Anda di halaman 1dari 5

JURNAL 1

DAYA PREDASI Rhynocoris fuscipes F. (Hemiptera:Reduviidae)


TERHADAP
ULAT API Setothosea asigna E. (Lepidoptera:Limacodidae)
DI LABORATORIUM
Daya predasi rhynocoris fuscipes F.(Hemiptera: Reduviidae) terhadap ulat
api Setothosea asigna E. (lepidoptera: limacocidae) di laboratorium. Di bawah
bimbingan Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS. dan Ir. Lahmuddin lubis, MP. Penelitian
bertujuan untuk mengetahui daya predasi R. Fuscipes terhadap ulat api S. asigna.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Hama, Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara pada bulan April sampai Juni 2013. Penelitian menggunakan
rancangan acak lengkap non faktorial dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan, Adapun
jumlah predator R. Fuscipes dengan ulat api setothosea asigna yaitu :R0 (0:8),R1
(2♂:8 ), R2 ( 2♀:8 ) R3, (♂♀:8 ) ,R4 ( 2♂♀:8), R5 (3♂♀:8). Parameter yang
diamati adalah persentase mortalitas larva S. asigna (%), dan cara memangsa.
Tiga pasang imago Rhynocoris fuscipes F. memberikan hasil terbaik dalam
mengendalikan Setothosea asigna Eeck. Mortalitas Setothosea asigna Eeck.
Tertinggi terdapat pada perlakuan R5 (3 pasang imago Rhynocoris fuscipes F.). Cara
memangsa Predator Rhynocoris fuscipes F. yaitu dengan menangkap, menahan dan
menusuk mangsa menggunakan stilet, sehingga mangsa kehilangan cairan dan mati.
Rata-rata jumlah mangsa yang dimangsa Rhynocoris fuscipes F. yaitu 1-2 ekor/hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang paling efektif berturut turut
R5, R4, R3, R2, R1 dan R0. Hal ini ditunjukkan dari kemampuan membunuh yang
paling cepat untuk 8 ekor S. asigna yakni pada perlakuan R5 (10 hari) dan diikuti
perlakuan R4, R3, R2, R1 dan R0.
JURNAL 2
KELIMPAHAN SERTA PREDASI Acanthaster planci di PERAIRAN
TANJUNG KELAYANG
KABUPATEN BELITUNG

Kabupaten Belitung khususnya pantai Tanjung Kelayang memiliki potensi


ekosistem terumbu karang dengan kondisi yang alami. Sedikitnya penelitian
tentang kondisi terumbu karang di kawasan ini, menyebabkan sedikitnya informasi
kondisi terumbu karang yang ada, sehingga pengelolaannya menjadi kurang
diperhatikan. Pemanfaaatan terumbu karang yang
kurang diperhatikan menyebabkan kerusakan terumbu karang menjadi tidak
terkontrol, termasuk berkembangnya Acanthaster planci. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui mengetahui kelimpahan dari Acanthaster planci pada daerah
terumbu karang di perairan Tanjung Kelayang, serta mengetahui predasi atau
pemangsaan Acanthaster planci pada karang.
Metode dalam penelitian ini adalah metode survei dengan Line Intercept
Transect (LIT) dan Kuadran Transect ( ukuran 2,5 x 2,5 cm2) digunakan untuk
pengambilan data tutupan terumbu karang dan kelimpahan Acanthaster planci serta
untuk pengambilan data predasi Acanthaster planci. Penelitian ini dilaksanakan di
Pulau Lengkuas Kabupaten Belitung, mulai bulan Juni sampai Agustus 2012.
Pengamatan yang dilakukan terhadap penutupan karang hidup pada stasiun I adalah
5228cm2 dan pada stasiun II adalah 4070cm2. Untuk kelimpahan Acanthaster planci
didapatkan pada masing-masing stasiun adalah 7 dan 5 individu, yang dikategorikan
mempunyai ancaman lemah karena mempunyai kepadatan kurang dari 14
ind/1000m2 (0,014 individu/m2). Predasi Acanthaster planci yang diamati pada 2
stasiun, dimana pada masing-masing stasiun didapatkan ukuran rata-rata dan
tingkat pemangsaan individu, yaitu pada stasiun I 17,8 cm dan stasiun II 19,3 cm
dengan predasi rata-rata 176,6 dan 221,3 cm2. Predasi yang terjadi di stasiun II lebih
tinggi dari stasiun I dimana tingkat predasi juga dipengaruhi oleh ukuran dari
individu yang berbeda pada stasiun I dan II, dengan
preferensi utama pemangsaan adalah jenis Acropora Sp.
JURNAL 1
ZONASI, KEANEKARAGAMAN DAN POLA MIGRASI IKAN DI
SUNGAI KEYANG, KABUPATEN PONOROGO, JAWA TIMUR

Ikan adalah salah satu biota air yang rentan terhadap perubahan kondisi
lingkungan, sehingga dapat digunakan sebagai indikator lingkungan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui zonasi, keanekaragaman, serta pola migrasi ikan di
Sungai Keyang, Kabupaten Ponorogo. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober -
November 2017 dengan metode purposive sampling pada 3 stasiun pengamatan.
Pengukuran faktor fisika kimia air meliputi suhu, pH, DO, BOD, CO2, kekeruhan,
kecerahan, serta padatan terlarut (TDS). Hasil penelitian yang diperoleh yaitu di
Sungai Keyang terdapat 6 famili dan 11 spesies ikan. Famili tersebut adalah
Poecilidae, Cyprinidae, Balitoridae, Sisoridae, Anantidae, serta Channidae. Spesies
yang ditemukan yaitu Poecilia reticulata, Rasbora argyrotaenia, Rasbora
dusonensis, Rasbora paviana, Rasbora tornieri, Puntius amphibious, Poropontius
tawarensis, Nemacheilus fasciatus, Glyptothorax platypogon, Anabas testudineus,
dan Channa striata. Spesies yang memiliki nilai kepadatan tertinggi yaitu P.
reticulata sebanyak 39 individu dan R. dusonensis sebanyak 27 individu pada
stasiun 2 dan 17 individu pada stasiun 3. Indeks keanekaragaman ikan pada semua
stasiun termasuk dalam kategori sedang yaitu secara berturut-turut 1,57; 1,80; dan
1,45. Indeks kemerataan ikan di semua stasiun termasuk dalam kategori tinggi yaitu
1,64; 1,73; dan 1,87, sedangkan indeks dominansi ikan termasuk dalam kategori
rendah yaitu secara bertutut-turut 0,28; 0,23; dan 0,28. Simpulan dari penelitian ini
adalah zonasi persebaran ikan di Sungai Keyang didominasi oleh genus Poecillia
dan Rasbora, keanekaragaman ikan termasuk dalam kategori sedang, serta pola
migrasi masing-masing spesies ikan berbeda yaitu ada yang selalu di tepi dan ada
yang menyebar baik untuk tujuan reproduksi atau mencari makan.
JURNAL 2
KONSERVASI MAMALIA LAUT (CETACEA) DI PERAIRAN
LAUT SAWU NUSA TENGGARA TIMUR

Perairan Indonesia merupakan daerah ruaya (migration)dari jenis - jenis


mamalia laut (marine mammals) seperti paus, lumba-lumba dan ikan duyung,
terutama di wilayah Indonesia bagian timur. Cetacea dan berbagai jenis biota laut
peruaya lainnya termasuk jenis penyu hingga saat ini keberadaannya semakin
terancam. Pemerintah Indonesia, melalui Departemen Kelautan dan Perikanan
melakukan upaya perlindungan spesies bagi mamalia laut dengan membentuk dan
menetapkan kawasan konservasi Laut Sawu sebagai Kawasan Konservasi Perairan
Nasional (KKNP). Penetapan suatu kawasan menjadi kawasan yang dilindungi
tidak lepas dari kendala dan hambatan yang dihadapinya, tetapi hambatan dan
kendala ini dapat dijadikan suatu tantangan dalam mengelola sumberdaya alam
yang lebih efektif. Pengelolaan yang efektif bagi mamalia laut yakni dengan tetap
melindungi ekosistem dan habitatnya, melakukan penelitian dan monitoring,
pemantauan terhadap illegal fishing maupun destructive fishing. Cetacean adalah
sebutan umum bagi mamalia laut dari Ordo Cetacea, antara lain paus, lumba-lumba,
dan pesut.
Mamalia laut ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi karena terancam
punah oleh penangkapan/perburuan. Konservasi daerah merupakan suatu bentuk
perlindungan spesies yang terancam punah. Salah satu contoh upaya konservasi
daerah yakni Laut Sawu, NTT sebagai tempat perlindungan spesies-spesies migrasi,
khususnya mamalia laut. Ada 3 bentuk pengelolaan bagi perlindungan mamalia
laut, yakni 1) Melindungi mamalia laut (cetacean) dan habitatnya; 2) Melindungi
rantai makanan Cetacea dan ekosistem, dan 3) Melindungi Cetacea spesies peruaya
yang ada pada daerah konservasi. Untuk keberlanjutan suatu daerah konservasi bagi
mamalia laut diperlukan penelitian-penelitian yang sifatnya monitoring untuk
melihat distribusi, tingkat kematian dan perubahan tingkah lakunya. Selain itu
pemerintah diharapkan mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam pengelolaan
mamalia laut, yakni aturan yang melarang praktek penangkapan ikan yang sifatnya
merugikan. pembatasan armada tangkap ikan pada daerah jalur imigrasi maupun
daerah konservasi dan penyediaan kapal patroli untuk memantau wilayah
konservasi, khususnya wilayah konservasi untuk jalur imigrasi ikan paus.

Anda mungkin juga menyukai