Anda di halaman 1dari 19

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan CHF (Gagal Jantung)

A. Pengertian

Gagal Jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan jantung sehingga jantung

tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau

kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal

(Mansjoer, 2001 : hal 434).

Gagal jantung mengakibatkan ketidakmampuan untuk memberikan keluaran yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongestif pulmonal dan

sistemik (Doengoes, 2001 : hal 52).

Gagal jantung mengacu pada kumpulan tanda dan geajala yang diakibatkan oleh

ketidakmampuan jantung untuk memompakan cukup darah untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme tubuh (Tambayong, 2001 : hal 86).

Gagal jantung sering juga disebut gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung

untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan akan

oksigen dan nutrisi (Smeltzer, 2002 : hal 805).

Dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan gagal jantung merupakan suatu keadaan

jantung yang mengalami kelainan yang dapat menyebakan jantung tidak mampu

memompakan darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan akan

oksigen dan nutrisi.


B. Etiologi

1. Kelainan otot jantung, gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot

jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab

kelainan fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan

penyakit otot degeneratif atau inflamasi.

2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran

darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark

miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

3. Hipertensi sistemik atau pulmonal meningkatkan beban kerja jantung pada gilirannya

mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat

dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.

4. Faktor sistemik terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya

gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia, dan anemia memerlukan

peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Hipoksia dan anemia juga

dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan

abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.


C. Patofisiologi

1. Proses Perjalanan Penyakit

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas

jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Secara

konsep curah jantung adalah perkalian dari fungsi frekuensi jantung dan volume sekuncup.

Frekuensi jantung adalah fungsi sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem

saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung.

Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang

memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk

mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan

dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal

masih dapat dipertahankan.

Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga

faktor yaitu : preload, kontraktilitas dan afterload. Preload adalah jumlah darah yang mengisi

jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan

serabut otot jantung. Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi

pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar

kalsium. Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk

memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole.

Pada gagal jantung, jika satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut terganggu, hasilnya curah

jantung berkurang, menyebabkan volume sekuncup tidak dapat melakukan kompensasi yang

mengakibatkan gagal jantung (Smeltzer, 2002 : hal 805).

Grade Gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA), terbagi dalam empat

kelas fungsional yaitu :

I. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat.


II. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik sedang.

III. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik ringan.

IV. Timbul gejala sesak pada aktifitas saat istirahat.

2. Manifestasi klinik

a. Gagal jantung kiri : kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri

tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi

paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang dapat terjadi

meliputi : dispnea, ortopnea, batuk, mudah lelah, takikardia, insomnia.

1) Dispnea dapat terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran

gas. Dispnea bahkan dapat terjadi pada saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan minimal

atau sedang.

2) Ortopnea kesulitan bernafas saat berbaring, beberapa pasien hanya mengalami ortopnea pada

malam hari, hal ini terjadi bila pasien, yang sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan

tangan di bawah, pergi berbaring ke tempat tidur. Setelah beberapa jam cairan yang tertimbun

diekstremitas yang sebelumnya berada di bawah mulai diabsorbsi, dan ventrikel kiri yang

sudah terganggu, tidak mampu mengosongkan peningkatan volume dengan adekuat.

Akibatnya tekanan dalam sirkulasi paru meningkat dan lebih lanjut, cairan berpindah ke

alveoli.

3) Batuk yang berhubungan dengan ventrikel kiri bisa kering dan tidak produktif, tetapi yang

tersering adalah batuk basah yaitu batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah

yang banyak, yang kadang disertai bercak darah.

4) Mudah lelah dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari

sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga

terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas.

5) Insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.


b. Gagal jantung kanan : bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan

jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan

volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang

secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi

edema ekstremitas bawah, peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena leher, asites,

anoreksia, mual dan nokturia.

1.) Edema dimulai pada kaki dan tumit juga secara bertahap bertambah ke tungkai, paha dan

akhirnya ke genetalia eksterna serta tubuh bagian bawah.

2.) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran

vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh darah portal

meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan

ascites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada

diafragma dan distress pernafasan.

3.) Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.

4.) Nokturia terjadi karena perfusi renal yang didukung oleh posisi penderita pada saat

berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada malam hari karena curah jantung membaik saat

istirahat.

5.) Kelemahan yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena menurunnya curah

jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat

dari jaringan (Smeltzer, 2002 : hal 805).

3. Komplikasi

a. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.

b. Syok Kardiogenik, merupakan stadium akhir dari disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung

kongestif, terjadi bila vetrikel kiri mengalami kerusakan yang sangat luas. Tanda syok

kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang
termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang

dingin dan lembab.

D. Penatalaksanaan medis

1. Non Farmakologi

a. Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur atau mengurangi edema seperti

pada hipertensi atau gagal jantung.

b. Batasi cairan ditujukan untuk mencegah, mengatur atau mengurangi edema.

c. Manajemen stress ditujukan untuk mengurangi stress karena stress emosi dapat

menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan tekanan darah dan meningkatkian kerja

jantung.

d. Pembatasan aktifitas fisik untuk mengurangi beban kerja jantung.

2. Farmakologi

a. Diuretik : diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal, penggunaan harus

hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.

b. Digoxin : meningkatkan kontraktilitas dan memperlambat frekuensi jantung. Obat ini tidak

digunakan untuk kegagalan diastolik yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk

relaksasi,

c. Isobarbide dinitrat : mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik, hindari

vasodilator pada disfungsi sistolik.

d. Terapi vasodilator : digunakan untuk mengurangi tekanan terhadap penyemburan darah oleh

ventrikel.

E. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal pada proses asuhan keperawatan dimana pengkajian

mencakup data-data pasien sehingga dapat mengidentifikasi, menganalisa masalah kebutuhan

kesehatan dan keperawatan fisik, mental, sosial dan lingkungan (Doenges, 2000).

1. Aktivitas/istirahat

Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan

aktivitas, dispnea pada saat istirahat atau aktifitas.

Tanda : Gelisah, perubahan status mental misalnya letargi, tanda-tanda vital berubah pada

aktivitas.

2. Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung,

bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.

Tanda : TD : mungkin rendah (gagal pemompaan), tekanan nadi : mungkin sempit,

menunjukan penurunan volume sekuncup, irama jantung : disritmia, misal fibrilasi atrium,

kontraksi ventrikel prematur/takikardia, blok jantung, frekuensi jantung : takikardia, nadi

apikal : PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri, bunyi jantung :

S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, murmur

sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup atau insufisiensi, nadi : nadi

perifer berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan dapat terjadi nadi sentral mungkin

kuat, misal nadi jugularis, karotis, abdominal terlihat, warna : kebiruan, pucat, atau sianotik,

punggung kuku pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat, hepar :

pembesaran/dapat teraba, refleks hepatojugularis, bunyi napas : krekels, ronkhi, edema

mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada ekstremitas.

3. Integritas Ego

Gejala : Ansietas, khawatir dan takut, stres yang berhubungan dengan

penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis).


Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, misalnya : ansietas, marah, ketakutan dan mudah

tersinggung.

4. Eliminasi

Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia),

diare/konstipasi.

Tanda : Abdomen keras, asites.

5. Makanan/cairan

Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat badan signifikan,

pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi

garam/makanan yang telah diproses, lemak, gula dan kafein, penggunaan diuretik.

Tanda : Penambahan berat badan cepat, distensi abdomen (asites) serta edema (umum,

dependen, tekanan dan pitting).

6. Hygiene

Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri.

Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

7. Neurosensori

Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.

Tanda : Letargi, kusut pikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah tersinggung.

8. Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas, sakit pada otot.

Tanda : Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), perilaku melindungi diri.

9. Pernapasan

Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan bantal, batuk dengan/tanpa

pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan, misal

oksigen.
Tanda: Pernapasan : takipnea, napas dangkal, penggunaan otot aksesori pernapasan, batuk :

kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pembentukan

sputum, sputum : mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal), bunyi

napas : mungkin tidak terdengar, fungsi mental : mungkin menurun, kegelisahan, letargi,

warna kulit : pucat atau sianosis.

10. Keamanan

Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan/tonus otot, kulit lecet.

Tanda : Kehilangan keseimbangan.

11. Interaksi sosial

Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

Tanda : Tidak mau bergaul, mengurung diri di rumah.

12. Pembelajaran/pengajaran

Gejala : Menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya: penyekat saluran

kalsium.

Tanda: Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan.

Pemeriksaan Diagnostik

1. EKG : hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, dan kerusakan pola

mungkin terlihat. Disritmia, misalnya takikardia, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T

persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukan adanya aneurisma

ventrikuler (dapat menyebabkan gagal atau disfungsi jantung).

2. Sonogram : dapat menunjukan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur

katup atau area penurunan kontraktilitas ventrikuler.

3. Scan Jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.


4. Rontgen dada : dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan

dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan

tekanan pulmonal abnormal, misalnya : pulgus pada pembesaran jantung kiri dapat

menunjukkan aneurisma ventrikel.

5. Elektrolit : mungkin berubah karena perpindahan cairan/ penurunan fungsi ginjal, terapi

diuretik.

6. Oksimetri nadi : saturasi oksigen mungkin rendah, terutama jika gagal jantung kiri akut

memperburuk PPOM atau GJK kronis.

7. AGD : gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau

hipoksemia dengan peningkatan PCO2 akhir

8. BUN, kreatinin : peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal, kenaikan baik

BUN maupun kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.

A. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dari proses keperawatan yang mana didukung

oleh penyebab serta tanda-tanda dan gejalanya. Diagnosa keperawatan yang muncul pada

klien dengan CHF menurut Doenges (2001) yaitu :

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan

inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan struktural.

2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen, kelemahan

umum, tirah baring lama/immobilisasi.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus

(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.

4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-

alveolus
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,

edema dan penurunan perfusi jaringan.

6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan

berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi

jantung/penyakit/gagal jantung.

B. Intervensi Keperawatan

Merupakan tahap ketiga proses keperawatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

klien berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu prioritas masalah, menetapkan tujuan,

menetapkan kriteria hasil, mengidentifikasi tindakan keperawatan yang tetap untuk mencapai

tujuan.

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan

inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan struktural.

Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung.

Kriteria hasil : Tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau

hilang) dan bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan episode dispnea, angina, ikut

serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.

Intervensi :

a. Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi dan irama jantung.

Rasional : biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi

penurunan kontraktilitas ventrikel.

b. Catat bunyi jantung.


Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum

(S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke serambi yang distensi. Murmur dapat

menunjukkan inkompetensi/ stenosis katup.

c. Palpasi nadi perifer.

Rasional : penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal,

dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi

dan pulsus alternan.

d. Pantau TD.

Rasional : pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat. Pada HCF

lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.

e. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.

Rasional : pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak

adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori

GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena.

f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi).

Rasional : meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek

hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup,

memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

g. Berikan obat sesuai indikasi : diuretik, vasodilator, antikoagulan.

Rasional : tipe dan dosis diuretik tergantung pada derajat gagal jantung dan status fungsi

ginjal. Penurunan preload paling banyak digunakan dalam mengobati pasien dengan curah

jantung relative normal ditambah dengan gejala kongesti. Diuretik mempengaruhi reabsorpsi

natrium dan air. Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung, menurunkan

volume sirkulasi dan tahanan vaskuler sistemik, juga kerja ventrikel. Antikoagulan digunakan
untuk mencegah pembentukan thrombus/emboli pada adanya faktor risiko seperti statis vena,

tirah baring, disritmia jantung.

h. Pemberian cairan IV.

Rasional : karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, pasien tidak dapat mentoleransi

peningkatan volume cairan (preload). Pasien GJK juga mengeluarkan sedikit natrium yang

menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard.

i. Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.

Rasional : depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan

kebutuhan oksigen miokard, meskipun tak ada penyakit arteri koroner. Foto dada dapat

menunjukan pembesaran jantung.

j. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, kreatinin.

Rasional : peningkatan BUN/Kreatinin menunjukan hipoperfusi/gagal ginjal.

2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen, kelemahan

umum, tirah baring lama/immobilisasi.

Tujuan : Klien dapat melakukan aktifitas yang di inginkan

Kriteria hasil : Berpartisipasi pada aktivitas yang di inginkan, memenuhi perawatan diri

sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh

menurunnya kelemahan dan kelelahan.

Intervensi :

a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan

vasodilator, diuretik dan penyekat beta.


Rasional : hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi),

perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.

b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea

berkeringat dan pucat.

Rasional : penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup

selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan

oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.

c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.

Rasional : dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan

aktivitas.

d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi) Rasional : peningkatan

bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan

dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik

kembali.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus

(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.

Tujuan : Tidak terjadi kelebihan volume cairan

Kriteria hasil : Klien akan mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan

keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang

yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema, menyatakan pemahaman tentang

pembatasan cairan individual.

Intervensi :

a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis terjadi.
Rasional : pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal.

Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama

tirah baring.

b. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.

Rasional: terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan

(hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.

c. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.

Rasional : posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH

sehingga meningkatkan diuresis.

d. Pantau TD dan CVP (bila ada).

Rasional : hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat

menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.

e. Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.

Rasional : kongesti viseral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi

gaster/intestinal.

f. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) : diuretik, tiazid.

Rasional : diuretik meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorpsi

natrium/klorida pada tubulus ginjal. Tiazid meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium

berlebihan.

g. Konsultasi dengan ahli diet.

Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori

dalam pembatasan natrium.

4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-

alveolus.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pertukaran gas

Kriteria hasil : Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat pada

jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress

pernapasan, berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.

Intervensi :

a. Pantau bunyi nafas, catat krekles.

Rasional: menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan

untuk intervensi lanjut.

b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.

Rasional: membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.

c. Dorong perubahan posisi.

Rasional: membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.

d. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.

Rasional: hipoksemia dapat terjadi berat selama oedem paru.

e. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi

Rasional : meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/ menurunkan

hipoksemia jaringan.

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,

edema dan penurunan perfusi jaringan.

Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.

Kriteria hasil : Klien akan mempertahankan integritas kulit, mendemonstrasikan

perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.

Intervensi :
a. Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi

atau kegemukan/kurus.

Rasional : kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan

status nutrisi.

b. Pijat area kemerahan atau yang memutih.

Rasional: meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.

c. Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.

Rasional: memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.

d. Berikan perawatan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi. Rasional: terlalu kering

atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.

e. Hindari obat intramuskuler.

Rasional : edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan

predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.

6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan

berhubungan dengan kurang pemahaman tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal

jantung.

Tujuan : Pengetahuan klien bertambah

Kriteria hasil : Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang

dan mencegah komplikasi, mengidentifikasi faktor resiko dan beberapa teknik untuk

menangani, melakukan perubahan pola hidup/perilaku.

Intervensi :

a. Diskusikan fungsi jantung normal.

Rasional: pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada

program pengobatan.
b. Kuatkan rasional pengobatan.

Rasional : klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik

dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.

c. Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi.

Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan

dirumah.

H. Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan keperawatan adalah tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan rencana

tindakan keperawatan yang telah disusun dan disesuaikan dengan kondisi klien

Pelaksanaan pada klien dengan CHF antara lain meningkatkan cardiac output, memandirikan

klien untuk melakukan aktifitas, mengotrol keseimbangan cairan, mencegah terjadinya

gangguan pertukaran gas, mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit, memberikan

informasi tentang kondisi dan program pengobatan.

I. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah proses membandingkan efek atau hasil suatu tindakan

keperawatan dengan normal atau kriteria tujuan yang sudah dibuat merupakan tahap akhir

dari proses keperawatan evaluasi terdiri dari :

a. Evaluasi Formatif : Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon segera

pada saat dan setelah dilakukan tindakan keperawatan.


b. Evaluasi Sumatif : Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status

kesehatan sesuai waktu pada tujuan ditulis pada catatan perkembangan.

Sedangkan evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien dengan CHF yaitu :

1) Tidak terjadi penurunan cardiac output,

2) Mampu melakukan aktifitas secara mandiri,

3) Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan,

4) Tidak terjadi gangguan pertukaran gas,

5) Tidak terjadi kerusakan integritas kulit,

6) Memahami tentang kondisi dan program pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai