Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Landasan Pendidikan Kejuruan yang diampu oleh
Prof. H. Ahmad Sonhadji K.H., M.A, Ph.D
DISUSUN OLEH
Bias Damiasa (180551855008)
Bias Damiasa
Program Studi S2 Pendidikan Kejuruan, Fakultas Pascasarjana, Universitas Negeri Malang
Jl. Semarang No.5, Sumbersari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65145
Telp. (0341) 551334
Email: biasd30@gmail.com
ABSTRAK
Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA adalah bentuk kerjasama yang disepakati oleh negara-negara
di kawasan Asia Tenggara untuk menciptakan pasar tunggal. Dengan adanya pasar tunggal, maka
tidak ada batasan terhadap arus barang, investasi, modal, jasa, dan tenaga profesional antar negara-
negara ASEAN. Ini artinya, era Masyarakat Ekonomi ASEAN juga memberikan tantangan bagi
penyelenggara pendidikan, khususnya pendidikan kejuruan, untuk menciptakan lulusan yang terampil
dan kompeten di bidangnya sehingga siap memasuki dunia kerja bahkan bersaing secara ketat di pasar
tunggal Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pada kenyataannya, SMK masih menghadapi banyak kendala
atau tantangan dalam upayanya mempersiapkan lulusan untuk bersaing di era MEA. Berikut ini
dipaparkan beberapa tantangan yang dihadapi, di antaranya: (1) Adanya perubahan keterampilan
yang diperlukan oleh pasar kerja, (2) Karakteristik peserta didik yang senantiasa berubah dari waktu
ke waktu, (3) Kurangnya guru dan tenaga pendidik yang berkualitas, (4) Masih banyak program
kejuruan di SMK dan lembaga pendidikan dan pelatihan kejuruan lain yang belum terakreditasi, (5)
Pendekatan yang masih bersifat supply-driven yang seolah-olah masih dilakukan secara sepihak oleh
penyelenggara pendidikan (6) Minat DUDI yang belum optimal untuk mengembangkan kegiatan
magang guru. Untuk menjawab tantangan global MEA, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Instruksi
Presiden Nomor 9 tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Pembinaan
SMK telah menetapkan lima area revitalisasi yang terdiri atas kurikulum, guru dan tenaga
kependidikan, kerjasama dengan DUDI, sertifikasi dan akreditasi, serta sarpras dan kelembagaan.
Masing-masing dari area revitalisasi tersebut perlu diimplementasikan sebagai langkah nyata demi
terwujudnya sumber daya manusia yang unggul di setiap bidang
.
Kata kunci: tantangan, strategi, MEA, pendidikan kejuruan, revitalisasi
2
Berdasarkan hasil survei Global Competitiveness Index tahun 2013 – 2014, tingkat
persaingan Indonesia masih lemah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN.
Dari delapan negara, Indonesia berada di peringkat kelima, satu tingkat di bawah Thailand
dan di atas peringkat Filipina. Sedangkan untuk posisi puncak ditempati oleh Singapura,
disusul oleh Malaysia dan Brunei Darussalam. Dari segi infrastruktur, kualitas infrastruktur
Indonesia berada di peringkat 92 dari 144 negara. Jika dibandingkan kembali dengan negara-
negara ASEAN, posisi Indonesia masih kalah dengan Singapura, Malaysia, dan Vietnam.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia.
Artinya, Indonesia sebenarnya memiliki potensi sumber daya manusia yang sangat besar.
McKinsey Global Institute mengemukakan prediksi bahwa Indonesia akan menempati
peringkat 7 besar ekonomi dunia pada tahun 2030. Dengan jumlah penduduk yang besar,
prediksi tersebut dapat menjadi kenyataan jika pendidikan di Indonesia mampu menghasilkan
sumber daya manusia yang unggul. Ini artinya, era Masyarakat Ekonomi ASEAN juga
memberikan tantangan bagi penyelenggara pendidikan, khususnya pendidikan kejuruan,
untuk menciptakan lulusan yang terampil dan kompeten di bidangnya sehingga siap
memasuki dunia kerja bahkan bersaing secara ketat di pasar tunggal Masyarakat Ekonomi
ASEAN.
6
3. Strategi Pendidikan Kejuruan dalam Menghadapi MEA
Untuk menjawab tantangan global MEA, Presiden Joko Widodo mengeluarkan
Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan,
disusul dengan nota kesepahaman antar kementerian terkait. Sebagai pilot implementasi
Revitalisasi SMK, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merintis 125
SMK dengan bidang bidang keahlian yang sesuai dengan prioritas pembangunan nasional,
yaitu Kemaritiman, Pariwisata, Pertanian, dan Industri Kreatif yang tersebar di seluruh
Indonesia. Empat sektor unggulan tersebut diharapkan dapat memperkuat daya saing bangsa
dan menyerap sejumlah besar tenaga kerja. Selain itu, Kemdikbud juga merintis 94 SMK
bidang keahlian lainnya, seperti Teknologi dan Rekayasa, Bisnis dan Manajemen, Teknik
Informatika dan Komunikasi, Kesehatan dan Pekerjaan Sosial, serta Energi dan
Pertambangan, sebagai rujukan dan pendukung prioritas pembangunan nasional.
Adapun secara lebih rinci, tujuan yang ingin dicapai dari program Revitalisasi SMK
sesuai Buku Strategi Implementasi Revitalisasi SMK, di antaranya:
1. Mewujudkan link and match sekolah dengan Dunia Usaha/Industri
2. Mengubah paradigma dari push menjadi pull. Artinya paradigma SMK yang dulunya
hanya mendorong untuk mencetak lulusan saja tanpa memperhatikan kebutuhan pasar
kerja berganti menjadi paradigma mencari segala sesuatu yang berhubungan dengan
pasar kerja mulai dari budaya kerja dan kompetensi yang diperlukan dalam pasar kerja
dan menariknya ke dalam SMK untuk disusun kurikulum SMK yang diselaraskan
dengan kurikulum industri
3. Mengubah pembelajaran dari supply driven ke demand driven
4. Menyiapkan lulusan SMK yang adaptable terhadap perubahan dunia untuk menjadi
lulusan yang dapat bekerja, melanjutkan, dan berwirausaha
5. Mengurangi/menghilangkan kesenjangan antara pendidikan kejuruan dengan kebutuhan
DUDI baik dari aspek teknologi, administratif, maupun kompetensi. kebutuhan DUDI
baik dari aspek teknologi, administratif, maupun kompetensi.
Direktorat Pembinaan SMK telah menetapkan lima area revitalisasi yang terdiri atas
kurikulum, guru dan tenaga kependidikan, kerjasama dengan DUDI, sertifikasi dan
akreditasi, serta sarpras dan kelembagaan. Masing-masing dari area revitalisasi tersebut
perlu diimplementasikan sebagai langkah nyata demi terwujudnya sumber daya manusia yang
unggul di setiap bidang. Perwujudan langkah nyata tersebut dilakukan
dengan sepuluh langkah revitalisasi SMK.
7
Langkah pertama, yaitu revitalisasi sumber daya manusia. Meningkatnya kinerja
sumber daya manusia akan berdampak pada kinerja pendidikan yang semakin baik
dalam menjalankan perannya di DUDI dan masyarakat. Revitalisasi sumber daya manusia
dilakukan mulai dari kepala sekolah sebagai pimpinan dan penanggung jawab, guru,
karyawan, serta siswa agar semua komponen sekolah tersebut dapat menghasilkan lulusan
yang mampu menjawab perubahan dunia di era Masyarakat Ekonomi ASEAN ini.
Langkah kedua, yaitu SAS (Sistem Administrasi Sekolah) berbasis SIM (Sistem
Informasi Manajemen) Sekolah Menengah Kejuruan. Menurut McLeod (2001) sistem
informasi manajemen adalah suatu sistem penghasil informasi yang mendukung sekelompok
manajer yang mewakili suatu unit organisasi seperti tingkat manajemen atau bidang
fungsional. Adapun faktor yang menjadi syarat kesuksesan sistem informasi manajemen
suatu sekolah, di antaranya: (1) Ketersediaan; (2) Mudah untuk dipahami; (3) Kesesuaian (4)
Kelengkapan; (5) Ketepatan waktu; (6) Terorganisir; (7)Meningkatkan produktivitas
Langkah ketiga, link and match dengan antara dunia pendidikan dan industri. Adanya
kerjasama dan keterlibatan DUDI membuat penyelenggara pendidikan kejuruan, dalam hal
ini SMK, untuk menyusun kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Adapun
bentuk pelaksanaan kerjasama dengan DUDI dapat diwujudkan dalam bentuk:
1. Kerjasama dengan DUDI
Tujuan kegiatan ini adalah menunjang tercapainya program sekolah serta
mengoptimalkan kerjasama dengan instansi yang relevan dengan kompetensi keahlian
2. Pembentukan Kelas Industri
Siswa dapat menguasai sepenuhnya aspek-aspek kompetensi yang dituntut kurikulum,
serta mengenal lebih dini dunia industri yang menjadi bidang keahliannya
3. Pelaksanaan guru magang
Magang guru dapat meningkatkan relevansi kompetensi keahlian guru, khususnya
guru produktif, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada di
DUDI. Melalui kegiatan ini, guru SMK dapat mengamati secara nyata, kompetensi
seperti apa yang dibutuhkan oleh dunia kerja tersebut.
4. Prakerin
Praktik Kerja Industri yang disingkat dengan “Prakerin” merupakan bagian dari program
pembelajaran yang ditempuh oleh setiap siswa di dunia kerja. Program ini disusun bersama
antara sekolah dan DUDI dalam rangka memenuhi kebutuhan belajar siswa dan sebagai
kontribusi DUDI terhadap pengembangan program pendidikan SMK.
8
Langkah keempat, yaitu penyelarasan kurikulum SMK dengan DUDI. Melalui kegiatan
ini diharapkan dapat menghasilkan kualitas lulusan atau pencari kerja yang dapat memenuhi
kualifikasi dan persyaratan yang dibutuhkan dunia kerja atau dapat melakukan wirausaha
secara mandiri. Tujuan akhir dari penyelarasan ini adalah tercipta paradigma The right man
on the right place, memperkaya lapangan pekerjaan melalui wirausaha dan sekaligus
memperkecil angka penggangguran.
Langkah kelima, yaitu teaching factory. Konsep pembelajaran berbasis teaching factory
menekankan pendidikan yang lebih demand oriented dengan membekali siswa dengan
karakter kewirausahaan (technopreneurship) dan melibatkan DUDI sebagai mitra utama.
Melalui pola teaching factory, kerjasama pendidikan dengan industri berdampak pada proses
pembelajaran yang semakin berorientasi pada kebutuhan industri. Kerjasama yang dibangun
secara sistematis menjadikan Teaching Factory sebagai penghubung antara dunia pendidikan
dengan DUDI guna meningkatkan kualitas guru dan softskill bagi peserta didik.
Langkah keenam, yaitu penggunaan media video tutorial dan portfolio berbasis video e-
report skill. Video E-report skill adalah video yang dibuat oleh peserta didik pada saat
melaksanakan praktik sesuai dengan skema kompetensi melalui rekaman yang dilakukan oleh
teman belajar. Hasil rekaman ini dapat dievaluasi oleh guru atau instruktur dengan mengacu
pada video tutorial terkait persiapan praktik, penggunaan keselamatan kerja, pengoperasian
peralatan/ mesin, langkah kerja, sikap kerja, dan hasil akhir.
Langkah ketujuh, yaitu lembaga sertifikasi profesi. Sertifikasi adalah suatu proses
pengakuan keahlian dan kewenangan seorang dalam melaksanakan tugas-tugas pekerjan
tertentu, melalui sesuatu proses sistem pengujian keahlian yang mengacu kepada standar
keahlian yang berlaku dan diakui oleh lapangan pekerjaan (Depdikbud:2007). Sertifikat
profesi ini meningkatkan keterserapan siswa di dunia kerja sebagai sarana meyakinkan
industri tentang potensi yang dimiliki oleh lulusan SMK. Bahkan, dengan sertifikat profesi
yang dimiliki, dimungkinkan justru DUDI yang mencari lulusan SMK.
Langkah kedelapan, yaitu pemenuhan sarana dan prasarana. Penentuan kebutuhan sarana
dan prasarana didasarkan pada Link and Match, Kurikulum, Teaching Factory, Media
Tutorial/Video E-Report Skill dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Melalui kerja sama
dengan Dunia Industri yang disusun dalam bentuk kurikulum untuk pembelajaran yang
berbasis Teaching Factory, diperlukan media tutorial yang bertujuan untuk menghasilkan
portofolio dari siswa dalam bentuk E- Report Skill. Dari E-Report Skill, diharapkan akan
mempermudah proses percepatan sertifikasi profesi lulusan SMK yang sesuai dengan standart
LSP.
9
Langkah kesembilan adalah mengembangkan kearifan lokal. Menurut Rahyono, kearifan
lokal merupakan pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta lembaga strategi kehidupan
yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai
masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Pengembangan SMK di daerah selayaknya
memiliki acuan pengembangan kearifan lokal. Hal ini bertujuan untuk mengarahkan
pengembangan yang berprinsip pada kebutuhan dan keberlanjutan penyelenggaraan
pendidikan kejuruan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan SMK
berbasis kearifan lokal, di antaranya:
1. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah
2. Menentukan fungsi dan tujuan
3. Menentukan kriteria bahan kajian
4. Menyusun kurikulum berbasis kearifan lokal
5. Menentukan kriteria bahan kajian
6. Menyusun kurikulum berbasis kearifan lokal
10
penerimaan barang dan stock serta laporan keuangan yang dapat dilakukan secara online
oleh manajemen SMK yaitu bagian accounting.
3. Kolaborasi dengan kelompok tani
SMK mampu mengedukasi siswa dengan mengajarkan bagaimana cara mengolah limbah
pertanian, mengolah jerami dengan menggunakan alat teknologi yang dimiliki atau
diciptakan SMK.
4. Kolaborasi dengan industri besar
Kolaborasi SMK dengan industri besar dapat diwujudkan melalui kegiatan Pendidikan
Sistem Ganda (PSG). Sesuai dengan konsepnya, PSG merupakan bentuk
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kejuruan yang memadukan program
pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui bekerja
langsung di dunia kerja. Melalui PSG, siswa belajar tentang manajemen dan
organisasi industri untuk belajar tentang dunia usaha dan cara pengelolaan usaha,
sehingga mereka memiliki wawasan dan pengetahuan tentang dunia usaha.
Daftar Rujukan
Baldwin, R; Dan C.Wyplozs. 2004. The Economic Of European Integration. Mcgraw Hill
F.X, Rahyono. (2009). Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Wedatama.
Stephen M., et al. (2010). Principles And Strategies Of A Successful TVET Program. MTC
Institute. October 2010. 1-16.
Tim Penyusun Kemendikbud. 2016. Revitalisasi Pendidikan Vokasi. Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.
Tim Penyusun Kemendikbud. 2017. Strategi Implementasi Revitalisasi SMK. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
11