Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Undang-Undang nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air
menjelaskan bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa
yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia dalam segala bidang. Pada pasal 1 ayat 1 dikatakan sumber daya air
adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya.
Pada pasal 1 ayat 2 UU No. 7 tahun 2004 menjelaskan bahwa air adalah
semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk
dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di
darat. Air hujan adalah air murni yang berasal dari sublimasi uap air di udara yang
ketika turun melarutkan benda-benda di udara yang dapat mengotori dan
mencemari air hujan seperti gas (O2, CO2, N2), debu, dan lain-lain.
Pemasalahan sumber daya air saat ini sudah menjadi satu permasalahan
yang sangat penting di Indonesia. Permasalahan sumber daya air ini dipengaruhi
oleh perubahan lahan akibat tekanan pertumbuhan dan aktivitas penduduk.
Salah satu solusi permasalahan sumber daya air yaitu dengan mengolah air
hujan. Permenpu No. 11/PRT/M/2014 pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa
pengelolaan air hujan pada bangunan dan persilnya adalah upaya dan kegiatan
untuk mempertahankan kondisi hidrologi alami dengan cara memaksimalkan
pemanfaatan air hujan, infiltrasi air hujan dan menyimpan sementara air hujan
untuk menurunkan debit banjir melalui optimasi pemanfaatan elemen alam dan
pemanfaatan elemen buatan.
Kebutuhan akan air besih umumnya disuplai oleh PDAM Kota Ternate yang
di dapat dari air tanah maupun sungai yang ada di sekitar wilayah Kota Ternate.
Selain itu, ada juga masyarakat maupun kawasan yang tidak mendapatkan suplai
air bersih dari PDAM sehingga air tanah digunakan untuk memenuhi kebutuhan air
bersih. Akan menjadi bahaya jika terjadi eksploitasi berlebihan terhadap air tanah.
Eksploitasi air tanah dapat menyebabkan tanah menjadi amlbes (land subsidence).
Selain itu juga akan terjadi kesulitan air bersih karena air tanah semakin sulit
diperoleh. Apabila eksploitasi air tanah terus berlanjut, maka dikhawatirkan krisis
air akan terjadi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yang
akan dikaji dalam penelitian ini yaitu bagaimana pemanenan air hujan di Kota
Ternate

1
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kegiatan pemanenan air hujan yang dilakukan di Kota Ternate
2. Strategi yang dilakukan dalam kegiatan pemanenan air hujan
3. Manfaat yang di dapat oleh masyarakat

1.4 Batasan Masalah


1. Penelitian dilakukan di Kecamatan Kota Ternate Utara

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hujan
Hujan terjadi karena udara basah yang naik ke atmosfir mengalami
pendinginan sehingga terjadi proses kondensasi. Naiknya udara ke atas dapat
terjadi secara siklonik, orografik, dan konvektif.
a) Hujan konvektif
Di daerah tropis pada musim kemarau udara yang berada di dekat permukan
tanah mengalami pemanasan intensif. Pemanasan tersebut menyebabkan
rapat massa udara berkurang, sehingga terjadi kondensasi dan hujan. Hujan
terjadi karena proses ini disebut hujan konvektif, yang biasanya bersifat
setempat, mempunyai intensitas tinggi dan durasi singkat.
b) Hujan siklonik
Jika massa udara panas yang relatif ringan bertemu dengan massa udara
dingin yang relatif berat, maka udara panas tersebut akan bergerak di atas
udara dingin. Udara yang bergerak ke atas tersebut mengalami pendinginan
sehingga terjadi kondensasi dan terbentuk awan dan hujan. Hujan yang
terjadi disebut hujan siklonik, yang mempunyai sifat tidak terlalu lebat dan
berlangsung dalam waktu lebih lama.
c) Hujan orografis
Udara lembab yang tertiup angin dan melintasi daerah pegunungan akan
naik dan mengalami pendinginan, sehingga terbentuk awan dan hujan. Sisi
gunung yang dilalui oleh udara tersebut banyak mendapatkan hujan dan
disebut lereng hujan, sedang sisi belakang yang dilalui udara kering (uap
air leleh menjadi hujan di lereng) disebut lereng bayangan hujan. Daerah
tersebut tidak permanen dan dapat berubah tergantung pegunungan (hulu
DAS), dan merupakan pemasok air tanah, danau, bendungan, dan sungai.
Air hujan merupakan sumber air yang sangat penting terutama di daerah
yang tidak terdapat sistem penyediaan air bersih, kualitas air permukaan yang
rendah sarta tidak tersedia air tanah (Abdullah et al., 2009).
Selain bermanfaat untuk mengurangi limpasan air hujan dan mereduksi
potensi banjir, pengolahan air hujan juga bermanfaat sebagai berikut:
a) Manfaat terhadap Sumber Daya Air
1) Air yang lebih bersih
Pemafaatan tanaman dan tanah, pemanenan, dan penggunaan air hujan
untuk kebutuhan bangunan gedung dapat mengurangi volume limpasan
air hujan dan kumpulan polutan serta dapat mengurangi frekuensi dan
tingkatan luapan dari air selokan.
2) Suplai air bersih dan memadai

3
Pendekatan implementasi infrastruktur hijau yang menggunakan sistem
infiltrasi berbasis vegetasi tanah dapat digunakan untuk mengisi ulang
air tanah dan menjaga aliran air di dalam tanah.
3) Mengurangi penggunaan air untuk kegiatan sehari-hari dari sumber
lainnya (PDAM, air tanah, dll)
Dengan pemanfaatan air hujan secara optimal untuk kegiatan sehari-
hari, seperti mengairi kebun, taman, dan toilet tentunya penggunaan air
dari sumber-sumber tersebut akan berkurang.
4) Perlindungan terhadap sumber air
Implementasi pengelolaan air hujan memberikan manfaat berupa
penghilangan polutan sehingga memberikan perlindungan terhadap air
tanah dan air permukaan sebagai sumber air minum. Di samping itu
implementasi pengelolaan air hujan juga bermanfaat terhadap
peresapan air tanah.
b) Manfaat terhadap lingkungan dan kehidupan sosial
1) Mengurangi limpasan air hujan keluar dari persil bangunan gedung
Dengan pengelolaan air hujan pada bangunan gedung dan persilnya
melalui pemanfaatan air hujan dan infiltrasi tanah, limpasan air hujan
akan berkurang
2) Mencegah terjadinya penurunan permukaan tanah
Dengan terisinya air tanah melalui kegiatan pengelolaan air hujan pada
bangunan gedung dan persilnya, potensi turunnya permukaan tanah
sebagai akibat dari eksploitasi air tanah akan berkurang.
3) Bagian dari solusi terhadap dampak perubahan iklim
Implementasi pengelolaan air hujan pada bangunan gedung dan
persilnya merupaan bentuk mitigasi dan adaptasi manusia terhadap
perubahan ilim. Pengelolaan air hujan dengan cara mengkonservasi,
memanen, dan menggunakan air untuk kebutuhan bangunan, mengisi
ulang air tanah, dan mengurangi debit limpasan yang dapat
menimbulkan banjir merupakan langkah positif untuk memperbaiki
kondisi lingkungan yang pada akhirnya dapat memperbaiki iklim
lingkungan.
2.2 Kebutuhan Air
Menurut SNI 03-7065-2005, penggunaan air bersih untuk berbagai gedung
disajikan pada tabel 2.1 berikut:

4
Tabel 2.1 Pemakaian air minimum sesuai penggunaan gedung
No. Penggunaan Gedung Pemakaian Air Satuan

1 Rumah tinggal 120 Liter/penghuni/hari

2 Rumah susun 1001) Liter/penghuni/hari

3 Asrama 120 Liter/penghuni/hari

4 Rumah Sakit 5002) Liter/tempat tidur pasien/hari

5 Sekolah Dasar 40 Liter/siswa/hari

6 SLTP 50 Liter/siswa/hari
SMU/SMK dan lebih
7 80 Liter/siswa/hari
tinggi
Liter/penghuni dan
8 Ruko/rukan 100
pegawai/hari
9 Kantor/Pabrik 50 Liter/pegawai/hari

10 Toserba, toko pengecer 5 Liter/m2

11 Restoran 15 Liter/kursi

12 Hotel berbintang 250 Liter/tempat tidur/hari

13 Hotel Melati/Penginapan 150 Liter/tempat tidur/hari


Gedung Pertunjukan,
4 10 Liter/kursi
Bioskop
15 Gedung Serba Guna 25 Liter/kursi
Liter/penumpang tiba dan
16 Staiun, Terminal 3
pergi
17 Tempat Peribadatan 5 Liter/orang
1)
Sumber : hasil pengkajian Puslitbang pemukiman Dep. Kimpraswil tahun 2000
2)
Permen Kesehatan RI No. 986/Menkes/Per/IX/1992

5
Tabel 2.2 Pemakaian air dingin pada alat plumbing menurut SNI 03-7065-2005
Setiap Pemakaian
No. Nama Alat Plumbing Waktu Pengisian (detik)
(liter)
1 Kloset, katup gelontor 15 10

2 Kloset, tangki gelontor 14 60

3 Peturasan, katup gelontor 5 10

4 Peturasan, tangki gelontor 14 300

5 Bak cuci tangan kecil 10 18

6 Bak cuci tangan biasa 10 40


Bak cuci tangan dapur,
7 15 60
dengan keran 13 mm
Bak cuci tangan dapur,
8 25 60
dengan keran 20 mm
9 Bak mandi (bathtub) 125 250

10 Pancuran mandi (shower) 42 210

2.3 Pemanenan Air Hujan


Permenpu No. 11/PRT/M/2014 menjelaskan bahwa memanen air hujan
adalah teknik yang digunakan untuk mengumpulkan air hujan untuk kemudian
dapat diresapkan ke dalam tanah, dimanfaatkan untuk kebutuhan tertentu, atau
disalurkan ke saluran drainase perkotaan.
Pemanenan Air Hujan (PAH) merupakan metode atau teknologi yang
digunakan untuk mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan,
permukaan tanah, jalan atau perbukitan batu dan dimanfaatkan sebagai salah satu
sumber suplai air bersih (Abdullah et al., 2009).
Pemanenan air hujan dengan teknik modern sudah dipraktikkan di banyak
negara maju. Banyak perusahaan air minum yang sudah menjual peralatan satu
paket dan siap dengan pemasangannya. Dengan demikian, pemilik rumah tinggal
memesan dengan harga yang telah ditentukan sesuai dengan tipe rumah (luas atap)
dan jumlah anggota keluarga atau luas atap perkantoran dengan jumlah
pegawainya.
Kelebihan dari memanen air hujan adalah sebagai berikut (Krisan dalam
Yudhi, 2014)

6
1. Air merupakan benda bebas, satu-satunya biaya adalah hanya untuk
pengumpulan dan penggunaan
2. Tidak dibutuhkan sistem distribusi yang rumit dan mahal
3. Air hujan dapat menjadi sumber air alternatif ketika air tanah tidak tersedia
atau tidak dapat digunakan
4. Panen air hujan mengurangi arus ke aliran limpasan permukaan dan juga
mengrurangi sumber polusi.
5. Panen air hujan mengurangi permintaan kebutuhan air puncak musim
kemarau
6. Panen air hujan mengurangi biaya penggunaan listrik dan PAM
2.4 Tipe Sistem Pemanenan Air Hujan
Beberapa sistem pemanenan air hujan yang dapat diterapkan adalah sebagai
berikut:
1) Sistem atap (roof system) menggunakan atap rumah secara individual
memungkinkan air yang akan terkumpul tidak terlalu signifikan, namun
apabila diterapkan secara masal maka air yang terkumpul sangat berlimpah.
2) Sistem permukaan tanah (land catchment area) menggunakan permukaan
tanah merupakan metode yang sangat sederhana untuk mengumpulkan air
hujan. Dibandingkan dengan sistem atap, pemanenan air hujan dengan
sistem ini lebih banyak mengumpulkan air hujan dari daerah tangkapan
yang lebih luas. Air hujan yang terkumpul dengan sistem ini lebih cocok
digunakan untuk pertanian, karena kualitas air yang rendah. Air dapat
ditampung dalam embung atau danau kecil. Namun, ada kemungkinan
sebagian air yang tertampung akan meresap ke dalam tanah.
2.5 Komponen Sistem Pemanenan Air Hujan
Sistem pemanenan air hujan biasanya terdiri dari area tangkapan, aluran
pengumpulan atau pipa yang mengalirkan air hujan yang turun di atap tangki
penyimpanan (cistern or tanks). Saluran pengumpulan atau pipa mempunyai
ukuran, kemiringan, dan dipasang sedemikian rupa agar kuantitas air hujan dapat
tertampung semaksimal mungkin. Ukuran saluran penampung tergantung pada luas
area tangkapan hujan, biasanya diameter saluran penampung berukuran 20-50 cm
(Abdulla et al., 2009). Filter dibutuhkan untuk menyaring sampah (daun, plastik,
dan ranting) yang ikut bersama air hujan dalam saluran penampung sehingga
kualitas air hujan terjaga. Dalam kondisi tertentu, filter harus bisa dilepas dengan
mudah dan dibersihkan dari sampah.
Komponen dasar dari suatu pemanen air hujan terdiri dari lima dasar yaitu
1. Permukaan daerah tangkapan air hujan
Atap bangunan merupakan pilihan sebagai area penangkapan air hujan.
Jumlah air yang dapat ditampung dari sebuah atap tergantung dari material
atap tersebut, dimana semakin baik jika permukaan semakin halus.

7
Gambar 2.1 Area Tangkapan Air Hujan
2. Talang dan pipa downspout
Berfungsi menangkap dan menyalurkan air hujan yang melimpas dari atap
menuju tempat penampungan. Material yang biasa dipergunakan pada unit
adalah PVP, vynil, dan galvanized steel.

Gambar 2.2 Talang yang Terpasang Saringan Daun


(Sumber : Heather Kinkade-Levario, 2007)
3. Saringan daun, saluran penggelontar air hujan pertama (fisrt flush diverters)
dan atap pencuci atap
Komponen penghilang kotoran dari air yang ditangkap oleh permukaan
penangkap sebelum penampungan. Umumnya sebelum air hujan masuk ke
dalam penampungan, air hujan yang pertama kali turun dialirkan terebih
melalui saluran penggelontor air hujan pertama (first flush diverters).
Karena air hujan yang pertama kali jatuh membasahi atap membawa
berbagai kotoran, zat kimia berbahaya, dan beberapa jenis bakteri yang
berasal dari sisa-sisa orgasme.

8
Gambar 2.3 Saringan Daun
(Sumber : Heather Kinkade-Levario, 2007)
4. Tangki/bak penampungan
Bagian ini merupakan bagian termahal dari sistem panen air hujan. Ukuran
tangki penampungan ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain:
persediaan air hujan permintaan kebutuhan air, lama musim kemarau,
penampung area penangkap dan dana yang tersedia.
5. Pemurnian dan penyaringan air
Komponen ini hanya dipakai pada sistem pemanen air hujan sebagai sumber
air minum.
Sedangkan contoh komponen lengkap sebuah pemanen air hujan modern pada
sebuah residensial dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 2.4 Komponen Bagian-bagian Pemanen Air Hujan


(Sumber : Heather Kinkade-Levario, 2007)
Keterangan :
1. Atap
2. Talang
3. Pipa

9
4. Pipa downspout
5. Pipa sambungan ke cistern
6. Pemisah sedimen atau puing, alat penggelontor
7. Sumbatan untuk pembersihan
8. Catchbasin
9. Inlet air hujan
10. Level maksimum
11. Level minimum air
12. Penutup tangki
13. Pipa suplai air alternatif/resapan
14. Katup khas
15. Atmospheric vaccum breaker
16. Sumber air alternatif/mata air
17. Pipa overflow pada tangki
18. Landscope irrigation supplay filter
19. Penyaringan pasir
20. Pompa untuk irigasi
21. Katup khas
22. Jaringan supplay untuk irigasi
23. Tempat pengambilan sisa buangan
24. Kran untuk mengeringkan tangki
Setelah sistem jaringan pipa penghubung terpasang dari talang ke tangki
penampungan kemudian dihubungkan dengan jaringan pipa dalam bangunan yang
menghubungkan dengan jaringan pipa air bersih seperti gambar berikut:

Gambar 2.5 Sistem Plumbing Pemanfaatan Air Hujan


(Sumber : Texas Water Defelopment Board, 2006)

10
Sedangkan untuk peletakkan tangki penampungan tergantung pada
ketersediaan ruang di luar bangunan. Tangki bisa diletakkan dalam tanah atau di
atas permukaan tanah. Peletakan tangki lebih baik menyesuaikan dengan keadaan
talang dan perpipaan air bersih di bangunan sehingga air dapat mengalir dengan
gravitasi dan dapat menghemat penggunaan pompa. Apabila tidak memungkinkan,
dapat menggunakan sistem dua tangki yang mana tangki bawah dipompa ke tangki
atas bangunan sehingga air dapat mengalir secara gravitasi. Apabila ingin
menyimpan cadangan air hujan dengan kapasitas besar, tangki dapat ditambah dan
dihubungkan satu sama lain.

Gambar 2.6 Tangki air hujan bawah tanah

11
Gambar 2.7 Tangki air hujan terletak berada ditengah antara lantai 1 dan
lantai 2
Apabila ingin menyimpan cadangan air hujan dengan kapasitas yang lebih
besar, tangki dapat ditambah dan dihubungkan seperti gambar berikut:

Gambar 2.8 Sistem 3 tangki penampung air yang saling berhubungan


2.6 Sumur Resapan
Sumur resapan adalah sarana drainase yang berfungsi untuk meresapkan air
hujan dari atap bangunan gedung ke dalam tanah melalui lubang sumuran. Atau
bisa di katakana sumur resapan yaitu sarana untuk menampung dan meresapkan air
hujan ke dalam tanah. Persyaratan teknis sumur resapan yang harus dipenuhi
sebagai berikut,

12
1) Kedalaman air tanah
Kedalaman air tanh minimum 1,50 m pada musim hujan.
2) Permeabilitas tanah
Struktur tanah yang dapat digunakan harus mempunyai nilai permeabilitas
tanah ≥ 2,0 cm/jam, dengan klasifikasi sebagai berikut:
a) Permeabilitas tanah sedang (geluh kelanauan, 2,0-3,6 cm/jam atau 0,48-
0,864 m3/m2/hari)
b) Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus, 3,6-36 cm/jam atau 0,864-
8,64 m3/m2/hari)
c) Permeabilitas tanah cepat (pasir kasar, lebih besat dari 36 cm/jam atau
8,64 m3/m2/hari)
3) Jarak terhadap bangunan
Jarak penempatan sumur resapan air hujan terhadap bangunan dapat di lihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.3 Jarak Minimum Sumur Resapan Air Hujan Terhadap Bangunan
No Bangunan Jarak minimum dari
sumur resapan air
hujan (m)
1 Sumur resapan air hujan/sumur air bersih 3
2 Pondasi bangunan 1
3 Bidang resapan/sumur resapan/tangki 5
septik
Sumber : Lampiran PermenPu No. 11/PRT/M/2014

Gambar 2.9 Tampak Atas Penempatan Sumur Resapan pada Persil


Bangunan Gedung pada Kasus Rumah Kopel

13
Sumber : Lampiran PermenPu No. 11/PRT/M/2014

4) Tipe Sumur Resapan


Berdasarkan pembuatannya, sumur resapan dapat dibagi menjadi 2, yaitu
sumur resapan yang diproduksi secara fabrikasi (sumur resapan modular)
dan sumur resapan konvensional yang dibuatt langsung pada persil
bangunan.
Sumur resapan yang diproduksi secara fabrikasi (sumur resapan modular)
dapat tersedia dalam berbagai bentuk, dimensi, dan material. Penggunaan
sumur resapan modular harus tetap mengakomodasi ketetapan status wajid
kelola air hujan.
Penggunaan dan pembuatan sumur resapan konvensional harus sesuai
dengan SNI 03-2453-2002 tentang Tata Cara Sumur Resapan Air Hujan
untuk Lahan Pekarangan.
2.7 Penelitian Terdahulu
Faisal Nurrohman, Satria Waskita Eka Paksi, Sri Sangkawatim Sugiyanto
dalam Perencanaan Panen Air Hujan Sebagai Sumber Air Alternatif Pada Kampus
Universitas Diponegoro pada tahun 2015: Perencanaan bangunan panen air hujan
dilengkapi dengan perencanaan sumur resapan, taman resapan, dan resapan untuk
meresapkan air ke dalam tanah. Hasil simulasi panen air hujan didapatkan besar
volume tampungan yang dapat memenuhi kebutuhan air selama 75% bulan dalam
setahun. Penggunaan panen air hujan mengembalikan pengambilan air sumur
menjadi normal pada kondisi debit pengambilan optimum. Air hujan yang dapat
diresap oleh bangunan retensi sebesar 51% dari total potensi air hujan
Endah Lestari, Buddy Pamuji dalam Perencanaan Teknologi Pemanen Air
Hujan Sebagai Sumber Air Bersih Pada Masjid Agung Banjarbaru pada tahun 2017:
Air hujan dapat memenuhi kebutuhan air bersih pada Masjid Agung Banjarbaru di
karenakan volume air yang dihasilkan suplai air hujan lebih besar dari volume
kebutuhan air baku setiap bulannya. Area koleksi pada bangunan Masjid Agung
adalah bagian atap. Sistem drainase atau pengiriman air hujan dari permukaan atap
ke wadah penyimpanan menggunakan talang dan pipa vertikal. Kolam-kolam
penampung air hujan juga berfungsi sebagai elemen estetika bagi bangunan, yang
menglirkan air hujan ke ruang-ruang wudhu dan kamar mandi.
Yogi Septian Malik, Imam Suprayogi, Jecky Asmura dalam Kajian
Pemanenan Air Hujan sebagai Alternatif Pemenuhan Air Baku di Kecamatan
Bengkalis pada tahun 2016: Perencanaan pemanenan air hujan direncanakan
dengan mengguanakan software Rain Cycle 2. Perencanaan dimaksudkan sebagai
bantuan untuk pengambilan keputusan dan dapat membantu untuk menghapus
beberapa ketidakpastian tentang pasokan air/permintaan fluks dan masalah biaya
sekitar struktur Rainwater Harvesting. Bak penampung diasumsikan menggunakan

14
tangki fiber. Dalam penerapan teknologi pemanenan air hujan dengan
penampungan menggunaan tangki sangat tergantung dengan kemampuan
penghasilan masyarakat di kawasan tersebut serta kepemilikan luas pekarangan
masyarakat skala individu terhadap pemenuhan kebutuhan air bersih.
Resti Kharisma, Ananto Yudono, Rita Tahir Lopa dalam Pemanfaatan
Rainwater Harvesting (Pemanenan Air Hujan) Berbasis Low Impact Development
(Studi Kasus : Kawasan Pendidikan FT – UH Gowa) pada tahun 2016: Perencanaan
di lakukan dengan konsep Low Impact Development atau pengelolaan air hujan
secara lokal yang ramah lingkungan. Pemanenan air hujan dibagi menjadi dua yaitu
pada bangunan dan ruang terbuka. Rata-rata penggunaan air hujan yang dapat
digunakan untuk mengurangi penggunaan sumber air tanah (sumur) yaitu 10,55 %
dari total pemanenan air hujan itu sendiri. Penampungan hasil dari pemanenan air
hujan menggunakan tangki dan kolam.
Imam Suprayogi, Bochari, Suwondo, Jacky Asmura dalam Pemanfaatan
Pemanenan Air Hujan Skala Individu untuk Kebutuhan Air Bersih pada Pulau
Kecil, pada tahun 2017: Simulasi perencanaan pemanenan air hujan menggunakan
software Rain Cycle 2 dengan input yang terdiri dari luas efektif atap rumah, jumlah
hujan harian dalam satu tahun, koefisien pengaliran dari atap dan data kebutuhan
air berdasarkan jumlah anggota keluarga. Dalam penerapannya, sangat tergantung
dari kemampuan penghasilan serta kepemilikan luas pekarangan yang dimiliki oleh
masyarakat.
Eka Sutrisno, Yusni Ikhwan Siregar, Nofrizal dalam Pengembangan Sistem
Pemanenan Air Hujan untuk Penyediaan Air Bersih di Selatpanjang Riau pada
tahun 2016: Simulasi dimaksudkan untuk menganalisis potensi ketersediaan air
bersih di Selatpanjang Riau. Pengembangan sistem ini untuk mengantisipasi
kekurangan air bersih pada saat musim kemarau. Dalam pelaksanaannya, desain
pembangunan sistem pemanenan air hujan disesuaikan dengan kondisi wilayah.
Alternatif pertama dengan memanfaatkan atap rumah sebagai penangkap air hujan
skala individu, skala tiga rumah dan skala lima rumah.

15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian dilaksanakan dengan mencari informasi dari berbagai pihak guna
memenuhi penelitian ini.
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penilitian dilaksanakan di Kota Ternate khususnya Kecamatan Kota Ternate
Utara.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam rangka pelaksanaan penelitian dilakukan dengan
mencari informasi dari berbagai media dan mewawancarai narasumber terkait
sekaligus mengumpulkan data-data yang valid.
3.4 Analisis Data
Data-data yang telah di kumpulkan kemudian dijadikan acuan untuk
penulisan karya tulis ilmiah ini.

16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemanenan Air Hujan di Kota Ternate


Kegiatan pengolahan air hujan di kota Ternate sebenarnya telah dilakukan
oleh masyarakat kota Ternate dengan cara sederhana, yaitu air hujan yang jatuh di
atap rumah ditampung ke dalam ember atau tong. Penyaluran air hujan yang jatuh
di atap ke dalam penampungan hanya memanfaatkan sebagian atap saja. Selain itu
sistem penyaring yang dipasang untuk menyaring kotoran (daun, dll.) dari atap
masih menggunakan peralatan sederhana seperti kain.
Kecamatan Kota Ternate Utara merupakan salah satu kawasan yang telah
melaksanakan kegiatan pemanenan air hujan secara lebih modern. Kecamatan
Ternate Utara memiliki luas wilayah 23,16 km2 dengan jumlah penduduk 50.723
jiwa dan 13.920 kepala keluarga yang tersebar di 14 kelurahan. Kegiatan ini
dinamakan dengan GEMMA CAMTARA atau Gerakan Menabung dan Memanen
Air Hujan Kecamatan Ternate Utara.

Gambar 4.1 IPAH di salah satu rumah warga


4.2 Pemanenan Air Hujan di Kecamatan Ternate Utara
Gemma Camtara atau Gerakan Menabung dan Memanen Air Hujan
Kecamatan Ternate Utara adalah sebuah program yang dilakukan pemerintah

17
kecamatan Ternate Utara dalam melakukan upaya-upaya dalam rangka menjaga
keseimbangan air tanah sebgai sumber baku air bersih khususnya di Kecamatan
Ternate Utara dan Kota Ternate pada umumnya.
Maksud dari program ini yaitu untuk memberikan pengetahuan dan
pemahaman kepada masyarakat bahwa sumber baku air bersih di Kecamatan Kota
Ternate Utara dalam hal ini air tanah bisa saja habis bila tidak dijaga kelestariannya.
Sedangkan tujuan dari program ini yaitu semakin banyak warga yang turut
melakukan konservasi air tanah dengan pembuatan lubang resapan bioporu, sumur
resapan, penanaman pohon dan pembangunan Instalasi Pemanfaatan Air Hujan.
4.3 Bentuk Kegiatan
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam Gemma Camtara atau Gerakan
Menabung dan Memanen Air Hujan antara lain:
1. Sosialisasi, Simulasi, dan Kampanye
Sosialisasi Gemma Camtara dilakukan pada kalangan Aparatur Sipil Negara
(ASN) se kecamatan Kota Ternate Utara, Organisasi Perangkat Daerah
(OPD), instansi dan organisasi kemudian ke masyarakat di tingkat
kelurahan dan tingkat Rukun Tetangga (RT).

Gambar 4.2 Sosialisasi Gemma Camtara di Kelurahan Facei

18
Sosialisasi juga di lakukan dikalangan pelajar dan mahasiswa. Untuk lebih
memaksimalkan hasilnya dalam sosialisasi juga dilakukan simulasi
pemanfaatan air hujan melalui maket miniature IPAH. Selain sosialisasi dan
simulasi juga dilakukan kampanye penyelamatan air tanah melalui media
cetak, media sosial, media radio, dan TV lokal.
2. Pembangunan Sistem Pemanfaatan Air Hujan
Kecamatan Kota Ternate Utara melakukan upaya-upaya dalam
rangka untuk menjaga keseimbangan air bawah tanah sebagai sumber air
bersih jangka panjang. Upaya-upaya dimaksud dalam bentuk Pembangunan
Sumur Resapan dan Lubang Resapan Biopori melalui Program Dana
Partisipatif Kecamatan Kota Ternate Utara Tahun Anggaran 2015 dan 2016.
Program Dana Partisipatif Kecamatan adalah program
pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana umum dan sosial yang
berskala kecil di kelurahan dengan pelibatan peran serta aktif dari
masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya. Dana
yang diberikan untuk pembangunan atau rehabilitasi dalam program ini
hanya bersifat stimulant, pekerjaannya dilakukan secara swadaya dan
mandiri oleh masyarakat. Pada tahun anggaran 2015 melalui program ini
telah dibangun 14 sumur resapan di 14 kelurahan. Lokasi pembangunan
berpusat di kantor lurah dan di sarana peribadatan seperti masjid/musholla.
Pada tahun anggaran 2016 dengan alokasi anggaran yang sama,
pembangunan sumur resapan diganti dengan pembangunan lubang resapan
diganti dengan pembangunan lubang resapan biopori sebanyak 40 buah di
setiap kelurahan dengan total 560 buah lubang resapan biopori yang telah
dibangun. Perubahan ini dimaksudkan agar sosialisasi dan edukasi secara
implementatif tentang konservasi air tanah bisa lebih luas lagi di kelurahan.
Pada tahun 2017 melalui program Dana Pembanguna Partisipatif
Kelurahan/DPP, pembangunan sumur resapan dan lubang resapan biopori
yang telah dilakukan dau tahun sebelumnya menjadi pembangunan IPAH.
Setiap kelurahan melalui DPPK tahun 2017 dibangun masing-masing satu
unit instalasi.
Instalasi Pemanfaatan Air Hujan dibangun secara sederhana untuk
menangkap , menyaring, dan menyalurkan air hujan melalui bidang tangkap
atap rumah ke penampung dan sumur resapan. Komponen-komponen IPAH
yaitu:
1) Profil tank atau bak yang terbuat dari batu dan semen yang
berfungsi sebagai penampung air hujan
2) Alas berupa pasangan batu dan beton, kayu, atau besi yang
ketinggiannya di atur lebih dari dasar/lantai yang berfungsi

19
untuk menahan beban penampungan dan memberikan efek
gravitasi sehingga air yang dialirkan dari penampung tidak
menggunakan pompa air
3) Penyalur air hujan berupa talang air hujan, pipa pvc, sambungan
pipa, dop pipa, stop kran yang berfungsi mengalirkan air hujan
dari atap ke penampung dan sumur resapan.
4) Penyaring/ pengali air kotor yang terdiri dari penyaring kasar
yang berfungsi mencegah kotoran seperti daun, pengalih air
kotor yang berfungsi memisahkan air hujan pertama, penyaring
halus yang berfungsi menyaring kotoran halus, dan sumur
resapan.
Ada berbagai manfaat yang didapat dari instalasi ini secara langsung
oleh pengguna maupun lingkungan di antaranya:
1) Efisiensi Penggunaan Air PDAM
2) Mencegah terjadinya banjir dan kekeringan
3) Menjaga stabilitas ketersediaan air tanah
4) Pembangunan yang berwawasan lingkungan
5) Perilaku hemat menggunakan air bersih
6) Revitalisasi gotong royong
3. Kerjasama dan Kolaborasi
Dalam pelaksanaan pembangunan, satu unit IPAH setiap kelurahan
tentu belum cukup. Idealnya setiap bangunan harus mempunyai instalasi
atau paling tidak satu bangunan terdapat satu sumur resapan. Namun
dikarenakan keterbatasan anggaran, pihak kecamatan menjalin kerja sama
dan kolaborasi program dengan instansi dan lintas sektor terkait lainnya.
Kerjasama dilakukan dengan perguruan tinggi, instansi terkait, dan
badan usaha. Kerjasama program dengan 5 pendidikan tinggi yang ada di
Ternate dilakukan dengan maksud Program Gemma Camtara bisa
diketahui warga lebih luas lagi, tidak hanya di Kecamatan Kota Ternate
Utara namun juga di kecamatan lain di Kota Ternate bahkan di
kabupaten/kota lain di Provinsi Maluku Utara. Bentuk kerjasama dimaksud
adalah dengan sosialisasi Gemma Camtara dan pembangunan IPAH oleh
mahasiswa melalui kegiatan pengabdian masyarakat seperti Kubermas,
KKS, KKLI, PKL dll.

20
Gambar 4.3 Sosialisasi kepada Mahasiswa UMMU yang akan
melaksanakan Kuliah Kerja Sosial (KKS)
Kerjasama dengan instansi di lingkup Kota Ternate seperti PDAM,
DLH, DPUPR, BPBD, PMI, Program Kotaku, TP PKK, DWP Kota Ternate
dll. Kerjasama juga dijalin dengan instansi di tingkat Provinsi Maluku Utara
Satker PSPAM, Satker PLP, BWS dll. Kerjasama dengan badan usaha baik
milik pemerintah maupun swasta dimaksudkan untuk pembangunan IPAH
Gemma Camtara dapat dilakukan melalui Program Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan (CSR).

Gambar 4.4 Gemma Camtara bekerjasama dengan Bank Indonesia


dan komunitas pemerhati lingkungan
4. Program Sedekah Air Hujan dan Arisan Air Hujan
Program sedekah air hujan merupakan program yang mengajak
warga yang berkelebihan rezeki untuk menyedekahkan sebagian rezekinya
itu untuk membangun instalasi atau mengadakan material/bahan dari
komponen instalasi. Adapun sasaran dari program ini adalah rumah tangga
kurang mampu/masyarakat berpenghasilan rendah, masjid, musholla, panti

21
asuhan dan pesantren. Dalam perspektif yang lain, yang dimaksud dengan
kata “warga” diatas dapat berarti instansi, lembaga, organisasi, badan usaha,
atau korporasi, sedangkan kata “sedekah” dapat berarti bantuan/hibah dari
program tanggung jawab sosialnya.

Gambar 4.5 Salah satu IPAH dari hasil sedekah air hujan
Program arisan air hujan merupakan program pembangunan IPAH
secara mandiri oleh instansi atau warga secara berkelompok dengan sistem
arisan. Dengan program ini pembangunan instalasi tidak terasa
memberatkan dari aspek pembiayaan, karena dicicil oleh masing-masing
anggota dalam kelompok arisan tersebut.

22
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1) Kegiatan pemanenan air hujan di kota Ternate sudah dilaksanakan oleh
beberapa lapisan masyarakat namun tidak maksimum.
2) Kecamatan Ternate Utara merupakan salah satu wilayah yang
melaksanakan kegiatan pemanenan air hujan dengan cara yang lebih
modern. Kegiatan ini dinamakan GEMMA CAMTARA atau Gerakan
Menabung dan Memanen Air Hujan
3) Sasaran dari kegiatan ini yaitu rumah warga kurang mampu, sekolah dan
fasilitas umum seperti tempat ibadah.
4) Tujuan dari kegiatan ini untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat
bahwa penting untuk menjaga ketersediaan air tanah agar kedepannya air
tanah di wilayah kota Ternate tidak habis.
5.2 Saran
Kegiatan menabung dan memanen air hujan dapat di laksanakan di seluruh
kota Ternate guna mengurangi penggunaan air tanah yang berlebihan dan mengisi
kembali air tanah untuk kebutuhan di masa yang akan datang.

23

Anda mungkin juga menyukai