PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kegiatan pemanenan air hujan yang dilakukan di Kota Ternate
2. Strategi yang dilakukan dalam kegiatan pemanenan air hujan
3. Manfaat yang di dapat oleh masyarakat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hujan
Hujan terjadi karena udara basah yang naik ke atmosfir mengalami
pendinginan sehingga terjadi proses kondensasi. Naiknya udara ke atas dapat
terjadi secara siklonik, orografik, dan konvektif.
a) Hujan konvektif
Di daerah tropis pada musim kemarau udara yang berada di dekat permukan
tanah mengalami pemanasan intensif. Pemanasan tersebut menyebabkan
rapat massa udara berkurang, sehingga terjadi kondensasi dan hujan. Hujan
terjadi karena proses ini disebut hujan konvektif, yang biasanya bersifat
setempat, mempunyai intensitas tinggi dan durasi singkat.
b) Hujan siklonik
Jika massa udara panas yang relatif ringan bertemu dengan massa udara
dingin yang relatif berat, maka udara panas tersebut akan bergerak di atas
udara dingin. Udara yang bergerak ke atas tersebut mengalami pendinginan
sehingga terjadi kondensasi dan terbentuk awan dan hujan. Hujan yang
terjadi disebut hujan siklonik, yang mempunyai sifat tidak terlalu lebat dan
berlangsung dalam waktu lebih lama.
c) Hujan orografis
Udara lembab yang tertiup angin dan melintasi daerah pegunungan akan
naik dan mengalami pendinginan, sehingga terbentuk awan dan hujan. Sisi
gunung yang dilalui oleh udara tersebut banyak mendapatkan hujan dan
disebut lereng hujan, sedang sisi belakang yang dilalui udara kering (uap
air leleh menjadi hujan di lereng) disebut lereng bayangan hujan. Daerah
tersebut tidak permanen dan dapat berubah tergantung pegunungan (hulu
DAS), dan merupakan pemasok air tanah, danau, bendungan, dan sungai.
Air hujan merupakan sumber air yang sangat penting terutama di daerah
yang tidak terdapat sistem penyediaan air bersih, kualitas air permukaan yang
rendah sarta tidak tersedia air tanah (Abdullah et al., 2009).
Selain bermanfaat untuk mengurangi limpasan air hujan dan mereduksi
potensi banjir, pengolahan air hujan juga bermanfaat sebagai berikut:
a) Manfaat terhadap Sumber Daya Air
1) Air yang lebih bersih
Pemafaatan tanaman dan tanah, pemanenan, dan penggunaan air hujan
untuk kebutuhan bangunan gedung dapat mengurangi volume limpasan
air hujan dan kumpulan polutan serta dapat mengurangi frekuensi dan
tingkatan luapan dari air selokan.
2) Suplai air bersih dan memadai
3
Pendekatan implementasi infrastruktur hijau yang menggunakan sistem
infiltrasi berbasis vegetasi tanah dapat digunakan untuk mengisi ulang
air tanah dan menjaga aliran air di dalam tanah.
3) Mengurangi penggunaan air untuk kegiatan sehari-hari dari sumber
lainnya (PDAM, air tanah, dll)
Dengan pemanfaatan air hujan secara optimal untuk kegiatan sehari-
hari, seperti mengairi kebun, taman, dan toilet tentunya penggunaan air
dari sumber-sumber tersebut akan berkurang.
4) Perlindungan terhadap sumber air
Implementasi pengelolaan air hujan memberikan manfaat berupa
penghilangan polutan sehingga memberikan perlindungan terhadap air
tanah dan air permukaan sebagai sumber air minum. Di samping itu
implementasi pengelolaan air hujan juga bermanfaat terhadap
peresapan air tanah.
b) Manfaat terhadap lingkungan dan kehidupan sosial
1) Mengurangi limpasan air hujan keluar dari persil bangunan gedung
Dengan pengelolaan air hujan pada bangunan gedung dan persilnya
melalui pemanfaatan air hujan dan infiltrasi tanah, limpasan air hujan
akan berkurang
2) Mencegah terjadinya penurunan permukaan tanah
Dengan terisinya air tanah melalui kegiatan pengelolaan air hujan pada
bangunan gedung dan persilnya, potensi turunnya permukaan tanah
sebagai akibat dari eksploitasi air tanah akan berkurang.
3) Bagian dari solusi terhadap dampak perubahan iklim
Implementasi pengelolaan air hujan pada bangunan gedung dan
persilnya merupaan bentuk mitigasi dan adaptasi manusia terhadap
perubahan ilim. Pengelolaan air hujan dengan cara mengkonservasi,
memanen, dan menggunakan air untuk kebutuhan bangunan, mengisi
ulang air tanah, dan mengurangi debit limpasan yang dapat
menimbulkan banjir merupakan langkah positif untuk memperbaiki
kondisi lingkungan yang pada akhirnya dapat memperbaiki iklim
lingkungan.
2.2 Kebutuhan Air
Menurut SNI 03-7065-2005, penggunaan air bersih untuk berbagai gedung
disajikan pada tabel 2.1 berikut:
4
Tabel 2.1 Pemakaian air minimum sesuai penggunaan gedung
No. Penggunaan Gedung Pemakaian Air Satuan
6 SLTP 50 Liter/siswa/hari
SMU/SMK dan lebih
7 80 Liter/siswa/hari
tinggi
Liter/penghuni dan
8 Ruko/rukan 100
pegawai/hari
9 Kantor/Pabrik 50 Liter/pegawai/hari
11 Restoran 15 Liter/kursi
5
Tabel 2.2 Pemakaian air dingin pada alat plumbing menurut SNI 03-7065-2005
Setiap Pemakaian
No. Nama Alat Plumbing Waktu Pengisian (detik)
(liter)
1 Kloset, katup gelontor 15 10
6
1. Air merupakan benda bebas, satu-satunya biaya adalah hanya untuk
pengumpulan dan penggunaan
2. Tidak dibutuhkan sistem distribusi yang rumit dan mahal
3. Air hujan dapat menjadi sumber air alternatif ketika air tanah tidak tersedia
atau tidak dapat digunakan
4. Panen air hujan mengurangi arus ke aliran limpasan permukaan dan juga
mengrurangi sumber polusi.
5. Panen air hujan mengurangi permintaan kebutuhan air puncak musim
kemarau
6. Panen air hujan mengurangi biaya penggunaan listrik dan PAM
2.4 Tipe Sistem Pemanenan Air Hujan
Beberapa sistem pemanenan air hujan yang dapat diterapkan adalah sebagai
berikut:
1) Sistem atap (roof system) menggunakan atap rumah secara individual
memungkinkan air yang akan terkumpul tidak terlalu signifikan, namun
apabila diterapkan secara masal maka air yang terkumpul sangat berlimpah.
2) Sistem permukaan tanah (land catchment area) menggunakan permukaan
tanah merupakan metode yang sangat sederhana untuk mengumpulkan air
hujan. Dibandingkan dengan sistem atap, pemanenan air hujan dengan
sistem ini lebih banyak mengumpulkan air hujan dari daerah tangkapan
yang lebih luas. Air hujan yang terkumpul dengan sistem ini lebih cocok
digunakan untuk pertanian, karena kualitas air yang rendah. Air dapat
ditampung dalam embung atau danau kecil. Namun, ada kemungkinan
sebagian air yang tertampung akan meresap ke dalam tanah.
2.5 Komponen Sistem Pemanenan Air Hujan
Sistem pemanenan air hujan biasanya terdiri dari area tangkapan, aluran
pengumpulan atau pipa yang mengalirkan air hujan yang turun di atap tangki
penyimpanan (cistern or tanks). Saluran pengumpulan atau pipa mempunyai
ukuran, kemiringan, dan dipasang sedemikian rupa agar kuantitas air hujan dapat
tertampung semaksimal mungkin. Ukuran saluran penampung tergantung pada luas
area tangkapan hujan, biasanya diameter saluran penampung berukuran 20-50 cm
(Abdulla et al., 2009). Filter dibutuhkan untuk menyaring sampah (daun, plastik,
dan ranting) yang ikut bersama air hujan dalam saluran penampung sehingga
kualitas air hujan terjaga. Dalam kondisi tertentu, filter harus bisa dilepas dengan
mudah dan dibersihkan dari sampah.
Komponen dasar dari suatu pemanen air hujan terdiri dari lima dasar yaitu
1. Permukaan daerah tangkapan air hujan
Atap bangunan merupakan pilihan sebagai area penangkapan air hujan.
Jumlah air yang dapat ditampung dari sebuah atap tergantung dari material
atap tersebut, dimana semakin baik jika permukaan semakin halus.
7
Gambar 2.1 Area Tangkapan Air Hujan
2. Talang dan pipa downspout
Berfungsi menangkap dan menyalurkan air hujan yang melimpas dari atap
menuju tempat penampungan. Material yang biasa dipergunakan pada unit
adalah PVP, vynil, dan galvanized steel.
8
Gambar 2.3 Saringan Daun
(Sumber : Heather Kinkade-Levario, 2007)
4. Tangki/bak penampungan
Bagian ini merupakan bagian termahal dari sistem panen air hujan. Ukuran
tangki penampungan ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain:
persediaan air hujan permintaan kebutuhan air, lama musim kemarau,
penampung area penangkap dan dana yang tersedia.
5. Pemurnian dan penyaringan air
Komponen ini hanya dipakai pada sistem pemanen air hujan sebagai sumber
air minum.
Sedangkan contoh komponen lengkap sebuah pemanen air hujan modern pada
sebuah residensial dapat dilihat sebagai berikut:
9
4. Pipa downspout
5. Pipa sambungan ke cistern
6. Pemisah sedimen atau puing, alat penggelontor
7. Sumbatan untuk pembersihan
8. Catchbasin
9. Inlet air hujan
10. Level maksimum
11. Level minimum air
12. Penutup tangki
13. Pipa suplai air alternatif/resapan
14. Katup khas
15. Atmospheric vaccum breaker
16. Sumber air alternatif/mata air
17. Pipa overflow pada tangki
18. Landscope irrigation supplay filter
19. Penyaringan pasir
20. Pompa untuk irigasi
21. Katup khas
22. Jaringan supplay untuk irigasi
23. Tempat pengambilan sisa buangan
24. Kran untuk mengeringkan tangki
Setelah sistem jaringan pipa penghubung terpasang dari talang ke tangki
penampungan kemudian dihubungkan dengan jaringan pipa dalam bangunan yang
menghubungkan dengan jaringan pipa air bersih seperti gambar berikut:
10
Sedangkan untuk peletakkan tangki penampungan tergantung pada
ketersediaan ruang di luar bangunan. Tangki bisa diletakkan dalam tanah atau di
atas permukaan tanah. Peletakan tangki lebih baik menyesuaikan dengan keadaan
talang dan perpipaan air bersih di bangunan sehingga air dapat mengalir dengan
gravitasi dan dapat menghemat penggunaan pompa. Apabila tidak memungkinkan,
dapat menggunakan sistem dua tangki yang mana tangki bawah dipompa ke tangki
atas bangunan sehingga air dapat mengalir secara gravitasi. Apabila ingin
menyimpan cadangan air hujan dengan kapasitas besar, tangki dapat ditambah dan
dihubungkan satu sama lain.
11
Gambar 2.7 Tangki air hujan terletak berada ditengah antara lantai 1 dan
lantai 2
Apabila ingin menyimpan cadangan air hujan dengan kapasitas yang lebih
besar, tangki dapat ditambah dan dihubungkan seperti gambar berikut:
12
1) Kedalaman air tanah
Kedalaman air tanh minimum 1,50 m pada musim hujan.
2) Permeabilitas tanah
Struktur tanah yang dapat digunakan harus mempunyai nilai permeabilitas
tanah ≥ 2,0 cm/jam, dengan klasifikasi sebagai berikut:
a) Permeabilitas tanah sedang (geluh kelanauan, 2,0-3,6 cm/jam atau 0,48-
0,864 m3/m2/hari)
b) Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus, 3,6-36 cm/jam atau 0,864-
8,64 m3/m2/hari)
c) Permeabilitas tanah cepat (pasir kasar, lebih besat dari 36 cm/jam atau
8,64 m3/m2/hari)
3) Jarak terhadap bangunan
Jarak penempatan sumur resapan air hujan terhadap bangunan dapat di lihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.3 Jarak Minimum Sumur Resapan Air Hujan Terhadap Bangunan
No Bangunan Jarak minimum dari
sumur resapan air
hujan (m)
1 Sumur resapan air hujan/sumur air bersih 3
2 Pondasi bangunan 1
3 Bidang resapan/sumur resapan/tangki 5
septik
Sumber : Lampiran PermenPu No. 11/PRT/M/2014
13
Sumber : Lampiran PermenPu No. 11/PRT/M/2014
14
tangki fiber. Dalam penerapan teknologi pemanenan air hujan dengan
penampungan menggunaan tangki sangat tergantung dengan kemampuan
penghasilan masyarakat di kawasan tersebut serta kepemilikan luas pekarangan
masyarakat skala individu terhadap pemenuhan kebutuhan air bersih.
Resti Kharisma, Ananto Yudono, Rita Tahir Lopa dalam Pemanfaatan
Rainwater Harvesting (Pemanenan Air Hujan) Berbasis Low Impact Development
(Studi Kasus : Kawasan Pendidikan FT – UH Gowa) pada tahun 2016: Perencanaan
di lakukan dengan konsep Low Impact Development atau pengelolaan air hujan
secara lokal yang ramah lingkungan. Pemanenan air hujan dibagi menjadi dua yaitu
pada bangunan dan ruang terbuka. Rata-rata penggunaan air hujan yang dapat
digunakan untuk mengurangi penggunaan sumber air tanah (sumur) yaitu 10,55 %
dari total pemanenan air hujan itu sendiri. Penampungan hasil dari pemanenan air
hujan menggunakan tangki dan kolam.
Imam Suprayogi, Bochari, Suwondo, Jacky Asmura dalam Pemanfaatan
Pemanenan Air Hujan Skala Individu untuk Kebutuhan Air Bersih pada Pulau
Kecil, pada tahun 2017: Simulasi perencanaan pemanenan air hujan menggunakan
software Rain Cycle 2 dengan input yang terdiri dari luas efektif atap rumah, jumlah
hujan harian dalam satu tahun, koefisien pengaliran dari atap dan data kebutuhan
air berdasarkan jumlah anggota keluarga. Dalam penerapannya, sangat tergantung
dari kemampuan penghasilan serta kepemilikan luas pekarangan yang dimiliki oleh
masyarakat.
Eka Sutrisno, Yusni Ikhwan Siregar, Nofrizal dalam Pengembangan Sistem
Pemanenan Air Hujan untuk Penyediaan Air Bersih di Selatpanjang Riau pada
tahun 2016: Simulasi dimaksudkan untuk menganalisis potensi ketersediaan air
bersih di Selatpanjang Riau. Pengembangan sistem ini untuk mengantisipasi
kekurangan air bersih pada saat musim kemarau. Dalam pelaksanaannya, desain
pembangunan sistem pemanenan air hujan disesuaikan dengan kondisi wilayah.
Alternatif pertama dengan memanfaatkan atap rumah sebagai penangkap air hujan
skala individu, skala tiga rumah dan skala lima rumah.
15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
17
kecamatan Ternate Utara dalam melakukan upaya-upaya dalam rangka menjaga
keseimbangan air tanah sebgai sumber baku air bersih khususnya di Kecamatan
Ternate Utara dan Kota Ternate pada umumnya.
Maksud dari program ini yaitu untuk memberikan pengetahuan dan
pemahaman kepada masyarakat bahwa sumber baku air bersih di Kecamatan Kota
Ternate Utara dalam hal ini air tanah bisa saja habis bila tidak dijaga kelestariannya.
Sedangkan tujuan dari program ini yaitu semakin banyak warga yang turut
melakukan konservasi air tanah dengan pembuatan lubang resapan bioporu, sumur
resapan, penanaman pohon dan pembangunan Instalasi Pemanfaatan Air Hujan.
4.3 Bentuk Kegiatan
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam Gemma Camtara atau Gerakan
Menabung dan Memanen Air Hujan antara lain:
1. Sosialisasi, Simulasi, dan Kampanye
Sosialisasi Gemma Camtara dilakukan pada kalangan Aparatur Sipil Negara
(ASN) se kecamatan Kota Ternate Utara, Organisasi Perangkat Daerah
(OPD), instansi dan organisasi kemudian ke masyarakat di tingkat
kelurahan dan tingkat Rukun Tetangga (RT).
18
Sosialisasi juga di lakukan dikalangan pelajar dan mahasiswa. Untuk lebih
memaksimalkan hasilnya dalam sosialisasi juga dilakukan simulasi
pemanfaatan air hujan melalui maket miniature IPAH. Selain sosialisasi dan
simulasi juga dilakukan kampanye penyelamatan air tanah melalui media
cetak, media sosial, media radio, dan TV lokal.
2. Pembangunan Sistem Pemanfaatan Air Hujan
Kecamatan Kota Ternate Utara melakukan upaya-upaya dalam
rangka untuk menjaga keseimbangan air bawah tanah sebagai sumber air
bersih jangka panjang. Upaya-upaya dimaksud dalam bentuk Pembangunan
Sumur Resapan dan Lubang Resapan Biopori melalui Program Dana
Partisipatif Kecamatan Kota Ternate Utara Tahun Anggaran 2015 dan 2016.
Program Dana Partisipatif Kecamatan adalah program
pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana umum dan sosial yang
berskala kecil di kelurahan dengan pelibatan peran serta aktif dari
masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya. Dana
yang diberikan untuk pembangunan atau rehabilitasi dalam program ini
hanya bersifat stimulant, pekerjaannya dilakukan secara swadaya dan
mandiri oleh masyarakat. Pada tahun anggaran 2015 melalui program ini
telah dibangun 14 sumur resapan di 14 kelurahan. Lokasi pembangunan
berpusat di kantor lurah dan di sarana peribadatan seperti masjid/musholla.
Pada tahun anggaran 2016 dengan alokasi anggaran yang sama,
pembangunan sumur resapan diganti dengan pembangunan lubang resapan
diganti dengan pembangunan lubang resapan biopori sebanyak 40 buah di
setiap kelurahan dengan total 560 buah lubang resapan biopori yang telah
dibangun. Perubahan ini dimaksudkan agar sosialisasi dan edukasi secara
implementatif tentang konservasi air tanah bisa lebih luas lagi di kelurahan.
Pada tahun 2017 melalui program Dana Pembanguna Partisipatif
Kelurahan/DPP, pembangunan sumur resapan dan lubang resapan biopori
yang telah dilakukan dau tahun sebelumnya menjadi pembangunan IPAH.
Setiap kelurahan melalui DPPK tahun 2017 dibangun masing-masing satu
unit instalasi.
Instalasi Pemanfaatan Air Hujan dibangun secara sederhana untuk
menangkap , menyaring, dan menyalurkan air hujan melalui bidang tangkap
atap rumah ke penampung dan sumur resapan. Komponen-komponen IPAH
yaitu:
1) Profil tank atau bak yang terbuat dari batu dan semen yang
berfungsi sebagai penampung air hujan
2) Alas berupa pasangan batu dan beton, kayu, atau besi yang
ketinggiannya di atur lebih dari dasar/lantai yang berfungsi
19
untuk menahan beban penampungan dan memberikan efek
gravitasi sehingga air yang dialirkan dari penampung tidak
menggunakan pompa air
3) Penyalur air hujan berupa talang air hujan, pipa pvc, sambungan
pipa, dop pipa, stop kran yang berfungsi mengalirkan air hujan
dari atap ke penampung dan sumur resapan.
4) Penyaring/ pengali air kotor yang terdiri dari penyaring kasar
yang berfungsi mencegah kotoran seperti daun, pengalih air
kotor yang berfungsi memisahkan air hujan pertama, penyaring
halus yang berfungsi menyaring kotoran halus, dan sumur
resapan.
Ada berbagai manfaat yang didapat dari instalasi ini secara langsung
oleh pengguna maupun lingkungan di antaranya:
1) Efisiensi Penggunaan Air PDAM
2) Mencegah terjadinya banjir dan kekeringan
3) Menjaga stabilitas ketersediaan air tanah
4) Pembangunan yang berwawasan lingkungan
5) Perilaku hemat menggunakan air bersih
6) Revitalisasi gotong royong
3. Kerjasama dan Kolaborasi
Dalam pelaksanaan pembangunan, satu unit IPAH setiap kelurahan
tentu belum cukup. Idealnya setiap bangunan harus mempunyai instalasi
atau paling tidak satu bangunan terdapat satu sumur resapan. Namun
dikarenakan keterbatasan anggaran, pihak kecamatan menjalin kerja sama
dan kolaborasi program dengan instansi dan lintas sektor terkait lainnya.
Kerjasama dilakukan dengan perguruan tinggi, instansi terkait, dan
badan usaha. Kerjasama program dengan 5 pendidikan tinggi yang ada di
Ternate dilakukan dengan maksud Program Gemma Camtara bisa
diketahui warga lebih luas lagi, tidak hanya di Kecamatan Kota Ternate
Utara namun juga di kecamatan lain di Kota Ternate bahkan di
kabupaten/kota lain di Provinsi Maluku Utara. Bentuk kerjasama dimaksud
adalah dengan sosialisasi Gemma Camtara dan pembangunan IPAH oleh
mahasiswa melalui kegiatan pengabdian masyarakat seperti Kubermas,
KKS, KKLI, PKL dll.
20
Gambar 4.3 Sosialisasi kepada Mahasiswa UMMU yang akan
melaksanakan Kuliah Kerja Sosial (KKS)
Kerjasama dengan instansi di lingkup Kota Ternate seperti PDAM,
DLH, DPUPR, BPBD, PMI, Program Kotaku, TP PKK, DWP Kota Ternate
dll. Kerjasama juga dijalin dengan instansi di tingkat Provinsi Maluku Utara
Satker PSPAM, Satker PLP, BWS dll. Kerjasama dengan badan usaha baik
milik pemerintah maupun swasta dimaksudkan untuk pembangunan IPAH
Gemma Camtara dapat dilakukan melalui Program Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan (CSR).
21
asuhan dan pesantren. Dalam perspektif yang lain, yang dimaksud dengan
kata “warga” diatas dapat berarti instansi, lembaga, organisasi, badan usaha,
atau korporasi, sedangkan kata “sedekah” dapat berarti bantuan/hibah dari
program tanggung jawab sosialnya.
Gambar 4.5 Salah satu IPAH dari hasil sedekah air hujan
Program arisan air hujan merupakan program pembangunan IPAH
secara mandiri oleh instansi atau warga secara berkelompok dengan sistem
arisan. Dengan program ini pembangunan instalasi tidak terasa
memberatkan dari aspek pembiayaan, karena dicicil oleh masing-masing
anggota dalam kelompok arisan tersebut.
22
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1) Kegiatan pemanenan air hujan di kota Ternate sudah dilaksanakan oleh
beberapa lapisan masyarakat namun tidak maksimum.
2) Kecamatan Ternate Utara merupakan salah satu wilayah yang
melaksanakan kegiatan pemanenan air hujan dengan cara yang lebih
modern. Kegiatan ini dinamakan GEMMA CAMTARA atau Gerakan
Menabung dan Memanen Air Hujan
3) Sasaran dari kegiatan ini yaitu rumah warga kurang mampu, sekolah dan
fasilitas umum seperti tempat ibadah.
4) Tujuan dari kegiatan ini untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat
bahwa penting untuk menjaga ketersediaan air tanah agar kedepannya air
tanah di wilayah kota Ternate tidak habis.
5.2 Saran
Kegiatan menabung dan memanen air hujan dapat di laksanakan di seluruh
kota Ternate guna mengurangi penggunaan air tanah yang berlebihan dan mengisi
kembali air tanah untuk kebutuhan di masa yang akan datang.
23