Disusun Oleh :
Gine Yunia Haefi 12100117002
Tri Kusyantini 12100117007
Bakti Gumelar 12100117113
Febi Ramdhani Rachman 12100117143
Preceptor :
DAFTAR ISI..................................................................................................................2
BAB 1 STATUS PASIEN..............................................................................................3
1.1 IDENTITAS PASIEN....................................................................................................3
1.2 KELUHAN UTAMA.....................................................................................................3
1.3 ANAMNESIS.................................................................................................................3
1.4 STATUS GENERALIS.................................................................................................4
1.5 STATUS LOKALIS TELINGA...................................................................................4
1.6 STATUS LOKALIS HIDUNG.....................................................................................5
1.7 STATUS LOKALIS ORAL CAVITY..........................................................................6
1.8 PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL.....................................................................6
1.9 RESUME.......................................................................................................................7
1.10 DIAGNOSIS BANDING............................................................................................7
1.11 DIAGNOSIS KERJA..................................................................................................8
1.12 USULAN PEMERIKSAAN.......................................................................................8
1.13 PENATALAKSANAAN..............................................................................................8
1.14 PROGNOSIS...............................................................................................................8
BAB II HIDUNG..........................................................................................................9
2.1 Anatomi Hidung............................................................................................................9
2.2 Fisiologi Hidung..........................................................................................................12
BAB III RHINITIS ALERGI.....................................................................................13
3.1 Definisi.........................................................................................................................13
3.2 Epidemiologi................................................................................................................13
3.3 Etiologi.........................................................................................................................14
3.4 Klasifikasi....................................................................................................................14
3.5 Diagnosis......................................................................................................................15
3.6 Patogenesis...................................................................................................................17
3.7 Tatalaksana..................................................................................................................19
3.8 Komplikasi....................................................................................................................20
2
BAB 1
STATUS PASIEN
1.3 ANAMNESIS
Pasien datang ke Poliklinik THT RSUD Al Ihsan dengan keluhan keluar cairan
dari hidung yang dirasakan sejak 13 tahun lalu. Keluhan dirasakan tiba-tiba, biasanya
muncul ketika pagi-pagi, dingin, dan hilang dengan sendirinya. Keluhan ini semakin
lama semakin terasa sering. Pasien sudah pernah mengobati keluhan ini sebelumnya
tetapi dirasakan belum membaik.
Keluhan diawali dengan adanya bersin, mampet pada kedua hidung, dan gatal
pada kedua bagian hidung. Keluhan biasa muncul pada saat pasien menghirup debu
dan suasana dingin. Keluhan dipengaruhi oleh waktu dan tempat, pasien lebih
merasakan saat malam hari maupun pagi hari. Pasien tidak merasa keluhan tersebut
mengganggu aktivitasnya.
Keluhan tidak disertai demam, penurunan penciuman, sakit tenggorokan, rasa
mengganjal pada tenggorokan, sakit pada bagian wajah ataupun kepala, dan tidak
adanya perubahan suara.
Pasien menyangkal memiliki alergi seperti makanan, bulu binatang, ataupun
obat. Pasien menyangkal terdapat riwayat alergi pada keluarganya dan menyangkal
adanya keluarga yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien. Pasien belum
pernah melakukan tes alergi. Pasien menyangkal pernah menggunakan obat-obatan
inhalan pada hidung. Pasien juga menyangkal adanya riwayat trauma pada bagian
hidungnya.
3
1.4 STATUS GENERALIS
• Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
• Kesadaran : Composmentis
• Tanda Vital : TD : 130/90 mmHg
N : 72 x/mnt
R : 18 x/mnt
S : afebris
• Kepala : dalam batas normal
• Leher : KGB tidak teraba
• Thoraks : dalam batas normal
• Abdomen : dalam batas normal
• Ekstremitas : dalam batas normal
4
CAE Kongenital - -
Kulit Tenang Tenang
Sekret - -
Serumen - -
Edema - -
Jaringan granulasi - -
Massa - -
Cholesteatoma - -
Membrana Warna Putih Putih
Timpani Intak keabuan keabuan
Refleks cahaya Intak Intak
+ +
Keadaan luar Bentuk & ukuran Dalam batas normal Dalam batas normal
5
1.7 STATUS LOKALIS ORAL CAVITY
Bagian Kelainan Keterangan
6
Leher
• KGB : tidak teraba membesar, pembesaran thyroid (–)
• Massa : (-)
1.9 RESUME
Pasien datang ke Poliklinik THT RSUD Al Ihsan dengan keluhan keluar cairan
dari hidung yang dirasakan sejak 13 tahun lalu. Keluhan dirasakan tiba-tiba, biasanya
muncul ketika pagi-pagi, dingin, dan hilang dengan sendirinya. Keluhan ini semakin
lama semakin terasa sering. Pasien sudah pernah mengobati keluhan ini sebelumnya
tetapi dirasakan belum membaik. Keluhan diawali dengan adanya bersin, mampet
pada hidung, dan gatal pada kedua bagian hidung. Keluhan biasa muncul pada saat
pasien menghirup debu dan suasana dingin. Keluhan dipengaruhi oleh waktu dan
tempat, pasien lebih merasakan saat malam hari maupun pagi hari. Pasien tidak
merasa keluhan tersebut mengganggu aktivitasnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan,
kesadaran komposmentis, tanda-tanda vital dalam batas normal. Status lokalis telinga
dan oral cavity dalam batas normal. Status lokalis hidung ditemukan mukosa livid
pada kedua hidung, terdapat sekret pada kedua hidung, hipertrofi chonca inferior
dikedua hidung, dan terdapat polip pada hidung bag. kiri.
7
IgE total
1.13 PENATALAKSANAAN
1) Umum:
Menghindari kontak dengan alergen penyebabnya (rumah harus sering
dibersihkan, jangan memelihara binatang, sebaiknya tidak menggunakan
bantal atau kasur kapuk diganti dengan busa atau springbed dan sebaiknya
tidak menggunakan karpet)
Istirahat cukup untuk menjaga daya tahan tubuh
2) Khusus:
Kortikosteroid Inhalan:
Budesonide (200-800mcg/ hari, maks 800mcg)
2x1 / hari
1.14 PROGNOSIS
• Qua ad vitam : ad bonam
• Quo ad functionam : ad bonam
• Quo ad sanationam : ad bonam
BAB II
HIDUNG
8
a. Tulang
Kedua os nasale, processus frontalis maxillae, pars nasalis ossis frontalis.
b. Tulang rawan
2 cartilagous nasi laterales, 2 cartilagines alares, 1 cartilagines septi nasi.
Pada permukaan inferior terdapat 2 lubang yaitu nares anterior yang terpisah satu dari
nasi.
b. Vomer membentuk bagian posteroinferior septum nasi.
c. Cartilago septi nasi
Anatomi hidung
2. Cavitas nasi
9
Dapat dimasuki lewat nares anterior berhubungan dengan nasofaring melalui
kedua choana.
Dilapisi oleh membrane mukosa kecuali vestibulum nasi dilapisi oleh kulit.
- 2/3 inferior membrane mukosa area respiratori
- 1/3 superior membrane mukosa area olfactory.
Batas-batas
- Atap dibedakan 3 bagian frontonasal, ethmoidal, sphenoidal.
- Dasar processus palatines maxillae dan lamina horizontal ossis palatine.
- Dinding medial septum nasi.
- Dinding lateral concha nasalis.
3. Concha nasalis
Dibagi menjadi concha nasalis superior, media, dan inferior.
Membagi cavitas nasi menjadi 3 lorong, yaitu:
a. Meatus nasalis superior
- Sebuah lorong sempit antara concha nasalis superior dan media.
- Tempat bermuaranya sinus ethmoidalis superior melalui 1 atau lebih
lubang.
b. Meatus nasalis media
- Bagian anterosuperior berhubungan dengan infundibulum (jalan
nasalis inferior.
- Ductus nasolacrimalis bermuara di bagian anterior meatus ini.
4. Vaskularisasi dan Persarafan
a. Perdarahan dinding medial dan lateral cavitas nasi terjadi melalui:
- Cabang arteri sphenopalatina, arteri ethmoidalis anterior, arteri palatine
10
Pembuluh darah hidung
b. Persarafan
- 2/3 inferior membrane mukosa nerve nasopalatinus cabang maxillary.
- Bagian anterior nerve ethmoidalis anterior cabang nerve nasociliaris yang
Persarafan hidung
11
4. Indra penghidu
5. Resonansi suara
6. Membantu proses bicara
7. Refleks nasal
BAB III
RHINITIS ALERGI
3.1 Definisi
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama
serta dilepaskannya mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen
spesifik (Von Pirquet, 1986).
Menurut WHO ARIA, rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan
gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
alergen yang diperantarai oleh IgE.
3.2 Epidemiologi
Prevalensi rhinitis alergi di berbagai negara berkisar antara 3-19%. Angka
kejadian rhinitis alergi di beberapa negara seperti Amerika Utara sebesar 10-20%, di
Eropa sekitar 10-15%, Thailand sekitar 20% dan di Jepang sekitar 10%. Di Indonesia
sebanyak 10-26% pengunjung poliklinik THT di beberapa rumah sakit besar 12llerg
dengan keluhan rhinitis alergi. Angka kejadian rhinitis alergi pada anak juga
meningkat. Penelitian menunjukkan bahwa kejadian rhinitis alergi pada anak
mencapai 42% pada anak usia 6 tahun.
Rhinitis alergi yang muncul pada usia di bawah 20 tahun ditemukan sebanyak
80% dari seluruh kasus. Gejala rhinitis alergi muncul 1 dari 5 anak pada usia 2 sampai
3 tahun dan sekitar 40% pada anak usia 6 tahun. Sebanyak 30% pasien akan
menderita rhinitis pada usia remaja. Walaupun semua kelompok usia dapat terkena
rhinitis alergi, tetapi rhinitis alergi biasanya lebih sering muncul pada usia anak-anak
awal setelah terpapar atau tersensitisasi 12llergen tertentu. Rhinitis alergi sering
12
terjadi pertama kali pada kelompok anak-anak antara usia 5-10 tahun dengan
puncaknya pada usia remaja antara 10 dan 20 tahun dan cenderung menurun sesuai
dengan pertambahan usia. Rhinitis alergi biasanya didapat pada penderita atopi.
3.3 Etiologi
Alergen inhalan selalu menjadi penyebab utama. Serbuksari dari pohon dan
rumput, spora jamur, debu rumah, debris dari serangga atau tungau rumah adalah
penyebab yang sering. Alergi makanan jarang menjadi penyebab yang penting.
Predisposisi genetik memainkan bagian penting. Kemungkinan berkembangnya alergi
pada anak-anak adalah masing-masing 20% dan 47%, jika satu atau kedua orang tua
menderita alergi.
3.4 Klasifikasi
Berdasarkan sifat berlangsungnya, dibedakan menjadi :
1. Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)
Rhinitis alergi musiman hanya ada di negara yang memiliki 4 musim.
Alergen penyebabnya spesifik, yaitu serbuk (pollen) dan spora jamur.
13
rumah. Alergen ingestan merupakan penyebab utama tersering pada anak dan
biasanya disertai gejala lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Lebih
sering menyebabkan komplikasi, namun gangguan fisiologisnya lebih ringan
dibandingkan dengan rhinitis alergi musiman.
3.5 Diagnosis
Diagnosis rhinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis,pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
14
sering menggosok-gosok hidung dengan punggung tangan karena gatal.
Keadaan menggosok hidung lama-kelamaan mengakibatkan timbulnya garis
melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic
crease. Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi,
sehingga akan menyebabkan gangguan gigi geligi (facies adenoid). Dinding
posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance), serta
dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran pet
(geographic tongue).
3. Pemeriksaan Penunjang
In Vitro
15
setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala
menghilang dengan meniadakaan suatu jenis makanan.
3.6 Patogenesis
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi
dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic
reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen
sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL)
yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan
dapat berlangsung 24-48 jam
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang
berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang
menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen
pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC
kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper
(Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan
16
mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai
sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13.
IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel
limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah
akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel
mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan
sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang
sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya
dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk
(Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed
Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4),
bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF
(Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai
Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC). Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf
vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan
menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler
meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi
sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada
mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1). Pada
RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel
eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala
akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan
penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit
di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag
Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala
hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi
dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP),
Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor
spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau
yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi .
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran
sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan
membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa
hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa
kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun,
sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat
dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan masuknya antigen
asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:
17
1. Respon primer Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat
non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya
dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.
2. Respon sekunder Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga
kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan.
Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau
memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon
tersier.
3. Respon tersier Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini
dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh
3.7 Tatalaksana
a. Penghindaran allergen
b. Pengobatan medikamentosa
Prinsip :
Mencegah atau menetralisasi kinerja molekul-molekul mediator yang dilepas
sel-sel inflamasi alegis dan atau mencegah pecahnya dinding sel dengan
harapan gejala dapat dihilangkan.
Obat yang digunakan adalah :
Antihistamin : mengatasi gejala pada respons fase cepat.
Antihistamin: antagonis histamin H-1 [inhibitor kompetitif pada reseptor H-
1 target].
Golongan antihistamin:
o Generasi 1 [klasik]
Bersifat lipofilik dapat menembus sawar darah otak & plasenta,
kolinergik
Termasuk Antihistamin generasi 1 adalah :
◦ Difenhidramin
◦ Klorfeniramin
◦ Prometasin
◦ Siproheptadin
◦ Azelastin [topikal]
o Generasi 2 [Non-Sedatif]
18
Bersifat lipofobik sulit menembus sawar darah otak
Termasuk Antihistamin generasi2 berdasarkan keamanannya :
◦ Astemisol & Terfenadin [kardiotoksik]
◦ Loratadin, setirisin, fexofenadin, desloratadin, & levosetrisin.
d. Edukasi
e. Operatif
▫ Konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior)
▫ Konkoplasty/multiple outfractured, inferior turbinoplasty
3.8 Komplikasi
▫ Polip hidung
▫ Otitits Media Efusi
▫ Sinusitis Paranasal
19
DAFTAR PUSTAKA
3. Moore, Keith L. , Dalley AF. Moore Clinically Oriented Anatomy. 7th edition.
philadelphia; 2014.
4. Benjamini E., Coico R., Sunshine G., Immunology: A short course. 4 th edition
John Wiley & sons tersedia dari URL http:// www.wiley.com
20