Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Di umum, pekerti bisnis dapat didefinisikan sebagai satu prinsip standar atau moril
diterapkan pada satu organisasi bisnis. Untuk berkelakuan pada satu secara etis dan
secara sosial cara bertanggung-jawab harus menjadi tanda dari tiap-tiap perilakunya
businessperson, domestik atau internasional. Masalah utama bangun dari pertanyaan
moral dari apa benar dan atau menyesuaikan bersikap itu beberapa dilema untuk pemasar
domestik. Masalah dari etika bisnis adalah infinitely lebih rumit pada bisnis internasional
karena pertimbangan menghargai membedakan secara luas antara secara cultural group
berbeda. Apa itu biasanya diterima seperti kanan di negara sesuatu dengan sepenuhnya
yang tidak dapat diterima pada lain. Di kertas ini, beberapa aspek berhubungan ke pekerti
bisnis di bisnis international meliputi definisi dan teori dari etika, masalah etis di bisnis
internasional, kode etis dari satu kemasyarakatan organisasi bisnis dan perusahaan
tanggungjawab dijelaskan.
Kegiatan bisnis yang meningkat di dunia dewasa ini, telah menimbulkan tantangan baru,
yaitu adanya tuntutan praktik bisnis yang baik, etis, dan menjadi dasar kehidupan bisnis
yang dapat diterima oleh banyak negara di dunia. Dalam kegiatan bisnis internasional,
perusahaan akan mampu bertahan apabila mampu bersaing. Untuk dapat bersaing
tentunya harus memiliki daya saing, yang di antaranya dihasilkan dari produktivitas dan
efisiensi. Untuk itu diperlukan etika dalam berusaha atau berbisnis, karena praktik usaha
yang tidak etis dapat menimbulkan kegagalan pasar, mengurangi produktivitas dan
meningkatkan ketidakefisienan.
2. Rumusan Masalah
1. Apakah yang di maksud dengan etika bisnis.?
2. Masalah-masalah apa saja yang timbul didalam Etika bisnis Internasional.?
3. Bagimana cara mengatasi kesenjangan-kesenjangannya.

1 Bisnis Internasional
BAB II
PEMBAHASAN

Landasan teori dan pengertian etika bisnis


1. Pengertian etika
Cukup banyak pengertian atau definisi mengenai etika. Secara etimologis, kata “etika”
berasal dari kata Yunani “ethos” (jamak : ta etha), yang berarti “adat istiadat” atau
“kebiasaan”. Dari pengertian ini, etika berkaitan dengan kebiasaan dan tata cara hidup
yang baik yang dianut suatu masyarakat dan diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Kebiasaan hidup yang baik ini kemudian dibakukan dalam bentuk kaidah,
aturan atau norma yang disebarluaskan, dikenal, dipahami, dan diajarkan secara lisan
dalam masyarakat. Etika secara lebih luas dipahami sebagai pedoman bagaimana
manusia harus hidup, dan bertindak sebagai orang yang baik. Etika memberi petunjuk,
orientasi, arah bagaimana harus hidup secara baik sebagai manusia.
Sebagai suatu ilmu, ilmu etika merupakan suatu ilmu yang mempelajari standard moral
dari seseorang atau suatu masyarakat (Velasquez, 2006). Standar moral merupakan
norma-norma mengenai tindakan-tindakan yang dipercaya secara moral benar dan salah,
serta nilai-nilai yang diberikan terhadap suatu obyek yang dipercaya secara moral adalah
baik atau buruk.
Etika sebagai suatu ilmu dapat dibagi dua, yaitu kajian yang bersifat normatif (normative
study) dan kajian yang bersifat deskriptif (descriptive study). Kajian yang bersifat
normatif merupakan investigasi yang mencoba untuk memperoleh kesimpulan mengenai
apakah sesuatu baik atau buruk dan apakah suatu tindakan benar atau salah. Misalnya,
terkait dengan pertanyaan : “Apakah penyuapan di dunia bisnis, baik atau buruk?”. Untuk
menjawab itu, ahli etika akan mencari jawabnya berdasarkan kajian normatif dengan
menggunakan berbagai teori yang ada, dan menyimpulkan apakah penyuapan di dunia
bisnis baik atau buruk. Sedangkan kajian yang bersifat deskriptif merupakan investigasi
yang tidak mencoba untuk mencapai suatu kesimpulan mengenai baik dan buruk atau

2 Bisnis Internasional
benar dan salah. Hal ini misalnya dilakukan oleh ahli anthropologi yang mempelajari
standar moral dari suatu suku bangsa. Mereka akan mencoba untuk menjelaskan secara
akurat mengenai standar moral dari suku bangsa tersebut dengan menggunakan berbagai
teori, akan tetapi bukan tujuan mereka untuk memberikan penilaian apakah moral dari
suku bangsa tersebut baik atau buruk.

Teori Etika
Menurut Keraf (2002) terdapat tiga teori mengenai etika, yaitu teori deontologi, teori
teleologi dan etika keutamaan.
Istilah “deontologi” berasal dari kata Yunani “deon” yang berarti kewajiban, dan “logos”
yang berarti ilmu atau teori. Menurut teori ini, cara bertindak dalam suatu situasi tertentu
adalah melakukan apa yang menjadi kewajiban sebagaimana terungkap dalam norma dan
nilai-nilai moral yang ada. Suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah
tindakan tersebut sesuai atau tidak dengan kewajiban. Suatu tindakan dianggap baik
karena tindakan tersebut memang baik pada dirinya sendiri, sehingga merupakan
kewajiban yang harus kita lakukan. Sebaliknya, suatu tindakan dinilai buruk secara moral
karena tindakan tersebut memang buruk secara moral sehingga tidak menjadi kewajiban
untuk kita melakukannya.
Istilah “teleologi” berasal dari kata Yunani “telos” yang berarti tujuan, dan “logos” yang
berarti ilmu atau teori. Etika teleologi menjawab pertanyaan bagaimana bertindak dalam
situasi tertentu dengan melihat tujuan atau akibat dari suatu tindakan, atau dengan kata
lain menilai baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan atau akibat dari tindakan
tersebut. Dalam suatu situasi tertentu, tindakan yang harus dipilih adalah tindakan yang
membawa akibat yang baik, karena suatu tindakan dinilai baik apabila bertujuan baik dan
mendatangkan akibat baik. Etika teleologi lebih bersifat situasional dan subyektif, dimana
tindakan seseorang tergantung dari penilaiannya terhadap akibat dari tindakan tersebut.
Apabila dianggap baik, suatu tindakan yang jelas-jelas bertentangan dengan norma atau
nilai moral yang berlaku dapat dilakukan.

3 Bisnis Internasional
Berbeda dengan kedua teori etika yang lain, teori ini mendasarkan penilaian moral pada
pengembangan karakter moral pada diri setiap orang. Nilai moral muncul bukan dalam
bentuk aturan berupa larangan atau perintah, akan tetapi dalam bentuk teladan moral
yang nyata dipraktikkan oleh tokoh-tokoh tertentu dalam masyarakat. Menurut teori ini,
cara bertindak secara moral di dalam situasi konkirt yang dilematis adalah meneladani
sikap dan perilaku moral tokoh-tokoh yang kita kenal, baik dalam masyarakat, sejarah
atau cerita yang kita ketahui, ketika mereka menghadapi situasi serupa.

Prinsip Etika Bisnis


Cukup banyak definisi mengenai etika bisnis. Secara umum etika bisnis dapat
didefinisikan sebagai suatu standar atau prinsip moral yang diterapkan di dalam lembaga
atau organisasi bisnis dan perilaku yang dapat diterima (benar) atau tidak dapat diterima
(salah) dari orang-orang yang bergerak di dunia bisnis. Sedangkan, etika bisnis
internasional terkait dengan standar moral yang diterapkan di dalam kegiatan bisnis
internasional.
Sebagai suatu ilmu, etika bisnis merupakan ilmu yang mempelajari secara khusus standar
moral tersebut dan melakukan analisis dan evaluasi dari keputusan-keputusan bisnis
didasarkan pada konsep dan penilaian moral.

Permasalahan Etika Bisnis Dalam Bisnis Internasional


Pertanyaan terkait moral mengenai apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau
salah, seringkali menjadi dilema di dalam kegiatan bisnis internasional. Penilaian
terhadap suatu tindakan terkait bisnis yang dianggap baik atau buruk dan benar atau
salah seringkali berbeda di antara satu negara dengan negara lainnya. Bahkan di dalam
suatu negarapun penilaian ini sering berbeda dikarenakan perbedaan di dalam budaya
dari masyarakatnya. Di samping faktor budaya, perbedaan pandangan ini juga sering
dipengaruhi oleh sistem perekonomian dan sistem pemerintahan suatu negara, disamping
kepercayaan dan agama yang ada di masyarakat.

4 Bisnis Internasional
Permasalahan etika bisnis dapat muncul di berbagai aspek bisnis internasional. Dalam
bidang produksi, misalnya muncul permasalahan etika terkait perusahaan dengan
lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial, penggunaan binatang untuk
uji coba obat-obatan baru, cara transportasi ternak, dan diketemukannya teknologi baru
seperti produk transgenik atau genetically modified product dan cloning. Dalam bidang
pemasaran, misalnya muncul permasalahan etika terkait pelaksanaan promosi (seperti
adanya unsur sex dalam advertising), pemasaran langsung di sekolah, dan advertising
yang menyesatkan dengan tidak memberikan informasi produk yang sebenarnya. Dalam
bidang keuangan, misalnya terkait insider trading, pembayaran yang sangat besar
terhadap CEO perusahaan sebagai excutive compensation, dan pembuatan laporan
keuangan yang tidak benar. Dalam bidang HAKI (hak atas kekayaan intelektual),
misalnya terkait pembajakan, pemalsuan merk, dan business intelligence. Dalam tenaga
kerja, misalnya terkait pemberian upah buruh yang sangat rendah untuk memproduksi
barang yang relatif mahal harganya, serta diskriminasi gender, suku dan agama dalam
pekerjaan.
Dengan perkembangan yang sangat pesat di bidang teknologi, terutama teknologi
informasi, komunikasi dan produksi, maka di masa-masa yang akan datang dapat muncul
permasalahan baru terkait etika dengan munculnya teknik, metode atau cara baru di
bidang bisnis. Misalnya dalam bidang proses produksi, pemasaran dan keuangan.

Prinsip Etika Bisnis


Dewasa ini, perusahaan-perusahaan bisnis internasional, terutama yang besar, pada
umumnya sudah memiliki pedoman etika bisnis di dalam perusahaannya. Kode etik
internasional pertama di bidang bisnis adalah ”The Caux Round-Table Principles for
Business” yang disepakati pada tahun 1994 oleh eksekutif puncak dari berbagai
perusahaan multinasional dari Jepang, Eropa dan Amerika Serikat (seperti Matsuhita,
Philips, Ciba-Geigy, Cummins, 3M dan Honeywell). Prinsip Caux berakar pada dua nilai
ideal dasar dalam etika, yaitu konsep Jepang “kyosei” yang berarti hidup dan bekerja
bersama-sama demi kesejahteraan umum, dan konsep barat “human dignity” (martabat
5 Bisnis Internasional
manusia) yang mengacu pada kesucian atau bernilainya setiap pribadi sebagai tujuan,
tidak semata-mata sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan orang lain atau
bahkan untuk melaksanakan kehendak mayoritas.
Kode etik ini terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu mukadimah, prinsip-prinsip umum,
dan prinsip-prinsip stakeholder. Prinsip-prinsip umum dari ”The Caux Round-Table
Principles for Business” adalah sebagai berikut.
Prinsip 1. Tanggung Jawab Bisnis Dari “Shareholders” ke “Stakeholders”
Nilai organisasi bisnis bagi masyarakat ialah kekayaan dan lapangan kerja yang
diciptakannya serta produk dan jasa yang dipasarkan kepada konsumen dengan harga
wajar yang sebanding dengan mutu. Untuk mampu menciptakan nilai itu, sebuah
organisasi bisnis haruslah mempertahankan kesehatan dan kelangsungan hidupnya,
namun kelangsungan hidup bukanlah tujuan yang mencukupi.
Bisnis memainkan peranan untuk meningkatkan kehidupan semua pelanggan, karyawan
dan pemegang saham dengan membagikan kekayaan yang diciptakannya. Para pemasok
dan pesaingpun berharap bahwa organisasi-organisasi bisnis menghormati kewajiban-
kewajiban mereka dengan semangat kejujuran dan keadilan. Sebagai warga yang
bertanggung jawab dari komunitas lokal, nasional, regional dan global dimana mereka
beroperasi, organisasi-organisasi bisnis ikut serta dalam menentukan masa depan
komunitas-komunitas itu.
Prinsip 2. Dampak Ekonomis dan Sosial dari Bisnis : Menuju Inovasi,
Keadilan dan Komunitas Dunia
Organisasi-organisasi bisnis yang didirikan di luar negeri untuk membangun,
memproduksi atau menjual juga harus memberi sumbangan pada pembangunan sosial
negara-negara itu dengan menciptakan lapangan kerja yang produktif dan membantu
meningkatkan daya beli warga negara setempat. Organisasi-organisasi bisnis harus juga
menyumbang pada hak-hak azasi manusia, pendidikan, kesejahteraan dan vitalisasi
negara-negara tempat mereka beroperasi.
Organisasi-organisasi bisnis harus menyumbang pada pembangunan ekonomi dan sosial
tidak hanya di negara-negara tempat mereka beroperasi, tetapi juga bagi komunitas dunia
6 Bisnis Internasional
pada umumnya, melalui penggunaan sumber-sumber secara efektif dan bijaksana,
kompetisi yang bebas dan adil, serta penekanan pada inovasi di bidang teknologi,
metode-metode produksi, pemasaran dan komunikasi.
Prinsip 3. Perilaku Bisnis : Dari Hukum Tersurat ke Semangat Saling
Percaya
Dengan tetap mengakui keabsahan rahasia-rahasia dagang, organisasi-organisasi bisnis
haruslah menyadari bahwa kelurusan hati, ketulusan, kejujuran, sikap memegang teguh
janji, dan transparansi, bermanfaat tidak hanya bagi kredibilitas dan stabilitas bisnis
sendiri, tetapi juga bagi kelancaran dan efisiensi transaksi-transaksi bisnis, khususnya
pada tingkat internasional.
Prinsip 4. Sikap Menghormati Aturan
Untuk menghindari konflik-konflik dagang dan untuk menggalakkan perdagangan yang
lebih bebas, kondisi-kondisi adil dalam persaingan, perlakuan yang seimbang dan adil
bagi seluruh partisipan, organisasi-organisasi bisnis wajib menghormati aturan-aturan
internasional dan domestik. Disamping itu, bisnispun harus menyadari bahwa perilaku-
perilaku tertentu, biarpun tidak melanggar aturan, tetap saja dapat menimbulkan akibat-
akibat yang tidak diinginkan.
Prinsip 5. Dukungan Bagi Perdagangan Multilateral
Organisasi-organisasi bisnis wajib mendukung sistem perdagangan multilateral dari
GATT/WTO serta kesepakatan-kesepakatan internasional serupa. Mereka wajib bekerja
sama dalam upaya-upaya untuk memajukan liberalisasi perdagangan yang progresif dan
sesuai dengan akal sehat dan untuk mengendurkan ketentuan-ketentuian domestik yang
secara tidak masuk akal menghambat perniagaan global, dengan tetap menghormati
tujuan-tujuan kebijaksanaan nasional.
Prinsip 6. Sikap Hormat Bagi Lingkungan Alam
Bisnis wajib melindungi dan, dimana mungkin, meningkatkan lingkungan alam,
mendukung pembangunan yang berkelanjutan, dan mencegah terjadinya pemborosan
sumber-sumber daya alam.

7 Bisnis Internasional
Prinsip 7. Menghindari Operasi-Operasi Yang Tidak Etis
Bisnis wajib untuk tidak berpartisipasi dalam atau menutup mata terhadap penyuapan,
pencucian uang (money laundering), atau praktek-praktek korup lainnya, bahkan bisnis
wajib untuk menjalin kerjasama dengan pihak-pihak lain untuk membasmi praktek-
praktek itu. Bisnis wajib untuk tidak memperdagangkan senjata atau barang-barang lain
yang diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan teroris, perdagangan obat bius, atau kejahatan
terorganisasi lainnya.
Kode Etik Perusahaan
Di negara yang kegiatan bisnisnya sudah maju, seperti di Amerika Serikat dan Eropa,
sebagian besar perusahaan besar sudah mengembangkan kode etik perusahaannya
masing-masing. Kode etik itu antara lain menjelaskan harapan perusahaan agar
karyawan mampu mengenali masalah-masalah etis terkait kebijakan perusahaan, dan
harapan menyangkut perilaku karyawan dalam situasi tertentu.
Sebagai contoh, di dalam pedoman Etika Bisnis dari perusahaan Ericsson, dimuat tata
tertib mengenai tanggung jawab individu, serta tanggung jawab terhadap karyawan,
pelanggan, pemasok, pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya,
termasuk :
 mematuhi undang-undang, tata tertib dan peraturan;
 melindungi informasi rahasia perusahaan dan informasi para pelanggan
sertavendor perusahaan;
 perlindungan dan penggunaan aset perusahaan yang layak;
 memperlakukan karyawan dengan hormat dan melindungi hak azasi manusia;
 menangani konflik kepentingan;
 mendukung pengungkapan secara lengkap, adil, akurat, tepat waktu dan dapat
dipahami dalam laporan keuangan dan komunikasi publik lainnya;
 melindungi lingkungan; dan
 mendukung pelaporan tentang setiap perilaku yang melanggar hukum atau yang
tidak etis.

8 Bisnis Internasional
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility = CSR)
Salah satu konsep terkait dengan etika bisnis adalah Corporate Social Responsibility
(CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan. CSR merupakan suatu konsep mengenai
tanggung jawab perusahaan untuk turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
lingkungan perusahaan, termasuk turut menjaga dan meningkatkan kondisi lingkungan
hidup. World Business Council for Sustainable Developmentmendefinisikan CSR
sebagai suatu komitmen berkelanjutan dari dunia usaha untuk bertindak etis dan
memberikan kontribusi terhadap pengembangan ekonomi masyarakat setempat maupun
masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh
keluarganya.
Pertimbangan dasar konsep CSR adalah kenyataan bahwa suatu perusahaan banyak
memperoleh manfaat dari masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar perusahaan,
termasuk masyarakat sebagai konsumen yang menyebabkan perusahaan memperoleh
laba. Oleh karena itu, merupakan kewajiban perusahaan untuk turut membantu
mensejahterakan masyarakat. Apabila kondisi masyarakat tidak sejahtera, hal ini akan
memberikan dampak negatif terhadap perusahaan, seperti masyarakat tidak mampu
membeli produk yang dihasilkan perusahaan, terjadinya pelanggaran hak cipta dengan
pembajakan atau peniruan produk dan lain-lain. Perusahaan juga harus memperhatikan
kondisi lingkungan masyarakat, seperti jangan sampai proses produksi menghasilkan
limbah sebagai hasil sampingan yang merugikan atau menurunkan kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat.
Di dalam menjalankan bisnis, pimpinan dan karyawan perusahaan harus mampu menjaga
dan memelihara kesehatan dan keselamatan masyarakat serta turut meningkatkan
kesejahteran mereka, dan memelihara kondisi dan keamanan lingkungan. Tujuan itu
diantaranya dapat dicapai dengan cara turut menyediakan fasilitas dan memajukan
pendidikan masyarakat, menyediakan fasilitas dan memajukan kesehatan masyarakat,
meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat, memberikan informasi yang berguna bagi
masyarakat, membina lingkungan dan konservasi sumber daya alam, serta melakukan
praktek bisnis yang beretika.
9 Bisnis Internasional
Jadi secara umum, penerapan tanggung jawab sosial suatu perusahaan ditujukan kepada :
(a) stakeholders (pemangku kepentingan) perusahaan, khususnya pemilik modal,
karyawan, dan konsumen;
(b) lingkungan hidup di sekitar kegiatan operasi perusahaan; dan
(c) kesejahteraan sosial umum.
Permasalahan dalam penerapan CSR bagi suatu perusahaan yang bergerak dalam bisnis
internasional muncul dari luar perusahaan dan dari dalam perusahaan itu sendiri. Dari
luar perusahaan, permasalahan yang muncul terutama diakibatkan oleh perbedaan kondisi
di antara negara-negara dimana perusahaan melakukan kegiatannya. Kondisi ini meliputi
antara lain bagaimana peraturan terkait CSR dan lingkungan yang ada di negara tersebut,
peran pemerintah dan kondisi kesejahteraan masyarakat setempat. Hal ini seringkali
menimbulkan pendekatan yang berbeda antara satu negara dengan negara lain dalam
penerapan SCR.
Dari dalam perusahaan, permasalahan muncul terutama diakibatkan dari sikap pandang
atau pendekatan perusahaan terhadap CSR. Secara umum, terdapat tiga sikap pandang
perusahaan, yaitu sikap pandang menghalangi, bertahan, dan proaktif. Perusahaan yang
mengambil sikap pandang menghalangi, biasanya melakukan sesedikit mungkin upaya
untuk mengatasi masalah sosial atau lingkungan. Perusahaan yang mengambil sikap
pandang bertahan akan melakukan segala sesuatu tidak lebih dari yang dipersyaratkan
secara hukum. Sedangkan perusahaan yang mengambil sikap pandang proaktif secara
sungguh-sungguh mendukung CSR dan secara proaktif membantu lingkungan dan
masyarakat di sekitar perusahaan. Permasalahan mungkin saja timbul apabila perusahaan
menerapkan cara pandang pertama dan kedua.
Permasalahan lainnya yang dapat muncul dalam penerapan CSR adalah terkait dengan
biaya yang harus disediakan perusahaan untuk melaksanakan program ini, yang
seringkali menjadi sangat besar. Misalnya biaya sosial yang harus dikeluarkan
perusahaan dalam upaya penanggulangan kerusakan lingkungan sebagai akibat dari
kegiatan operasional perusahaan.

10 Bisnis Internasional
Masalah dumping dalam Dunia Bisnis Internasional
Dumping adalah menjual sejumlah produk dalam kuantitas besar di suatu negara lain
dengan harga dibawah harga pasar dan kadang-kadang malah dibawah
biayaproduksiSehingga merugikan produsen lokal.
Motif Dumping:
1. Penjual mempunyai persediaan yang terlalu besar, sehingga ia memutuskan untuk
menjual produk yang bersangkutan di bawah harga saja.
2. Motif lebih jelek adalah berusaha untuk merebut monopoli pasar dengan cara
membanting harga.
Dumping Produk tidak etis karena melanggar etika pasar bebas konsumen diuntungkan
jangka pendek karena dapat membeli produk yang lebih murah. Sedangkan para produsen
menderita kerugian karena tidak sanggup menawarkan produk dengan harga yang
semurah itu. Dalam panjang roda perekonomian akan lesu dan pengangguran akan
meningkat.

11 Bisnis Internasional
BAB III
PENUTUP
1.Kesimpulan

Etika yaitu suatu kebiasaan dan tata cara hidup yang baik yang dianut suatu masyarakat
dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Secara umum etika bisnis dapat
didefinisikan sebagai suatu standar atau prinsip moral yang diterapkan di dalam lembaga
atau organisasi bisnis dan perilaku yang dapat diterima (benar) atau tidak dapat diterima
(salah) dari orang-orang yang bergerak di dunia bisnis. Sedangkan, etika bisnis
internasional terkait dengan standar moral yang diterapkan di dalam kegiatan bisnis
internasional.

2. Saran:

“ Tugas adalah suatu kewajiban pokok yang diemban oleh mahasiswa, banyak yang
menyepelekan akan hal ini tanpa kita sadari bahwa dengan tugas, kita dapat memperluas
wawasan maupun wacana pemikiran kita yang lebih luas. Oleh karena itu, jangan sekali-
kali teman-teman meremahkan tugas yang telah diemban kepada kita oleh dosen
pembimbing.”
“kritikan atau masukan dari teman-teman yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan karena, sudah kodrat-nya manusia tidak pernah luput dari kesalahan.”

12 Bisnis Internasional
DAFTAR PUSTAKA

 Rudito, Bambang dan Melia Femiola. 2007. Etika Bisnis dan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan di Indonesia.
 Bandung: Rekayasa Sains.

13 Bisnis Internasional

Anda mungkin juga menyukai