Anda di halaman 1dari 7

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian


Objek penelitian pada suatu pemetaan geologi meliputi :
1. Batuan, meliputi seluruh jenis batuan yang tersingkap di daerah
penelitian dan merupakan batuan yang masih segar dan insitu, yaitu
batuan yang belum mengalami pelapukan dan mengalami perpindahan
tempat.

2. Struktur Geologi dan indikasinya, yang dapat digunakan untuk


menentukan jenis serta pola struktur geologi yang berkembang pada
daerah pemetaan.

3.2 Alat-alat Yang Digunakan


Alat-alat yang digunakan selama melakukan pemetaan dan penelitian
di lapangan antara lain :
1. Peta Topografi seri Rupa Muka Bumi yang dikeluarkan Badan
Koordinasi Survei dan Pertahanan Nasional dengan kontur indeks 40
meter.
2. Kompas Geologi, digunakan untuk menentukan lokasi singkapan
dalam peta, mengukur arah jurus dan kemiringan batuan serta untuk
mengukur slope (kemiringan lereng).
3. Palu Geologi, digunakan untuk mengambil sampel batuan.
4. GPS, sebagai alat bantu dalam menentukan posisi singkapan dan
daerah penelitian.
5. Lup, dengan perbesaran 10X dan 20X, untuk mengamati tekstur
batuan dan komposisinya.
6. Komparator Besar Butir dan Mineral, sebagai pembanding ukuran
butir, bentuk butir dan diagram perkiraan persentase volume fragmen
dari batuan.

7
7. HCl (asam klorida) 0,1 Normal untuk mengetahui ada tidaknya
kandungan karbonat dalam batuan.
8. Pita Ukur (5 m dan 30 m), untuk mengukur jarak lintasan dan
ketebalan lapisan.
9. Kamera, untuk mengambil gambar singkapan sebagai tampilan dalam
laporan.
10. Kantong sampel, sebagai tempat contoh batuan.
11. Alat-alat tulis, seperti buku lapangan, ballpoint, pensil, penghapus,
pensil warna, penggaris, busur derajat, spidol permanen.
12. Alat-alat lain yang mendukung, seperti tas dan pakaian lapangan dan
lain-lain.

3.3 Langkah-langkah Penelitian


Langkah-langkah penelitian yang dilakukan meliputi beberapa
tahap pekerjaan, yaitu tahap persiapan, pekerjaan lapangan, analisis data,
dan tahap penyusunan laporan dengan bantuan asisten dosen mata kuliah
petrologi.

3.3.1 Tahap Persiapan


Persiapan sebelum melakukan pekerjaan lapangan meliputi :
1. Pembagian kelompok kerja menjadi 15 kelompok besar, dengan tiap
kelompok terdiri dari 10 mahasiswa.
2. Penentuan batas-batas daerah penelitian.
3. Digitasi Peta Topografi skala 1 : 4000.
4. Pengumpulan data sekunder untuk memperoleh gambaran umum
mengenai kondisi geologi daerah pemetaan.
5. Penafsiran Peta Topografi.
6. Perizinan.

8
3.3.2 Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap penelitian di lapangan sebelumnya dimulai dengan
persiapan-persiapan awal, yaitu Digitasi peta dengan skala 1 : 4000.
Penelitian di lapangan menggunakan beberapa metode, yaitu :
1. Metode GPS
Metode ini dilakukan dengan cara plotting melalui alat bantu berupa
GPS. Koordinat yang didapat dari GPS ini diplot pada peta. Sehingga
dengan cara yang singkat didapatkan daerah titik pengamatan dengan
jelas dan cepat.
2. Metode Orientasi Lapangan
Metode ini dilakukan dengan cara mencocokan kondisi alam
sebenarnya yang mudah dikenali pada peta, yang dapat diamati dari
titik pengamatan terhadap suatu objek yang jelas, seperti sungai, jalan,
jembatan, gunung, dan lain-lain.
Pengamatan yang dilakukan selama di lapangan antara lain :
 Plotting data, untuk penempatan setiap lokasi pengamatan pada
peta.
 Pengamatan terhadap singkapan batuan meliputi jenis, karakteristik
fisik secara megaskopis, pengukuran arah dan kemiringan
perlapisan, ketebalan lapisan dan struktur sedimen, sehingga dapat
dikelompokkan menjadi satuan-satuan batuan.
 Pengamatan terhadap indikasi yang dapat menunjukkan adanya
perubahan litologi dan struktur geologi.
 Pengambilan contoh batuan yang dianggap mewakili satuan-satuan
batuan.
 Penggambaran sketsa dan pengambilan foto.

9
3.3.3 Tahap Analisis Data
3.3.3.1 Analisis Stratigrafi
Di lapangan, dilakukan analisis stratigrafi secara megaskopis.
Pembagian satuan batuan didasarkan pada satuan litostratigrafi tidak
resmi, yaitu penamaan satuan batuan didasarkan pada ciri fisik batuan
yang dapat diamati di lapangan, meliputi jenis batuan, keseragaman gejala
litologi dan posisi stratigrafinya (Sandi Stratigrafi Indonesia, Pasal 13).
Sedangkan penentuan batas penyebaran satuannya harus memenuhi
persyaratan Sandi Stratigrafi Indonesia, (1996) : Pasal 15, yaitu :
1. Batas satuan litostratigrafi adalah sentuhan antara dua satuan yang
berlainan ciri litologinya yang dijadikan dasar pembeda kedua satuan
tersebut.
2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan
litologinya atau dalam hal perubahan tersebut tidak nyata, batasnya
merupakan bidang yang diperkirakan kedudukannya.
3. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjari-menjemari
peralihannya dapat dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila
memenuhi persyaratan Sandi.
4. Penyebaran suatu satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh
kelanjutan ciri-ciri litologi yang menjadi ciri penentunya.
5. Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh
batasan cekungan pengendapan atau aspek geologi lain.
6. Batas-batas daerah hukum (geografi) tidak boleh dipergunakan sebagai
alasan berakhirnya penyebaran lateral suatu satuan.
Penamaan satuan litostratigrafi didasarkan atas jenis litologi yang
paling dominan dalam satuan tersebut. Pengamatan terhadap litologi di
lapangan dilakukan secara megaskopis meliputi warna batuan baik warna
segar maupun warna lapuknya, ukuran butir, bentuk butir, kemas,
pemilahan, kekerasan, mineral tambahan, struktur sedimen, kandungan
fosil dan lain-lain.

10
Indikasi sentuh stratigrafi yang ditemukan di lapangan sangat
berguna untuk menentukan hubungan antara satuan batuan dengan satuan
batuan lainnya.
Adapun dasar penentuan jenis stratigrafi adalah :
1. Perlapisan merupakan sifat dari batuan sedimen yang memperlihatkan
bidang-bidang yang sejajar yang diakibatkan oleh proses sedimentasi.
Perlapisan terbentuk karena adanya perubahan-perubahan pada proses
sedimentasi, seperti pasang surut, banjir, perbedaan temperatur.
2. Bidang perlapisan adalah suatu bidang yang merupakan perlapisan dan
dapat diwujudkan berupa hamparan dari suatu mineral tertentu besar
butir, atau bidang sentuh yang tajam antara dua macam batuan yang
berbeda.
3. Lapisan adalah satuan stratigrafi terkecil yang terdiri dari satu macam
batuan yang homogen dan bagian atas dan bagian bawahnya dibatasi
oleh bidang perlapisan secara tajam ataupun berangsur.
Batas satuan stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran
ciri satuan dan keseragaman suatu lapisan secara lateral tergantung dari
jenis litologi dan media pengendapan. Jadi kontak antarsatuan batuan atau
sentuh stratigrafi dapat bersifat tajam ataupun berangsur. Ada tiga macam
sentuh stratigrafi, yaitu :
1. Selaras, sedimentasi berlangsung menerus tanpa interupsi dari satuan
stratigrafi yang berada di bawah lapisan tersebut.
2. Tidak selaras, siklus sedimentasi tidak menerus, disebabkan oleh
pengangkatan.
3. Diastem, siklus sedimentasi tidak menerus, disebabkan oleh erosi atau
tidak adanya pengendapan.
Penentuan umur dan lingkungan pengendapan masing-masing
satuan batuan didasarkan atas analisis kandungan fosil dengan
menggunakan kisaran umur fosil foraminifera plantonik menurut Postuma
(1971) dan Blow (1969) serta kisaran lingkungan pengendapan fosil
foraminifera bentonik menurut Phleger (1960).

11
3.3.3.2 Analisis Struktur Geologi
Kriteria untuk mengenal sesar di lapangan secara pokok terbagi
enam, yaitu pengulangan atau hilangnya suatu perlapisan ditinjau dari
posisi stratigrafinya, silisifikasi dan mineralisasinya, perubahan fasies
secara tiba-tiba, kriteria fisiografis berupa gawir sesar dan kenampakan
morfologi triangular faset, kenampakan karakteristik pada bidang struktur
dan ketidakselarasan perlapisan.
Perlu dilakukan interpretasi topografi untuk melihat indikasi
struktur geologi yang meliputi interpretasi kerapatan garis kontur,
kelurusan sungai, kelurusan punggungan, pola pengaliran sungai dan
sebagainya.
Untuk mengamati adanya struktur perlipatan di lapangan, yaitu
dengan melihat perubahan berangsur pada kemiringan (dip) lapisan
batuan, perulangan urutan variasi litologi, pembalikan dengan menentukan
top dan bottomnya yang tidak sesuai dengan arah kemiringan lapisan.
Untuk mengamati keberadaan arah dan jenis sesar di lapangan
dapat diperkirakan dengan melihat indikasi yang ada, seperti adanya
dragfold (lipatan seret), offset litologi, kekar-kekar, cermin sesar, slicken
side, breksiasi, zona-zona hancuran, kelurusan mata air panas dan air
terjun.
Semua indikasi yang telah ditemukan direkonstruksikan bersamaan
dengan rekonstruksi pola jurus batuan yang akan menghasilkan jenis, arah
dan pola struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut yang
kemudian dituangkan dalam Peta Pola Jurus. Untuk umurnya ditarik
berdasarkan kesebandingan regional atau berdasarkan umur satuan litologi
yang dilaluinya.

12
3.3.4 Tahap Penyusunan Laporan
Tahap ini merupakan tahap akhir yang meliputi interpretasi dan
rekonstruksi data yang telah diperoleh dari lapangan, yang disajikan dalam
bentuk laporan hasil penelitian.

13

Anda mungkin juga menyukai