Dosen pengampu :
Ermanton s.Pd
Disusun oleh:
Nama : 1. Muhamad Taufik Septiadi / 33710123
2. Syakur Affandi / 331710122
Kelas : TL D4
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari
apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yangmembangun.
Adapun makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber
yang berkaitan dengan agama Islam serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan tema. Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun
ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa akan datang.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang misterius dan sangat menarik. Dikatakan misterius karena
semakin dikaji semakin terungkap betapa banyak hal-hal mengenai manusia yang belum terungkapkan.
Dan dikatakan menarik karena manusia sebagai subjek sekaligus sebagai objek kajian yang tiada henti-
hentinya terus dilakukan manusia khusunya para ilmuwan. Oleh karena itu manusia telah menjadi sasaran
studi sejak dulu, kini dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia,
karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri,masyarakat dan lingkungan hidupnya.
Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang studinya masing-masing, tetapi sampai sekarang para
ahli belum mencapai kata sepakat tentang manusia. Ini terbukti dari banyaknya penamaan manusia,
misalnya homo sapien ( manusia berakal ), homo economicus ( manusia ekonomi ), yang kadang kala
disebut economic animal ( binatang economi ), dan sebagainya.
Al-Quran tidak menggolongkan manusia kedalam kelompok binatan (animal ) selama manusia
mempergunakan akal dan karunia Tuhan lainnya. Namun, kalau manusia tidak mempergunakan akal dan
berbagai potensi pemberian Tuhan yang sangat tinggi nilainya yakni pemikiran (rasio),kalbu,jiwa,raga,
serta panca indra secara baik dan benar, ia akan menurunkan derajatnya sendiri seperti hewan.
Manusia dalam pandangan Islam terdiri atas dua unsur, yakni jasmani dan rohani. Jasmani manusia bersifat
materi yang berasal dari unsur unsur saripati tanah. Sedangkan roh manusia merupakan substansi immateri
berupa ruh. Ruh yang bersifat immateri itu ada dua daya, yaitu daya pikir (akal) yang bersifat di otak, serta
daya rasa (kalbu). Keduanya merupakan substansi dari roh manusia.
Artinya :
“ Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia,
mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka
itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai.
” (QS.Al-A’raf 7:179)
Sesunguhnya manusia itu diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang sempurna dan bagus, dan manusia
diciptakan sebagai kholifah Allah di Bumi, dan telah dijadikan Bumi seisinya untuk tunduk
kepada manusia.
Allah Befirman :
Artinya :
"Sungguh Kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna" (Q.S At-Tiin:5)
Untuk pengetahuan telah membuktikan bahwa benar adanya jika manusia itu sebenarnya dari tanah. Tanpa
adanya tanah tidak mungkin manusia bisa tumbuh. semua makanan yang ada, pada awalnya adalah dari
tanah.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian manusia.
2. Mengetahui kelebihan manusia dar makhluk lainnya, fungsi dan tanggung jawab manusia dalam Islam.
3. Mengetahui fase-fase proses penciptaan manusia dalam islam.
4. Mengetahui Hakekat manusia.
1.4 Rumusan Masalah
Adapaun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain, sebagai berikut:
1. Apa pengertian manusia ?
2. Apa kelebihan manusia dar makhluk lainnya, fungsi dan tanggung jawab manusia dalam
Islam?
3. Bagaimana proses penciptaan manusia dalam islam ?
4. Apa saja fase-fase pada proses penciptaan manusia dalam islam?
5. Apa hakekat manusia menurut islam ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang misterius dan sangat menarik.
Dikatakan misterius karena semakin dikaji semakin terungkap betapa banyak hal-hal mengenai
manusia yang belum terungkapkan. Dan dikatakan menarik karena manusia sebagai subjek
sekaligus sebagai objek kajian yang tiada henti-hentinya terus dilakukan manusia khususnya para
ilmuan. Oleh karena itu ia telah menjadi sasaran studi sejak dahulu, kini dan kemudian hari.
Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya
terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya.
Dalam pandangan al-Quran konsep manusia terdiri dari beberap aspek yakni: al-basyar,
an-nas, al-ins dan al-insan, ketiga kata ini lazim diartikan sebagai manusia. Namun, jika ditinjau
dari segi bahasa serta penjelasan al-Qur’an, ketiga kata tersebut satu sama lain berbeda maknanya.
Kata al-basyar senantiasa mengacu pada manusia dari aspek lahiriahnya, mempunyai bentuk tubuh
yang sama, makan dan minum, bertambahnya usia, kondisi fiiknya akan menurun, menjadi tua,
dan akhirnya ajal pun menjemputnya. Kata al-Insan digunakan untuk menunjukkan kepada
manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga, ada perbedaan antara seseorang dengan yang
lain akibat perbedaan fisik, mental,dan kecerdasan. Kata an-nas pada umumnya dihubungkan
dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial.
Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang studinya masing-msing, tetapi sampai
sekarang para ahli masih belum mencapai kata sepakat tentang manusia. Ini terbukti dari
banyaknya penamaan manusia, misalnya homo sapien (manusia berakal), homo ecominicus
(manusia ekonomi) yang kadangkala disebut economic animal (binatang ekonomi), Al-insanu
hayawanun nathiq (manusia adalah hewan yang berkata-kata) dan sebagainya.
Dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling
mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk kebenaran dalam menjalani
kehidupan di dunia dan akhirat. Al-Qur’an tidak menggolongkan manusia ke dalam kelompok
binatang (animal) selama manusia mempergunakan akalnya dan karunia Tuhan lainnya. Namun,
kalau manusia tidak mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Tuhan yang sangat
tinggi nilainya yakni pemikiran (rasio), kalbu, jiwa, raga, serta panca indera secara baik dan benar,
ia akan menurunkan derajatnya sendiri menjadi hewan seperti yang dinyatakan Allah SWT di
dalam Al-Qur’an:
Artinya:…”mereka (jin dan manusia) punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami
(ayat-ayat Allah SWT), punya mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah SWT), punya telinga tetapi tidak mendengar (ayat-ayat Allah SWT). Mereka
(manusia) yang seperti itu sama (martabatnya) dengan hewan bahkan lebih rendah (lagi) dari
binatang”.(QS.Al-A’raf:179).
4
Menurut Islam manusia itu terdiri dari dua bagian yang membuatnya menjadi manusia
sempurna, yaitu terdiri dari Jasmani dan rohani, disamping itu manusia juga telah dikaruniai fitrah.
Manusia merupakan makhluk yang paling mulia disisi Allah SWT. Manusia memiliki keunikan
yang menyebabkannya berbeda dengan makhluk lain. Manusia memiliki jiwa yang bersifat
rohaniah, gaib, tidak dapat ditangkap dengan panca indera yang berbeda dengan makhluk lain
karena pada manusia terdapat daya berfikir, akal, nafsu, kalbu, dan sebagainya.
Artinya…”ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau. Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku menetahui apa yang tidak kamu ketahui. (QS.Al-
Baqarah: 30).
5
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa khalifah adalah sebuah fungsi yang diemban
manusia berdasarkan amanatyang diterimannya dari Allah. Ke-khalifahan merupakan amanat atau
tugas mengelola bumi secara bertanggungjawab, dan harus sesuai dengan petunjuk dari yang
memberikan tugas tersebut dengan mempergunakan akal yang telah dianugerahkan Allah
kepadannya.
Senada dengan itu, Hamka mengatakan dalam tafsir al-azhar mengutip pendapat al-
Qurtubi, amanat yang ditugaskan Allah kepada manusia sungguh berat, hal ini terbukti pada
penolakan langit dan bumi serta gunung-gunung ketika ditawarkan untuk memikulnya dan
mengemban amanat tersebut. Ada dua bentuk peranan dan tanggung jawab manusia di permukaan
bumi yaitu :
Peran dan tanggungjawab manusia yang paling utama adalah bagaimana manusia mampu
memposisikan dirinya dihadapan Allah dan kehidupan sosialnya. Untuk mengetahui hal tersebut
perlu dipaparkan terlebih dahulu maksud dan tugas diciptakan manusia itu, seperti dijelaskan
dalam ayat Al-Qur’an yang artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar
mereka mengabdi kepada-Ku”
Bertitik tolak dan rumusan singkat itu menurut ajaran İslam manusia dibandingkan
dengan mahluk lain mempunyai berbagai ciri utamanya adalah:
a. Mahluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang paling baik, ciptaan Tuhan yang
paling sempurna. Firman Allah :
b. Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman
kepada Allah. Sebab sebelum ruh (ciptaan) Allah dipertemukan dengan jasad di rahim
ibunya, ruh yang berada di alam ghaib itu ditanyai Allah, sebagaimana tertera dalam Al-
Qur'an:
Artinya:" apakah kalian mengakui Aku sebagai Tuhan kalian? (para ruh itu menjawab)
"ya, kami akui (kami saksikan) Engkau adalah Tuhan kami"). (Q.S. Al-A 'raf: 172).
Dengan pengakuan itu, sesungguhnya sejak awal dari tempat asalnya manusia telah
mengakui Tuhan, telah ber-Tuhan, berke-Tuhanan. Pengakuan dan penyaksian bahwa
Allah adalah Tuhan ruh yang ditiupkan kedalam rahim wanita yang sedang mengandung
manusia itu berarti bahwa manusia mengakui (pula) kekuasaan Tuhan, termasuk
kekuasaan Tuhan menciptakan agama untuk pedoman hidup manusia di dunia ini. Ini
bermakna pula bahwa secara potensial manusia percaya atau beriman kepada ajaran
agama yang diciptakan Allah SWT yang maha kuasa.
c. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya dalam Al-Qur'an surat az-Zariyat :
Artinya: "Tidaklah Akujadikanjin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-Ku. " (QS.
Az-Zariyat: 56)
7
Mengabdi kepada Allah dapat dilakukan manusia melalui dua jalur, jalur khusus dan jalur
umum. Pengabdian melalui jalur khusus dilaksanakan dengan melakukan ibadah khusus
yaitu segala upacara pengabdian langsung kepada Allah yang syarat-syaratnya, cara-
caranya (mungkin waktu dan tempatnya) telah ditentukan oleh Allah sendiri sedang
rinciannya dijelaskan oleh RasulNya, seperti ibadah salat, zakat, saum dan haji.
Pengabdian melalui jalur umum dapat diwujudkan dengan melakukan perbuatan-
perbuatan baik yang disebut amal saleh yaitu segala perbuatan positif yang bermanfaat
bagi diri sendiri dan masyarakat, dilandasi dengan niat ikhlas dan bertujuan utuk mencari
keridhaan Allah.
d. Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Hal itu dinyatakan Allah
dalam firrnan-Nya. Di dalam surat al-Baqarah: 30 dinyatakan bahwa Allah menciptakan
manusia untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Perkataan "menjadi khalifah" dalam ayat
tersebut mengandung makna bahwa Allah menjadikan manusia wakil atau pemegang
kekuasaan-Nya mengurus dunia dengan jalan melaksanakan segala yang diridhai-Nya di
muka bumi ini (H.M. Rasjidi, 1972 :7 1).
e. Disamping akal, manusia dilengkapi Allah dengan perasaan dan kemauan atau kehendak.
Dengan akal dan kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh kepada Allah, menjadi
muslim. Tetapi dengan akal dan kehendaknya juga manusia dapat tidak percaya, tidak
tunduk dan tidak patuh kepada kehendak Allah, bahkan mengingkari-Nya, menjadi kafir.
Karena itu didalam Al-Qur’an ditegaskanoleh Allah:
Artinya: “Dan katakan bahwa kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Barang siapa
yang mau beriman hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang tidak ingin beriman,
biarlah ia kafir.” (QS. Al-Kahfi: 29).
Allah telah menunjukan jalan kepada manusia dan manusia dapat mengikuti jalanitu dan
dapat pula tidak mengikutinya. Memang dengan kemauan atau kehendaknya yang bebas
(free will) manusia dapat memilih jalan yang akan ditempuhnya. Namun dengan
pilihannya itu manusia kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat, yaitu pada
hari perhitungan mengenai segala amal perbuatan manusia ketika masih di dunia.
8
f. Secara individual manusia bertanggungjawab atas segala perbuatannya. Hal ini
dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur'an :
g. Berakhlak adalah ciri utama manusia dibandingkan makhluk lain. Artinya manusia adalah
makhluk yang diberikan Allah kemampuan untuk membedakan yang baik dengan yang
buruk. Dalam Islam kedudukan akhlak sangat penting, ia menjadi komponen ketiga
dalam Islam. Kedudukan ini dapat dilihat di dalam sunnah Nabi yang mengatakan bahwa
beliau diutus hanyalah untuk menyempumakan akhlak manusia yang mulia.
9
d. Tanggung jawab terhadap Bangsa / Negara
Suatu kenyataan bahwa setiap manusia, setiap individu adalah warga negara suatu
negara. Dalam berfikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat oleh
norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak bisa
berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus
bertanggung jawab kepada negara.
e. Tanggung jawab terhadap Tuhan
Manusia mempunyai tanggung jawab langsung kepada Tuhan. Sehingga tindakan
manusia tidak bisa lepas dari hukum-hukum Tuhan yang dituangkan dalam berbagai
kitab suci melalui berbagai macam agama.
10
e. Idzam (tulang atau kerangka).
Pada fase ini embrio mengalami perkembangan dari bentuk sebelumnya yang hanya
berupa segumpal daging hingga berbalut kerangka atau tulang.
f. Kisa al-„idzam bil-lahm(penutupan tulang dengan daging atau otot). Pengungkapan fase
ini dengan kisa yang berarti membungkus, dan lahm (daging) diibaratkan pakaian yang
membungkus tulang, selaras dengan kemajuan yang dicapai embriologi yang menyatakan
bahwa sel-sel tulang tercipta sebelum sel-sel daging dan bahwa tidak terdeteksi adanya
satu sel daging sebelum terlihat sel tulang.
g. Insya (mewujudkan makhluk lain). (QS. Al-Mu’minun: 12-14)
Fase ini mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang dianugerahkan kepada manusia yang
menjadikannya berbeda dengan makhluk-makhluk lain. Sesuatu itu adalah ruh ciptaan-
Nya yang menjadikan manusia memiliki potensi yang sangat besar sehingga dapat
melanjutkan evolusinya hingga mencapai kesempurnaan makhluk.
h. Ditiupkan roh (dari Allah) pada hari yang ke 120 usia kandungan
i. Lalu lahir sebagai bayi (QS. Al-Hajj: 5)
j. Dia jadikan pendengaran, penglihatan dan hati (QS. An-Nahl: 78)
k. Tumbuh anak-anak, lalu dewasa, tua (pikun) (QS. Al-Hajj: 5)
l. Kemudian mati (QS. Almu’minun: 15)
m. Dibangkit (dari kubur) dihari kiamat (QS. Al-mu’minun: 16)
Melalui sunahnya, Nabi Muhammad menjelaskan pula proses kejadian manusia, antara lain dalam
hadits yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya; “Sesungguhnya setiap manusia dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama
empat puluh hari sebagai nuthfah (air mani), empat puluh hari sebagai „alaqah (segumpal
darah) selama itu pula sebagai mudhgah (segumpal daging). Kemudian Allah mengutus malaikat
untuk meniupkan ruh (ciptaan) Allah ke dalam tubuh (janin) manusia yang berada dalam rahim
itu”(H.R. Bukhari dan Muslim).
11
2.6 Manusia Sebagai Makhluk Berfikir dan Merasa
Dalam berbagai ayat, Allah menginstruksikan manusia untuk menggunakan rasio
dan hatinya guna memahami fenomena-fenomena yang tergelar di alam ini baik makro maupun
mikro. Instruksi ini harus ditanggapi dengan serius oleh umat Islam jika umat Islam tidak ingin
terlempar dari panggung sejarah keilmuan.
Pendidikan Islam berfungsi untuk mengembangkan rasio dan hati. Manusia akan mampu
memahami alam ini dengan rasio dan hatinya. Dengan rasionya manusia berusaha untuk
memikirkan alam yang akan menghasilkan ilmu dan teknologi. Apa yang digeluti ilmu
pengetahuan adalah hal-hal yang indrawi empirik sensual. Perlu disadari oleh umat Islam bahwa
alam bukan saja obyek dari pikiran manusia tetapi sekaligus sebagai sumber pelajaran (Q.S. 96:
6).
Manusia dengan rasionya tidak akan pernah mampu memahami seluruh alam karena
keterbatasannya, dan manusia akan memahami alam ini secara keseluruhan setelah menyadari
kebenaran Ilahi. Ada dua realitas yaitu realitas yang dapat ditelusuri dengan pengalaman empirik
indrawi yang dalam hal ini rasio menduduki posisi yang menentukan dan realitas yang berada
diluar kawasan empirik indrawi yang dalam hal ini perlu pendekatan iman (hati).
Berdasarkan konsep bahwa Allah menjadikan sesuatu bersifat teleologis, maka manusia
harus menelaah tujuan Allah menciptakan alam ini. Hal ini perlu dilakukan agar hubungan
manusia (sebagai subyek) dengan alam (sebagai obyek kajian) tidak kontroversi dengan desain
Allah Swt.
Di samping Allah Swt. menciptakan alam sebagai sumber pelajaran (Q.S. 96: 6) yang
harus dipahami manusia, ia juga sebagai sumber manfaat bagi manusia. Allah menciptakan sesuatu
pasti ada manfaatnya (Q.S. 10: 16). Bertitik tolak dari acuan yang diberikan al-Qur'an tersebut,
maka ilmu pengetahuan tidaklah bebas nilai.
Pengkajian ilmu harus berlandaskan aql (rasio dan hati) dan bertujuan untuk menangkap
sinyal-sinyal tanda kebesaran Allah Swt. dan untuk memberi manfaat kepada umat manusia, bukan
untuk mcnghancurkan manusia. Mempelajari ilmu adalah untuk menumbuh suburkan keimanan,
bukan untuk mengerosi iman. Dengan jiwa inilah para cendekiawan Muslim masa lalu seperti
alBiruni, al-Khawarizmi, al-Rumi mampu menguasai panggung sejarah pada masanya dalam
bidang keilmuan.
12
Manusia yang menyadari bahwa dia dikarunai 'aql sebagai alat pencerapan ruhaniah oleh
Allah Swt., dengan penguasaan ilmu dan teknologi yang member! kemampuan pada manusia
untuk mengeksploitasi alam tidak akan kehilangan jati dirinya sebagai hamba Allah dan sebagai
khalifah di bumi.
Pendidikan Islam mengacu pada kegiatan yang dapat memandu manusia untuk
menumbuhkan kesadaran bahwa manusia dengan aql-nya adalah ciptaan Allah yang paling besar
melebihi ciptaan-Nya yang lain. Dia paling unik dan paling dahsyat dibanding makhluk lain di
dunia ini. Oleh sebab itu penguasaan manusia terhadap ilmu dan teknologi harus diaplikasukan
dalam bentuk amal saleh sebagai manifestasi dari kesadaran bahwa dia diciptakan Allah dan harus
taat pada pencipta-Nya.
Dengan ilmu dan teknologi (hasil cerapan rasio) yang didasari iman, manusia akan mampu
mengemban tugas ganda yang diamanatkan oleh Allah sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah
di bumi dengan baik. Oleh sebab itu Pendidikan Islam selalu mengacu pada perkembangan
manusia sebagai makhluk berpikir (dengan rasio) dan merasa (dengan hati). Kemampuan berpikir
dan merasa/ meyakini inilah yang akan dikembangkan oleh Pendidikan Islam. Dengan kedua
potensi ini manusia akan mampu memahami ayat-ayat Allah Swt. baik yang berupa wahyu
ataupun yang berupa alam ini. Dengan kedua potensi tersebut manusia akan mampu menguasai
ilmu pengetahuan hasil cerapan manusia terhadap alam ataupun ilmu agama sebagai hasil cerapan
wahyu.
Sebagai makhluk yang dibekali dengan berbagai kelebihan jika dibandingan denagn makhluk lain, sudah
sepatutnya manusia mensyukuri anugrah tersebut dengan berbagai cara, diantaranya dengan memaksimalkan
semua potensi yang ada pada diri kita. Kita juga dituntut untuk terus mengembangkan potensi tersebut dalam
rangka mewujudkan tugas dan tanggung jawab manusia sebagai makhluk dan khalifah di bumi.
14
DAFTAR PUSTAKA
Hamka, Tafsir al-Azhar, Cet. I,juz XXII, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988)
Raharjo, Dawam, M., Ensiklopedi Islam, TafsirSosial berdasarkan Konsep-konsep Kunci,
(Jakarta: Paramadina, 2002)
http://s_waluyo.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/2459/bab2manusia_dalam_persp
ektif_islam.pdf
A.Qohar Masjkoery, Drs., H. MM., Sri Waluyo, dkk. 2003. Pendidikan Agama Islam. Jakarta:
Universitas Gunadarma
Ibnu Manzur, tt, Lisanu al Arab al Muhjt, Daru Lisan al Arab, Beirut.
15