PENDAHULUAN
Aneurisma adalah pelebaran abnormal dari sebuah arteri yang berhubungan dengan
kelemahan pada dinding arteri. Aneurisma dapat terjadi pada beberapa tempat
seperti 5:
Aorta : aneurisma aorta thoracalis dan aorta abdominalis.
Otak (aneurisma serebralis)
Tungkai bawah aneurisma arteri popliteal )
Usus (aneurisma arteri mesenterika)
Splen (aneurisma arteri splenica)
Pada makalah ini hanya akan dibahas mengenai aneurisma serebralis atau yang
dikenal juga dengan aneurisma intracranialis. Aneurisma intrakranial adalah
lesi didapat yang paling sering terletak di titik percabangan dari arteri utama
yang melalui ruang subarachnoid di dasar otak. Perdarahan subarachnoid yang
berkaitan dengan pecahnya suatu intracranial aneurisma adalah suatu penyakit
dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sekitar 12 persen pasien
pada perdarahan subarachnoid meninggal sebelum mendapatkan pertolongan medis
medis, sekitar 40 persen pasien yang diopname meninggal satu bulan setelah
kejadian dan lebih dari 1/3 dari mereka yang selamat akan mengalami suatu
defisit neurologis yang menetap5. Selain itu, banyak terjadi suatu defisit
neurologis menetap pada pasien tersebut. Meskipun diagnostik, pengobatan dan
pembedahan telah maju dalam beberapa dekade terakhir, tingkat kematian
perdarahan subarachnoid karena pecahnya aneurismal tidak mengalami perubahan
berarti.
II. ISI
A. DEFINISI
Aneurisma adalah suatu kantung yang terbentuk oleh dilatasi dinding arteri,
vena, atau jantung; terisi oleh cairan atau darah yang membeku, sering membentuk
tumor yang berdenyut 4.
Aneurisma serebral merupakan pelebaran yang terjadi pada pembuluh darah sehingga
mengembang seperti balon karena disebabkan adanya kelemahan pada struktur
dinding pembuluh darah tersebut, dan biasanya terjadi pada arteri di Circulus
Willisi 6.
B. EPIDEMIOLOGI
Aneurisma lebih banyak didapatkan pada wanita dengan ratio 3:2 dibandingkan
laki-laki, tetapi pada usia < 40 tahun kejadian aneurisma lebih banyak pada
laki-laki dan usia > 40 tahun prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan
laki-laki². Aneurisma sakular pada arteri communicans anterior atau arteri
serebri anterior lebih sering terjadi pada pria, sementara persambungan antara
arteri carotis interna dengan arteri communicans posterior adalah lokasi
tersering aneurisma sakular pada wanita. Aneurisma raksasa (Giant aneurysms)
adalah 3 kali lebih sering pada wanita. Prognosis PSA karena rupturnya aneurisma
lebih buruk pada wanita
Aneurisma tunggal lebih sering terjadi pada sirkulasi anterior otak dibandingkan
sirkulasi posterior. Pada sirkulasi anterior, pembuluh darah yang paling sering
terjadi kelainan ini adalah pada arteri carotis interna diikuti arteri
communicans anterior, bifurkasio arteri cerebri media, dan arteri cerebri
anterior distal, sedangkan pada sirkulasi anterior kelainan ini paling sering
ditemukan pada apeks basilaris. ²
Dinding arteri secara khas mengandung tiga lapisan tunika konsentris. Lapisan
terdalam adalah tunika intima, terdiri atas endotel dan jaringan ikat subendotel
di bawahnya.Lapisan tengah adalah tunika media, terutama terdiri dari serat
otot polos yang mengitari lumen pembuluh. Lapisan terluar adalah tunika
adventitia, terutama terdiri atas serat-serat jaringan ikat. Arteri muskular
berukuran sedang juga memiliki sebuah pita berombak tipis dari serat elastis
yang disebut lamina elastika interna yang bersebelahan dengan tunika intima.
Pita lain terdiri atas serat-serat elastis berombak terdapat pada perifer tunika
media disebut lamina elastika eksterna.
Gambar 2. Struktur histologis arteri8
D. MORFOLOGI
Penyebab pasti pembentukan aneurysma mungkin multifaktorial. Ada dua teori yang
telah diajukan sebagai dasar pembentukan aneurisma yaitu teori kongenital dan
teori degeneratif. Meskipun demikian disepakati secara umum bahwa pada
pembentukan aneurisma maka lamina elastika interna harus terganggu. Degenerasi
lamina elastika umum ditemukan pada aneurisma berry
1. Teori kongenital
Aneurisma dulunya dikira merupakan kelainan kongenital karena adanya temuan
defek perkembangan pada tunica media. Defek ini terjadi pada apeks bifurkasio
pembuluh darah sama dengan aneurisma, tetapi mereka juga ditemukan pada pembuluh
darah ekstrakranial sama seperti pembuluh darah intracranial; aneurisma sakular
dengan kontras jarang ditemukan di luar calvaria. Defek tunika media sering
ditemukan pada anak-anak, namun aneurisma jarang pada kelompok umur ini.
2. Teori degeneratif
Sekarang berkembang bahwa defek pada lamina elastika interna merupakan hal yang
penting pada pembentukan aneurysma dan ini kemungkinan berhubungan dengan
kerusakan atherosklerotik. Aneurisma sering terbentuk pada sisi dimana terjadi
stress hemodinamik sebagai contohnya, pembuluh darah hipoplastik congenital
menyebabkan aliran yang berlebihan pada suatu arteri. Hipertensi juga berperan,
lebih dari ½ pasien dengan ruptur aneurisma memiliki bukti sebelumnya terjadi
peningkatan tekanan darah (terbentuknya aneurisma umum terjadi pada pasien
dengan hipertensi karena koarktasio aorta)
Suatu aneurisma dapat diidentifikasi secara tidak sengaja. Gambaran klinik suatu
aneurisma dapat berupa sebagai efek kompresi massa, penyebab transient iskemik
serebral (thrombus/emboli), perdarahan karena rupture ataupun asimtomatik².
Sebanyak 90% pasien dengan aneurysma biasanya terjadi perdarahan subarachnoid
dan 7% memiliki gejala atau tanda dari kompresi struktur terdekat¹. Sisanya
ditemukan secara kebetulan. Gejala dini dari suatu aneurisma dapat berupa adanya
sakit kepala yang terjadi tiba-tiba, terutama pada kasus pecahnya suatu
aneurisma.
1. Rupture (90%)
Kejadian ruptur paling sering terjadi antara usia 40-60 tahun tapi kejadian
pecahnya suatu aneurisma dapat terjadi pada semua usia namun jarang pada anak-
anak¹.
Ruptur aneurisma dapat menyebabkan perdarahan intraparenkim (lebih sering
pada aneurisma distal), intraventricular hemorrhage (13-28%), atau subdural
hematoma (2-5%).6
Gambar 3. Perdarahan subarachnoid karena aneurisma arteri communicans anterior
yang pecah pada seorang wanita usia 59 tahun. 4
Sejak keparahan perdarahan berkaitan dengan keadaan klinis pasien dan dalam hal
ini akhirnya berhubungan dengan hasil akhir perawatan, banyak penelitian yang
menggelompokkan pasien ke dalam 5 level seperti oleh Hunt dan Ness yang telah
dipergunakan luas oleh klinisi.
Akhir-akhir ini ada juga skala baru telah disusun dan diakui oleh World
Federation of Neurosurgeont (WFN) melibatkan Glasgow Coma Scale :
Skala ini berhubungan dengan hasil akhir dan menyediakan indeks prognostik bagi
para klinisi. Sebagai tambahan, skala ini dapat mencocokkan kelompok pasien
untuk membandingkan efek dari teknik penanganan yang berbeda.
3. Thrombosis
Thrombosis pada aneurisma seringkali mengirimkan emboli ke daerah distal arteri,
menyebabkan TIA (transient iskemik attack) atau infark. Pada beberapa pasien
yang tidak ditemukan perdarahan subarachnoid, menunjukkan gejala sakit kepala
tanpa kaku kuduk, mungkin berhubungan dengan pembesaran aneurisma, thrombosis
atau iritasi meningeal.
(a) (b)
(c)
Gambar 11. Arteriogram (a), MRI Angiogram (b), and Helical CT Angiogram (c)
menunjukkan aneurisma pada arteri vertebrobasilar yang belum pecah pada
seorang wanita berusia 41 tahun. 5
5. Alat Bantu penunjang lainnya
v Transcranial Doppler ultrasonography: TCD membantu diagnosis vasospasme dan
monitoring lanjutan aliran darah cerebral.
v Single-photon emission computed tomography (SPECT), positron emission
tomography (PET), xenon-CT (XeCT): Dengan pemeriksaan ini dapat ditemukan
iskemik berkaitan dengan vasospasme, meskipun modalitas ini tidak dilakukan
rutin.
v Foto radiologik vertebra servikal: penilaian radiografik vertebra cervical
harus dilakukan pada setiap pasien coma yang tidak diketahui pasti
penyebabnya.
v EKG: Cardiac arrhythmias dan myocardial ischemia dapat terlihat. Aneurysmal SAH
dapat berhubungan dengan beberapa perubahan ECG meliputi puncak gelombang P,
QT interval yang memanjang.
v Echocardiography: sumber emboli cardiak, termasuk endocarditis dan myxomas,
dapat terlihat pada aneurisma infeksi atau neoplastik.
v Evoked potentials dan EEG: pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan
kejang akibat komplikasi PSA aneurisma.
v Lumbal punksi (LP) . Jika MRI gagal atau tidak ada maka lumbal punksi dapat
dilakukan. LP dapat membantu diagnosis PSA aneurisma dengan tanpa tanda-tanda
fokal dan efek massa. Cairan serebrospinal (CSS) biasanya dapat terlihat
xantokrom atau adanya eritrosit pada CSS namun kadang-kadang dapat terlambat
dalam beberapa jam baru muncul. Xantokrom ini dapat terlihat 12-33 hari
dengan puncaknya hari ke 23. Tekanan CSS biasanya selalu tinggi, terdapat
elevasi protein dan hipoglikemia. Awalnya proporsi leukosit dengan eritrosit
seperti pada darah tepi, lebih lanjut akan terjadi pleositosis reaktif. Sel
darah merah dan xantokrom menghilang sekitar 2 minggu setelah
perdarahan. Kultur dapat menunjukkan etiologi infeksi.
v Lab:
Ø Hitung jenis dan trombosit: monitor adanya infeksi, anemia, dan resiko
perdarahan.
Ø Prothrombin time (PT)/activated partial thromboplastin time (aPTT):
mengidentifikasi resiko perdarahan.
Ø elektrolit dan osmolaritas: monitor hyponatremia, address arrhythmogenic
abnormalities, glucosa darah, dan monitor terapi hyperosmolar untuk
pengingkatan tekanan intracranial.
Ø Liver function test: mengidentifikasi disfungsi hepatik yang dapat memparah
komplikasi.
Ø Analisa gas darah untuk melihat kadar oksigen.
Skrining
Skrining untuk aneurisma intracranial asymptomatik harus dilakukan karena PSA
memiliki prognosis yang buruk, sementara penatalaksanaan aneurisma intracranial
asymptomatik berhubungan erat dengan tingkat morbiditas (< 5 %) dan mortalitas
(< 2 %). ²
Skrining harus disarankan pada pasien dengan resiko tinggi terjadinya aneurisma.
Dua kelompok utama yang harus diskrining adalah mereka yang memiliki riwayat
keluarga aneurisma intrakranial ² dan mereka dengan penyakit ginjal polikistik
autosomal dominan² Sekitar 5 -10 % orang dewasa dengan asimptomatik penyakit
ginjal polikistik autosomal dominan memiliki kelainan aneurisma sakular. ²
D. MORTALITAS DAN MORBIDITAS ANEURISMA YANG PECAH
E. PENATALAKSANAAN ANEURISMA
Penatalaksanaan suatu aneurisma meliputi :
Monitor tanda-tanda vital dan neurology terus menerus.
Jalan napas, pernapasan dan sirkulasi harus dimonitor ketat dan
dilakukan intubasi endotrakea.
Pilihan terapi harus didasarkan kondisi klinis pasien, anatomi vaskuler
aneurisma, dan pertimbangan teknik bedah atau endovascular.
PSA aneurisma harus dirawat di ICU dengan monitoring jantung.
Sebelum terapi definitive dilakukan maka harus dijaga agar tidak ada
hipertensi dengan pemberian calcium channel blocker, dan pencegahan kejang.
Induksi hypertensi, hypervolemia, dan hemodilution ("triple-H therapy")
bertujuan untuk menjaga tekanan perfusi otak pada keadaan autoregulasi
cerebrovascular yang terganggu.
Intraarterial papaverine atau endovascular balloon angioplasty dapat
digunakan untuk merawat vasospasm pada beberapa pasien tertentu
Pada aneurisma infeksi harus dihindarkan pengunaan antikoagulan. Begitu
infeksi dapat terkontrol dengan antibiotic maka terapi bedah harus
dilakukan. Regresi atau evolusi aneurysma harus dimonitor dengan serial
angiography.
Penatalaksanaan aneurysma intracranial yang belum pecah masih menjadi
kontroversial. International Study of Unruptured Intracranial Aneurysms
(ISUIA) mengindikasikan bahwa tingkat kejadian rupture aneurisma ukuran kecil
sangat kecil. Aneurisma dengan ukuran < 10 mm memiliki tingkat kejadian
rupture tahunan sekitar 0.05%. Penatalaksanaan profilaksisnya meliputi teknik
bedah / endovaskular.
Tujuan utama penatalaksanaan aneurisma adalah mengeluarkan kantung aneurisma
dari sirkulasi intracranial sambil menjaga arteri utama. Penatalaksanaan
aneurisma sejak lama dilakukan bidang bedah saraf tetapi sejak tahun 1990,
neuroradiologis telah menggunakan teknsik endovascular pasien dengan
intracranial aneurysma yang jumlahnya terus meningkat. Operasi merupakan terapi
definitif untuk penatalaksanaan aneurisma sakular.
1. Operasi
Penempatan klip melintasi leher aneurisma adalah terapi definitif dan pilihan
utama karena efikasi jangka panjangnya yang telah terbukti. Pada tahun 1936,
Walter Dandy melakukan operasi pertama pada intracranial aneurysm dengan
meletakkan klip perak yang dibuat oleh Harvey Cushing, melintasi leher aneurisma
pada persambungan arteri carotis interna dengan arteri communicans posterior
pada pasien dengan parese N.III.4 Sejak itu teknik operasi untuk aneurisma telah
berkembang pesat menggunakan teknik bedah mikro, mikroskop operasi, koagulasi
bipolar dan klip aneurisma yang bervariasi.. Tingkat keamanan beberapa operasi
aneurisma tergantung ukuran, lokasi atau konfigurasi, dan teknik tambahan yang
sulit seperti teknik bypass vascular grafting atau hypothermic cardiac arrest
yang harus digunakan. Operasi darurat harus dilakukan pada pasien yang
menunjukkan gejala klinis karena efek massa hematoma intracerebral atau subdural
2. Terapi Endovascular
Terapi endovaskuler terkini melibatkan insersi kawat halus ke dalam lumen
aneurisma seperti yang trerlihat pada gambar 10.4Kemudian melalui proses
elektrothrombosis, thrombus lokal terbentuk di sekitar kawat di dalam
aneurysm. 4 Tujuan utama teknik ini adalah obliterasi sempurna (thrombosis)
kantung aneurisma. Banyak factor yang memperngaruhi keberhasilan obliterasi
tapiyang terpenting adalah rasio leher dengan fundus aneurisma. Aneurisma
dengan leher yang luas sering tidak terobliterasi sempurna. Embolisasi dengan
teknik endovascular memiliki resiko yang lebih sedikit tetapi efektifitas
jangka panjangnya belum terbukti4.
Penatalaksanaan meliputi pencegahan peningkatan tekanan intracranial seperti
tirah baring total, sedatif, analgesik, laksatif, antitusif, antiemetik,
antikonvulsan. Penatalaksanaan hipertensi juga dapat menurunkan resiko
perdarahan ulang tetapi mengandung resiko infark serebri pada pasien dengan
vasospasme serebri. Antifibrinolitik seperti epsilon aminocaproic acid (EACA)
dan asam traneksamat mencegah bekuan aneurisma lisis dan karena itu mencegah
rupture kembali. Tetapi mereka juga menunda lisis bekuan sisternal dan
meningkatkan vasospasme.
(a) (b)
(c)
Gambar 12. Penatalaksanaan aneurisma intracranial menggunakan kliping atau
endovascular coil 5
a. Angiogram carotid lateral wanita 35- tahun menunjukkan 17-mm supraclinoid
aneurisma arteri carotis interna sebelum diterapi
b. Setelah penempatan sebuah Sundt–Kees clip
c. Angiograms anteroposterior pada wanita usia 53 tahun menunjukkan aneurisma
basilaris ukuran 13sebelum diterapi
d. Setelah penempatan 4 Guglielmi detachable coils dengan panjang total 90 cm
e. Coil yang tampak padat dapat terlihat mudah dengan foto plos kepala biasa
(e)
1. Perdarahan Ulang
Perdarahan ulang adalah masalah utama yang mengikuti aneurismal PSA. Dalam 28
hari pertama (pada pasien yang tidak dirawat) sekitar 30% pasien akan menglami
perdarahan ulang, sisanya 70% meninggal. Sebagai contoh, jika pasien selamat
melewati 30 hari pertama setelah perdarahan, masih ada 20% kemungkinan
perdarahan ulang terjadi dalam 5 bulan mendatang. Meskipun jika pasien selamat
melewati periode resiko tingi dalam 6 bulan pertama tetap masih ada kemungkinan
perdarahan ulang dan kematian dala satu tahun tersebut. Pada perdarahan ulang
resiko kematian meningkat 2 kali dibandingkan dengan perdarahan awal¹.
Tingkat kejadian perdarahan ulang dipengaruhi beberapa faktor seperti
identifikasi yang tepat onset perdarahan awal, identifikasi yang tepat adanya
perdarahan ulang, terapi medis dan pembedahan, kondisi neurologis pasien dan
pemberian antifibrinolitik. Laporan kumulatif tingkat perdarahan ulang selama
2 minggu pertama setelah perdarahan awal berkisar antara 17-22%.²
Setiap pasien yang mengalami penurunan kesadaran tiba-tiba memerlukan
pemeriksaan CT scan. CT scan membantu mendiagnosis perdarahan ulang dan
menyingkirkan penyebab lain deteriorisasi seperti acute hydrocephalus.
3. Hypovolemia
Hyponatremia yang berkembang setelah SAH pada banyak pasien karena sekresi
sodium renal yang berlebihan daripada efek dilusi karena sekresi ADH yang tidak
berimbang. Kehilangan cairan dan penurunan volume plasma kemudian terjadi.
Pasien ini kemungkinan pada resiko tinggi trjadinya iskemik serebral,
sehungungan dengan hasil peningkatan viskositas darah.
5. Hydrocephalus
Setelah SAH, aliran cairan serebrospinal (CSF) dapat terganggu oleh :
- bekuan darah pada cisterna basalis (communicating hydrocephalus)
- obstruksi pada villi arachnoidalis(communicating hydrocephalus)
- bekuan darah di dalam sistem ventrikular (obstruktif hydrocephalus)
Hidrosefalus akut terjadi pada sekitar 20% pasien, biasanya pada beberapa hari
pertama setelah onset, biasanya merupkan komplikasi lanjut. Hanya 1/3 pasien
yang menunjukkan gejala sakit kepala, tingkat kesadaran yang terganggu,
inkontinensia, atau gait ataksia berat. Lebih lanjut lagi sekitar 10% pasien
hidrosefalusnya berkembang terlambat yaitu bulanan atau bahkan tahunan setelah
perdarahan.
7. Epilepsi
Epilepsi dapat terjadi pada stadium manapun setelah SAH, khusunya jika hematoma
menyebabkan kerusakan cortikal. Kejang dapat umum maupun parsial (focal)
Komplikasi ekstracranial
1. Infark myocard/aritmia cordis : EKG dan patologis myocardium sering
ditemukan setelah SAH, dan fibrilasi ventrikel sering terdeteksi. Kelainan ini
dapat muncul sekunder dari pelepasan cathecolamin setelah kerusakan iskemik
hypothalamus.
2. Edema pulmoner : biasanya terjadi stelah SAH, kemungkinan sebagai hasil
gangguan simpatetik masif.
3. Perdarahan lambung : perdarahan dari erosi gastric biasanya terjadi setelah
SAH tetapi jarang mengancam jiwa.
Para ahli menyatakan bahwa operasi yang dilakukan pada hari pertama atau kedua
perdarahan mengandung resiko tinggi¹. Tingkat mortalitas operasi menurun ketika
operasi ditunda beberapa minggu. Semakin lama ditunda semakin baik hasilnya
tetapi semakin lama ditunda semakin besar kemungkinan kematian karena perdarahan
ulang.
Kondisi klinik pasien juga memegang peranan penting, semakin berat kondisi
klinik pasien maka semakin jelek hasil akhirnya. Sebagai hasilnya ahli bedah
sering mempertimbangkan periode pelambatan optimal untuk operasi sekitar 6-14
hari sejak perdarahan, waktu yang pasti tergantung kondisi klinis pasien.
Pada tahun-tahun terakhir dengan semakin majunya teknik anestesi dan operasi,
maka operasi awal dalam beberapa hari dapat dilakukan. Kebanyakan ahli bedah
sekarang menyarankan operasi dalam 3 hari memungkinkan jika pasien dalam grade
I atau II. Resiko tambahan yang muncul kecil dan lebih menguntungkan karena
dapat mencegah perdarahan ulang. Begitu aneurysma diklip, maka metode agresif
untuk merawat iskemik dapat menginduksi hipertensi dapat dilakukan. Waktu
optimal untuk operasi pada pasien yang kondisinya jelek dan berada pada grade
jelek tetap menjadi kontroversi dan memerlukan penelitian lebih lanjut.
Jika terdapat bukti klinik bahwa iskemik berkembang walaupun telah diterapi
dengan cara ini maka dapat dikombinasi dengan :
1. Terapi hipertensi : perawatan dengan agen inotropik seperti dobutamine
meningkatkan cardiac output dan tekanan darah. Sejak autoregulasi otak gagal
setelah PSA, meningkatkan tekanan darah dapat meningkatkan aliran darah otak.
Sampai 70% desifit neurologis karena iskemik yang terjadi setelah operasi
aneurysma dapat diturunkan dengan menginduksi hipertensi sampai tingkat kritis
tekanan darah ¹. Pengenalan dini dan penatalaksanaan defisit neurologis dapat
mencegah progresi iskemik menjadi infark. Penatalaksanaan yang terlambat dapat
memicu edema vasogenik pada daerah iskemik.
2. Neuroprotektor : beberapa neuroprotektor baru ( selain antagonis calcium)
sekarang sedang dalam penelitian pada pasien dengan PSA tetapi kegunaan mereka
masih belum diketahui.
C. Hidrosefalus
Hidrosefalus menyebabkan deteriosasi akut memerlukan drainase cairan
serebrospinal (CSS) yang darurat dengan kateter ventrikuler (lumbal punksi
sementara dapat memguntungkan sementara). Deteriosasi bertahap atau kegagalan
yang meningkat mengindikasikan drainase CSS permanen dengan
ventriculoperitoneal atau lumboperitoneal shunt.
D. Perluasan Hematom Intracerebral
Hematoma intraserebral yang berasal dari ruptur aneurysma tidak memerlukan
penatalaksanaan spesifik kecuali efek massa menyebabkan deteriosasi tingkat
kesadaran. Ini memerlukan angiography darurat diikuti pengeluaran hematom
dengan atau tanpa kliping simultan, dibawah kondisi ini mortalitas operasi
sangat tinggi.
M. PROGNOSA
Prognosis suatu aneurisma tergantung dari 7:
Usia
Status neurologikus dalam perawatan
Lokasi aneurisma
Selang waktu antara awal kejadian perdarahan subarachnoid dengan
penatalaksanaan medis
Adanya hipertensi dan penyakit lain
Tingkat vasospasme
Adanya perdarahan ulang atau tidak
Tingkat perdarahan subarachnoid
Adanya perdarahan intraventrikular atau intraparenkimal
Pasien dengan status klinis grade I (sakit kepala ringan atau meningismus
ringan), II (sakit kepala berat, meningismus, atau neuropati kranial), III
(letargi, bingung, atau tanda neurologik fokal) memiliki prognosa yang lebih
baik dibandingkan dengan pasien grade IV(penurunan kesadaran yang buruk) danV
(koma dengan flaksiditas atau postur tubuh abnormal). Pasien grade IV dan V
memiliki kecenderungan hasil yang buruk meskipun mereka mendapat perawatan
apapun². Tingkat mortalitas operatif sendiri berkisar antara 8-45% tergantung
kondisi klinis dan waktu pasien ¹.
III. KESIMPULAN
1. Aneurisma adalah pelebaran abnormal dari sebuah arteri yang berhubungan dengan
kelemahan pada dinding arteri yang disebabkan adanya defek pada tunika media /
lamina elastika yang terganggu.
2. Pada otopsi di Amerika Serikat, kejadian aneurisma intrakranial ditemukan pada
sekitar 1% populasi². Insidensi perdarahan subarachnoid disebabkan rupturnya
aneurisma sekitar 6-16% per 100.000 orang per tahunnya. ² Aneurisma lebih banyak
didapatkan pada wanita dengan ratio 3:2
3. Faktor predisposisi penting terjadinya aneurisma berkaitan dengna riwayat
keluarga, kelainan jaringan ikat, hipertensi dan fator lainnya.
4. Gejala klinik suatu aneurisma tergantung keadaan aneurisma itu sendiri, bisa
berupa efek kompresi massa, perdarahan karena aneurisma yang pecah, trombosis
maupun asimptomatik.
5. Penatalaksanaan dan prognosa suatu aneurisma tergantung lokasi dan ukurannya,
usia penderita, komplikasi, selang waktu antara awal kejadian perdarahan
subarachnoid dengan penatalaksanaan medis, dan adanya penyakit lain sebelumnya
seperti hipertensi dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brust, John C.M. 1995. Hemorrhage Subaracnoid : Merrit’s Textbook of Neurology
Ninth edition. 42 : Hal 276-283.Williams and Wilkin.