Anda di halaman 1dari 11

Dampak Lingkungan dalam Industri Mineral di Indonesia

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah TMK untuk Penulisan Makalah

Disusun Oleh :

Clarissa Crysta Chandra

270110130105

Geologi A

Universitas Padjadjaran

Fakultas Teknik Geologi

2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah senantiasa melimpahkan Rahmat dan
Hidayah- NYA sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat dalam menjalankan aktifitas
sehari-hari. Penyusun juga panjatkan kehadiran ALLAH SWT, karena hanya dengan kerido’an-
NYA Makalah dengan judul “Dampak lingkungan dalam Industri mineral di Indonesia” ini dapat
terselesaikan.

Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, makalah
ini tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan
hati penulis berharap saran dan kritik demi perbaikan-perbaikan lebih lanjut.

Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi yang
membutuhkan.

Jatinangor,15 November 2014

Clarissa Crysta Chandra


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alam. Untuk bertahan
hidup, manusia membutuhkan sandang, pangan, dan papan, sehingga manusia
memanfaatkan sumber daya yang ada di bumi ini. Untuk mendapatkan energi, manusia
mulai mencari dan menggali potensi yang ada dalam bumi ini, salah satunya adalah
melakukan pertambangan. Dari pertambangan tersebut didapat energi seperti minyak
bumi dan lain- lain.

Karena Indonesia dijuluki sebagai paru-paru dunia, belakangan ini banyak negara
yang mengecam akan kelestarian alam yang terjadi di Indonesia. Hal tersebut
dikarenakan semakin banyaknya industri-industri pertambangan yang mulai muncul di
Indonesia.

Kegiatan pertambangan dapat menimbulkan dampak positif maupun dampak


negatif. Termasuk sebagai dampak positif adalah sumber devisa negara, sumber
pendapatan asli daerah (PAD), menciptakan lahan pekerjaan, dan sebagainya. Sedangkan
dampak negatif dapat berupa bahaya kesehatan bagi masyarakat sekitar areal
pertambangan, kerusakan lingkungan hidup, dan sebagainya.

B. Tujuan
 Untuk mengetahui dampak lingkungan dalam industri mineral
 Dampak negatif dari pertambagan dan industri mineral yang ada di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Industri mineral dan pertambangan

Industri pertambangan atau industri mineral merupakan industri yang tidak


berkelanjutan, karena dalam melakukan satu industri tergantung dengan bahan dasarnya.
Minyak bumi, batu bara, emas, gas bumi dan lain-lain merupakan bahan dasar dalam
melakukan pertambangan dam merupakan sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui.

Menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor


22 tahun 2010 yang dimaksud dengan pertambangan adalah sebagian atau seluruh
tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau
batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok


Pertambangan, Bagian Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967
disebutkan bahwa pembagian bahan-bahan galian (bahan tambang) terdiri dari:

a. Golongan bahan galian yang strategis atau golongan A berarti strategis untuk
pertahanan dan keamanan serta perekonomian Negara. Seperti; minyak bumi, aspal
dan lain-lain.
b. Golongan bahan galian vital atau golongan B berarti menjamin hajat hidup orang
banyak seperti; emas, besi, pasir besi, dan lain-lain.
c. Golongan bahan yang tidak termasuk dalam golongan A dan B yakni; galian C yang
sifatnya tidak langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional, seperti nitrat,
asbes, batu apung, batu kali, pasir, tras, dampal dan lain-lain.
Menurut Iskandar, 2008, Bahan tambang umumnya berada di/dekat permukaan
atau jauh di bawah permukaan bumi. Keduanya tertimbun oleh batuan dan tanah di
atasnya.

Proses pengambilan bahan tambang pada umumnya dikenal dengan cara


penambangan terbuka (surface mining) dan penambangan bawah tanah (underground
mining).

Pada umumnya proses pembukaan lahan tambang dimulai dengan pembersihan


lahan (land clearing) yaitu menyingkirkan dan menghilangkan penutup lahan berupa
vegetasi kemudian dilanjutkan dengan penggalian dan pengupasan tanah bagian atas (top
soil) atau dikenal sebagai tanah pucuk. Setelah itu dilanjutkan kemudian dengan
pengupasan batuan penutup (overburden), tergantung pada kedalaman bahan tambang
berada. Proses tersebut secara nyata akan merubah bentuk topografi dari suatu lahan, baik
dari lahan yg berbukit menjadi datar maupun membentuk lubang besar dan dalam pada
permukaan lahan khususnya terjadi pada jenis surface mining.

Setelah didapatkan bahan tambang maka dilakukanlah proses pengolahan. Proses


pengolahan dilakukan untuk memisahkan bahan tambang utama dengan berbagai metode
hingga didapatkan hasil yang berkualitas. Pada proses pemisahan ini kemudian
menghasilkan limbah yang disebut tailing. Tailing adalah satu jenis limbah yang
dihasilkan oleh kegiatan tambang dan kehadirannya dalam dunia pertambangan tidak bisa
dihindari. Sebagai limbah sisa pengolahan batuan-batuan yang mengandung mineral,
tailing umumnya masih mengandung mineral-mineral berharga. Kandungan mineral pada
tailing tersebut disebabkan karena pengolahan bijih untuk memperoleh mineral yang
dapat dimanfaatkan pada industri pertambangan tidak akan mencapai perolehan
(recovery) 100% (Pohan, dkk, 2007).

Proses akhir dari aktivitas pertambangan adalah kegiatan pascatambang yang


terdiri dari reklamasi dan penutupan tambang (mining closure). Setiap perusahaan
tambang wajib melakukan hal tersebut sebagaimana telah diatur oleh pemerintah
(Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 18 tahun 2008).
B. Dampak kerusakan lingkungan akibat industri mineral dan pertambangan

Dalam beberapa dekade ini pertambangan di Indonesia sangat membabi buta,


maksudnya adalah banyak dari penambang, atau yang memegang industri pertambangan,
mengeksploitasi secara berlebihan sehinnga merusak lingkungan. Banyak industri
pertambangan yang sudah tidak memperhatikan dan mematuhi undang undang yang
berlaku dalam pertambangan di Indonesia. Dampaknya yaitu terjadinya kerusakan
ekologis seperti berkurangnya debit air sungai dan tanah, pencemaran air laut, kerusakan
hutan hingga sedimentasi tanah masih menjadi masalah yang belum terpecahkan secara
tuntas.

Berkurangnya sumber keseimbangan alam seperti hutan, air dan tanah yang subur
sebagian besar disebabkan oleh kegiatan pertambangan yang menghasilkan polutan yang
sangat besar sejak awal eksploitasi sampai proses produksi dan hanya mementingkan
keuntungan pribadi tanpa memperhatikan faktor kelestarian lingkungan.

Kerusakan lahan akibat pertambangan dapat terjadi selama kegiatan


pertambangan maupun pasca pertambangan. Dampak yang ditimbulkan akan berbeda
pada setiap jenis pertambangan, tergantung pada metode dan teknologi yang digunakan
(Direktorat Sumber Daya Mineral dan Pertambangan, 2003). Kebanyakan kerusakan
lahan yang terjadi disebabkan oleh perusahaan tambang yang menyimpang dari ketentuan
yang berlaku dan adanya penambangan tanpa izin (PETI) yang melakukan proses
penambangan secara liar dan tidak ramah lingkungan (Kementerian Lingkungan Hidup,
2002).

Secara umum kerusakan lahan yang terjadi akibat aktivitas pertambangan antara
lain:

1. Perubahan vegetasi penutup

Proses land clearing pada saat operasi pertambangan dimulai menghasilkan


dampak lingkungan yang sangat signifikan yaitu hilangnya vegetasi alami. Apalagi
kegiatan pertambangan yang dilakukan di dalam kawasan hutan lindung. Hilangnya
vegetasi akan berdampak pada perubahan iklim mikro, keanekaragaman hayati
(biodiversity) dan habitat satwa menjadi berkurang. Tanpa vegetasi lahan menjadi
terbuka dan akan memperbesar erosi dan sedimentasi pada saat musim hujan.

2. Perubahan Topografi

Pengupasan tanah pucuk mengakibatkan perubahan topografi pada daerah


tambang. Areal yang berubah umumnya lebih luas dari dari lubang tambang karena
digunakan untuk menumpuk hasil galian (tanah pucuk dan overburden) dan
pembangunan infrastruktur. Hal ini sering menjadi masalah pada perusahaan tambang
kecil karena keterbatasan lahan (Iskandar, 2010). Seperti halnya dampak hilangnya
vegetasi, perubahan topografi yang tidak teratur atau membentuk lereng yang curam akan
memperbesar laju aliran permukaan dan meningkatkan erosi. Kondisi bentang
alam/topografi yang membutuhkan waktu lama untuk terbentuk, dalam sekejap dapat
berubah akibat aktivitas pertambangan dan akan sulit dikembalikan dalam keadaan yang
semula.

3. Perubahan pola Hidrologi

Kondisi hidrologi daerah sekitar tambang terbuka mengalami perubahan


akibatnya hilangnya vegetasi yang merupakan salah satu kunci dalam siklus hidrologi.
Ditambah lagi pada sistem penambangan terbuka saat beroperasi, air dipompa lewat
sumur-sumur bor untuk mengeringkan areal yang dieksploitasi untuk memudahkan
pengambilan bahan tambang. Setelah tambang tidak beroperasi, aktivitas sumur pompa
dihentikan maka tinggi muka air tanah (ground water table) berubah yang
mengindikasikan pengurangan cadangan air tanah untuk keperluan lain dan berpotensi
tercemarnya badan air akibat tersingkapnya batuan yang mengandung sulfida sehingga
kualitasnya menurun (Ptacek, et.al, 2001).

4. Kerusakan tubuh tanah

Kerusakan tubuh tanah dapat terjadi pada saat pengupasan dan penimbunan
kembali tanah pucuk untuk proses reklamasi. Kerusakan terjadi diakibatkan
tercampurnya tubuh tanah (top soil dan sub soil) secara tidak teratur sehingga akan
mengganggu kesuburan fisik, kimia, dan biolagi tanah (Iskandar, 2010). Hal ini tentunya
membuat tanah sebagai media tumbuh tak dapat berfungsi dengan baik bagi tanaman
nantinya dan tanpa adanya vegetasi penutup akan membuatnya rentan terhadap erosi baik
oleh hujan maupun angin. Pattimahu (2004) menambahkan bahwa terkikisnya lapisan
topsoil dan serasah sebagai sumber karbon untuk menyokong kelangsungan hidup
mikroba tanah potensial, merupakan salah satu penyebab utama menurunnya populasi
dan aktifitas mikroba tanah yang berfungsi penting dalam penyediaan unsur-unsur hara
dan secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan tanaman. Selain itu dengan
mobilitas operasi alat berat di atas tanah mengakibatkan terjadinya pemadatan tanah.
Kondisi tanah yang kompak karena pemadatan menyebabkan buruknya sistem tata air
(water infiltration and percolation) dan peredaran udara (aerasi) yang secara langsung
dapat membawa dampak negatif terhadap fungsi dan perkembangan akar.

Proses pengupasan tanah dan batuan yang menutupi bahan tambang juga akan
berdampak pada kerusakan tubuh tanah dan lingkungan sekitarnya. Menurut Suprapto
(2008a) membongkar dan memindahkan batuan mengandung sulfida (overburden)
menyebabkan terbukanya mineral sulfida terhadap udara bebas. Pada kondisi terekspos
pada udara bebas mineral sulfida akan teroksidasi dan terlarutkan dalam air membentuk
Air Asam Tambang (AAT). AAT berpotensi melarutkan logam yang terlewati sehingga
membentuk aliran mengandung bahan beracun berbahaya yang akan menurunkan
kualitas lingkungan.

Kegiatan pertambangan mengakibatkan berbagai perubahan lingkungan, antara


lain perubahan bentang alam, perubahan habitat flora dan fauna, perubahan struktur
tanah, perubahan pola aliran air permukaan dan air tanah dan sebagainya. Perubahan-
perubahan tersebut menimbulkan dampak dengan intensitas dan sifat yang bervariasi.
Selain perubahan pada lingkungan fisik, pertambangan juga mengakibatkan perubahan
kehidupan sosial, budaya dan ekonomi.

Dampak kegiatan pertambangan terhadap lingkungan tidak hanya bersumber dari


pembuangan limbah, tetapi juga karena perubahan terhadap komponen lingkungan yang
berubah atau meniadakan fungsi-fungsi lingkungan. Semakin besar skala kegiatan
pertambangan, makin besar pula areal dampak yang ditimbulkan. Perubahan lingkungan
akibat kegiatan pertambangan dapat bersifat permanen, atau tidak dapat dikembalikan
kepada keadaan semula. Perubahan topografi tanah, termasuk karena mengubah aliran
sungai, bentuk danau atau bukit selama masa pertambangan, sulit dikembalikan kepada
keadaannya semula. Kegiatan pertambangan juga mengakibatkan perubahan pada
kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Perubahan tata guna tanah,
perubahan kepemilikan tanah, masuknya pekerja, dan lain-lain. Pengelolaan
dampak pertambangan terhadap lingkungan bukan untuk kepentingan lingkungan itu
sendiri tetapi juga untuk kepentingan manusia.

Berikut merupakan hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi


penambangan, antara lain:

1. Lokasi penambangan sedapat mungkin tidak terletak pada daerah resapan atau
pada akuifer sehingga tidak akan mengganggu kelestarian air tanah di daerah sekitarnya.

2. Lokasi penambangan sebaiknya terletak agak jauh dari pemukiman penduduk


sehingga suara bising ataupun debu yang timbul akibat kegiatan penambangan tidak akan
mengganggu penduduk.

3. Lokasi penambangan tidak berdekatan dengan mata air penting sehingga tidak
akan mengganggu kualitas maupun kuantitas air dari mata air tersebut, juga untuk
menghindari hilangnya mata air.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pertambangan merupakan salah satu aktivitas manusia dalam memanfaatkan
sumberdaya alam yang telah dimulai sejak dahulu dan berlanjut hingga sekarang.
Keuntungan yang diperoleh dari aktivitas ini memang sangat besar, khususnya dalam
aspek ekonomi. Kendati demikian kerugian yang akan muncul adalah lebih besar dari
keuntungan yang telah diperoleh, jika dampak kerusakan yang ditimbulkan dibiarkan
tanpa upaya perbaikan.

Industri pertambangan atau industri mineral merupakan industri yang tidak


berkelanjutan, karena dalam melakukan satu industri tergantung dengan bahan dasarnya.
Minyak bumi, batu bara, emas, gas bumi dan lain-lain merupakan bahan dasar dalam
melakukan pertambangan dam merupakan sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui.

Berkurangnya sumber keseimbangan alam seperti hutan, air dan tanah yang subur
sebagian besar disebabkan oleh kegiatan pertambangan yang menghasilkan polutan yang
sangat besar sejak awal eksploitasi sampai proses produksi dan hanya mementingkan
keuntungan pribadi tanpa memperhatikan faktor kelestarian lingkungan.

B. Saran

Pada dasarnya industri pertambangan memiliki hasil yang maksimal jika dilihat
dari energi yang dihasilkan. Namun banyak sekali dampak-dampak yang dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan. Oleh karena itu perlu dilakukan proses
pertambangan yang sesuai prosedur dan terencana dengan baik sehingga selain
didapatkan hasil yang maksimal, kelestarian alam pun dapat terjaga. Selain itu juga
diperlukan energi alternatif untuk mengurangi kebutuhan akan hasil tambang.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/5167688/BAB_I_PENDAHULUAN

http://novianachmadrizki.blogspot.com/2012/11/dampak-lingkungan-industri-
pertambangan.html

http://azam029.blogspot.com/2012/06/geografi-lingkungan-dan-sumber-daya.html

http://dewagumay.wordpress.com/2008/06/08/dampak-lingkungan-industri-pertambangan/

http://green.kompasiana.com/polusi/2013/01/07/kerusakan-lingkungan-di-indonesia-akibat-
kegiatan-pertambangan-522187.html

http://arwansoil.blogspot.com/2011/03/kerusakan-lahan-akibat-aktivitas.html

http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=DAMPAK+PENAMBANGAN+TIMAH+BAGI
+MASYARAKAT+BANGKA+BELITUNG&&nomorurut_artikel=363

Anda mungkin juga menyukai