Anda di halaman 1dari 13

Pentingnya Sosial Media untuk Membentuk Generasi Muda Taat Pajak

Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik secara materiil maupun nonmaterial untuk
mewujudkan masyarakat yang mandiri. Dalam kegiatan pembangunan diperlukan dana yang tidak sedikit,
maka dari itu diperlukan sumber dana yang mampu untuk mencukupinya. Salah satu sumber dana yang
dapat digunakan dari dalam negeri yakni pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang
berguna bagi kepentingan bersama khususnya rakyat. Pajak mempunyai posisi terpenting dan sebagian
besar negara terutama termasuk Indonesia berkembang. Di Indonesia, Karena pajak merupakan sumber
utama penerimaan negara, tanpa pajak sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan .
Membayar pajak kepada negara merupakan suatu kewajiban bagi warga negara yang telah menjadi wajib
pajak dan untuk merealisasikannya diperlukan kesadaran yang tinggi dari setiap wajib pajak. Pajak sebagai
sumber penerimaan sudah menjadi hal yang wajar, dimana sumber penerimaan ini tidak mempunyai
umur yang terbatas. Jumlah penduduk Indonesia meningkat setiap tahunnya, demikian pula jumlah
penduduk usia produktif (15-64 tahun) juga meningkat. Data Bappenas pada 2018 menunjukkan bahwa
jumlah penduduk usia produktif di Indonesia mencapai 179,13 juta jiwa (67,6%). Menurut BPS per bulan
Februari 2018 jumlah angkatan kerja dari penduduk usia produktif adalah sebesa lebih dari 127 juta jiwa
(70%). Harapannya dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja ini maka penerimaan pajak akan
mengalami peningkatan pula pada setiap tahunnya.

Pajak memiliki peran yang dapat diandalkan sebagai pendanaan yang dapat digunakan untuk
kepentingan pembangunan dan pengeluaran pemerintah. Pajak juga memiliki fungsi sebagai budgeter,
yang mana pajak ini dapat digunakan sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pengeluaran yang
dilakukan oleh pemerintah, sebagai contoh adalah pajak yang dimasukkan dalam APBN sebagai
penerimaan dalam negeri. Ada pula fungsi lain dari pajak adalah fungsi regular, yang artinya pajak dapat
dijadikan alat yang digunakan untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pada bidang sosial dan
ekonomi, contohnya seperti dikenakan pajak yang lebih tinggi terhadap barang mewah. Kenyatannya,
rasio antara jumlah WP dan jumlah penduduk dan jumlah usaha yang masih sedikit, kemudian disamping
itu di masa depan sudah dapat diprediksi bahwasanya pajak dapat merupakan salah satu tiang utama
untuk penerimaan Negara secara mandiri (Soeprapto, Kedaulatan Rakyat, 4 Agustus 2001:8) dalam (Fery
dwi prasetyo,2006), sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman Luar Negeri.

Pentingnya arti pendapatan pajak pada negara Indonesia yaitu pada 2017 sebesar Rp 1.498,9
trilliun dari total pendapatan Negara dalam negeri pada 2017 ialah sebesar Rp 1.748,9 trilliun, maka
Direktorat Jendral Pajak (DJP) perlu melakukan upaya yang keras untuk memenuhi target penerimaan
pajak tersebut. Dukungan tingginya tingkat angkatan kerja dan usia produktif penduduk Indonesia, tidak
membuat tax ratio Indonesia lebih tinggi dibanding negara-negara lain. Tingkat tax ratio Indonesia dalam
sepuluh tahun terakhir berada pada 11-13% hal ini lebih rendah dibanding negara maju atau bahkan
negara menengah lainnya (www.newsddtc.co.id). Rendahnya Tax Ratio ini merupakan satu indikasi masih
rendahnya tingkat kepatuhan pajak di masyarakat. Kondisi ini memerlukan kerjasama dari berbagai pihak,
tidak hanya Pemerintah (melalui DJP) saja namun keterlibatan aktif semua elemen masyarakat, khususnya
pada Generasi Muda yang saat ini atau beberapa tahun lagi menjadi golongan penduduk angkatan kerja-
usia produktif, untuk membangun budaya sadar pajak, kepatuhan pajak, serta kewarganegaraan di
kalangan Generasi Muda.

Kurangnya Pengetahuan Pajak pada Masyarakat

Rendahnya kepatuhan pajak yang saat ini terjadi salah satunya disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan masyarakat akan pajak. Hasil penelitian Tarjo, 2006 di Bangkalan, menunjukkan 69,6% wajib
pajak perorangan tidak mengetahui tarif pajak yang berlaku, dan 78,6% tidak mengetahui perubahan
perundang-undangan khususnya pajak penghasilan. Sebanyak 57,1% wajib pajak memakai jasa fiskus
ataupun kosultan untuk menghitung pajak terutang, hanya 42,9% wajib pajak yang menghitung sendiri

Dari data di atas, wajib pajak yang melakukan kesalahan dalam menghitung pajak terutang adalah sebesar
53,6%. Hasil penelitian ini menunjukkan rendahnya pengetahuan wajib pajak terhadap peraturan
perpajakaan. Rendahnya pemahaman masyarakat menjadi hambatan untuk melaksanakan peraturan
perpajakan. Menurut Santoso Brotodihardjo (1990) self assessment system dapat berhasil baik jika
masyarakat pembayar pajak memiliki pengetahuan dan disiplin pajak yang tinggi (tax consciousness).
Menurut Palil (2010) semangat dari self assessment system adalah mendidik wajib pajak dan membuat
mereka peduli dengan kewajiban perpajakan mereka (Palil, Moh. Risal, 2010). Oleh karena itu wajib pajak
harus memiliki pengetahuan untuk memahami peraturan perpajakan. Direktur Jenderal Pajak Fuad
Rahmany mengungkapkan terdapat 40 juta warga telah mampu membayar pajak tetapi belum membayar.
Potensinya diperkirakan minimal Rp.150 triliun (Kompas, 07/03/2014). Potensi pajak perseorangan yang
masih besar bisa memberikan pemasukan bagi negara untuk mendukung pemerataan pendapatan.

Dikutip dari web nasional tempo, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluhkan kurangnya
pengetahuan pajak dari bendahara kementerian ataupun lembaga pemerintahan, sehingga penerimaan
pajak dari belanja APBN tidak maksimal. Menurutnya, pada tahun ini belanja negara pada APBN-P lebih
dari Rp 2.113 triliun, sehingga banyak unsur pajak dan perpajakan seperti pajak penghasilan (PPh) ataupun
pajak pertambahan nilai (PPN). Sri Mulyani menjelaskan bahwa dalam dalam belanja Negera ini,
bendahara tidak mengumpulkan pajak, bahkan tidak menyetor dan hal tersebut dapat terjadi karena
bendaharanya tidak tahu, tidak paham aturan dan peraturan, dapat pula terjadi karena bendahara tidak
patuh.

Apabila semua bendahara kementerian dan lembaga yang saat ini jumlahnya mencapai 25 ribu
orang sudah mampu menjalankan sistem yang benar, maka ke depan Direktorat Jenderal Pajak tidak lagi
mengawasi persoalan APBN maupun APBD. Hal ini dapat menjadikan Dirjen Pajak memiliki lebih banyak
waktu dan energi untuk melakukan ekstensifikasi pajak di luar APBN. Disamping itu, Menkeu berpendapat
bahwa potensi perpajakan dari belanja APBN sangat besar, sehingga pengawasan Aparat Pengawasan
Internal Pemerintah (APIP) menjadi sangat penting dalam pengawasan maupun pembinaan bendahara.
Dari kutipan berita tersebut dapat kita lihat bahwa masih tidak hanya masyarakat yang kurang
pengetahuan mengenai pajak, namun ada pegawai pemerintah yang belum mengetahui tentang pajak,
sementara pegawai pemerintah seharusnya memberikan contoh yang baik dan mampu memberikan
edukasi kepada masyarakat.
Potret Buruk Praktik Perpajakan

Penyebab rendahnya tingkat kepatuhan pajak pada masyarakat dapat terjadi karena
ketidakpercayaan terhadap Dirjen Pajak akibat ulah para oknum pegawai pajak yang menyalahgunakan
wewenangnya untuk berbuat curang. Salah satu fenomena yang terjadi di Indonesia terkait uang pajak
yang dikorupsi dikutip dari detik finance, Kasus markus (makelar kasus) pajak sebesar Rp 25 miliar yang
telah melibatkan Gayus Tambunan yang berprofesi sebagai pegawai Dirjen Pajak, yang menimbulkan
pengaruh buruk terhadap citra pemerintah di bidang pajak dan akhirnya masyarakat Indonesia menjadi
semakin malas untuk membayar pajak dikarenakan uang yang diperoleh dari hasil pajak rawan
disalahgunakan. Masyarakat juga berfikiran bahwa uang yang mereka bayar kurang manfaatnya, karena
uang yang telah mereka bayarkan untuk pajak tersebut bukan dipergunakan untuk memperbaiki sarana
prasarana serta fasilitas umum melainkan digunakan untuk kepentingan segelintir orang saja / dikorupsi
oleh sabagian oknum yang tidak bertanggung jawab.

Dikutip dari web nasional tempo, Menurut mantan pegawai pajak ini, langkah pertama yang
dilakukan ialah dengan melakukan negosiasi SKP. Negosiasi dilakukan di tingkat tim pemeriksa pajak yang
bertujuan untuk menaikkan atau menurunkan nilai pajak. Menurut gayus, SKP tidak menunjukkan nilai
yang sebenarnya, entah itu SKP lebih bayar ataupun SKP lebih bayar dalam rangka restitusi pajak. Menurut
Gayus, langkah kedua terjadi pada tingkat penyidikan pajak, sama dengan kasus faktur pajak fiktif dimana
wajib pajak selain yang diperintahkan membetulkan SPT masa PPN, akan ditakut-takuti untuk dijadikan
tersangka. "Ujung-ujungnya adalah uang, sehingga status wajib pajak tetap sebagai saksi." Langkah ketiga
yang dilakukan adalah penghilangan berkas surat permohonan keberatan wajib pajak. Surat permohonan
ini harusnya melalui proses waktu paling lama dalam 12 bulan. Gayus berkata bahwa sesuai dengan Pasal
26 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2000, apabila surat permohonan itu tidak selesai atau belum diproses, maka
Pajak harus menerima keberatan yang diajukan berapapun jumlah nominal rupiah keberatan yang
dimintakan. Kemudian Gayus meneruskan untuk langkah keempat yaitu dengan penggunaan perusahaan
yang ada di luar negeri (khususnya Belanda) untuk menggelapkan pajak, karena terdapat celah hukum
pada perusahaan Belanda untuk pembayaran bunga, apabila lebih dari dua tahun pengenaan pajak
penghasilan dapat dikenai nol persen. Gayus berkata bahwa potensi penggelapan mencapai ratusan
miliar, bahkan triliunan rupiah. Kelima adalah modus dengan jual-beli saham antar perusahaan yang
terjadi dalam satu grup. Dengan cara pembelian saham yang diklaim sebagai kerugian investasi. Gayus
berkata bahwa Kerugian ini dibebankan sebagai biaya yang akan terus menggali keuntungan perusahaan
dari usaha riilnya. "Padahal tidak pernah ada transaksi tersebut secara riil dan nilai jual-beli saham tak
mencerminkan nilai perusahaan sesungguhnya" sambung Gayus. Langkah keenam yakni pada
membukukan kerugian investasi ke dalam SPT tahunan, karena ada kerugian yang timbul dari transaksi
pembelian dan penjualan saham antar perusahaan yang diduga masih berada pada satu grup. Dugaan
tidak ada transaksi secara riil dan nilai pada jual beli saham itu tidak menunjukkan nilai saham yang
sesungguhnya. Dengan telah terjadinya kerugian investasi pada kegiatan jual beli tersebut, maka wajib
pajak tidak membayar PPh Pasal 25. keenam modus diatas ini, menurut Gayus telah diceritakankan
kepada tim penyidik independen kepolisian. Namun, menurut dia, tidak ada satu pun cerita ini yang
ditindaklanjuti.
Kualitas Pelayanan Kantor Pajak

Kualitas pelayanan kantor pajak kepada Wajib Pajak merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kepatuhan masyarakat sebagai Wajib Pajak (WP) atas kewajiban perpajakan. Pelayanan
perpajakan dibentuk oleh dimensi kualitas sumber daya manusia (SDM), ketentuan perpajakan dan sistem
informasi perpajakan. Standar kualitas pelayanan prima kepada masyarakat wajib pajak akan terpenuhi
bilamana SDM melakukan tugasnya secara profesional, disiplin, dan transparan.

Menurut Devi Anggraeni, seorang pegawai DJP sebagaimana dikutip dalam halaman resmi Dirjen
Pajak, Paradigma lama dalam pelaksanaan pengawasan perpajakan memandang wajib paj ak sebagai
pihak yang berpotensi melakukan kesalahan (kriminal). Paradigma ini juga menekankan adanya
penurunan perilaku illegal sejalan dengan pelaksanaan pemeriksaan dan pengenaan sanksi kepada wajib
paj ak (Allingham&Sasdmo,1972: Yitzhaki, 1974). Perkembangan zaman kemudian mengantarkan para
pihak kepada kesadaran bahwa pemberian pelayanan oleh petugas pajak kepada masyarakat memilki
pengaruh yang besar dalam peningkatan kepatuhan wajib pajak, bukan hanya pelaksanaan pengawasan.

Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) dan Pusat Data dan Analisa Tempo baru-baru ini
melansir hasil survei mengenai persepsi wajib pajak terhadap kewajiban membayar pajak, praktik
perpajakan & pelayanan kantor pajak. Survei dilakukan terhadap sekitar 2000 responden yang tersebar di
30 provinsi. Sebagian besar responden (yaitu 84,8%) berlatar belakang pendidikan S1 dan S2, dan
sebanyak 84% berjenis kelamin laki-laki. Dari hasil survei tersebut 81% dari para responden merasakan
sikap positif ketika berinteraksi dengan petugas pajak. Lebih lanjut para responden menilai bahwa
pegawai kantor pelayanan pajak telah memberikan pelayanan yang ramah, sangat responsive dan selalu
siap memberikan informasi yang dibutuhkan para Wajib Pajak. Berita.

Hal positif lain yang turut menunjang kualitas layanan DJP adalah persepsi wajib pajak terhadap
layanan elektronik. Sebanyak 87% responden menyatakan bahwa pendaftaran NPWP dapat dengan
mudah dilakukan dengan mudah melalui e-registration, 93% pelaporan SPT melalui e-SPT dan e-filing
dirasakan sangat memudahkan perusahaan dalam melakukan pelaporan. Kemudian 94% menyatakan
bahwa fasilitas e-billing yang disediakan DJP membuat pembayaran pajak mudah,aman,dan fleksibel.

Deretan angka-angka prosentase tersebut, menunjukkan rapor kualitas pelayanan administrasi


pajak cukup baik dipandang oleh masyarakat. Proses transformasi pelayanan yang diberikan oleh DJP
telah menempuh perjalanan yang cukup panjang. Beriringan dengan bergulirnya reformasi perpajakan
sejak tahun 2002, DJP terus berusaha meningkatkan performa layanan perpajakannya, baik yang
menyangkut SDM, maupun teknologi informasi terkait layanan. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal
Perpajakan tidak hanya memperbaharui aturan-aturan pajak, namun juga mereformasi para pegawai
pajak khususnya pegawai yang langsung berinteraksi dengan Wajib Pajak maupun Masyarakat di
lapangan. Upaya tersebut semata-mata hanya bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat
ataupun Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban pajak mereka secara sukarela

.
Tata kelola sumber daya manusia pun mengalami banyak perubahan. Semangat memberikan
pelayanan yang baik, ramah,cepat, dan memudahkan menghasilkan penempatan pegawai yang
memberikan pelayanan berdasarkan kriteria tertentu. Stigma bahwa orang pajak menakutkan dan
seharusnya dihindari harus dapat diubah. Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun
upaya secara terus menerus dan berkesinambungan serta responsif terhadap perubahan terbukti mulai
menunjukkan hasil.

Namun dalam hasil survei tersebut terselip informasi yang kurang menggembirakan. Sebanyak
75% responden merasa bahwa DJP lebih mengutamakan kemudahan pekerjaannya. Bila diterjemahkan
mungkin maksudnya layanan DJP kurang berorientasi kepada kemudahan wajib pajak, namun lebih fokus
kepada penyelesaian tunggakan pekerjaan DJP.

Persepsi seperti ini mungkin saja tertanam di benak para wajib pajak ketika solusi yang diberikan
bersifat sementara. Sementara bisa menyelesaikan masalah, terutama sudah menutup tunggakan
pekerjaan pegawai pajak ketika itu, namun kembali menimbulkan masalah di masa kemudian. Atau
mungkin saja disebabkan oleh pergantian Account Representative (AR) yang kadangkala menerapkan
perlakuan yang berbeda antara AR yang lama dengan yang baru. Banyak kemungkinannya.

Seribu lima ratus responden dari sekitar dua ribuan responden mengeluhkan hal tersebut. Tentu
hal ini harus menjadi perhatian seluruh insan DJP. Jangan sampai poin ini bagaikan cabai yang terselip di
gigi. Kecil tapi mengganggu. Kecil karena hanya salah satu parameter dibandingkan banyak parameter di
alas yang bernilai sangat baik.

Parameter lain yang memerlukan perhatian untuk perbaikan adalah adanya persepsi bahwa
perusahaan harus mematuhi keputusan DJP meskipun perusahaan menganggap keputusan tersebut tidak
tepat. Untuk parameter ini, sebanyak 62% responden kompak menyatakan sikap yang sama. Keputusan
DJP yang harus dilaksanakan oleh wajib pajak secara langung berbentuk surat-surat yang ditujukan kepada
wajib paj ak. Surat tersebut dapat berupa surat ketetapan pajak yang merupakan output dari
pemeriksaan,ataupun surat tagihan paj ak yang diterbitkan untuk menagih sanksi-sanksi perpajakan. Sikap
lebih dari separuh responden ini perlu dicermati oleh DJP untuk melakukan perbaikan ke depannya.

Belum sempurna memang, namun cukup membuat hati membuncah. Wajib pajak yang
merupakan pemangku kepentingan utama dalam administrasi perpajakan sudah memberikan penilaian
yang baik. Semoga penilaian ang baik ini berhubungan secara garis lurus dengan pencapaian penerimaan
pajak. Karena segala daya upaya, pendekatan, kebijakan dan strategi yang dilakukan oleh DJP pada
akhirnya memang harus mewujud secara konkret dalam bentuk pencapaian penerimaan pajak yang
optimal.

Kompleksitas Aturan Perpajakan

Konsep kemauan membayar pajak (willingness to pay tax) diartikan suatu nilai yang rela
dikontribusikan oleh seseorang (yang ditetapkan dengan peraturan) digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum Negara dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) secara langsung (Vanessa
dan Hari;2009). Kemauan membayar pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem
administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, dan
tarif pajak. (Devano dan Rahayu 2006). Untuk mencapai target penerimaan pajak sesuai APBN 2018
mengumpulkan uang dari sektor pajak tentu bukan suatu pekerjaan yang mudah sehingga diperlukan
kesadaran yang tinggi baik oleh wajib pajak, baik yang sudah memiliki NPWP maupun belum memilikinya
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Selain itu diperlukan petugas pajak yang tangguh,
bertanggung jawab serta sistem administrasi perpajakan yang mudah. Disamping itu juga diperlukan
adanya piranti hukum yang memberikan rasa keadilan serta kepastian hukum bagi wajib pajak. Akan
tetapi problematika yang terjadi di masyarakat saat ini ialah kurangnya kesadaran warga negara akan
kewajiban membayar pajak. Bahkan bagi sebagian orang pungutan pajak dirasa sebagai suatu beban bagi
warga negara. Dikutip dari liputan6.com, terdapat alasan yang menyebabkan masyarakat Indonesia
menjadi malas untuk membayar pajak. Alasan tersebut antara lain kurangnya pengetahuan masyarakat
akan adanya undang undang perpajakan, kurangnya kepercayaan masyarakat dengan petugas pajak,
pengisian Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) yang dinilai terlalu sulit, serta banyak orang enggan membayar
pajak karena mereka beranggapan bahwa uang mereka hanya akan dikorupsi sehingga pada akhirnya
tidak memberikan manfaat sama sekali pada mereka.

Masyarakat masih menganggap bahwa aturan pajak yang berlaku di Indonesia sangat rumit dan
rigid. Masyarakat yang awam pajak tentu tidak bisa memahami aturan pajak jika tanpa pendampingan
petugas pajak maupun orang yang mengerti pajak. Seperti halnya Undang-Undang lain, hierarki peraturan
pajak adalah mulai dari Undang-Undang Dasar 1945, Undang Undang Perpajakan; Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang Undang (Perpu); Peraturan Pemerintah (PP); Keputusan Presiden (Keppres); Peraturan
Menteri Keuangan (PMK); Keputusan Menteri Keuangan (KMK); Peraturan Dirjen Pajak (PER Dirjen Pajak);
Keputusan Dirjen Pajak (Kep Dirjen Pajak); Surat Edaran Dirjen Pajak (SE Dirjen Pajak). Terlebih masih
adanya area abu-abu (grey area) pada aturan pajak membuat masyarakat menyerah terlebih dahulu
sebelum melakukan kewajibannya terkait perpajakan.

Selain kompleksitas aturan perpajakan, hal yang membuat masyarakat tidak patuh adalah
rumitnya system administrasi perpajakan. Bagi sebagian masyarakat (khususnya para pelaku UMKM) yang
belum terbiasa dengan teknologi informasi, daerah domisili atau tempat kedudukan usahanya terbatas
akses internet bahkan belum tersentuh internet , maka mekanisme e-billing, e-SPT dan e-faktur sangat
rumit sehingga menghambat masyarakat untuk menunaikan kewajiban perpajakan.

Menumbuhkan Budaya Sadar Pajak, Kepatuhan Pajak dan Kewarganegaraan Pada Generasi Muda

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan jiwa cinta pajak yaitu dengan
menanamkannya pada generasi muda. Oleh karena itu, perlu pula untuk generasi muda ini diberikan
edukasi tentang perpajakan. Edukasi perpajakan seperti ini harus dilakukan kepada generasi muda agar
dapat tumbuh kesadaran dari diri mereka akan pentingnya membayar pajak, sehingga mereka bisa
memberikan dampak positif pada orang sekitarnya mengenai urgensi membayar pajak. Seperti yang
dikatakan oleh Bung Karo “Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, beri aku
10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Dari kata-kata yang diucapkan oleh bung karno ini kita
dapat menarik kesimpulan bahwasannya generasi muda mempunyai peran yang penting dalam
berlangsungnya Negara Republik Indonesia, dimana para generasi muda ini kelak diharapkan yang akan
membawa bangsa Indonesia pada masa depan menjadi penggerak dari perekonomian bangsa.

Dengan mengenalkan akan pentingnya membayar pajak kepada generasi muda, maka tidak
secara langsung Direktorat Jendral Pajak sudah berinvestasi untuk menanamkan bibit melalui edukasi
yang telah mereka berikan, serta menumbuhkan bibit yang telah ditanam oleh mereka yang mana dapat
mengajak masyarakat luas sadar akan pentingnya pajak untuk pembangunan Indonesia. Di ranah siswa,
upaya yang dapat dilakukan yakni seperti mengadakan Tax Goes to School ke sekolah-sekolah. Seperti
yang ada di Bangka, KPP Pratama Bangka yang mendapat dukungan dari Kantor pelayanan Penyuluhan
dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Sungailiat, Koba, Muntok, dan Toboali yang menyelenggarakan
kegiatan Tax Goes To School (TGTS) di Pulau Bangka sebagai kelanjutan dari kegiatan nasional Direktorat
Jendral Pajak (DJP) yakni Pajak Bertutut yang serentak diselenggarakan pada 11 Agustus 2017. Pada
kegiatan ini, para pelajar diberi kesempatan untuk mengenal pajak sejak dini, seperti pentingnya pajak
sebagai pendanaan pembangunan nasional Indonesia, termasuk untuk pembiayaan pendidikan nasional,
pemberantas kemiskinan, pelajayan kesehatan, dan pembangunan infrastruktur.

Dengan adanya kesadaran mengenai pajak sejak dini, harapan DJP selanjutnya adalah agar para
pelajar ini dapat menyebarluaskan tentang pemahaman akan pentingnya membayar pajak dengan output
sedepannya dapat menjadi wajib pajak yang patuh dalam pembayaran kerja setelah mereka memasuki
dunia kerja. Bukan hanya Tax Goes To School saja, DJP juga mengadakan Tax Goes To University. Dalam
Sosialisasi yang dilakukan, tak lupa juga disampaikan bahwasannya pajak merupakan hal yang penting,
karena pajak merupakan salahsat sumbangsih yang digunakan untuk membangun Negara. Melalui
pembayaran pajak pula, pemerintah dapat memberikan layanan seperti pendidikan gratis, layanan
kesehatan, pembangunan infrastruktur dan lain lain. Kegiatan yang dibawakan dengan sederhana dan
santai ini diharapkan juga dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya pajak sejak usia dini. Selain
kegiatan tersebut, Direktorat Jendral Pajak melakukan cara yang unik untuk mengenalkan pajak sejak usia
dini, yaitu dengan menggelar kegiatan Pajak Bertutur untuk SD hingga Perguruan Tinggi.

Direktorat Jendral Pajak selain ingin melakukan edukasi dalam rangka membangun kesadaran
pajak sejak dini, juga dilakuan dalam rangka ingin memecahkan rekor MURI sebagai kategori yaitu Edukasi
Pajak Peserta Terbanyak. Untuk menciptakan generasi muda sadar pajak tidak hanya dilakukan dengan
itu saja, kita sebagai mahasiswa sebagai agent of change juga harus turut serta dalam hal membangun
generasi muda yang sadar pajak. Sebagai contoh, mengikuti Tax Center di Universitas. Tax Center
merupakan suatu tempat yang sifatnya kelembagaan dan ada di perguruan-perguruan tinggi yang
berfungsi untuk menjadi wadah sebagai pusat pengkajian, pelatihan, penelitian, dan sosialisasi tentang
perpajakan di lingkungan perguruan tinggi dan masyarakat yang dilakukan mandiri serta didukung oleh
direktorat jendral Pajak.

Tax Center memiliki banyak kegiatan yang berhubungan dengan pajak, sehingga dapat
meningkatan wawasan dan pengetahuan kita akan perpajakan. Sebagai contoh yaitu menjadi peserta dari
acara “Pojok Pajak” yang diadakan oleh Direktorat Jendral Pajak yang juga diikuti oleh berbagai mahasiswa
dari berbagai universitas baik negeri maupun swasta. Pojok pajak yang diselenggarakan oleh Direktorat
Jendral Pajak ini diselenggarakan di Mall-Mall besar dengan kegiatan yaitu pelayanan berupa pengisian E-
filling yang dilayani oleh mahasiswa. Namun sebelum melakukan pelayanan, diberikan modul yang berisi
tentang tata cara dalam pengisian E-Filling, dan apa saja yang diperlukan. Tentunya tidak begitu saja
dilepas, ada beberapa petugas dari Direktorat Jendral Pajak yang mengawasi selama jalannya acara.
Dengan mengikuti acara tersebut, tentunya juga dapat menambah pengalaman terkait bagaimana cara
pengisian E-Filling, bagaimana cara melayani customer dengan baik dan ramah, dan lain-lain. Kegiatan Tax
Center lainnya bermacam-macam, seperti Seminar, Lomba dan lain lain Kegiatan yang diadakan juga
sebagian besar bekerja sama juga dengan Direktoran Jendral Pajak. Berbagai langkah yang mungkin dapat
efektif diterapkan pada Generasi Muda dijabarkan pada bagian selanjutnya.

 Pemanfaatan Social Media

Dewasa ini perkembangan social media sangat pesat karena merupakan tempat para pengguna
internet saling berhubungan. Selain untuk berkomunikasi media sosial juga digunakan sebagai sarana
untuk penyebaran informasi, berita, jual beli, promosi, iklan, dan lain-lain. Berdasarkan data dari
semiocast.com , jumlah pengguna Twitter di seluruh dunia pada tahun 2011 telah mencapai 383 juta.
Jumlah yang melebihi populasi Negara Indonesia.

Penggunaan Media Sosial di Berbagai Negara

Beberapa Negara mengeluarkan kebijakan terkait penggunaan media sosial bagi institusi
pemerintah untuk menyikapi perkembangan media sosial yang sangat pesat. melalui Departemen
Teknologi Informasinya, India pada November 2011 telah merilis “Framework and Guidelines for Use of
Social Media by Government Organisations”. Framework tersebut disusun setelah diadakannya beberapa
pertemuan dan pembahasan dengan beberapa departemen lain, konsultan dan para ahli hukum
pemerintahan. Framework tersebut dibuat untuk memudahkan komunikasi antara insitusi pemerintah
dengan masyarakat melalui media sosial secara efektif.

Sebagai Negara dengan pengguna media sosial terbesar, Amerika Serikat telah secara aktif
menggunakan media sosial untuk koordinasi antar departemen dan sebagai sarana penghubung
pemerintah dengan masyarakat. Sementara kepolisian di negara Malaysia, Hong Kong dan Singapura telah
menggunakan media sosial untuk manajemen krisis, informasi kriminal dan pencarian orang hilang. Di
Indonesia sendiri media sosial juga telah dipakai oleh Polri. Seperti penggunaan twitter di beberapa polda
untuk pemberitauan tentang kondisi lalu lintas yang berbasiskan TMC (Traffic Management Center), selain
itu akun tersebut juga sapat mendapatkan informasi dari masyarakat secara langsung,

Penggunaan Media Sosial oleh Otoritas Perpajakan di Berbagai Negara

Otoritas perpajakan di beberapa negara juga telah menggunakan media sosial sebagai
saluran berinteraksi dengan masyarakat khususnya para Wajib Pajak (WP). Contohnya penggunaan
facebook di beberapa Negara: promosi penggunaan electronic filing (Australia) dan konsultasi perpajakan
(New Zealand), rekrutmen pegawai IRS (Amerika Serikat). Lalu penggunaan twitter antara lain: press
release (Denmark), promosi kegiatan dan pengumuman tentang SPT (Jepang), informasi tentang hak dan
kewajiban WP (Portugal) serta pengumuman terkait perpajakan (Inggris, Amerika Serikat, Singapura,
Mexico). Sedangkan penggunaan YouTube dimanfaatkan oleh otoritas perpajakan untuk: kampanye
kesadaran WP (Austria), promosi kegiatan perpajakan (Spanyol), konsultasi perpajakan (Jerman) dan
ketentuan dan prosedur perpajakan (Jepang).

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and
Development), terdapat beberapa negara yang mendapat manfaat besar dari penggunaan media sosial.
Otoritas perpajakan di Meksiko, Denmark, Canada menyatakan manfaatnya melalui biaya yang sangat
murah dan informasi yang dapat diakses secara real time. Negara lain (Australia, Portugal, Inggris)
merasakan manfaatnya melalui adanya komunikasi yang sangat efektif dan keterlibatan WP yang lebih
aktif dalam berinteraksi. Otoritas perpajakan Singapur (IRAS) mencatat dan memanfaatkan respons yang
diperoleh melalui Twitter baik itu positif, negatif dan netral terhadap suatu kebijakan, kegiatan, dan
produk perpajakan.

Pemanfaatan Media Sosial Untuk Kepentingan Perpajakan

Sudah saatnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memanfaatkan media sosial sebagai
alternatif saluran komunikasi dengan WP mengingat perkembangan media sosial yang sangat pesat.
Media sosial dapat digunakan untuk menyebarkan informasi yang berhubungan dengan sosialisasi,
penyuluhan dan kehumasan. Sarana komunikasi kepada WP yang digunakan oleh DJP selama ini adalah
melalui sosialisasi, surat, email, website dan call center. Media sosial memiliki karakteristik yakni dapat
dapat dilihat/dibaca secara cepat kapan saja di mana saja dan tersedianya respons yang dapat diperoleh
secara seketika. Biaya penggunaan yang sangat murah, bahkan gratis. Karena itu hanya idperlukan sedikit
pengawai untuk menanganinya.

Sudah saatnya DJP memanfaatkan media sosial sebagai sarana berinteraksi dengan
masyarakat. Media sosial dapat digunakan sebagai sarana penyalur informasi dan berinteraksi secara
langsung dengan WP mengingat jumlah penggunanya yang sangat signifikan. Sebagian besar pengguna
media sosial merupakan kaum muda berpendidikan yang sudah melek teknologi dan juga haus akan
informasi. Maka sudah sepatutnya DJP dapat menyalurkan informasi dengan menyesuaikan selera dari
para kaum muda, karena mereka merupakan calon potensial sebagai WP dimasa yang akan datang.

 Mengubah cara berfikir bahwa patuh terhadap Pajak bukan suatu kewajiban namun sebuah
kebutuhan

jaman dahulu sebelum terbentuknya Negara demokrasi seperti saat ini, banyak suatu
pemerintahan yang disebut monarki atau kerajaan yang kekuasaannya absolute dengan pemimpinnya
yaitu seorang raja, pemerintahan semua diatur oleh kerajaan, termasuk terkait soal keuangan.
Dikarenakan memiliki bentuk kekuasaan yang absolute, penguasa monarki ini dapat melakukan
pemungutan kepada rakyatnya berupa seperti upeti. Pemungutan upeti ataupun hasil bumi pada rakyat
dari rajanya yang bersifat memaksa dan digunakan penuh untuk kepentingan kerajaan tanpa disertai
mekanisme pengawasan. Model penyerahan upeti semacam ini tanpa berdasar kepada kompromi dan
semua rakyat diwajibkan untuk membayar.
Dengan meningkatnya kesadaran dari rakyat akan fungsi kerajaan, dimpimpin oleh tuan tanah
serta kaum bangsawan, rakyat tetap meminta agar upeti yang diberikan oleh mereka agar dapat
dipergunakan sebagai kepentingan bersama. Dari sini timbul konsep “imbal jasa” yaitu saat keuangan itu
digunakan selain pada kepentingan kerajaan. Di Inggris, pemahaman ini dimulai dengan
ditandatanganinya piagam Magna Carta di awal abad XIII antara pihak para pembayar upeti dan pihak
raja. Revolusi yang terjadi di Amerika turut memperkuat hal ini yang menuntut perwakilan pihak
pembayar pajak untuk menentukan kebijakan negara, yang dikenal dengan peristiwa “No taxation
without representation”

Konsep Negara demokrasi yang kemudian dikenal inilah yang banyak dianut oleh masyarakat
dunia. Dalam negara demokrasi yang menganut sistem dari rakyat untuk rakyat ini terdapat dua kontribusi
nyata pada penyelenggaraan pemerintahannya. pertama yaitu kontribusi politik saat dimana rakyat yang
memilih sendiri para wakilnya dan setelah itu duduk di parlemen dan/atau untuk memilih presiden yang
bakal memimpin pemerintahan. Kontribusi yang kedua adalah berbentuk kontribusi finansial, merupakan
pengalihan hak kontrol atau pengawasan pada keuangan negara. Kontribusi finansial yang berbentuk
pembayaran pajak ini yang akan dipakai untuk kepentingan umum atau public needs. Cara kerja
pengawasan atas penggunaan uang pajak ditunjukkan lewat persetujuan parlemen pada setiap
pengeluaran negara.

Pembayaran pajak dapat pula menjadi mekanisme untuk menahan kedaulatan rakyat pada
praktek bernegara. Pada saat penyelenggaraan negara, kedaulatan negara secara general dapat diartikan
sebagai kemampuan sebuah negara dalam mengelola negaranya tanpa adanya otak atik dari pihak
manapun. Dilihat dari bentuknya, kedaulatan dapat dicirikan dengan suatu kemerdekaan yang didapatkan
oleh suatu negara. Sementara konsep suatu negara secara fisik berdasarkan adanya wilayah, warga
negara serta pemerintahan yang diakui kebenarannya secara hukum oleh semua warga negara. Untuk
menjaga pertahananan serta keamanan wilayah pada sebuah negara dalam rangka untuk
mempertahankan kedaulatannya, maka dibentuklah konsep bela negara berwujud pertahanan secara
militer (Military defense).

Sementara itu, agar dapat mengatur suatu negara, dibutuhkan dukungan berupa finansial yang
kuat supaya di dalam setiap pengelolaan negara itu tidak bisa dipengaruhi pihak lain. Sama halnya dengan
pertahanan wilayah, sebuah kekuatan keuangan negara harus dijaga keamanannya yaitu dengan konsep
ketahanan fiskal. Dengan demikian, ketahanan fiskal sama pentingnya dengan ketahanan wilayah, maka
ketahanan fiskal dapat disebut sebagai non-military defense.

Dalam pengaturan suatu negara, sumber keuangan negara didapatkan dari sumber daya yang
dimiliki wilayah tersebut. jika negara tersebut kaya akan sumber daya alam , seperti minyak, batubara,
gas dan energi, dan lain-lain. sumber daya itu bisa digunakan sepenuhnya untuk memenuhi keuangan
negara yang mana dimasa mendatang digunakan untuk kemakmuran rakyatnya. Saat sumber daya alam
yang dimiliki tidak cukup maka perlukan suatu partisipasi aktif oleh setiap warga negara untuk
mewujudkan ketahanan fiskal demi kedaulatan sebuah negara. Pajak merupakan bentuk partisipasi aktif
oleh warga negara untuk menahan kedaulatan negara.
disaat ketahanan fiskal suatu negara dirasa terganggu hingga secara finansial dan tidak bisa
dipakai untuk mengatur negara demi kehidupan rakyatnya, maka demikian negara akan akan melakukan
utang pada pihak ketiga yang mempunyai jumlah dana besar untuk menalangi. Sekarang ini, peran pihak
ketiga itu dilakukan oleh institusi/lembaga donor yang mana mereka didominasi World Bank dan IMF.
Namun, pinjaman dana itu tidak gratis. Selain terdapat bunga pada utang tersebut, dana talangan tersebut
juga diikuti berbagai persyaratan yang diatur pemberi dana. Dengan ketiadaan kebebasan dalam
mengatur negaranya, maka hilanglah suatu kedaulatan negara tersebut secara finansial meskipun tidak
secara wilayah.

Contoh kasus terbaru mengenai hilangnya kedaulatan negara adalah negara Yunani. Dengan
adanya krisis ekonomi yang ad di Yunani, pemerintah terpaksa melakukan penarikan dana talangan yang
disediakan oleh IMF. Tidak gratis, IMF memberika syarat reformasi fiskal jika ingin menerima dana
tersebut. Salah satu bentuk dari reformasi fiskal adalah dengan penghematan anggaran dan penambahan
tarif pajak. Rakyat Yunani yang telah menderita akibat krisis, kembali dapat menerima beban hidup tinggi
dengan pengurangan gaji dan kenaikan pajak. Protes dan demonstrasi rakyat Yunani mengakibatkan
negara itu makin terpuruk dengan semakin banyaknya kerusuhan dan bentrokan. Tidak ada serangan fisik
untukp wilayah kedaulatan Yunani, akan tetapi tanpa adanya ketahanan fiskal ha g telah terjadi kekacauan
di negara Yunani. Kertahanan fiskal yang susdah hancur, menghancurkan kedaulatan negara tersebut. Hal
yang juga terjadi di Indonesia saat terjadi krisis moneter di tahun 1998. Di sini pentingnya non-military
defense bagi sebuah negara.

Karena itu, bangsa yang mandiri dipengaruhi oleh kekuatan fiskalnya. Indonesia yang menjadikan
pajak untuk sumber utama penerimaan negara, akan terus berusaha untuk memperbaiki sistem
perpajakannya. Akan upaya itu akan sia-sia jika tidak diikuti oleh niat Wajib Pajak (WP) untuk melakukan
kewajiban perpajakan dengan benar dan patuh. Selalu ada lubang untuk menghindari kewajiban
perpajakan.

Pemahaman bersama terkait pajak sebagai sumber kekuatan utama dari ketahanan fiskal harus
ditanamkan kepada setiap warga negara supaya dapat menaikkan tingkat kesadaran warg megara untuk
melakukan pembayaran pajak. Partisipasi fiskal pada setiap warga negara akanberpengaruh besar untuk
menjaga wilayah ketahanan fiskal di negara Indonesia. Hal ini juga agar negara ini tidak tersangkut oleh
krisis keuangan danjuga kehilangan kedaulatannya. Pembayaran pajak merupakan wujud bela negara
yang akan menjadikan setiap rakyat untuk bangga dan timbul rasa patriotisme di hati setiap warga negara.

 Menanamkan Rasa Cinta kepada Negara

Bangsa ini baru saja menyelenggarakan kontestasi antar negara-negara di Asia dengan sukses
besar, bagaimana tidak? Penyelenggaraan Asian Games 2018 mampu menyedot perhatian dunia (bukan
hanya Asia) bahkan sejak Pembukaan sampai dengan Penutupan. Keberhasilan penyelenggaran pesta
Olahraga se Asia merupakan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Indonesia karena telah diakui oleh
Dunia bahwa Indonesia bahkan telah layak untuk menjadi tuan rumah perhelatan Olimpiade di tingkat
Dunia. Disamping itu, keberhasilan Indonesia menjadi juara umum ke empat dan mendapatkan perolehan
medali emas yang paling banyak dalam sejarah keikutannya dalam pesta olahraga terbesar Asia yang
dilakukan empat tahunan itu. Dari sekian banyak atlet tentu saja banyak atlet-atlet muda yang turut
berkontribusi. Hasil yang mereka peroleh ini tentu saja tidak didapatkan tanpa usaha, bahkan tidak sedikit
dari mereka yang harus mengorbankan sebagian waktu bermainnya ketika kecil agar mendapatkan hasil
yang membanggakan ini. Penyelenggaraan Asian Games 2018 ini membutuhkan banyak biaya termasuk
pemberian reward kepada para altit yang berprestasi, yang nilainya hingga miliaran rupiah. Darimanakah
uang sebanyak itu? Tentu bukan dari kantong Presiden atau orang kaya di Indonesia. Namun semua itu
berasal dari APBN Indonesia yang sebagian besarnya berasal dari perolehan pajak negara yang tentu saja
berasal dari seluruh rakyat Indonesia.

Kita sebagai rakyat Indonesia yang cinta kepada negara sudah seharusnya taat membayar pajak,
karena manfaatnya sangat banyak, tentu bukan hanya untuk memberi bonus kepada atlit yang
berprestasi. Kita sebagai rakyat Indonesia tentu bangga dengan prestasi para atlit kita di Asian Games,
dengan membayar pajaklah kita akan mampu untuk berkontribusi dan menunjukkan rasa cinta kita
kepada para atlit yang berprestasi. Pemberian bonus kepada atlit yang berprestasi hanya sebagian kecil
dari kegiatan yang dapat Negara lakukan ketika rakyatnya taat pajak.

Negara selaku penerima pajak dapat menggunakannya untuk kegiatan pembangunan


infrastruktur, kegiatan sosial, maupun guna menjaga kedaulatan NKRI. Maka tentu saja kita sebagai warga
negara yang mengaku cinta kepada Negara sudah seharusnya taat pajak karena pajak merupakan salah
satu bagian terpenting guna berjalannya pemerintahan dan perekonomian.
Penutup

Indonesia masih disebut sebagai negara berkembang, sebagai negara yang masih berkembang
tentu saja Indonesia masih perlu untuk banyak berbenah dan melakukan pembangunan secara
menyeluruh guna memberikan keadilan kepada seluruh rakyatnya tanpa terkecuali, sehingga Indonesia
mampu menjadi negara maju yang maju seluruh bagiannya bukan hanya sebagian saja.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan tentu membutuhkan dana, yang seringkali sangat banyak
sehingga pemerintah terpaksa harus melakukan pinjaman ke luar negeri. Pinjaman ini tentu memiliki
banyak resiko, terutama dari segi inflasi yang dapat membuat jumlah utang semakin membengkak. Selain
itu pinjaman luar negeri memiliki bunga yang harus dibayarkan setiap tahun, dan bunganya tidak kecil.
Semua faktor itu akan membuat APBN akan tertekan sehingga mengakibatkan pembangunan tidak akan
maksimal. Kadang pemerintah akan melakukan pinjaman kembali agar pembangunan tetap berjalan,
namun pada akhirnya menambah beban di masa yang akan dating.

Pajak merupakan salah satu cara agar Negara mampu mandiri dan menghindari pinjaman luar
negeri yang justru akan membebani anggaran. Pajak diperoleh dari seluruh warga negara yang memiliki
kewajiban untuk membayar pajak. Penarikan pajak tidak hanya melalui data yang dimiliki oleh
pemerintah, namun juga melalui data yang diberikan oleh wajib pajak sendiri atau yang biasa disebut self-
assesment. Model penarikan melalui data yang diberikan oleh wajib pajak menuntut kejujuran dari wajib
pajak dalam pelaporannya.

Mengingat pentingnya pajak untuk pembangunan dan perekonomian Indonesia, maka kita
sebagai generasi muda dituntut untuk mengerti dan memahami akan pentingnya pajak, sehingga
kedepannya kita akan mampu menjadi generasi muda yang taat pajak, yang turut serta mendorong
Indonesia menjadi Negara yang mandiri dan mampu menjadi Negara maju. Menumbuhkan Budaya Sadar
Pajak, Kepatuhan, dan Kewarganegaraan di Kalangan Generasi Muda dapat ditempuh melalui berbagai
publikasi atau iklan layanan masyarakat dalam bentuk kreatif dan kekinian melalui sosial media.

Anda mungkin juga menyukai