Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembakaran

Secara umum, pembakaran dapat didefinisikan sebagai proses atau reaksi


oksidasi yang sangat cepat antara bahan bakar (fuel) dengan oksidator dengan
menimbulkan panas atau nyala dan panas. Bahan bakar (fuel) merupakan segala
substansi yang melepaskan panas ketika dioksidasi dan secara umum mengandung
unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), dan sulfur (S).
Sementara oksidator adalah segala substansi yang mengandung oksigen (misalnya
udara) yang akan bereaksi dengan bahan bakar (fuel).

Proses pembakaran akan terjadi jika unsur-unsur bahan bakar teroksidasi. Proses ini
akan menghasilkan panas sehingga akan disebut sebagai proses oksidasi eksotermis.
Jika oksigen yang dibutuhkan untuk proses pembakaran diperoleh dari udara, di mana
udara terdiri dari 21% oksigen dan 78% nitrogen, maka reaksi stoikiometrik
pembakaran hidrokarbon murni CmHn dapat ditulis dengan persamaan:

Pembakaran juga merupakan gaya pendorong dari gerakan fluida akibat gaya apung
yang ditimbulkan oleh perbedaan massa jenis gas yang sangat tinggi antara gas
pembakaran dan udara di sekitar.Dalam teknik pembakaran terdapat ketegori
pembakaran difusi dan premix.

2.2 Pembakaran Premix

Pembakaran secara premix adalah pembakaran dimana bahan bakar (fuel)


bercampur secara sempurna di dalam burner sebelum dialirkan kemulut burner dan

2
mulai dibakar (pengapian). Pengapian diperlukanuntuk memberikan sejumlah energi
dalam bentuk yang sesuai, sehingga dapat menilai suatu proses pembakaran.
Selanjutnya akan terjadi penjalaran (propagation) ke campuran, sebagai suatu nyala.

Nyala premix (Premixed flame)dibagi lagi menjadi 2 yaitu nyala api premix
laminar (laminar premixed flame) dan nyala api turbulent (turbulentpremixed flame)

 Nyala Api Premix Laminar (Laminar Premixed Flame)


Nyala api premiks laminer merupakan jenis api premiks yang paling
sederhana. Reaksi pembakaran yang dimulai dengan adanya panas lokal pada kondisi
lingkungan dalam suatu campuran yang cukup antara udara dan bahan bakar awalnya
akan merambat sebagai api laminer. Reaksi kimia berlangsung pada zona yang relatif
tipis dan api bergerak pada kecepatan yang rendah. Untuk campuran hidrokarbon
yang stoikiometris dengan udara kondisi standar, tebal api kira-kira 1 mm dan
bergerak dengan kecepatan sekitar 0,5 m/dt. Penurunan tekanan pada api sangat kecil
atau sekitar 1 Pa dan temperatur sangat tinggi sekitar 2200-2600 K. Pada zona reaksi
terbentuk radikal-radikal bebas pada temperatur yang tinggi (dalam api) dan akan
berdifusi ke arah bahan bakar. Radikal-radikal tersebut akan menhasilkan produk
pembakaran melalui suatu reaksi kimia. Panas api berlangsung dari temperatur yang
tinggi ke temperatur yang rendah pada zona reaksi akan memperatahankan
kelangsungan proses pembakaran (mempertahankan nyala api).
Burner Bunsen seperti ditunjukkan pada gambar 2.1 dibawah ini memberikan
ilustrasi nyala api premiks laminer yang stationer, yang mengeluarkan aliran reaktan
dari suatu tabung pada kondisi laminer. Bahan bakar masuk bercampur dengan udara
dalam burner kemudian dibakar dan keluar dari burner menghasilkan nyala api
berbentuk kerucut (cone). Gambar 2.1b menunjukkan garis aliran relatif terhadap
daerah api dan gambar 2.1c menunjukkan kondisi isotermis dan garis aliran
(streamline) pada suatu slot burner. Temperatur nyala api premiks tersebut lebih kecil
bila dibandingkan dengan temperatur nyala adiabatis karena adanya kerugian panas
akibat radiasi.

3
Untuk gambar 2.1b kecepatan penyalaan dapat diukur dengan hubungan :
Vflame = Vtube.sin 
Kerucut api bukan berupa garis lurus, tetapi agak melengkung dan membentuk kurva
karena adanya perpindahan panas pada tube, yang berfungsi untuk menstabilkan api.
Hal ini terjadi juga karena kecepatan aliran tidak uniform yang diakibatkan oleh
adanya pengaruh lapisan batas (boundary layers).
Untuk kecepatan penyalaan (burning velocity) api laminer pada proses pembakaran
premiks, kecepatan penyalaan didefinisikan sebagai kecepatan api yang relatif
terhadap reaktan yang belum terbakar. Kecepatan penyalaan laminer tergantung pada
jenis bahan bakar, AFR, temperatur dan tekanan awal reaktan.

Gambar 2.1 Nyala api Bunsen (a) Skema burner, (b) Diagram
aliran, (c) Garis aliran dan temperatur pada slot burner

4
Gambar 2.2 : profil nyala api laminar
a. zona pre-heat
Dimana temperature gas yang tidak terbakar meningkat sampai
suatu nilai yang berubah-ubah, dan sedikit panas yang dilepaskan.
b. Zona reaksi
Daerah dimana pembakaran berlangsung dan sebagaian besar
energy kimia dilepaskan.
c. Zona post-flame
Daerah dengan temperature yang tinggi dan pengkombinasian
ulang menuju keseimbanagan setempat.

Gambar 2.3 :contoh nyala api premix laminar

5
 Nyala Api Premix Turbulent(Turbulent Premixed Flame)
Nyala Api Premix Turbulent (Turbulent Premixed Flame) adalah api
premixed yang menunjukkan beberapa fenomena yang tidak ada di aliran turbulen
lainnya. Apipremixed jenis ini cenderung tidak stabil arah alirannya.Nyala api
turbulen terjadi pada aplikasi lapangan dan mempunyai phenomena spektrum yang
besar yang juga tergantung pada besarnya temperatur dan tekanan, dan perbandingan
antara bahan bakar dan udara.

Gambar 2.4 :contoh nyala api premixturbulent

2.3 Pembakaran Difusi

Pada pembakaran difusi bahan bakar dan oksidan (udara) padaawalnya terpisah.
Pembakaran akan berlangsung pada daerah dimana bahan bakar dan udara kemudian
bercampur. Aliran bahan bakar yang keluar dari ujung noselakan bercampur dengan
udara secara difusi. Jika diberi pengapian campuran iniakan terbakar bila kosentrasi
bahan bakar dan udara terdapat dalan jangkauan batas nyalanya. Pemunculan dari
nyala akan bergantung pada sifat dari bahan bakar dan kecepatan pancaran bahan
bakar terhadap udara disekitarnya. Laju pencampuran bahan bakar dengan udara lebih
rendah dari laju reaksi kimia. Nyala difusi pada suatu pembakaran cenderung

6
mengalami pergerakan nyala lebih lamadan menghasilkan asap lebih banyak asap
daripada nyala premix. Nyala difusi dapat berupa nyala laminar dan turbulent.

 Nyala Api Difusi Laminar


Bentuk dari nyala difusi dapat dibedakan menjadi dua bentuk
nyalaberdasarkan perbandingan diameter nosel pembawa udara. Jika diameter
noselpembawa udara relatif besar, sehingga dapat memberikan udara yang cukup
untuk pembakaran yang sempurna, maka akan terbentuk overventilated flame yakni
batas nyala akan konvergen terhadap sumbu dari nosel. Sebaliknya jika diameter
nosel pembawa udara terlalu kecil, sehingga tidak dapat mensuplai udara yang cukup
untuk pembakaran yang sempurna, maka akan terbentuk underventilated
flamepermukaan nyala akan membesar dan menyentuh permukaan dalampermukaan
nyala akan membesar dan menyentuh permukaan dalamnosel pembawa udara.
Bentukoverventilated flamedan underventilated flame

Gambar 2.5:(a) overventilated flame(b)underventilated flame

 Nyala Api DifusiTurbulen


Jika laju pancaran bahan bakar pada nyala laminar dipercepat, maka
mulaimuncul aliran turbulen. Munculnya turbulen pada ujung nyala (flame tip)
akanmenyebabkan tinggi nyala berkurang dengan meningkatnya laju aliran
danmencapai nilai konstan pada nyala yang turbulen sepenuhnya. Bentuk transisi dari

7
laminar menjadi turbulen terjadi pada saat bilangan Reynolds aliran (Re) lebihdari
4000.Hubungan antara tinggi momentum nyala nosel sebagai fungsi kecepatan nosel
ditunjukkan sebagai perubahan nyala turbulen. Bentuk nyala turbulen dapat
ditunjukkan pada gambar 2.6 dibawah ini

Gambar 2.6:Nyala turbulen

Turbulensi pada gas yang tidak terbakar akan meningkatkan laju penjalaran nyala
pada campuran bahan bakar-udara. Mekanisme turbulensi akan meningkatkan
efisiensi proses perpindahan (kalor dan senyawa reaksi) sebagai hasil dari
pencampuran pada permukaan nyala (flame front). Dengan demikian kecepatan
pembakaran pada campuran turublen tinggi.

2.4 Pembakaran Jelaga

Reaksi pembakaran ini merupakan dasar penggunaan hidrokarbon sebagai


penghasil kalor (gas alam dan minyak pemanas) dan tenaga (bensin), jika oksigen
tidak mencukupi untuk berlangsungnya reaksi yang sempurna, maka pembakaran
tidak sempurna terjadi.Dalam hal ini, karbon pada hidrokarbon teroksidasi hanya

8
sampai pada tingkat karbon monoksida atau bahkan hanya sampai karbon saja.
Contohnya adalah seperti di bawah ini
2CH4 + 3O2 → 2CO + 4H2O
CH4 + O2 → C + 2H2O
Hasil pembakaran tidak sempurna ini ialah karbon monoksida (CO) dan jelaga.

Gambar 2.7: Jelaga

Anda mungkin juga menyukai