya

aparatur, seperti Lembaga Diklat pemerintah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Peran Diklat dalam meningkatkan kualitas SDM sangat penting, mengingat Sumber

Daya Manusia memiliki peran sentral di dalam organisasi, SDM adalah penggerak dari suatu

organisasi dalam melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan dari organisasi tersebut. Untuk

itu pelatihan dan pendidikan yang dilakukan Diklat diharapkan mampu membantu

mengembangkan kemampuan SDM aparatur/ peserta diklat.

Butuh kerjasama yang baik antara Lemabaga Diklat dan pesertanya agar nanti

kegiatan pelatihan dan pendidikan yang dilakukan menuai hasil yang diharapkan. Jika

lembaga Diklat dan pesertanya melaksanakan tugasnya dengan baik dan sebagaimana

mestinya, maka Sumber daya manusia yang berkompeten akan terwujud, tapi pada

kenyataanya masih banyak masalah yang terjadi dilapangan, para pegawai beranggapan

bahwa penyelenggaraan diklat hanya sekedar formalitas semata karena merupakan sayarat

dan tuntutan organisasi. Nyatanya para pegawai belum mampu mengaplikasikan ilmu yang di

dapat dari pelatihan dan pendidikan yang didapatkan. Nilai yang baik yang diperoleh ketika

mengikuti pelatihan dan pendidikan tidak menjadi acuan bahawa pegawai tersebut memiliki

kompetensi yang baik. Melihat kondisi yang demikian, mampukah SDM kita berkompetisi

dengan SDM dari Negara-negara Asean di Masyarakat Ekonomi ASEAN ?


Pada tahun 2014 dilakukan perubahan di dalam pengelolaan Lemabaga Diklat

Indonesia yang diharapkan mampu memeberi solusi terhadap permasalahan-permasalahan

yanga ada. Terbentuknya Peraturan Kepala LAN (Lemabaga Administrasi Negara) Nomor

10, 11, 12, dan 13 tahun 2013 yaitu akselerasi ke arah penerapan program Diklatpim pola

baru. Dalam hal ini kepala Lemabaga Diklat dituntut mampu melahirkan pemimipin yang

membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Pemimpin perubahan memiliki wawasan

kebangsaan, memiliki kepekaan terhadap masalah dan dapat menemukan solusinya, memiliki

kreatifitas agar mampu menciptakan inovasi-inovasi yang bermanfaat, mempunyai

profesionalitas yang tinggi dalam bekerja dan menegakkan norma hukum untuk kepentingan

bangsa dan negara Republik Indonesia.

Kondisi tersebut secara tidak langsung menuntut agar Lemabaga Diklat melakukan

peningkatan dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Lembaga yang dituntut

mamapu mengembangkan kompetensi para pegawai. Sebagaimana diatur dalam Peraturan

Kepala LAN Nomor 16, 17, dan 18 Tahun 2013 tentang Pedoman Akreditasi Lembaga Diklat

Pemerintah yang menyelenggarakan Diklatpim, Prajabatan, Teknis dan Fungsional. Tujuan

dari pelaksanaan Akreditasi Lemabaga Diklat tersebut mengingat pentingnya penyelenggaran

Diklat yang berkualitas yang akan berdampak pada kualitas SDM aparatur. Diawali dengan

perbaikan dan pembenahan unsur organisasi dan manajemen yang merupakan kerangka dari

lembaga tersebut.

Pengembanagan dan peningkatan kualitas SDM Aparatur pelayanan publik

merupakan tanggung jawab pemerintah pusat maupun daerah, yang hingga saat ini menjadi

sorotan publik. Berikut ini beberapa sektor pelayanan yang harus dibenahi oleh pemerintah

antara lain bidang kesehatan, pendidkan, transportasi, industri dan investasi. Sektor-sektor

inilah yang akan berperan kuat dan akan bersentuhan langsung dalam mengahadapi
persaingan antar negara-negara ASEAN. Dibutuhkan SDM yang memeliki kompetensi yang

tinggi agar Indonesia mampu memenangkan kompetisi ini.

PERMASALAHAN SDM APARATUR PELAYANAN PUBLIK

Beberapa kelemahan utama SDM pelayanan publik menurut Taufik Efendi (2009)

antara lain adalah terkait dengan profesionalisme, kompetensi, empathy dan etika. Kondisi

aparatur pelayanan publik tersebut, pada hakekatnya tidak terlepas dari permasalahan yang

menyangkut:

Pertama, permasalahan instrumental, yaitu masih adanya berbagai peraturan

perundang-undangan di bidang kepegawaian yang tumpang tindih (overlapping),

saling bertentangan satu sama lain antara peraturan yang lebih rendah dengan yang

lebih tinggi, banyak peraturan perundang-undangan yang sudah obsolete, serta

berbagai kondisi yang belum ada peraturan perundang-undangannya (vakum).

Kedua, permasalahan environ-mental; yaitu masih adanya beberapa daerah

khususnya daerah yang kemampuannya masih tertinggal dari daerah lainnya,

masyarakatnya masih sangat menggantungkan lapangan pekerjaan di sektor

pemerintah, dan bahkan menjadi satu-satunya lapangan lapangan pekerjaan yang

tersedia dan menjanjikan, karena sektor lain tidak tersedia.

Ketiga, permasalahan potensial, berupa adanya berbagai konflik antar elit politik

(Pilkada), antar kelompok masyarakat, tarik-menarik kepentingan antara eksekutif

dan legislatif, antara pemerintah pusat dan daerah.

Keempat, permasalahan sejarah yaitu pasang surut yang terjadi dalam sistem

manajemen kepegawaian sejak mulai dari zaman kerajaan, zaman pemerintahan

kolonial, zaman kemerdekaan, era orde baru, sampai era reformasi.


Kelima, permasalahan faktual berupa kondisi dan kemampuan aparatur pelayanan,

sulitnya mengubah mindset serta masih tingginya egosektoral dan konflik

kepentingan yang masih mewarnai berbagai institusi penyelenggara pemerintahan.

Beberapa permasalahan faktual yang sangat mempengaruhi kualitas aparatur

pelayanan publik tersebut, antara lain mencakup: (1) sistem rekrutmen pegawai

yang belum sesuai dengan yang diharapkan; (2) jumlah dan komposisi PNS antara

birokrat dan non birokrat yang masih sangat timpang; (3) banyaknya tenaga honorer

sebagai akibat sistem pengadaan pegawai masa lampau yang tidak tepat; (4)

distribusi PNS yang tidak merata; (5) kompetensi sdm aparatur pelayanan yang

relatif rendah, mengingat rekruitmen pegawai tidak sesuai dengan keahlian yang

dibutuhkan. Disamping itu, pengangkatan dalam jabatan lebih banyak pertimbangan

“like and dislike” dengan mengabaikan keahlian profesi, pengetahuan, dan

pengalaman yang dibutuhkan organisasi. Sedangkan jika dilihat dari tingkat

pendidikan PNS dari tahun ketahun didominasi oleh tingkat pendidikan SLTA yang

sebesar 1,5 juta pegawai atau 38% dari jumlah PNS yang ada. Kondisi SDM

aparatur yang secara umum demikian tersebut, sudah barang tentu juga akan

berpengaruh terhadap kualitas dan kapasitas SDM aparatur pelayanan publik.

Selanjutnya terkait dengan permasalahan SDM aparatur pelayanan publik tersebut,

LAN (2010) mengidentifikasi beberapa permasalahan SDM pelayanan publik yang dapat

menjadi penghambat (constraints) pencapaian keberhasilan organisasi antara lain:

a) etos kerja yang cenderung mempertahankan status quo dan tidak mau

menerima adanya perubahan (resistance to change)

b) adanya budaya risk aversion (tidak menyukai resiko)


c) rutinitas tugas dan penekanan yang berlebihan pada pertanggung-jawaban

formal sehingga mengakibatkan adanya prosedur yang kaku/lamban

d) belum adanya sistem insentif dan disinsentif bagi petugas pelayanan yang

menunjukkan kinerja tinggi atau sebaliknya; serta

e) kurangnya kemampuan SDM pelayanan untuk melakukan analisa dalam

pembuatan standar pelayanan yang akurat.

KONSEP DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SDM APARATUR PELAYANAN PUBLIK

Berkaitan dengan pengembangan kapasitas, United Nation Development Program

(UNDP) mendefinisikan pengembangan kapasitas sebagai suatu proses yang dialami oleh

individu, kelompok, organisasi, lembaga dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan

mereka agar dapat:

1. melaksanakan fungsi-fungsi essensial, memecahkan masalah, menetapkan

dan mencapai tujuan.

2. mengerti dan menangani kebutuhan pengembangan diri mereka dalam suatu

lingkungan yang lebih luas secara berkelanjutan (CIDA, 2000).

Anwar Syarif (2013) menyatakan bahwa pengembangan kapasitas berlangsung di

dalam organisasi, di dalam masyarakat, di seluruh wilayah geografis, di dalam sektor nirlaba,

serta di seluruh sektor kehidupan. Pengembangan kapasitas melibatkan perorangan dan

kelompok orang, organisasi, kelompok organisasi di dalam bidang atau sektor yang sama,

dan juga organisasi serta pihak-pihak dari bidang dan sektor yang berbeda. Berkaitan dengan

ASD aparatur pelayanan publik, Erwan Agus (2010) menyatakan bahwa SDM aparatur

pelayanan publik sangat menentukan kualitas pelayanan publik. Sedangkan kualitas SDM
aparatur pelayanan publik yang dibutuhkan antara lain mencakup: leadership and

managerial skills, pengetahuan ,keterampilan, etika, budaya.

Lebih lanjut dikatakan bahwa sesuai dengan tugas dan fungsinya, SDM aparautur

pelayanan publik tidak homogen, namun dapat diklasifikasi ke dalam beberapa level, yaitu :

Pertama, level Eksekutif (bertugas untuk membuat kebijakan strategis), dengan

kapasitas/kualitas yang harus dimiliki mencakup:

a. Visi tetang pelayanan publik (memahami apa pelayanan publik, hak warga

negara, dan peran pemerintah dalam mewujudkan hak-hak warga negara)

b. Leadership (untuk menggerakan orang dan sumber daya untuk

mewujudkan visi yang telah dirumuskan)

c. (C) Managerial (mengelola sumberdaya untuk mewujudkan program-

program yang sudah disusun)

d. Memiliki value dan integritas untuk memecahkan pesoalan yang dihadapi

ketika melakukan perubahan.

Kedua, level Middle manager (bertugas menerjemahkan kebijakan strategis menjadi

kebijakan operasional serta melakukan supervisi), dengan kapasitas/kualitas yang

harus dimiliki mencakup:

a. Membuat kebijakan operasional untuk memenuhi hak-hak warga negara

mis. Citizen’s charter, maklumat pelayanan, SPM, dlsb.

b. Menetapkan standart dan mekanisme pelayanan

c. Membuat mekanisme reward and punishment


d. Mengembangkan sistem monitoring (complain handling mechanism).

Ketiga, level Front liner (bertugas untuk memberikan pelayanan langsung kepada

masyarakat), dengan kapasitas/kualitas yang harus dimiliki mencakup:

a) Memiliki pengetahuan tentang pelayanan publik yang menjadi tanggung

jawabnya sesuai bidang tugas masing-masing (pendidikan, kesehatan,

administrasi kependudukan) / tahu apa yang harus dikerjakan

b) Memiliki ketrampilan untuk menjalankan tugasnya tersebut (profesional) /

tahu bagaimana mengerjakan

c) Memiliki etika dan moralitas: ramah, sopan, jujur, memperlakukan pengguna

layanan sebagai valuable customer / tahu prinsip-prinsip dalam

mengerjakan

d) Memiliki budaya pelayanan: berusaha memberikan layanan publik sebaik

mungkin jauh diluar ekspektasi pengguna layanan./ tahu filosofi apa yang

dikerjakan.

Mengingat adanya perbedaan-perbedaan kapasitas SDM aparatur pelayanan publik

yang harus dimiliki pada masing-masing level SDM, tersebut, maka strategi pengembangan

kapasitas SDM aparatur pelayanan publik tersebut akan berimplikasi kepada:

a. upaya untuk meningkatkan kapasitas SDM mempunyai tujuan berbeda-beda

b. instrumen untuk mencapai tujuan tentang kualitas juga berbeda

c. mekanisme reward and punishment untuk mewujudkan kualitas juga

berbeda.
Berkaitan dengan kapasitas SDM aparatur pelayanan tersebut, Djajendra (2010)

menyatakan bahwa SDM (pekerja) yang cerdas bekerja dengan menggunakan visi, rencana,

etika, pikiran positif, perasaan positif, dan intelektualitas. Pekerja cerdas akan menyiapkan

dirinya dengan kualitas yang luar biasa, dan siap untuk memberikan hal-hal terbaik kepada

orang lain melalui integritas diri yang tinggi, serta bekerja keras untuk bisa mendapatkan

kontribusi maksimal dari orang lain. Termasuk, selalu siap berhadapan dengan risiko, dan

mau berkorban untuk meraih hal-hal terbaik untuk kepentingan stakeholders.

Selanjutnya dikatakan bahwa ada beberapa ciri pekerja yang cerdas, yaitu:

a. Berkemampuan untuk menemukan solusi terbaik buat setiap tantangan dan

persoalan

b. Tidak pernah bertindak tanpa rencana, visi, dan sistem yang kuat

c. Tidak takut gagal, sebab dia percaya bahwa kegagalan merupakan awal

untuk menuju sukses yang lebih hebat

d. Tekun bekerja keras dengan semangat pantang menyerah untuk

menghasilkan yang terbaik

e. Tekun mengembangkan diri dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan

baru

f. Selalu belajar dari pengalaman hidup orang-orang di sekitar dirinya

g. Selalu belajar dari pengalaman hidupnya;

h. Memiliki intuisi yang kuat untuk memahami persoalan.

Lebih lanjut (Leonard, Jr., 1974) menyatakan bahwa kualitas sumber daya manusia

yang baik pada dasarnya dibutuhkan agar dalam pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi
dapat berjalan secara efektif dan efisien. Tingkat kinerja organisasi yang efektif dan efisien

dapat tercapai bila sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi mempunyai

kompetensi atau kemampuan yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh organisasi.

Kompetensi dipahami secara berbeda-beda tergantung aspek yang disoroti dan

perbedaan penekanannya. Pengertian kompetensi yang diberikan oleh para pakar didasarkan

pada hasil penelitian atau pengamatan masing-masing. Akan tetapi paling tidak ada tiga kata

kunci atau elemen yang dikandung dalam pengertian kompetensi. Ketiga elemen tersebut

adalah pengetahuan atau knowledge, keterampilan atau skill dan ciri-ciri pribadi atau personal

attributes (Lembaga Adminitrasi Negara, 2000).

Boyatzis RE, John Willey dan Boris (1982) dalam bukunya The Competent Manager

menyebutkan pengertian kompetensi adalah : suatu sifat dasar seseorang yang dengan

sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil.

Karena merupakan sifat dasar maka terdapat perbedaan-perbedaan dalam kompetensi yang

dimiliki oleh tiap orang dan perbedaan inilah yang membuat seseorang itu menjadi lebih

unggul atau kurang unggul dari orang lain dalam melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan.

Kompetensi dapat juga didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang

pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja yang superior (LOMA’s

Competency Dictionary, 1998, Sistem Manajemen SDM Berbasiskan Kompetensi, Arbono

Lasmahadi, 2002). Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap,

pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi-kompetensi akan mengarahkan tingkah laku dan

tingkah laku akan menghasilkan kinerja.

Spencer and Spencer (1993), menyatakan bahwa kompetensi dapat dikelompokkan

dalam dua kategori, yaitu threshold competencies dan differentiating competencies.

Threshold competencies atau kompetensi ambang batas adalah kemampuan-kemampuan atau


karakteristik yang harus dimiliki (biasanya berkaitan dengan pengetahuan atau keahlian

dasar) oleh setiap orang untuk dapat bekerja secara efektif tetapi tidak dapat membedakan

pekerja yang bagus dengan pekerja yang rata-rata. Sedangkan differentiating competencies

atau kompetensi pembeda adalah kemampuan-kemampuan atau karakteristik yang dimiliki

seseorang dan dapat membedakan antara pekerja yang bagus dengan pekerja yang rata-rata.

Terkait dengan pemahaman kompetensi, Rothwell mengidentifikasikan kompetensi

kedalam empat kelompok atau kriteria, yaitu :

1. Intelectual competence atau sering juga disebut strategic competence, yaitu

kemampuan berpikir secara strategis untuk pencapaian tujuan organisasi

2. Business competence atau sering juga disebut managerial competence, yaitu

kemampuan manajerial yang dibutuhkan dalam organisasi

3. Interpersonal competence atau disebut juga social competence, yaitu

kemampuan untuk bersosialisasi atau berkomunikasi dengan orang lain

4. Technical competence atau disebut juga substantive/skill competence, yaitu

kemampuan mengenai bidang yang menjadi tugas pokok organisasi.

Dalam konteks SDM aparatur atau Pegawai Negeri Sipil, menurut Dr. Djamaluddin

Antjok perlu ditambahkan satu kriteria lagi, yaitu Ethical competence, yaitu kemampuan

untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan pertimbangan etika atau norma yang

telah ditetapkan oleh organisasi ataupun lingkungan eksternalnya, baik secara nasional

maupun internasional.

Pegawai Negeri Sipil memerlukan kompetensi etika ini karena sifat pekerjaan dari

Pegawai Negeri Sipil yang berhubungan langsung dengan masyarakat yaitu sebagai pelayan
masyarakat sehingga dalam paya memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat perlu

mengetahui norma, aturan dan etika yang berlaku di masyarakat.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, secara umum kompetensi dapat

disimpulkan sebagai berikut:

a. pengetahuan (knowledge)

b. keterampilan (skill)

c. perilaku (attitude)

d. budaya yang harus dimiliki oleh seorang individu dalam melaksanakan tugas

yang diberikan kepadanya dalam suatu organisasi.

Disamping itu, pemahaman kapasitas SDM dalam hal ini tidak dibedakan dengan

kompetensi. Artinya bahwa, SDM dengan kapasitas yang tinggi hanya dapat diwujudkan jika

mereka memiliki kompetensi yang prima. Sebaliknya, keunggulan kompetensi akan

menghasilkan profil kapasitas terbaik SDM.

STRATEGI PENGEMBANGAN KAPASITAS SDM APARATUR PELAYANAN PUBLIK

DALAM MENGHADAPI PEMBERLAKUAN PASAR BEBAS ASEAN

Diberlakunya pasar bebas ASEAN adalah membebaskan bea masuk, yang membuat barang,

jasa, investasi, tenaga kerja dan arus modal menjadi lebih bebas. Sebagaimana yang

digariskan dalam Cetak Biru KEA. Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Bayu

Krisnamurthi (2014) mengklaim, bahwa 83 persen (83%) Indonesia telah siap menghadapi

KEA. Sedangkan, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi dan

peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menyatakan

bahwa Indonesia belum siap bersaing.


Indonesia dikenal dengan potensi sumber daya alam yang melimpah dengan luas dan

populasi terbesar di antara negara-negara Asean lainnya, meskipun demikian, diperkirakan

indonesia masih belum mampu bersaing dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean. Hal

tersebut juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang

Tenaga Kerja, Benny Soetrisno beberapa waktu lalu dalam Seminar Kesiapan Tenaga Kerja

dalam Menghadapi Pasar Asean. Melihat kondisi SDM Aparatur pelayanan Publik yang

masih relatif rendah serta adanya pro dan kontra dalam mengahdapi MEA, membuat

pemerintah perlu malakukan upaya untuk meningkatkan kualitas SDM aparatur pelayanan

publik melalui kebijakan dan program yang

Meski tercatat sebagai negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah

ruah dengan luas dan populasi terbesar di antara negaranegara lainnya di Asean, Indonesia

diperkirakan masih belum siap menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun 2015.

Pernyataan bernada skeptis atas kesiapan Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean

juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang Tenaga

Kerja, Benny Soetrisno beberapa waktu lalu dalam Seminar Kesiapan Tenaga Kerja dalam

Menghadapi Pasar Asean. Mencermati kondisi SDM aparatur pelayanan publik tersebut di

atas, serta pernyataan-pernyataan optimisme maupun pesimesme berbagai pihak dalam

menghadapi KEA, maka pemerintah sebagai regulator dan fasilitator perlu melakukan upaya-

upaya mendorong peningkatan kapasitas SDM aparatur pelayanan publik baik melalui

kebijakan, program dan kegiatan secara spesifik, jelas dan terukur.

Beberapa strategi yang telah dilakukan pemerintah dalam peningkatan kapasitas

SDM pelayanan publik untuk menghadapi pemberlakuan pasar bebas ASEAN pada dasarnya

tidak akan terlepas dari kebijakan dan strategi pengembangan kapasitas sumber daya

manusia aparatur yang telah diamanatkan dalam RPJM 2010-2014 serta grand design dan

road map reformasi birokrasi 2010-2014. Dengan demikian, pengembangan kebijakan dan
strategi peningkatan kapasitas SDM pelayanan baik di pusat maupun daerah dapat secara

nyata berkontribusi terhadap pencapaian target–target yang telah ditetapkan dalam RPJM

2010-2014.

Secara garis besar ada beberapa kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah terkait

dengan upaya-upaya pengembangan kapasitas SDM aparatur antara lain melalui

penyempurnaan peraturan perundangundangan yang mengatur manajemen kepegawaian,

yaitu melalui UndangUndang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU

ASN). Selanjutnya penyempurnaan terhadap berbagai Peraturan Pemerintah (PP) di

bawahnya untuk menjamin adanya:

a. penentuan formasi kebutuhan pegawai secara obyektif

b. sistem rekrutmen yang terbuka, kompetitif, dan berbasis kompetensi yang sesuai

dengan kebutuhan organisasi

c. sistem promosi dan mutasi yang terbuka dan kompetitif, serta berbasis

kompetensi

d. sistem penilaian kinerja pegawai yang lebih obyektif dan berbasis kinerja

e. penyusunan kebijakan tentang standar komptensi jabatan untuk mendukung

sistem promosi dan mutasi berbasis kompetensi; serta

f. sistem diklat berbasis kompetensi yang serasi dengan sistem promosi dan mutasi

yang sehat.

Disamping itu, juga dilakukan penyempurnaan sistem penggajian dan sistem pensiun

yang layak, adil, dan berbasis kinerja untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai dan

mendorong motivasi, semangat berprestasi, dan integritas pegawai. Untuk menunjang


pelaksanaan sistem merit dalam manajemen kepegawaian, akan dilanjutkan upaya

pengembangan sistem informasi manajemen kepegawaian nasional untuk menghasilkan data

kepegawaian yang lengkap, cepat, dan akurat. Di samping itu, juga akan ditingkatkan

pemanfaatan pusat penilaian kompetensi (assesment center) untuk menunjang sistem

pembinaan karier pegawai negeri berbasis kompetensi. Berbagai bentuk pendidikan dan

pelatihan akan terus dikembangkan dan disempurnakan, yang disesuikan dengan

perkembangan dan tantangan dalam penyelenggaraan pemerintahan termasuk di dalamnya

antisipasi pemberlakuan pasar bebas ASEAN 2015.

Strategi yang lain yang harus ditempuh dalam rangka meningkatkan profesionalisme

dan kapasitas SDM aparatur adalah:

a. revitalisai penyelenggaraan diklat aparatur

b. revitalisasi penyelenggaraan diklat kepemimpinan

c. pengembangan sistem magang pada berbagai institusi berkelas internasional

bagi calon pemangku jabatan tinggi pegawai negeri

d. perlunya percepatan pelaksanaan Diklat Khusus Reformasi Birokrasi baik

pusat maupun daerah yang pada akhirnya adalah dalam rangka penyiapan

SDM aparatur yang mampu bersaing untuk menghadapi pemberlakuan pasar

bebas ASEAN 2015.

1. Reformasi di bidang Diklat.

Menurut Tri Widodo, 2014 (dalam paparan Awang Anwaruddin, 2014) reformasi di

bidang Diklat mencakup:


a. Tujuan Diklat – menciptakan pemimpin perubahan, di samping memenuhi

kompetensi jabatan di instansi peserta.

b. Fungsi Widyaiswara – tidak lagi sebagai pengajar tetapi sebagai fasilitator

sepenuhnya, sumber ilmu bukan lagi pada widyaiswara sepenuhnya, tetapi

pada sesama peserta (experimental learning).

c. Metode pembelajaran – Metode on – of, yakni kombinasi pembelajaran di

ruang Diklat dan aktualisasi di laboratorium Diklat. Media pembelajaran

makin beragam, studi kasus, visualisasi, film dokumenter, dan lain-lain.

d. Tanggung jawab – keberhasilan Diklat dan implementasi hasil Diklat tidak

hanya pada Lembaga Diklat juga Instansi asal; peserta menjadi bagian dari

proses perubahan yang terukur di instansi masing-masing.

2. Orientasi kediklatan

a. Penugasan peserta – Diklat tidak harus dimaknakan sebagai sekedar

pengiriman peserta tetapi juga penugasan sebagai pengajar Diklat.

b. Resource person - setiap peserta Diklat berperan sebagai resource person

yang memiliki explicit dan implicit knowledge.

c. Pengembangan kapasitas – proses pembelajaran secara timbal balik dalam

lingkaran kecil pada unit terkecil adalah model pengembangan kapasitas

yang terbaik.

d. Perubahan Mind – set – mengikuti Diklat sama dengan mengajar Diklat,

karena teaching is best learning.

3. Akreditasi
Akreditasi yang sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari sebagai suatu

kelayakan yang diterima untuk menjalankan misi organisasi. Dengan demikian akreditasi

menjadi sendi utama bagi suatu lembaga Diklat mendapatkan peran yang optimal serta dapat

bertahan hidup dalam suasana perubahan sekalipun.

Berdasarkan isi kandungan Bab IV Pasal 4 dan 5 PERKALAN Nomor 16 Tahun

2013, akreditasi akan menyentuh dua unsur dan komponen , yaitu organisasi dan manajemen.

Pasal 5 menyatakan :

(1) Organisasi Lembaga Diklat sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 meliputi

komponen :

a. Dasar hukum;

b. Tenaga kediklatan;

c. Rencana Strategis;

d. Fasilitas Diklat;

e. Komite Penjamin Mutu Diklat.

(2) Manajemen Lembaga Diklat sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 meliputi

komponen:

a. Perencanaan penyelenggaraan Diklat.

b. Penyelenggaraan Diklat.

c. Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Diklat.

4. Pembaharuan program Diklat.


Program di suatu unit kerja adalah sebagai rumusan implementasi kebijakan yang

bersumber dari tugas pokok dan fungsi oraganisasi. Berbeda di setiap unit kerja, bahwa

Badan Diklat memiliki kekhasan di dalam penyusunan substansi program. Program Diklat

selalu dihasilkan dari Analisis Kebutuhan Diklat, baik Diklat Kepemimpinan, Prajabatan,

Teknis dan Fungsional. Program Diklat Teknis dan fungsional disusun dengan

memperhatikan kearifan lokal.Program ini menjadi tugas suatu Badan Diklat untuk

merumuskannya ke dalam pembaharuan program, yang meliputi :

a. Analisis Kebutuhan Diklat yang menghasilkan program Diklat.

b. Penyusunan Kurikulum Diklat Teknis dan Fungsional.

c. Penyusunan Modul dan Materi Pelengkap Modul.

d. Menyusun buku panduan Diklat.

e. Seminar Bahan Diklat.

f. Pengesahan oleh instansi teknis pembina program Diklat.

Pembaharuan program Diklat merupakan inti dari penguatan peran Badan Diklat

Pegawai Kabupaten Bengkalis, termasuk dalam penyiapan program dalam pembinaan

Aparatur untuk memasuki posisi bersaing di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015.

Pembaharuan program juga merupakan strategi dalam penguatan peran Badan Diklat sebagai

suatu kelembagaan. Kelembagaan bukan sekedar lembaga, tetapi melembagakan nilai-nilai

dalam ranah kebijakan kepada pengelola, peserta Diklat, dan stakeholders.


Ada beberapa teori yang digunakan untuk meneliti fenomena tersebut yang pertama

adalah teori SDM menurut H. Hadari Nawawi (dalam Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah,

2009:11) yang dimaksudkan sebagai SDM adalah meliputi 3 pengertian :

1. SDM adalah manusia yang bekerja dilingkungan suatu organisasi (disebut

dengan personil, tenaga kerja, pegawai atau karyawan)

2. SDM adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam

mewujudkan eksistensi.

3. SDM adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi sebagai modal (non

material/non financial) didalam organisasi bisnis, yang dapat diwujudkan

menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan

eksistensi organisasi.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari berbagai potensi non

fisik antara lain:

1. pengetahuan, pengetahuan disini pegawai harus memiliki dasar pengetahuan

yang cukup luas sehingga mampu menjalankan mandat tugas pekerjaannya.

2. inteligensia, pegawai diharapkan mampu untuk menerima segala perintah

dalam menjalankan tugasnya.

3. keahlian, adalah pegawai diharapkan memliki keahlian-keahlian khusus

dalam melaksanakan tugasnya seperti untuk mengoprasikan

teknologiteknologi yang ada.


4. ketrampilan, disini diharapkan pegawai mampu menciptakan inovasi-inovasi

baru ataupun ide-ide baru dalam tugas yang didapatnya agar lebih

termotivasi.

5. human relation, sdm yang baik adalah sdm yang mampu berorganisai atau

berkomunikasi satu sama lain dan bekerja sama dengan baik terhadap

lingkungan sekitar, karena sdm yang yang professional adalah mereka yang

mampu berkomunikasi anatar indvidu dengan baik.

Istilah profesional itu berlaku untuk semua aparatur mulai tingkat atas sapai tingkat

bawah. Profesionalisme dapat diartikan sebagi suatu kemampuan dan ketrampilan seseorang

dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing. Profesionalisme

menyangkut kecocokan, antara kemampuan yang dimiliki olehbiroktasi dengan kebutuhan

tugas, terpenuhi kecocokan anatar kemampuan dengan kebutuhan tugas merupakan syarat

terbentuknya aparatur yang profesional. Artinya kehalian dan kemampuan aparat

merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah oragnisasi (Kurniawan,

2005:74) Diklat (Pendidikan dan Pelatihan) pegawai negeri adalah upaya-upaya yang

dilakukan bagi pegawai negeri untuk meningkatkan kepribadian, pengetahuan, dan

kemampuan sesuai dengan tuntutan persyaratan jabatan dan pekerjaannya sebagai pegawai

negeri (SANKRI : 2003-271). Di dalam peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2001 Pasal

1 ayat (1) dikatakan bahwa “pendidikan dan pelatihan jabatan PNS adalah proses

penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan PNS”.

Menurut teori Blumberg & Pringle (dalam Jewell&Siegall, 1990) menyatakan ada

beberapa faktor yang menentukan prestasi kerja seseorang, yaitu:


a. Kesempatan: meliputi alat, material, pasokan, kondisi kerja, tindakan rekan

kerja, perilaku pimpinan, mentorisme, kebijakan, peraturan, prosedur

organisasi, informasi, waktu, serta gaji.

b. Kapasitas: terdiri atas usia, kesehatan, ketrampilan, intelegensi, ketrampilan

motorik, tingkat pendidikan, daya tahan, stamina dan tingkat energi.

c. Kemauan: terdiri atas motivasi, kepuasan kerja, status pekrjaan, kecemasan,

legitimasi, partisipasi, sikap, persepsi atas karakteristik tugas, keterlibatan

kerja, norma, nilai, persepsi dan rasa keadilan.

Teori tersebut yang akan digunakan sebagai acuan untuk mengetahui peningkatan

kualitas SDM setelah mereka mengikuti program diklat tersebut. Apakah sudah sesuai

dengan apa yang diharapkan ataukah masih kurang. Itu salah satu cara untuk memudahkan

dalam menilai keberhasilan dari program diklat terhadap peningkatan kualitas SDM yang di

harapkan.

Di dalam hal ini dijelaskan bahwa sumber daya manusia sangat berpengaruh dan

memiliki peran peting suatu organisasi. SDM yang baik mampu membawa organisasi

tersebut ke arah tujuan yang lebih baik. Tujuan diadakan pengembangan tersebut mempunyai

dua dimensi yaitu individual dan dimensi institusional/organisasional. Tujuan yang

berdimensi individual mengacu kepada sesuatu yang dicapai oleh seorang pegawai sebagai

akibat dari dilaksanakannya pengembangan SDM. Tujuan berdimensi intitusional mengacu

kepada apa yang didapat dan dicapai oleh organisasi sebagai hasilhasil dari program-program

pengembangan SDM.

SDM memiliki posisi sangat strategis dalam organisasi, artinya manusia memegang

peranan penting dalam melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan dan kondisi yang lebih
baik maka perlu adanya manajemen terhadap SDM secara memadai, sehingga terciptalah

SDM yang berkualitas, loyal dan berprestasi. MSDM merupakan usaha untuk mengerahkan

dan mengelola sumber daya manusia di dalam organisasi agar mampu berpikir dan bertindak

sebagaimana yang diinginkan oleh organisasi.

Di dalam meningkatkan kualitas SDM diklat mempunyai peran penting utnuk

membantu mengembangkan kemampuan. Diklat sangat berpengaruh dalam meningkatkan

kualitas SDM, dan peran diklat memberikan manfaat bagi peserta diklat. Peran diklat sama

halnya dengan fungsi ada 6 fungsi, dari ke enam fungsi tersebut ada salah satu hal yang

paling vital untuk dilaksanakan, yaitu mengenai evaluasi. Evaluasi tersebut seharusnya

dilakukan setelah peserta diklat selesai menjalankan diklat. Pemantauan itu bertujuan agar

apa yang telah diajarkan oleh diklat dapat diketahui menfaatnya. Jika apa yang diberikan

tidak memberikan manfaat bagi peserta diklat maka harus ada evaluasi apakah kesalahan

berada pada perserta diklat atau berada pada pemberian materi yang dilakukan oleh diklat.

Hal semcam itu merupakan catatan penting bagi badan diklat untuk lebih peka lagi

terhadap hasil pasca diklat. Pegawai merupakan sumber daya yang paling penting dalam

organisasi publik. Pegawai yang baik dan memenuhi standar kualifkasi hanya akan dapat

diperoleh melalui upaya rekrutmen yang efektif. Supaya dapat melakukan proses rekrutmen

secara efektif, harus tersedia informasi akurat dan berkelanjutan mengenai jumlah dan

kualifikasi individu yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai tugas pokok dan fungsi

dalam organisasi.

Diklat merupakan salah satu cara untuk membantu meningkatkan kualitas SDM

menjadi lebih baik. adanya program diklat yang diselenggarakan akan membantu menggali

potensi dalam diri peserta diklat. Diklat yang diadakan juga tidak terpaku dengan satu diklat,

namun bermacam-macam. Diklat yang pernah diikuti oleh pegawai BKD adalah diklat
khusus, diklat pim, dan diklat kursus. Diklat khusus biasanya diikuti oleh mereka yang

menduduki bidang tertentu yang membutuhkan keahlian dibidang tertentu, misalnya saja

untuk teknologi informasi. Adanya diklat khusus ini membantu pegawai tersebut dapat

meningkatkan kemampuannya dalam menjalankan tugas. Kemudian untuk diklat pim, diklat

tersebut diikuti oleh mereka yang berada dijabatan structural atau akan naik pangkat.

Selanjutnya adalah diklat kursus.

1. Profesionalisme

Berdasarkan pengamatan dan observasi yang dilakukan oleh peneliti apaatur

peerintah yang profesional agar mampu meningkatkan mutu, pengetahuan, keterampilan

karena didorong dengan banyaknya tanggung jawab tugas pemerintah serta pengabdiannya

kepada masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki pegawai. Pegawai atau aparatur

pemerintah yang profesional sangat berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap

kemajuan dan peningkatan kualitas organisasi pemerintah. Hal ini disebabkan bahwa pegawai

pemerintah sebagai penentu, perencana, pelaksana, dan pengawas administrasi pemerintahan.

Kurangnya profesionalisme aparatur dalam pengelolaan pelayanan publik mengakibatkan

kurangnya kemauan untuk berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan dan adanya rasa

apatis masyarakat terhadap pemerintahan mengakibatkan masyarakat merasa tersisihkan dari

proses pemerintahan. Dari berbagai bidang pekerjaan yang digeluti aparatur pemerintah jelas

sekali yang menjadi permasalahan adalah menyangkut kekurang-profesionalan pegawai

dalam melaksanakan tugas-tugas penting yang dipercayakan.

1.1 Ketrampilan
Setiap individu memiliki ketrampilan yang berbeda-beda, ketrampilan yang ada

dalam diri seseorang tersebut harus digali. Ketrampilan dalam diri seseorang dapat membantu

mereka untuk meningkatkan kualitas dirinya. Pegawai BKD tidak semua bisa memiliki

ketrampilan yang diharapkan, sehingga dengan adanya diklat diharapkan mampu membantu

pegawai tersebut meningkatkan ketrampilannya dalam dunia kerja. Ketrampilan disini lebih

menitikberatkan kemampuan seseorang untuk mengembangkan kreatifitas serta ide-ide dalam

menyelesaikan tugan. Seorang yang memiliki kreatifitas tinggi maka secra tidak langgung

daya imajinasi untuk mengembangkan kecerdasan sangat baik. oleh sebab itu ketrampilan

merupakan salah satu cara untuk meningkatkan profesionalisme diri.

1.2 Keahlian

Keahlian itu berasal dari kata ahli yang berarti menguasai bidang tertentu. Keahlian

bisa diartikan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan menguasai atau menjalankan

suatu alat teknologi tertentu. Keahlian merupakan salah satu cara untuk menunjang

profesionalisme. Keahlian bisa didapatkan seseorang melalui pelatihan-pelatihan, dengan

adanya pelatihan tersebut membuat seseorang menjadi lebih mendalami mengenai apa yang

menjadi tugas pokoknya sehingga dapat meningkatkan kemampuan dirinya untuk menguasai

bidang pekerjaannya.

1.3 Pengetahuan

Pengetahuan berdampak pada standar kualitas pada diri seseorang. Standar kualitas

mengacu kepada kualitas apa saja yang berhubungan langsung maupun tidak langsung

dengan SDM yang dimiliki organisasi. Seperti apa yang telah dijelaskan pada bab

sebelumnya bahwa standar kualitas terletak pada kemampuan individu sendiri. Kemampuan

individu itu lah yang mempengaruhi perkembangan seseorang. Salah satu upaya untuk

membantu meningkatkan pengetahuan adalah dengan cara mengikuti diklat.


1.4 Kemampuan

Kemampuan seseorang yang bersal dari diri sendiri menjadi modal awal untuk

mendapatkan tempat tertentu dalam suatu organisasi. Seperti apa yang telah diamati bahwa

untuk bagian pengembangan pegawai khususnya sub bagian diklat dan formasi, dibutuhkan

pegawai yang dapat menyeleksi calon pegawai misalnya mengenai test psikologi. Lulusan

dari jurusan psikologi memiliki nilai lebih untuk masuk dalam bidang tersebut. Di dalam

prosesnya pun mereka juga mendapatkan pelatihan-pelatihan yang dapat menunjang

kemampuannya dalam menangani pekerjaan tersebut. Saat pemberian diklat tersebut tidak

dipungkiri terkadang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

1.5 Kemauan

Kemauan adalah dorongan yang ada di dalam diri seseorang. Kemauan yang dimiliki

sesorang harus digali dengan baik, agar kemauan tersebut dapat memberikan energy positif

sehingga membantu meningkatkan kemampuan seseorang untuk lebih baik. Kemauan juga

merupakan dasar yang dimiliki seseorang, jika seseorang memiliki kemauan keras untuk

berubah secara tidak langsung semua komponen lainnya mengikuti. Dengan demikian adanya

kemauan keras ini lah yang mendorong seseorang untuk bekerja secara profesional.

2. Disiplin

Disiplin adalah sebuah aturan yang harus di taati seseorang atas kesadaran diri.

Disiplin sebanarnya tidak lepas dari kemauan, kemauan seseorang untuk mematuhi aturan

yang ada dalam organisasi. Disiplin diri sangat besar perannya dalam mencapai tujuan

organisasi. Melalui disiplin diri seorang pegawai selain menghargai dirinya sendiri juga

menghargai orang lain. Disiplin kerja selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan kerja

(bagaimana budaya dalam organisasi tersebut) juga dipengaruhi oleh faktor kepribadian. Jika
salah satu pegawai melanggar maka perlu dilakukan upaya-upaya tindakan pendisiplinan agar

prinsip-prinsip sosialisai displin seperti adil dapat dipertahankan.

Pelanggaran terhadap aturan-aturan terjadi sepanjang masa adalah fenomena yang

tidak dapat dipungkiri. Peraturan yang dibuat agar dapat berfungsi secara efisien dan efektif

perlu ditegakkan dengan car melakukan tindakan-tindakan dalam upaya pendisiplinan

pegawai. Tindakan pendisiplinan dilakukan dalam rangka pembinaan dan bukannya

penghukuman.

3. Kerja sama

Berbicara mengenai Human Relation itu berkaitan erat dengan interaksi seseorang

dalam dunia kerja. Interaksi yang dilakukan tidak hanya pada satu sisi tetapi lebih dari itu.

Interaksi yang baik antara pimpinan dengan bawahan maupun bawahan dengan bawahan.

menjaga interaksi yang baik dapat meningkatkan semangat dalam bekerja. Wujud dari

interaksi paling mudah adalah menjaga komunikasi dan kerjasama yang baik dalam

menjalankan tugas organisasi.

Lingkungan dalam bekerja sangat mempengaruhi perkembangan SDM. Lingkungan

tempat kerja yang baik dan nyaman akan memberikan semangat bagi seseorang untuk lebih

meningkatkan kualitasnya dalam bekerja. Lingkungan internal merupakan bagian yang tidak

dapat diabaikan dalam upaya peningkatan kualitas SDM. Lingkungan internal adalah segala

sesuatu yang dimiliki oleh organisasi, baik yang melekat pada struktur, maupun pendukung,

baik bersifat material maupun non material.

Menjaga hubungan baik terhadap sesama pegawai itu merupakan semangat

tersendiri untuk lebih giat bekerja. Di BKD khususnya bagian Diklat dan Formasi hubungan

antar pegawainya cukup bagus, mereka dapat melaksanakan tugas secara bersama-sama dan
saling membantu satu sama lain namun tidak melepaskan tugas pokok dari maisng-masing

individu. Akan tetapi tidak semua orang atau pegawai itu bisa dikatakan satu jalan atau satu

persepsi. Tak dipungkiri dalam hubungan kerjasama dalam dunia kerja untuk menyatukan

persepsi itu cukup sulit, namun ada cara-cara tertentu di dalam organisasi tersebut

menanggulangi hal semacam itu.

Kesimpulan

1. Peran Pendidikan dan Pelatihan dalam Peningkatan Kualitas SDM Pegawai

merupakan sumber daya yang paling penting dalam organisasi publik. Pegawai yang baik dan

memenuhi standar kualifkasi hanya akan dapat diperoleh melalui upaya rekrutmen yang

efektif. Agar dapat melakukan proses rekrutmen secara efektif, harus tersedia informasi yang

akurat dan berkelanjutan mengenai jumlah dan kualifikasi individu yang diperlukan untuk

melaksanakan berbagai tugas pokok dan fungsi dalam organisasi. Sejalan dengan peranan

lembaga diklat yang semakin penting maka tuntutan kualitas penyelenggaraan diklat juga

semakin meningkat. Keberadaan dan penyelenggaraan diklat yang dilaksanakan oleh lembaga

diklat harus lebih baik dari pada penyelenggaraan diklat yang dilaksanakan oleh lembaga-

lembaga non-diklat. Hal tersebut akan menentukan keberadaan dan juga citra lembaga diklat.

Itulah sebabnya, lembaga diklat dituntut lebih profesional. Profesional dalam mengemban

tugas, melaksanakan fungsi serta peranannya. Kenyataan yang dihadapi, penyelenggaraan

diklat hanya sebagai syarat yang harus diikuti oleh pegawai karena tuntutan organisasi. Akan

tetapi setelah selesai diselenggarakan diklat banyak hal yang ditinggalkan seperti tidak

menjalankan tugasnya sesuai dengan teori yang diajarkan. Padahal tidak sedikit peserta yang

lulus dengan predikat nilai baik. Kemudian di dalam pemeberian materi ataupun metode-

metode yang diberikan diklat dirasa masih harus diperbaiki, karena banyak keluhan dari

peserta diklat yang mengatakan cara mengajarnya masih dengan cara lama sehingga terkesan

membosankan. Hal semacam itu terjadi karena kurangnya pantauan atau tidak adanya
evaluasi berkala yang memantau perkembangan PNS setelah mengikuti diklat. Oleh sebab

itu, hal semacam ini adalah sorotan penting untuk mengetahui peran diklat dalam

peningkatan kualitas SDM. Di dalam memberikan pendidikan dan pelatihan tidak serta merta

dilakukan asal-asalan semua harus meleluai prosedur yang ada, dan metode yang diajarkan

pun sudah direncanakan. Metode-metode ini yang terkadang menjadi kendala bagi peserta

diklat, karena pegawai merasa bahwa metode yang diajarkan dianggap tidak berkembang dan

cenderung membosankan. Hal semacam ini yang sampai sekarang masih menjadi keluhan

bagi peserta diklat.

Berdasarkan hasil analisis, maka untuk penguatan peran lembaga Diklat dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Penguatan peran Badan Diklat Pegawai Kabupaten Bengkalis terkait dengan

pembinaan aparatur sebagai pelayan publik yang akan memasuki era

Ekonomi ASEAN 2015. Untuk itu perlu penerapan peraturan perundang-

undangan dan kebijakan secara utuh, yaitu reformasi di bidang Diklat,

orientasi kediklatan, akreditasi dan pembaharuan program.

2. Dalam rangka akreditasi Badan Diklat sejak awal dapat dipersiapkan

persyaratan yang berkenaan dengan organisasi dan manajemen, termasuk

mempersiapkan pembentukan komite penjamin mutu Diklat dan

pembentukan Tim yang beranggotakan pegawai Badan Diklat yang

menyusun berkas-berkas dalam berbagai pertemuan intern.

3. Pembaharuan Program Badan Diklat Pegawai Kabupaten Bengkalis dapat

dilakukan dalam setiap tahun anggaran, sehingga menjadi tugas rutin

dimaksudkan untuk memenuhi kompetensi jabatan instansi peserta dan

mengangkat program Diklat yang bersumber dari kearifan lokal.


REFERENSI

Ismadi Ananda. 2007. Kebijakan Publik Dalam Rangka Peningkatan Kinerja Kelembagaan,
Paparan Materi pada Diklatpim Tingkat II LAN tanggal 14 Nopember 2007, Jakarta :
Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Negara Pendayagunan Aparatur Negara

Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community Blueprint),


Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri RI 2009.

Anwar Syarif, (2013) Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia, Artikel Umum,Mei
2013.

Taufik Efendi, (2009), ABC Reformasi Birokrasi, Jakarta, 2009. Agus Purwanto, Erwan.
Bahan Paparan Diskusi Terbatas, UGM, Yogyakarta, 2010.
Effendi, Taufiq. 2008. Permasalahan dan Peningkatan Kinerja SDM Aparatur Negara
Menghadapi Persaingan Global. Semarang.

Sulistyani, Ambar Teguh dan Rosidah. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia (Konsep,
Teori dan Pengembnagan dalam Konteks Organisasi Publik).Yogyakarta : Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai