BAB I
PENDAHULUAN
Rubella - yang sering dikenal dengan istilah campak Jerman atau campak 3
hari - adalah sebuah infeksi yang menyerang, terutama, kulit dan kelenjar getah
bening. Penyakit ini disebabkan oleh virus rubella (virus yang berbeda dari virus
yang menyebabkan penyakit campak), yang biasanya ditularkan melalui cairan
yang keluar dari hidung atau tenggorokan. Penyakit ini juga dapat ditularkan
melalui aliran darah seorang wanita yang sedang hamil kepada janin yang
dikandungnya. Karena penyakit ini tergolong penyakit ringan pada anak-anak,
bahaya medis yang utama dari penyakit ini adalah infeksi pada wanita hamil, yang
dapat menyebabkan sindrom cacat bawaan pada janin tersebut. Sebelum vaksin
untuk melawan Rubella tersedia pada tahun 1969, epidemi rubella terjadi setiap 6
s.d. 9 tahun. Anak-anak dengan usia 5 - 9 menjadi korban utama dan muncul
banyak kasus rubella bawaan. Sekarang, dengan adanya program imunisasi pada
anak-anak dan remaja usia dini, hanya muncul sedikit kasus rubella bawaan.
Nama rubella berasal dari bahasa Latin, yang berarti "sedikit merah."
Rubella awalnya dianggap sebagai varian dari campak atau demam scarlet dan
disebut "penyakit ketiga". Pada tahun 1814, rubella pertama kali digambarkan
sebagai penyakit yang terpisah dalam literatur medis Jerman, maka nama rubella
dinamai juga "campak Jerman". Pada tahun 1914, Hess menemukan penyebab
rubella adalah virus berdasarkan penelitian dengan percobaan monyet. Hiro dan
Tosakapada tahun 1938 juga menegaskan penyakit ini berasal dari virus.
Setelah epidemi meluas infeksi rubella pada 1940, Norman Gregg, dokter
mata Australia, melaporkan pada tahun 1941 terjadinya katarak kongenital antara
78 bayi yang lahir setelah ibu terinfeksi rubella pada awal kehamilan. Ini adalah
pengakuan pertama kali adanya sindrom rubella bawaan atau Congenital Rubella
2
Syndrome (CRS). Virus rubella pertama diisolasi pada tahun 1962 oleh Parkman
dan Weller. Vaksin rubella pertama dilisensikan pada tahun 1969.
1.3 Manfaat
Manfaat dari pembahasan referat ini adalah agar penulis maupun pembaca
mengetahui dan memahami tentang penyakit Rubella sehingga dapat
menambah wawasan penulis dan pembaca.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian
II.2 Etiologi
Gambar 1. Virus Rubella terdiri dari lapisan glycoprotein, lemak dan inti
dengan RNA
Meskipun Virus rubella dapat dibiakkan dalam berbagai biakan
(kultur) sel, infeksi virus ini secara rutin didiagnosis melalui metode
serologis yang cepat dan praktis. Berbagai jenis jaringan, khususnya
ginjal kera paling baik digunakan untuk mengasingkan virus, karena dapat
menghasilkan paras (level) virus yang lebih tinggi dan secara umum lebih
baik untuk menghasilkan antigen. Pertumbuhan virus tidak dapat
dilakukan pada telur, tikus dan kelinci dewasa.6,7 Antigenicity Virus
rubella memiliki sebuah hemaglutinin yang berkaitan dengan
pembungkus virus dan dapat bereaksi dengan sel darah merah anak ayam
yang baru lahir, kambing, dan burung merpati pada suhu 4oC dan 25oC
dan bukan pada suhu 37oC. Baik sel darah merah maupun serum penderita
yang terinfeksi virus rubella memiliki sebuah non-spesifik b-lipoprotein
inhibitor terhadap hemaglutinasi. Aktivitas komplemen berhubungan
5
Gambar 2. Gejala klinis infeksi rubella sesuai onsetnya. Dikutip dari: CDC, 2015
pernah dilaporkan. Ada juga kasus CRS berikut infeksi ulang pada ibu
hamil yang telah memiliki kekebalan alami atau pasca vaksinasi, tapi ini
sangat langka. Antibodi rubella ibu memberikan perlindungan terhadap
rubella untuk pertama bulan hidup dan dapat mempengaruhi respon imun
jika vaksinasi terjadi pada awal usia. (WHO, 2007)
Gambar 3. Respon Imun terhadap infeksi rubella. Dikutip dari: CDC, 2015
II.4 KLASIFIKASI
c. Patofisiologi
Gejala lain dari rubella, yang sering ditemui pada remaja dan orang
dewasa, termasuk: sakit kepala, kurang nafsu makan, conjunctivitis
ringan (pembengkakan pada kelopak mata dan bola mata), hidung yang
sesak dan basah, kelenjar getah bening yang membengkak di bagian lain
tubuh, serta adanya rasa sakit dan bengkak pada persendian (terutama
pada wanita muda). Banyak orang yang terkena rubella tanpa
menunjukkan adanya gejala apa-apa.
II. 6 Diagnosis
A. Anamnesis
Demam ringan, pusing, mata merah
Sakit tenggorokan
Ruam kulit setelah demam turun
Kelenjar limfe membengkak
Persendian bengkak dan nyeri pada beberapa kasus
Abortus spontan
Radang arthritis atau ensefalitis
Pada ibu hamil kadang tanpa gejala
B. Pemeriksaan Fisik
Gambar 4. Rubella pada anak dengan erupsi generalisata. Dikutip dari: Medscape,
2013
Gambar 5. Rubella: distribusi mirip dengan campak, namun lebih tidak merah,
berlangsung singkat, dan keadaan umum pasien umumnya lebih baik daripada
campak. Dikutip dari: PCDS.com
Scarlet Fever
Disebabkan oleh bakteri streptokokus yang menghasilkan toksin dan
menyebabkan eritema luas. Ruam timbul dan menyebar dari kepala dan
leher, turun ke tubuh dalam waktu 3 sampai 4 hari. Ruam ini dapat
muncul bersamaan dengan, mengikuti, atau tanpa adanya nyeri
tenggorokan. Beberapa hari kemudian terjadi deskuamasi. Pasien juga
mengeluhkan demam. (Graham, 2011)
Gambar 8. Papul halus kemerahan seperti butiran pasir. Dikutip dari: PCDS.com
Gambar 9. Scarlet fever dengan deskuamasi kulit telapak tangan. Dikutip dari:
PCDS.com
Roseola Infantum
20
Erythema Infectiosum
Penyakit ini, yang disebabkan oleh parvovirus B19, timbul dalam
mini epidemi, biasanya pada awal musim semi. Pasien umumnya anak,
yang mendadak mengalami pembengkakan kemerahan panas di kedua
pipi (yang tampak seperti habis ditampar). Dalam 3-4 hari berikutnya,
muncul erupsi yang lebih meluas, tetapi derajatnya bervariasi. Semakin
tinggi usia anak akan sering timbul gejala penyerta berupa artralgia.
Kekhawatiran utama adalah apabila terjadi infeksi terhadap wanita hamil
karena virus ini dapat sangat teratogenik. (Graham, 2011)
22
Gambar 11. ''Slapped cheek'' dan pola ruam seperti renda di punggung tangan. Dikutip
dari: PCDS.com
Drug Eruptions
Erupsi obat yang terjadi adalah erupsi obat alergi. Kelainan kulit yang
ditemukan adalah berupa eritema, urtikaria, purpura, eksantema, papul,
eritroderma, dan eritema nodosum. Distribusi menyebar dan simetris atau
setempat. Melalui anamnesis didapatkan riwayat minum obat atau jamu
sebelumnya,disertai rasa gatal dan demam yang biasanya subfebris.
(Djuanda, 2010)
23
II.8 Komplikasi
II.10 Penatalaksanaan
Tidak ada obat spesifik untuk mengobati infeksi virus rubella. Obat
yang diberikan biasanya bersifat untuk meringankan gejala yang timbul.
Hanya saja pada anak-anak dan orang dewasa, gejala-gejala yang timbul
adalah sangan ringan. Bayi yang lahir dengan sindrom rubella congenital
biasanya harus ditangani secara seksama semangin banyak kelainan
24
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Rubella yang sering dikenal dengan istilah campak Jerman atau campak 3 hari
adalah sebuah infeksi yang menyerang, terutama, kulit dan kelenjar getah bening.
Penyakit ini disebabkan oleh virus rubella (virus yang berbeda dari virus yang
menyebabkan penyakit campak), yang biasanya ditularkan melalui cairan yang
keluar dari hidung atau tenggorokan yang menyebabkan infeksi kronik
intrauterin, mengganggu pertmbuhan dan perkembangan janin. Virus ini
menimbulkan gejala demam akut yang ditandai oleh ruam kulit dan
limfadenopati auricular posterior dan suboccipital yang menyerang anak-anak
dan dewasa muda.
27
Daftar Pustaka
CDC. 2015. Rubella. Centers for Disease Control and Prevention Epidemiology
and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases, 13th Edition
Djuanda, A. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Badan Penerbiot Fakultas
Kedokteran Indonesia.
Gorman, C., James, W. 2014. Roseolla Infantum. Medscape Journal.
http://emedicine.medscape.com/article/1133023-overview. Diakses pada: 27
September 2015
GIVS Global Immunization Vision and Strategy 2006-2015. World Health
Organization and UNICEF. 2005, WHO/IVB/05.05
Kadek, Darmadi, S. 2007. Gejala Rubela Bawaan (Kongenital) Berdasarkan
Pemeriksaan Serologis dan RNA Virus (Congenital Rubella Syndrome Based
on Serologic and RNA Virus Examination). Indonesian Journal of Clinical
Pathology and Medical Laboratory, Vol. 13, No. 2, Maret 2007: 63-71
Lombardo, P.,Elston, D. 2013. Dermatologic Manifestations of Rubella.
Medscape Journal. http://emedicine.medscape.com/article/1133108-overview.
Diakses pada: 27 September 2015
Ogden, L. 2015. Viral Exanthem. Dikutip dari: http://www.pcds.org.uk/clinical-
guidance/viral-exanthems
Ranuh, IG., Suyitno H. 2014. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ke-5.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Yatim, F. 2000. Cacat Kongenital Akibat Rubella. Media Litbang Kesehatan Vol
X Tahun 2000. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
WHO. 2007. Manual for the laboratory diagnosis of measles and rubella virus
infection. Second edition. World Health Organization. Department of
Immunization, Vaccines and Biologicals CH-1211 Geneva 27, Switzerland