Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Undang-Undang nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air

menjelaskan bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia

dalam segala bidang. Pada pasal 1 ayat 1 dikatakan sumber daya air adalah air, sumber

air, dan daya air yang terkandung di dalamnya.

Pada pasal 1 ayat 2 UU No. 7 tahun 2004 menjelaskan bahwa air adalah semua

air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam

pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Air

hujan adalah air murni yang berasal dari sublimasi uap air di udara yang ketika turun

melarutkan benda-benda di udara yang dapat mengotori dan mencemari air hujan seperti

gas (O2, CO2, N2), debu, dan lain-lain.

Pemasalahan sumber daya air saat ini sudah menjadi satu permasalahan yang

sangat penting di Indonesia. Permasalahan sumber daya air ini dipengaruhi oleh

perubahan lahan akibat tekanan pertumbuhan dan aktivitas penduduk.

Salah satu solusi permasalahan sumber daya air yaitu dengan mengolah air

hujan. Permenpu No. 11/PRT/M/2014 pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa pengelolaan air

hujan pada bangunan dan persilnya adalah upaya dan kegiatan untuk mempertahankan

kondisi hidrologi alami dengan cara memaksimalkan pemanfaatan air hujan, infiltrasi air

hujan dan menyimpan sementara air hujan untuk menurunkan debit banjir melalui optimasi

pemanfaatan elemen alam dan pemanfaatan elemen buatan.

1
Kebutuhan akan air besih umumnya disuplai oleh PDAM Kota Ternate yang di

dapat dari air tanah maupun sungai yang ada di sekitar wilayah Kota Ternate. Selain itu,

ada juga masyarakat maupun kawasan yang tidak mendapatkan suplai air bersih dari

PDAM sehingga air tanah digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Akan menjadi

bahaya jika terjadi eksploitasi berlebihan terhadap air tanah. Eksploitasi air tanah dapat

menyebabkan tanah menjadi amlbes (land subsidence). Selain itu juga akan terjadi

kesulitan air bersih karena air tanah semakin sulit diperoleh. Apabila eksploitasi air tanah

terus berlanjut, maka dikhawatirkan krisis air akan terjadi.

Kegiatan pengolahan air hujan dalam hal ini memanen air hujan di Kota Ternate

telah dilaksanakan di beberapa kawasan yang ada di Kecamatan Ternate Utara. Kegiatan

ini dilaksanakan dalam rangka usaha untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat

dan mengurangi resiko banjir yang sempat terjadi di beberapa kelurahan di Kecamatan

Ternate Utara.

Sistem persediaan air bersih di areal kampus 2 Universitas Khairun menggunakan

pompa untuk mendistribusikan air bersih dari daerah rendah ke daerah pegunungan.

Lokasi Kampus Universitas Khairun berada pada ketinggian, sehingga distribusi air bersih

belum tersentuh dengan baik.

Kurangnya pasokan air bersih di Kampus 2 Universitas Khairun inilah menjadi

alasan peneliti melakukan penelitian ini guna dapat memenuhi kebutuhan air bersih

dengan baik, mengingat dalam waktu tertentu masyarakat dapat membeli air bersih untuk

memenuhi kebutuhan di areal kampus, baik itu kebutuhan individu, kelompok, tempat

ibadah, bahkan kantin-kantin yang berada di dalam kampus itu sendiri.

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yang akan

dikaji dalam penelitian ini yaitu:

1. Berapa kebutuhan air pada wilayah Kampus 2 Universitas Khairun?

2. Bagaimana perencanaan panen air hujan?

3. Berapa volume air hujan yang dapat di tampung?

4. Bagaimana desain bangunan pemanen air hujan?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui berapa pemakaian air untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa

maupun pegawai yang berada di lingkungan Kampus 2 Universitas Khairun

2. Merencanakan sistem panen air hujan

3. Mengetahui volume air hujan yang dapat ditampung guna memenuhi kebutuhan

air bersih di kawasan Kampus 2 Universitas Khairun

4. Mendesain bangunan pemanen air hujan

1.4 Batasan Masalah

1. Penelitian dilakukan di Kampus 2 Universitas Khairun Ternate khususnya Fakultas

Teknik

2. Tidak meninjau aspek ekonomi

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika

penulisan.

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat teori-teori dan penelitian terkait yang digunakan dalam penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisis uraian tentang gambaran umum penelitian dan prosedur penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang hasil dari analisis penelitian dan pembahasannya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang didapat dari penulisan BAB I, BAB II,

BAB III, dan BAB IV.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hujan

Hujan terjadi karena udara basah yang naik ke atmosfir mengalami pendinginan

sehingga terjadi proses kondensasi. Naiknya udara ke atas dapat terjadi secara siklonik,

orografik, dan konvektif.

a) Hujan konvektif

Di daerah tropis pada musim kemarau udara yang berada di dekat permukan

tanah mengalami pemanasan intensif. Pemanasan tersebut menyebabkan rapat

massa udara berkurang, sehingga terjadi kondensasi dan hujan. Hujan terjadi

karena proses ini disebut hujan konvektif, yang biasanya bersifat setempat,

mempunyai intensitas tinggi dan durasi singkat.

b) Hujan siklonik

Jika massa udara panas yang relatif ringan bertemu dengan massa udara dingin

yang relatif berat, maka udara panas tersebut akan bergerak di atas udara dingin.

Udara yang bergerak ke atas tersebut mengalami pendinginan sehingga terjadi

kondensasi dan terbentuk awan dan hujan. Hujan yang terjadi disebut hujan

siklonik, yang mempunyai sifat tidak terlalu lebat dan berlangsung dalam waktu

lebih lama.

c) Hujan orografis

Udara lembab yang tertiup angin dan melintasi daerah pegunungan akan naik

dan mengalami pendinginan, sehingga terbentuk awan dan hujan. Sisi gunung

yang dilalui oleh udara tersebut banyak mendapatkan hujan dan disebut lereng

5
hujan, sedang sisi belakang yang dilalui udara kering (uap air leleh menjadi hujan

di lereng) disebut lereng bayangan hujan. Daerah tersebut tidak permanen dan

dapat berubah tergantung pegunungan (hulu DAS), dan merupakan pemasok air

tanah, danau, bendungan, dan sungai.

Air hujan merupakan sumber air yang sangat penting terutama di daerah yang

tidak terdapat sistem penyediaan air bersih, kualitas air permukaan yang rendah sarta

tidak tersedia air tanah (Abdullah et al., 2009).

Selain bermanfaat untuk mengurangi limpasan air hujan dan mereduksi potensi

banjir, pengolahan air hujan juga bermanfaat sebagai berikut:

a) Manfaat terhadap Sumber Daya Air

1) Air yang lebih bersih

Pemafaatan tanaman dan tanah, pemanenan, dan penggunaan air hujan

untuk kebutuhan bangunan gedung dapat mengurangi volume limpasan air

hujan dan kumpulan polutan serta dapat mengurangi frekuensi dan tingkatan

luapan dari air selokan.

2) Suplai air bersih dan memadai

Pendekatan implementasi infrastruktur hijau yang menggunakan sistem

infiltrasi berbasis vegetasi tanah dapat digunakan untuk mengisi ulang air

tanah dan menjaga aliran air di dalam tanah.

3) Mengurangi penggunaan air untuk kegiatan sehari-hari dari sumber lainnya

(PDAM, air tanah, dll)

6
Dengan pemanfaatan air hujan secara optimal untuk kegiatan sehari-hari,

seperti mengairi kebun, taman, dan toilet tentunya penggunaan air dari

sumber-sumber tersebut akan berkurang.

4) Perlindungan terhadap sumber air

Implementasi pengelolaan air hujan memberikan manfaat berupa

penghilangan polutan sehingga memberikan perlindungan terhadap air tanah

dan air permukaan sebagai sumber air minum. Di samping itu implementasi

pengelolaan air hujan juga bermanfaat terhadap peresapan air tanah.

b) Manfaat terhadap lingkungan dan kehidupan sosial

1) Mengurangi limpasan air hujan keluar dari persil bangunan gedung

Dengan pengelolaan air hujan pada bangunan gedung dan persilnya melalui

pemanfaatan air hujan dan infiltrasi tanah, limpasan air hujan akan berkurang

2) Mencegah terjadinya penurunan permukaan tanah

Dengan terisinya air tanah melalui kegiatan pengelolaan air hujan pada

bangunan gedung dan persilnya, potensi turunnya permukaan tanah sebagai

akibat dari eksploitasi air tanah akan berkurang.

3) Bagian dari solusi terhadap dampak perubahan iklim

Implementasi pengelolaan air hujan pada bangunan gedung dan persilnya

merupaan bentuk mitigasi dan adaptasi manusia terhadap perubahan ilim.

Pengelolaan air hujan dengan cara mengkonservasi, memanen, dan

menggunakan air untuk kebutuhan bangunan, mengisi ulang air tanah, dan

mengurangi debit limpasan yang dapat menimbulkan banjir merupakan

7
langkah positif untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang pada akhirnya

dapat memperbaiki iklim lingkungan.

2.2 Kebutuhan Air

Kebutuhan air bersih untuk siswa sekolah adalah sebesar 25 liter/siswa/hari.

Sedangkan untuk kebutuhan air bersih di kantor ditetapkan 25 liter/pegawai/hari, yang

merupakan rerata kebutuhan air minum, wudhu, mencuci tangan/kaki, kakus dan lain

sebagainya yang berhubungan dengan keperluan air di kantor (Direktorat Teknik

Penyehatan, Dirjend Cipta Karya DPU).

Menurut SNI 03-7065-2005, penggunaan air bersih untuk berbagai gedung

disajikan pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Pemakaian air minimum sesuai penggunaan gedung

No. Penggunaan Gedung Pemakaian Air Satuan

1 Rumah tinggal 120 Liter/penghuni/hari

2 Rumah susun 1001) Liter/penghuni/hari

3 Asrama 120 Liter/penghuni/hari

4 Rumah Sakit 5002) Liter/tempat tidur pasien/hari

5 Sekolah Dasar 40 Liter/siswa/hari

6 SLTP 50 Liter/siswa/hari

7 SMU/SMK dan lebih tinggi 80 Liter/siswa/hari

8 Ruko/rukan 100 Liter/penghuni dan pegawai/hari

9 Kantor/Pabrik 50 Liter/pegawai/hari

10 Toserba, toko pengecer 5 Liter/m2

11 Restoran 15 Liter/kursi

12 Hotel berbintang 250 Liter/tempat tidur/hari

8
13 Hotel Melati/Penginapan 150 Liter/tempat tidur/hari
Gedung Pertunjukan,
4 10 Liter/kursi
Bioskop
15 Gedung Serba Guna 25 Liter/kursi

16 Staiun, Terminal 3 Liter/penumpang tiba dan pergi

17 Tempat Peribadatan 5 Liter/orang


1)
Sumber : hasil pengkajian Puslitbang pemukiman Dep. Kimpraswil tahun 2000

2)
Permen Kesehatan RI No. 986/Menkes/Per/IX/1992

Tabel 2.2 Pemakaian air dingin pada alat plumbing menurut SNI 03-7065-2005

Setiap Pemakaian
No. Nama Alat Plumbing Waktu Pengisian (detik)
(liter)
1 Kloset, katup gelontor 15 10

2 Kloset, tangki gelontor 14 60

3 Peturasan, katup gelontor 5 10

4 Peturasan, tangki gelontor 14 300

5 Bak cuci tangan kecil 10 18

6 Bak cuci tangan biasa 10 40


Bak cuci tangan dapur,
7 15 60
dengan keran 13 mm
Bak cuci tangan dapur,
8 25 60
dengan keran 20 mm
9 Bak mandi (bathtub) 125 250

10 Pancuran mandi (shower) 42 210

2.3 Intesitas Hujan

9
Intensitas hujan adalah laju hujan atau curah hujan atau tinggi air persatuan

waktu. Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam,

mm/menit, mm/hari (Suroso, 2006)

Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada

umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak begitu luas.

Hujan yang meliputi daerah yang luas, jarang sekali dengan intensitas yang tinggi tetapi

dapat berlangsung dengan durasi yang cukup panjang. Volume air bagaikanditumpahkan

dari langit (Sudjarwadi 1987).

Dalam menghitung intensitas hujan yang dipakai adalah hujan harian, Mononobe

(Suryono dan Takeda 1983) mengusulkan persamaan di bawah ini untuk menurunkan

kurva IDF.

R 24 24 2
I =t h=
( )
24 t c
3
........................................................................................................2.1

dengan : I = intensitas hujan (mm/jam)

tc = lamanya hujan (jam)

R24 = curah hujan maksimum selama 24 jam (mm)

2.4 Ketersediaan Air

Ketersediaan air adalah jumlah air debit yang diperkirakan terus menerus ada di

suatu lokasi (bendung atau bangunan air lainnya) di sungai dengan jumlah tertentu dan

dalam jangka waktu periode tertentu (Direktorat Irigasi, 1980). Air yang tersedia dapat

digunakan untuk berbagai keperluan seperti air baku yang meliputi air domestik (air minum

dan rumah tangga) dan industri, pemeliharaan sungai, peternakan, perikanan, irigasi dan

pembangkit listrik tenaga air (PLTA) (Triatmodjo, 2010).

10
Ketersediaan air di bumi sangat melimpah, hampir 70% permukaan bumi tertutup

oleh air atau berjumlah 1.36 x 109 km 3. Namun dari jumlah ini hanya 0.0033% saja yang

bisa dimanfaatkan dan 33% sisanya hampir tersimpan di kutub atau air tanah yang sangat

dalam. Kebutuhan air satu daerah berbeda dengan daerah lain (Shalahudin dalam

Dwiningsih, 2003).

Untuk pemanfaatan air hujan, perlu diketahui informasi ketersediaan air andalan

(debit hujan). Curah hujan andalan adalah besarnya curah hujan bulanan yang terjadi

pada periode waktu tertentu yang peluang terjadinya 80%. Data curah hujan andalan

dapat terlihat penyebaran curah hujan sehingga dapat diketahui saat-saat terjadinya

musim penghujan dan musim kemarau yang ditandai besarnya curah hujan setiap

bulannya (Tri Yayuk, 2012).

Perhitungan hujan andalan dilakukan melalui pengolahan data debit hujan

tahunan yang ada dengan mengurutkan pengikat data debit rerata tahunan dari nilai

tertinggi ke nilai terendah berdasarkan besar curah hujan rata-rata tahunan. Lalu

diperhitungkan peluang masing-masing/probabilitas (Triatmodjo, 2012). Dengan rumus :

m
P= 100 ..............................................................................................................2.2
n+1

Dengan : m = nomor urut

n = jumlah data

P = peluang

2.5 Pemanenan Air Hujan

Permenpu No. 11/PRT/M/2014 menjelaskan bahwa memanen air hujan adalah

teknik yang digunakan untuk mengumpulkan air hujan untuk kemudian dapat diresapkan

11
ke dalam tanah, dimanfaatkan untuk kebutuhan tertentu, atau disalurkan ke saluran

drainase perkotaan.

Pemanenan Air Hujan (PAH) merupakan metode atau teknologi yang digunakan

untuk mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan, permukaan tanah, jalan

atau perbukitan batu dan dimanfaatkan sebagai salah satu sumber suplai air bersih

(Abdullah et al., 2009).

Pemanenan air hujan dengan teknik modern sudah dipraktikkan di banyak negara

maju. Banyak perusahaan air minum yang sudah menjual peralatan satu paket dan siap

dengan pemasangannya. Dengan demikian, pemilik rumah tinggal memesan dengan

harga yang telah ditentukan sesuai dengan tipe rumah (luas atap) dan jumlah anggota

keluarga atau luas atap perkantoran dengan jumlah pegawainya.

Kelebihan dari memanen air hujan adlah sebagai berikut (Krisan dalam Yudhi,

2014)

1. Air merupakan benda bebas, satu-satunya biaya adalah hanya untuk

pengumpulan dan penggunaan

2. Tidak dibutuhkan sistem distribusi yang rumit dan mahal

3. Air hujan dapat menjadi sumber air alternatif ketika air tanah tidak tersedia atau

tidak dapat digunakan

4. Panen air hujan mengurangi arus ke aliran limpasan permukaan dan juga

mengrurangi sumber polusi.

5. Panen air hujan mengurangi permintaan kebutuhan air puncak musim kemarau

6. Panen air hujan mengurangi biaya penggunaan listrik dan PAM

12
2.6 Tipe Sistem Pemanenan Air Hujan
Beberapa sistem pemanenan air hujan yang dapat diterapkan adalah sebagai

berikut:

1) Sistem atap (roof system) menggunakan atap rumah secara individual

memungkinkan air yang akan terkumpul tidak terlalu signifikan, namun apabila

diterapkan secara masal maka air yang terkumpul sangat berlimpah.

2) Sistem permukaan tanah (land catchment area) menggunakan permukaan tanah

merupakan metode yang sangat sederhana untuk mengumpulkan air hujan.

Dibandingkan dengan sistem atap, pemanenan air hujan dengan sistem ini lebih

banyak mengumpulkan air hujan dari daerah tangkapan yang lebih luas. Air hujan

yang terkumpul dengan sistem ini lebih cocok digunakan untuk pertanian, karena

kualitas air yang rendah. Air dapat ditampung dalam embung atau danau kecil.

Namun, ada kemungkinan sebagian air yang tertampung akan meresap ke dalam

tanah.

2.7 Komponen Sistem Pemanenan Air Hujan

Sistem pemanenan air hujan biasanya terdiri dari area tangkapan, aluran

pengumpulan atau pipa yang mengalirkan air hujan yang turun di atap tangki penyimpanan

(cistern or tanks). Saluran pengumpulan atau pipa mempunyai ukuran, kemiringan, dan

dipasang sedemikian rupa agar kuantitas air hujan dapat tertampung semaksimal

mungkin. Ukuran saluran penampung tergantung pada luas area tangkapan hujan,

biasanya diameter saluran penampung berukuran 20-50 cm (Abdulla et al., 2009). Filter

dibutuhkan untuk menyaring sampah (daun, plastik, dan ranting) yang ikut bersama air

13
hujan dalam saluran penampung sehingga kualitas air hujan terjaga. Dalam kondisi

tertentu, filter harus bisa dilepas dengan mudah dan dibersihkan dari sampah.

Komponen dasar dari suatu pemanen air hujan terdiri dari lima dasar yaitu :

1. Permukaan daerah tangkapan air hujan

Atap bangunan merupakan pilihan sebagai area penangkapan air hujan. Jumlah

air yang dapat ditampung dari sebuah atap tergantung dari material atap tersebut,

dimana semakin baik jika permukaan semakin halus.

Gambar 2.1 Area Tangkapan Air Hujan

2. Talang dan pipa downspout

Berfungsi menangkap dan menyalurkan air hujan yang melimpas dari atap menuju

tempat penampungan. Material yang biasa dipergunakan pada unit adalah PVP,

vynil, dan galvanized steel.

14
Gambar 2.2 Talang yang Terpasang Saringan Daun
(Sumber : Heather Kinkade-Levario, 2007)

3. Saringan daun, saluran penggelontar air hujan pertama ( fisrt flush diverters) dan

atap pencuci atap

Komponen penghilang kotoran dari air yang ditangkap oleh permukaan

penangkap sebelum penampungan. Umumnya sebelum air hujan masuk ke dalam

penampungan, air hujan yang pertama kali turun dialirkan terebih melalui saluran

penggelontor air hujan pertama ( first flush diverters). Karena air hujan yang

pertama kali jatuh membasahi atap membawa berbagai kotoran, zat kimia

berbahaya, dan beberapa jenis bakteri yang berasal dari sisa-sisa orgasme.

Gambar 2.3 Saringan Daun


(Sumber : Heather Kinkade-Levario, 2007)

15
4. Tangki/bak penampungan

Bagian ini merupakan bagian termahal dari sistem panen air hujan. Ukuran tangki

penampungan ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain: persediaan air hujan

permintaan kebutuhan air, lama musim kemarau, penampung area penangkap

dan dana yang tersedia.

5. Pemurnian dan penyaringan air

Komponen ini hanya dipakai pada sistem pemanen air hujan sebagai sumber air

minum.

Sedangkan contoh komponen lengkap sebuah pemanen air hujan modern pada sebuah

residensial dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 2.4 Komponen Bagian-bagian Pemanen Air Hujan


(Sumber : Heather Kinkade-Levario, 2007)

Keterangan :

1. Atap

2. Talang

16
3. Pipa

4. Pipa downspout

5. Pipa sambungan ke cistern

6. Pemisah sedimen atau puing, alat penggelontor

7. Sumbatan untuk pembersihan

8. Catchbasin

9. Inlet air hujan

10. Level maksimum

11. Level minimum air

12. Penutup tangki

13. Pipa suplai air alternatif/resapan

14. Katup khas

15. Atmospheric vaccum breaker

16. Sumber air alternatif/mata air

17. Pipa overflow pada tangki

18. Landscope irrigation supplay filter

19. Penyaringan pasir

20. Pompa untuk irigasi

21. Katup khas

22. Jaringan supplay untuk irigasi

23. Tempat pengambilan sisa buangan

24. Kran untuk mengeringkan tangki

17
Setelah sistem jaringan pipa penghubung terpasang dari talang ke tangki

penampungan kemudian dihubungkan dengan jaringan pipa dalam bangunan yang

menghubungkan dengan jaringan pipa air bersih seperti gambar berikut:

Gambar 2.5 Sistem Plumbing Pemanfaatan Air Hujan


(Sumber : Texas Water Defelopment Board, 2006)

Sedangkan untuk peletakkan tangki penampungan tergantung pada ketersediaan

ruang di luar bangunan. Tangki bisa diletakkan dalam tanah atau di atas permukaan tanah.

Peletakan tangki lebih baik menyesuaikan dengan keadaan talang dan perpipaan air

bersih di bangunan sehingga air dapat mengalir dengan gravitasi dan dapat menghemat

penggunaan pompa. Apabila tidak memungkinkan, dapat menggunakan sistem dua tangki

yang mana tangki bawah dipompa ke tangki atas bangunan sehingga air dapat mengalir

secara gravitasi. Apabila ingin menyimpan cadangan air hujan dengan kapasitas besar,

tangki dapat ditambah dan dihubungkan satu sama lain.

18
Gambar 2.6 Tangki air hujan bawah tanah

Gambar 2.7 Tangki air hujan terletak berada ditengah antara lantai 1 dan lantai 2

Apabila ingin menyimpan cadangan air hujan dengan kapasitas yang lebih besar,

tangki dapat ditambah dan dihubungkan seperti gambar berikut:

19
Gambar 2.8 Sistem 3 tangki penampung air yang saling berhubungan

2.8 Koefisien Runoff

Koefisien runoff atau koefisien k didefinisikan sebagai nisbah antara puncak aliran

permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor ini merupakan variabel yang paling

menentukan hasil perhitungan debit banjir. Pemilihan harga k yang tepat memerlukan

pengalaman hidrologi yang luas. Faktor utama yang mempengaruhi nilai k adalah laju

infiltrasi tanah atau presentase lahan kedap air, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah,

dan intensitas hujan. Permukaan kedap air, seperti perkerasan aspal dan atap bangunan,

akan menghasilkan aliran hampir 100% setelah permukaan menjadi basah, seberapa pun

kemiringannya (Suripin, 2004). Koefisien runoff nilainya dberikan dalam tabel 2.3.

20
Tabel 2.3 Koefisien k untuk Metode Rasional

Diskripsi lahan/karakter permukaan Koefisien aliran, k


Bussines
Perkotaan 0,70 – 0,95
Pinggiran 0,50 – 0,70
Perumahan
Rumah tunggal 0,30 – 0,50
Multiunit, terpisah 0,40 – 0,60
Multiunit, tergabung 0,60 – 0,75
Perkampungan 0,25 – 0,40
Apartemen 0,50 – 070
Industri
Ringan 0,50 – 0,80
Berat 0,60 – 0,90
Perkerasan
Aspal dan beton 0,70 – 0,95
Batu bata, paving 0,50 – 0,70
Atap 0,75 – 0,95
Halaman, tanah berpasir
Datar 2% 0,05 – 0,10
Rata-rata, 2%-7% 0,10 – 0,15
Curam, 7% 0,25 – 0,35
Halaman, tanah berat
Datar 2% 0,13 – 0,17
Rata-rata, 2%-7% 0,18 – 0,22
Curam, 7% 0,25 – 0,35
Halaman kereta api 0,10 – 0,35

Taman tempat bermain 0,20 – 0,35

Taman, perkuburan 0,10 – 0,25


Hutan
Datar, 0%-5% 0,10 – 0,40
Bergelombang, 5%-10% 0,25 – 0,50
Berbukit, 10%-30% 0,30 – 0,60
2.9 Perhitungan Suplai Air

21
Untuk menghitung ketersediaan air atau volume air hujan yang jatuh di atap

bangunan, dapat digunakan persamaan sebagai berikut :

V =R ∙ A ∙ k pers. 2.3

Dimana : V = Volume air tertampung (m3/bulan)

R = Curah hujan (m/bulan)

A = luas daerah tangkapan (m2)

K = Koefisien Runoff (Tabel 2.3)

2.10 Perhitungan Kebutuhan Air Gedung

Kebutuhan air suatu bangunan gedung baik kebutuhan air indoor maupun outdoor

dapat sihitung sesuai dengan SNI 03-7065-2005. Volume pemakaian dapat di sesuaikan

dari fungsi bangunan atau dengan menghitung rata-rata penggunaan air pada alat

plumbing seperti yang dijelaskan pada sub bab 2.3.

2.11 Perhitungan Volume Tangki Penampungan Air Hujan

Ukuran kapasitas tangki penampungan air hujan harus dapat memenuhi

kebutuhan air sepanjang tahun atau minimal sepanjang musim hujan. Untuk itu sebelum

melaksanakan pembuatan tangki perlu dilakukan perhitungan volume air hujan yang dapat

tertampung oleh atap dengan memperhitungkan terjadinya kebocoran dan limpasan

dengan asumsi efisiensi air yang dapat tertampung.

22
Penentuan ukuran tangki dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

1. Pendekatan dari segi kebutuhan air

Metode ini merupakan metode perhitungan paling sederhana dimana hanya

menghitung volume air yang dibutuhkan yang langsung dianggap sebagai volume

tangki yang harus disediakan. Adapun persamaan yang berlaku adalah:

V demand =V tangki ...............................................................................................2.4

Metode ini mengambil asumsi bahwa curah hujan dan daerah tangkapan memadai

secara konsisten seperti kondisi di atas. Untuk itu diakukan pengembangan

permodelan perhitungan yaitu metode pendekatan dari segi ketersediaan air.

2. Pendekatan dari segi ketersediaan air

Metode ini hanya memperhitungkan jumlah air yang bisa di tangkap oleh suatu

daerah tangkapan dengan mengetahui jumlah kebutuhan air sebagai pedoman

bahwa volume ketersediaan air harus lebih besar dari kebutuhan air yang

dianggap sama setiap hari sepanjang tahun.

V suply =V tangki ..................................................................................................2.5

3. Perhitungan neraca air

Pada metode ini, perhitungan cistern ditentukan dengan mempertimbangkan

keseimbangan ketersediaan air dan kebutuhan air yang terjadi. Ketersediaan air

berasal dari atap sedangkan kebutuhan air merupakan volume air yang

dibutuhkan.

Dari ketiga metode di atas, metode yang dipilih adalah metode perhitungan neraca

air. Metode ini dipilih karena volume ketersediaan air berbeda setiap harinya karena

perbedaan curah hujan setiap hari dan ditambah lagi dengan dua musim yang terjadi di

23
Indonesia sehingga suplai air pada musim penghujan melimpah dan pada musim kemarau

suplai atau ketersediaan air sangat sedikit, sedangkan kebutuhan air setiap bulan

dianggap sama. Maka dengan metode ini menyesuaikan dengan kondisi antar dua musim

ini. Sehingga suplai air yang ditampung pada musim penghujan ada sebagian yang

ditabung untuk menutupi kekurangan air sehingga neraca suplai dengan demand menjadi

seimbang.

2.12 Perhitungan Debit Air Baku

Untuk menghitung debit air baku yang diperoleh dari hujan dapat digunakan

persamaan berikut ini (Permen PU, 2009):

I × A atap
Q= ................................................................................................................2.6
T

Dimana : Q = debit air rata-rata hujan (m3/detik)

I = intensitas curah hujan rata-rata (m)

A = luas atap sebagai bidang penangkap (m 2)

T = periode atau lama waktu hujan (detik)

2.13 Perhitungan Dimensi Talang/ Roof Drain dan Pipa

Untuk menghitung dimensi talang tegak dapat digunakan persamaan berikut ini:

v =√ 2 gh ......................................................................................................................2.7

Q
A= ...........................................................................................................................2.8
v

1
A= π r 2 .....................................................................................................................2.9
2

d=2 r ........................................................................................................................2.10

24
d=
√ 4 ∙Q
π ∙V
.................................................................................................................2.11

Dimana : v = kecepatan aliran air pada talang tegak (m/detik)

g = percepatan gravitasi (9,8 m/detik2)

h = tinggi jatuh air (m)

A = luas atap sebagai bidang penangkap (m 2)

Q = debit air rata-rata hujan (m3/detik)

π = 3,14

r = jari-jari talang atau pipa (m)

d = diameter talang atau pipa (m)

2.14 Perhitungan Jumlah Tulangan dan Struktur Plat

Untuk menghitung jumlah tulangan dan struktur pada plat dasar tangki PAH

dengan tujuan desain dan keamanan struktur dapat dihitung dengan persamaan di bawah

ini:

a) Perhitungan tebal pelat (berkenaan syarat lendutan)

Tebal minimum pelat hmin menurut persyaratan, untuk f y = 240 MPa dan pelat

ditumpu bebas pada dua tepi adalah :

L
hmin = .................................................................................................2.12
27

b) Hitung beban-beban

qu =1,2 qd +1,6 q1 ...................................................................................2.13

c) Perhitungan momen yang bekerja akibat beban berfaktor

1/24 1/24

25
1/8

2
Pada lapangan, M u=1/8 ∙ qu ∙ L ...........................................................2.14

Pada tumpuan, (memperhitungkan jepit tak terduga)

M u=1/24 ∙ qu ∙ L2 ....................................................................................2.15

d) Perhitungan tulangan

Tinggi efektif d=h− p−1 /2 ϕ p ..............................................................2.16

0.85 β 1 f 'c 600


ρb= .........................................................................2.17
fy 600+f y

ρmax =0,75 × ρb .......................................................................................2.18

ρmin =0,0025 (berlaku untuk pelat)

Perhitungan tulangan pada lapangan dan tumpuan

Mu
M n= ..................................................................................................2.19
ϕ

Mn
Rn= 2 .................................................................................................2.20
bd

fy
m= .............................................................................................2.21
0,85 f 'c

ρ=
1
m [ √
1− 1−
2 ∙ m∙ Rn
fy ] ......................................................................2.22

Persyaratan :

ρ < ρmax → diperlukan tulangan tunggal

ρ > ρmin (=0,0025) → dipakai ρ

Asperlu = ρ.b.d ...................................................................................................2.23

Dengan :

26
As = Luas tulangan tarik (mm2)

As’ = Luas tulangan tekan (mm2)

b = Lebar penampang (mm)

d = Jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik (mm)

d’ = Jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tekan (mm)

f’c = Kuat tekan beton berkarakteristik (MPa)

fy = Kuat leleh yang disyaratkan untuk tulangan non-prategang (MPa)

h = Tinggi penampang (mm)

Mn = Kuat momen nominal pada suatu penampang (N.mm)

Mu = Momen terfaktor pada penampang (N.mm)

qd = Beban mati (kg/m)

ql = Beban hidup (kg/m)

Qu = Beban terfaktor (kg/m)

s = Tebal selimut beton

Φ = Faktor reduksi kekuatan

ρb = Rasio tulangan yang memberikan kondisi regangan yang seimbang

ρ = Rasio tulangan Tarik non prategang

ρmax = Rasio tulangan Tarik maksimun

ρmin = Rasio tulangan Tarik minimum

2.15 Penelitian Terdahulu

Faisal Nurrohman, Satria Waskita Eka Paksi, Sri Sangkawatim Sugiyanto dalam

Perencanaan Panen Air Hujan Sebagai Sumber Air Alternatif Pada Kampus Universitas

Diponegoro pada tahun 2015: Perencanaan bangunan panen air hujan dilengkapi dengan

27
perencanaan sumur resapan, taman resapan, dan resapan untuk meresapkan air ke

dalam tanah. Hasil simulasi panen air hujan didapatkan besar volume tampungan yang

dapat memenuhi kebutuhan air selama 75% bulan dalam setahun. Penggunaan panen air

hujan mengembalikan pengambilan air sumur menjadi normal pada kondisi debit

pengambilan optimum. Air hujan yang dapat diresap oleh bangunan retensi sebesar 51%

dari total potensi air hujan

Endah Lestari, Buddy Pamuji dalam Perencanaan Teknologi Pemanen Air Hujan

Sebagai Sumber Air Bersih Pada Masjid Agung Banjarbaru pada tahun 2017: Air hujan

dapat memenuhi kebutuhan air bersih pada Masjid Agung Banjarbaru di karenakan volume

air yang dihasilkan suplai air hujan lebih besar dari volume kebutuhan air baku setiap

bulannya. Area koleksi pada bangunan Masjid Agung adalah bagian atap. Sistem drainase

atau pengiriman air hujan dari permukaan atap ke wadah penyimpanan menggunakan

talang dan pipa vertikal. Kolam-kolam penampung air hujan juga berfungsi sebagai elemen

estetika bagi bangunan, yang menglirkan air hujan ke ruang-ruang wudhu dan kamar

mandi.

Yogi Septian Malik, Imam Suprayogi, Jecky Asmura dalam Kajian Pemanenan Air

Hujan sebagai Alternatif Pemenuhan Air Baku di Kecamatan Bengkalis pada tahun 2016:

Perencanaan pemanenan air hujan direncanakan dengan mengguanakan software Rain

Cycle 2. Perencanaan dimaksudkan sebagai bantuan untuk pengambilan keputusan dan

dapat membantu untuk menghapus beberapa ketidakpastian tentang pasokan

air/permintaan fluks dan masalah biaya sekitar struktur Rainwater Harvesting. Bak

penampung diasumsikan menggunakan tangki fiber. Dalam penerapan teknologi

pemanenan air hujan dengan penampungan menggunaan tangki sangat tergantung

28
dengan kemampuan penghasilan masyarakat di kawasan tersebut serta kepemilikan luas

pekarangan masyarakat skala individu terhadap pemenuhan kebutuhan air bersih.

Resti Kharisma, Ananto Yudono, Rita Tahir Lopa dalam Pemanfaatan Rainwater

Harvesting (Pemanenan Air Hujan) Berbasis Low Impact Development (Studi Kasus :

Kawasan Pendidikan FT – UH Gowa) pada tahun 2016: Perencanaan di lakukan dengan

konsep Low Impact Development atau pengelolaan air hujan secara lokal yang ramah

lingkungan. Pemanenan air hujan dibagi menjadi dua yaitu pada bangunan dan ruang

terbuka. Rata-rata penggunaan air hujan yang dapat digunakan untuk mengurangi

penggunaan sumber air tanah (sumur) yaitu 10,55 % dari total pemanenan air hujan itu

sendiri. Penampungan hasil dari pemanenan air hujan menggunakan tangki dan kolam.

Imam Suprayogi, Bochari, Suwondo, Jacky Asmura dalam Pemanfaatan

Pemanenan Air Hujan Skala Individu untuk Kebutuhan Air Bersih pada Pulau Kecil, pada

tahun 2017: Simulasi perencanaan pemanenan air hujan menggunakan software Rain

Cycle 2 dengan input yang terdiri dari luas efektif atap rumah, jumlah hujan harian dalam

satu tahun, koefisien pengaliran dari atap dan data kebutuhan air berdasarkan jumlah

anggota keluarga. Dalam penerapannya, sangat tergantung dari kemampuan penghasilan

serta kepemilikan luas pekarangan yang dimiliki oleh masyarakat.

Eka Sutrisno, Yusni Ikhwan Siregar, Nofrizal dalam Pengembangan Sistem

Pemanenan Air Hujan untuk Penyediaan Air Bersih di Selatpanjang Riau pada tahun 2016:

Simulasi dimaksudkan untuk menganalisis potensi ketersediaan air bersih di Selatpanjang

Riau. Pengembangan sistem ini untuk mengantisipasi kekurangan air bersih pada saat

musim kemarau. Dalam pelaksanaannya, desain pembangunan sistem pemanenan air

29
hujan disesuaikan dengan kondisi wilayah. Alternatif pertama dengan memanfaatkan atap

rumah sebagai penangkap air hujan skala individu, skala tiga rumah dan skala lima rumah.

30
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penyusunan skripsi ini di laksanakan dengan menggunakan pendekatan

kuantitatif. Dimana penyusunan dimulai dengan studi literature, pengumpulan data,

analisis data, dan perencanaan.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penilitian di laksanakan di Fakultas Teknik Universitas Khairun Ternate. Penelitian

ini dilaksanakan selama 4 bulan.

Time scedhule

WAKTU (BULAN)
NOVEMBE DESEMBE
No. KEGIATAN
OKTOBER JANUARI
R R
1 Studi Literature
2 Penyusunan Proposal
3 Ujian Propossal
4 Pengambilan Data
5 Analisis Data
6 Ujian Hasil
7 Revisi
8 Ujian Tutup

3.3 Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam analisis adalah :

1. Luas atap gedung Fakultas Teknik Unkhair

31
2. Data hujan harian, bulanan dan tahunan dari stasiun Meteorologi Klas I

Sultan Babullah

3. Data jumlah tenaga kerja, mahasiswa dan dosen

3.4 Prosedur Penelitian

1. Perumusan Masalah

Dalam bagian ini dipaparkan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan

skripsi.

2. Studi Literature

Dalam bagian ini dikumpulkan data dari berbagai sumber serta penelitian

terdahulu yang berkaitan dalam penulisan skripsi ini

3. Pengumpulan Data

Dalam bagian ini dilakukan pengumpulan data-data yang diperlukan dalam

analisis penelitian.

4. Analisis Potensi Suplai Air

Dalam bagian ini dilakukan pengolahan data curah hujan untuk memperoleh curah

hujan andalan kemudian dengan data luasan atap setiap area maka didapatkan volume

suplai air hujan.

5. Analisis Kebutuhan Air

Dalam bagian ini dilakukan perhitungan kebutuhan air baku Fakultas Teknik

Unkhair tiap harinya.

6. Perhitungan Kapasitas Tangki

Dalam bagian ini dilakukan perhitungan kapasitas tangki PAH berdasarkan

berdasarkan dengan kebutuhan dan suplai air hujan

32
7. Desain Bangunan Pemanen Air Hujan

Dalam bagian ini dilakukan desain bak penampung air hujan hasil pemanenan.

8. Hasil dan Pembahasan

Pada bagian ini disimpulkan dari hasil pengolahan data dan dari analisa penelitian

selanjutnya dapat direkomendasikan dimasa yang akan datang.

3.5 Analisis Data

1. Perhitungan kebutuhan air

Kebutuhan air suatu bangunan gedung baik kebutuhan air indoor maupun outdoor

dapat dihitung sesuai dengan SNI 03-7065-2005. Volume pemakaian dapat di

sesuaikan dari fungsi bangunan atau dengan menghitung rata-rata penggunaan

air pada alat plumbing seperti yang dijelaskan pada sub bab 2.3.

2. Perhitungan suplai air hujan

 Perhitungan curah hujan andalan menggunakan persamaan 2.2

 Untuk menghitung volume ketersediaan air hujan digunakan persmaan 2.3

3. Perhitungan neraca air

4. Perhitungan dimensi roof drain dan pipa

 Menghitung intensitas curah hujan untuk mengetahui debit air hujan

menggunakan persamaan 2.1

 Debit air rata-rata hujan dihitung dengan persamaan 2.6

 Perhitungan roof drain menggunakan persamaan 2.7, 2.8, 2.9 dan 2.10

 Perhitungan dimensi pipa menggunakan persamaan 2.11

5. Desain bangunan PAH

33
Konstruksi tangki PAH dari pasangan bata. Jenis tangki ini terhitung lebih murah

dari pada tangki beton dan pengerjaan konstruksinya sederhana. Perhitungan

desain bangunan PAH menggunakan persamaan sesuai dengan yang dijelasakan

pada sub bab 2.15

3.6 Bagan Alir


Mulai

Perumusan Masalah

Studi Literature

Pengumpulan
data

Data Luas Atap Data Curah Hujan Kebutuhan Air

Analisis Data

Analisis potensi suplai air Analisis Kebutuhan Air

Neraca Air

Analisis bangunan panen air hujan

Hasil dan Pembahasan

Selesai

34

Anda mungkin juga menyukai