Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada proses pembakaran , baik itu proses pembakaran yang menggunakan jenis bahan bakar
padat, cair, ataupun gas selalu menghasilkan nyala api. Hampir semua proses pembakaran secara
alami seperti kebakaran maupun pembakaran yang direkayasa di industri, transportasi, dan
sebagainya adalah merupakan proses aerodinamika pembakaran karena menyangkut gerakan
massa atau aliran gas yang berperan dalam proses tersebut. Pada aerodinamika pembakaran, proses
pembakaran akan ditinjau dari aspek aliran gerakan api, kestabilan nyala, dan transport fenomena
yang terjadi dalam proses pembakaran.

1
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Secara umum, pembakaran dapat didefinisikan sebagai proses atau reaksi oksidasi yang
sangat cepat antara bahan bakar (fuel) dengan oksidator dengan menimbulkan panas atau nyala
dan panas. Bahan bakar (fuel) merupakan segala substansi yang melepaskan panas ketika
dioksidasi dan secara umum mengandung unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O),
nitrogen (N), dan sulfur (S). Sementara oksidator adalah segala substansi yang mengandung
oksigen (misalnya udara) yang akan bereaksi dengan bahan bakar (fuel).

Proses pembakaran terjadi jika unsur bahan bakar teroksidasi. Proses ini akan
menghasilkan panas sehingga disebut sebagai proses oksidasi eksotermis. Jika oksigen yang
dibutuhkan untuk proses pembakaran diperoleh dari udara, di mana udara terdiri dari 21% oksigen
dan 78% nitrogen, maka reaksi stoikiometrik pembakaran hidrokarbon murni CmHn dapat ditulis
dengan persamaan:

Pembakaran juga merupakan gaya pendorong dari gerakan fluida akibat gaya apung yang
ditimbulkan oleh perbedaan massa jenis gas yang sangat tinggi antara gas pembakaran dan udara
di sekitar. Dalam teknik pembakaran terdapat ketegori pembakaran difusi dan premix.

2.2 Pembakaran Premix

Pembakaran secara premix adalah pembakaran secara premixed adalah pembakaran 2


dimana bahan bakar dan udara sudah bercampur terlebih dahulu secara mekanik sebelum terjadi
pembakaran.Pembakaran secara premixed ini membutuhkan perbandingan antara udara dan bahan
bakar (AFR) dalam jumlah tertentu. Api yang ditimbulkan oleh pembakaran premixed sangatlah
besar sebab terdapat 2 api yaitu api premixed sendiri dan terdapat juga api difusi. Namun

2
kelemahan dari api premixed ini sering terjadi flash back yang mana api akan merambat ke dalam
ruang pencampuran mekanik yang menyebabkan kebakaran. Sehingga tipe api ini rawan terjadi
kebakaran, apabila terjadi kebakaran pada api tipe ini lebih susah untuk di padamkan..

Nyala premix (Premixed flame) dibagi lagi menjadi 2 yaitu nyala api premix laminar
(laminar premixed flame) dan nyala api turbulent (turbulent premixed flame)

 Nyala Api Premix Laminar (Laminar Premixed Flame)

Nyala api premiks laminer merupakan jenis api premiks yang paling sederhana. Reaksi
pembakaran yang dimulai dengan panas lokal pada kondisi lingkungan dalam suatu campuran
yang cukup antara udara dan bahan bakar awalnya akan merambat sebagai api laminer. Reaksi
kimia berlangsung pada zona yang relatif tipis dan api bergerak pada kecepatan yang rendah.
Untuk campuran hidrokarbon yang stoikiometris dengan udara kondisi standar, tebal api kira-kira
1 mm dan bergerak dengan kecepatan sekitar 0,5 m/dt. Penurunan tekanan pada api sangat kecil
atau sekitar 1 Pa dan temperatur sangat tinggi sekitar 2200-2600 K. Pada zona reaksi terbentuk
radikal-radikal bebas pada temperatur yang tinggi (dalam api) dan akan berdifusi ke arah bahan
bakar. Radikal-radikal tersebut akan menhasilkan produk pembakaran melalui suatu reaksi kimia.
Panas api berlangsung dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang rendah pada zona reaksi
akan memperatahankan kelangsungan proses pembakaran (mempertahankan nyala api).
Burner Bunsen seperti ditunjukkan pada gambar 2.1 dibawah ini memberikan ilustrasi nyala api
premiks laminer yang stationer, yang mengeluarkan aliran reaktan dari suatu tabung pada kondisi
laminer. Bahan bakar masuk bercampur dengan udara dalam burner kemudian dibakar dan keluar
dari burner menghasilkan nyala api berbentuk kerucut (cone). Gambar 2.1b menunjukkan garis
aliran relatif terhadap daerah api dan gambar 2.1c menunjukkan kondisi isotermis dan garis aliran
(streamline) pada suatu slot burner. Temperatur nyala api premiks tersebut lebih kecil bila
dibandingkan dengan temperatur nyala adiabatis karena adanya kerugian panas akibat radiasi.
Untuk gambar 2.1b kecepatan penyalaan dapat diukur dengan hubungan :
Vflame = Vtube.sin 
Kerucut api bukan berupa garis lurus, tetapi agak melengkung dan membentuk kurva karena
adanya perpindahan panas pada tube, yang berfungsi untuk menstabilkan api. Hal ini terjadi juga
karena kecepatan aliran tidak uniform yang diakibatkan oleh adanya pengaruh lapisan batas
(boundary layers).

3
Untuk kecepatan penyalaan (burning velocity) api laminer pada proses pembakaran premiks,
kecepatan penyalaan didefinisikan sebagai kecepatan api yang relatif terhadap reaktan yang belum
terbakar. Kecepatan penyalaan laminer tergantung pada jenis bahan bakar, AFR, temperatur dan
tekanan awal reaktan.

Gambar 2.1 Nyala api Bunsen (a) Skema burner, (b) Diagram aliran, (c)
Garis aliran dan temperatur pada slot burner

Gambar 2.2 : profil nyala api laminar


a. zona pre-heat
Dimana temperature gas yang tidak terbakar meningkat sampai suatu nilai
yang berubah-ubah, dan sedikit panas yang dilepaskan.
b. Zona reaksi

4
Daerah dimana pembakaran berlangsung dan sebagaian besar energy kimia
dilepaskan.
c. Zona post-flame
Daerah dengan temperature yang tinggi dan pengkombinasian ulang menuju
keseimbanagan setempat.

Gambar 2.3 : contoh nyala api premix laminar

 Nyala Api Premix Turbulent (Turbulent Premixed Flame)

Nyala Api Premix Turbulent (Turbulent Premixed Flame) adalah api premixed yang
menunjukkan beberapa fenomena yang tidak ada di aliran turbulen lainnya. Api premixed jenis ini
cenderung tidak stabil arah alirannya. Nyala api turbulen terjadi pada aplikasi lapangan dan
mempunyai phenomena spektrum yang besar yang juga tergantung pada besarnya temperatur dan
tekanan, dan perbandingan antara bahan bakar dan udara.

5
Gambar 2.4 : contoh nyala api premix turbulent

2.3 Pembakaran Difusi

Pada pembakaran difusi bahan bakar dan oksidan (udara) pada awalnya terpisah. Pembakaran
akan berlangsung pada daerah dimana bahan bakar dan udara kemudian bercampur. Aliran bahan
bakar yang keluar dari ujung nosel akan bercampur dengan udara secara difusi. Jika diberi
pengapian campuran ini akan terbakar bila kosentrasi bahan bakar dan udara terdapat dalan
jangkauan batas nyalanya. Pemunculan dari nyala akan bergantung pada sifat dari bahan bakar dan
kecepatan pancaran bahan bakar terhadap udara disekitarnya. Laju pencampuran bahan bakar
dengan udara lebih rendah dari laju reaksi kimia. Nyala difusi pada suatu pembakaran cenderung
mengalami pergerakan nyala lebih lama dan menghasilkan asap lebih banyak asap daripada nyala
premix. Nyala difusi dapat berupa nyala laminar dan turbulent.
 Nyala Api Difusi Laminar
Bentuk dari nyala difusi dapat dibedakan menjadi dua bentuk nyala berdasarkan perbandingan
diameter nosel pembawa udara. Jika diameter nosel pembawa udara relatif besar, sehingga dapat
memberikan udara yang cukup untuk pembakaran yang sempurna, maka akan terbentuk
overventilated flame yakni batas nyala akan konvergen terhadap sumbu dari nosel. Sebaliknya jika
diameter nosel pembawa udara terlalu kecil, sehingga tidak dapat mensuplai udara yang cukup
untuk pembakaran yang sempurna, maka akan terbentuk underventilated flame permukaan nyala
akan membesar dan menyentuh permukaan dalam permukaan nyala akan membesar dan
menyentuh permukaan dalam nosel pembawa udara. Bentuk overventilated flame dan

6
underventilated flame

Gambar 2.5 : (a) overventilated flame (b) underventilated flame

 Nyala Api Difusi Turbulen


Jika laju pancaran bahan bakar pada nyala laminar dipercepat, maka mulai muncul aliran turbulen.
Munculnya turbulen pada ujung nyala (flame tip) akan menyebabkan tinggi nyala berkurang
dengan meningkatnya laju aliran dan mencapai nilai konstan pada nyala yang turbulen
sepenuhnya. Bentuk transisi dari laminar menjadi turbulen terjadi pada saat bilangan Reynolds
aliran (Re) lebih dari 4000. Hubungan antara tinggi momentum nyala nosel sebagai fungsi
kecepatan nosel ditunjukkan sebagai perubahan nyala turbulen. Bentuk nyala turbulen dapat
ditunjukkan pada gambar 2.6 dibawah ini

Gambar 2.6 : Nyala turbulen

7
Turbulensi pada gas yang tidak terbakar akan meningkatkan laju penjalaran nyala pada campuran
bahan bakar-udara. Mekanisme turbulensi akan meningkatkan efisiensi proses perpindahan (kalor
dan senyawa reaksi) sebagai hasil dari pencampuran pada permukaan nyala (flame front). Dengan
demikian kecepatan pembakaran pada campuran turublen tinggi.

2.4 Pembakaran Jelaga

Reaksi pembakaran ini merupakan dasar penggunaan hidrokarbon sebagai penghasil kalor
(gas alam dan minyak pemanas) dan tenaga (bensin), jika oksigen tidak mencukupi untuk
berlangsungnya reaksi yang sempurna, maka pembakaran tidak sempurna terjadi. Dalam hal ini,
karbon pada hidrokarbon teroksidasi hanya sampai pada tingkat karbon monoksida atau bahkan
hanya sampai karbon saja. Contohnya adalah seperti di bawah ini
2CH4 + 3O2 → 2CO + 4H2O
CH4 + O2 → C + 2H2O
Hasil pembakaran tidak sempurna ini ialah karbon monoksida (CO) dan jelaga.

Gambar 2.7 : Jelaga

8
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Pembakaran dibedakan menjadi 2 jenis yaitu pembakaran premix,pembakaran difusi
 Nyala api dibedakan menjadi 2 yaitu nyala api laminar dan nyala api turbulent
 Pembakaran jelaga merupakan pembakaran bahan bakar yang tidak bereaksi dengan
oksigen yang cukup sehingga menghasilkan pembakaran yang tidak sempurna

9
DAFTAR PUSTAKA

 https://porgas.wordpress.com/2015/06/20/metode-pembakaran/
 http://abdulhalim89.blogspot.com/2013/01/pembakaran.html
 https://id.scribd.com/doc/174236173/Tugas-UAS-Tek-Pemb-Aerodinamika-Pembakaran

10

Anda mungkin juga menyukai