PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu makhluk hidup, dikatakan sebagai makhluk hidup karena dapat
bernafas, berkembang biak, tumbuh, beradaptasi, memerlukan makanan dan mengeluarkan metabolisme
(eliminasi). Setiap kegiatan yang dilakukan tubuh dikarenakan peran masing – masing organ.
Salah satu kegiatan tubuh dalam membuang sisa – sisa metabolisme adalah mengeluarkan urine.
Membuang urine dengan melalui eliminasi merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus dilakukan oleh
setiap manusia.
Eliminasi urin merupakan salah dari proses metabolik tubuh. Zat yang tidak dibutuhkan, dikeluarkan
melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru secara primer mengeluarkan karbondioksida, sebuah
bentuk gas yang dibentuk selama metabolisme pada jaringan. Hampir semua karbondioksida dibawa keparu-
paru oleh sistem vena dan diekskresikan melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan natrium / keringat.
Ginjal merupakan bagian tubuh primer yang utama untuk mengekskresikan kelebihan cairan tubuh, elektrolit,
ion-ion hidrogen, dan asam.
Eliminasi urin secara normal bergantung pada satu pemasukan cairan dan sirkulasi volume darah, jika
salah satunya menurun, pengeluaran urin akan menurun. Pengeluaran urin juga berubah pada seseorang dengan
penyakit ginjal, yang mempengaruhi kuantitas, urin dan kandungan produk sampah didalam urin.
Apabila eliminasi tidak dilakukan oleh tubuh, maka akan terjadi gangguan – gangguan diantaranya :
retensi urine (perubahan pola eliminasi urine), enuresis, inkontinensia urine, dll. Selain dapat menimbulkan
gangguan – gangguan yang disebutkan diatas, dapat juga menimbulkan dampak pada sistem organ lain seperti
sistem pencernaan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu kebutuhan eleminasi urine ?
2. Apa sajakah sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan eliminasi urine ?
3. Bagaimana proses berkemih ?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi eleminasi urine ?
5. Bagaimana perubahan pola eliminasi urine ?
6. Apa sajakah masalah-masalah pada kebutuhan eliminasi urine ?
7. Bagaimana proses Keperawatan : Masalah-masalah pada kebutuhan eliminasi urine,Etiologi (patofisiologi) tiap
masalah kebutuhan,pengkajian keperawatan (Anamnesa fokus tiap masalah kebutuhan,pemeriksaan fisik fokus
tiap masalah kebutuhan,prosedur diagnostik/data penunjang tiap masalah kebutuhan),perencanaan keperawatan
tiap DP,Tindakan keperawatan tiap DP(cara menolong BAK dengan pispot/urinal,menggunakan kondom
kateter,memasang kateter urine pada wanita dan laki-laki),evaluasi keperawatan tiap DP.
1.3 Tujuan
Makalah ini di buat dengan tujuan agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau tenaga medis dapat
memahami dan mengaplikasikannya dilapangan khususnya mengenai kebutuhan eliminasi alvi.
1.4 Manfaat
Makalah ini di buat oleh kami agar meminimalisir kesalahan dalam tindakan praktik keperawatan yang
di sebabkan oleh ketidak pahaman dalam kebutuhan eliminasi alvi sehingga berpengaruh besar terhadap
kehidupan klien.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau menetap untuk
mengontrol ekskresi urine. Secara umum, penyebab dari inkontinensia urine adalah proses penuaan, pembesaran
kelenjar prostat, serta penuaaan kesadaran, serta penggunaan obat narkotik. Inkotinensia terdiri atas:
a. Inkotinensia Dorongan : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine tanpa
sadar,terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk berkemih.
Tanda-tanda inkotinensia dorongan:
• Sering miksi (miksi lebih dari 2 jam sekali)
• Sepasme kandung kemih
Kemungkinan penyebab
• Penurunan kapasitas kandung kemih
• Iritasi pada reseptor regangan kandung kemih yang menyebabkan sepasme
• Minum alkohol atau caffeine
• Peningkatan cairan
• Peningkatan konsentrasi urine
• Distensi kandung kemih yang berlebihan
b. Inkontinensia total : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine yang terus-menerus
dan tidak dapat diperkirakan. Kemungkinan penyebab:
• Dispungsi neurologis
• Kontraksi independent dan refleks detrusor karena pembedahan
• Trauma atau penyakit yang mempengaruhi syaraf medula spinalis
• Fistula
• Neuropati
Tanda-tanda inkontinensial total:
• Aliran konstant yang terjadi pada saat tidak diperkirakan
• Tidak ada distensi kandung kemih
• Nocturia
• Pengobatan inkontinensia tidak berhasil
c. Inkontinensia stress : Merupakan keadaan seseorang yang mengalami kehilangan urine kurang dari 50 ml,
terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.
Kemungkinan penyebab:
• Perubahan degeneratif pada otot pelfis dan struktur penunjang yang berhubungan dengan penuaan.
• Tekanan intra abdominal tinggi (obesitas)
• Distensi kandung kemih
• Otot pelfis dan struktur penunjang lemah
Tanda-tanda inkontensia setres:
• Adanya urine menetes dengan peningkatan tekanan abdomen
• Adanya dorongan berkemih
• Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)
d. Inkotinensia Refleks : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine yang tidak
dirasakan<terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu.
Kemungkinan penyebab:
• Kerusakan neurologis (lesi medula spinalis)
Tanda-tanda Inkontinensia refleks:
• Tidak ada dorongan berkemih.
• Merasa bahwa kandung kemih penuh.
• Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak di hambat pada interval teratur.
e. Inkontinensial fugsional : Merupakan keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran urine secara tanpa
disadari dan tidak dapat diperkirakan. Kemungkinan penyebab:
• Kerusakan neurologis(lesi medula sepinalis)
Tanda-tanda inkontinensial fungsional:
• Adanya dorongan untuk berkemih
• Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan
3. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter
eksternal. Biasanya, enuresis terjadi pada anak atau otang jompo. Umumnya enuresis terjadi pada malam hari.
Faktor penyebab:
• Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari normal
• Vesika urinaria peka ransang, dan seterusnya tidak dapat menampung urine dalam jumlah besar
• Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah
• Infeksi saluran kemih, perubahan fisik, atau neorologis sistem perkemihan
• Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral
• Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi.
2.7 Proses Keperawatan : Masalah-masalah pada kebutuhan eliminasi urine,Etiologi (patofisiologi) tiap
masalah kebutuhan,pengkajian keperawatan (Anamnesa fokus tiap masalah kebutuhan,pemeriksaan
fisik fokus tiap masalah kebutuhan,prosedur diagnostik/data penunjang tiap masalah
kebutuhan),perencanaan keperawatan tiap DP,Tindakan keperawatan tiap DP(cara menolong BAK
dengan pispot/urinal,menggunakan kondom kateter,memasang kateter urine pada wanita dan laki-
laki),evaluasi keperawatan tiap DP.
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada kebutuhan elimiasi urine meliputi :
1. Kebiasaan berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebisaan berkemih serta hambatannya. Frekuensi berkemih tergatung pada
kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang berkemih setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan
waktu untuk berkemih pada waktu malam hari.
2. Pola berkemih
• frekuensi berkemih
frekuesi berkemih menentuka berapa kali individu berkemih dalam waktu 24 jam
• Urgensi
Perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang ke toilet karena takut megalami inkotinensia jika tidak
berkemih
• Disuria
Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan ini ditemukan pada striktur uretra, infeksi saluran
kemih, trauma pada vesika urinaria.
• Poliuria
Keadaan produksi urine yang abnormal yang jumlahnya lebih besar tanpa adanya peingkata asupa caira.
Keadaan ini dapat terjadi pada penyekit diabetes, defisiensi ADH, da pen yakit kronis ginjal.
• Urinaria supresi
Keadaan produksi urine yang berhenti secara medadak. Bila produksi urine kurag dari 100 ml/hari dapat
dikataka anuria, tetapi bila produksiya atara 100 – 500 ml/hari dapat dikataka sebagai oliguria.
3. Volume urine
volume urine menentukan berapa jumlah urine yang dikeluarka dalam waktu 24 jam.
4. faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih
• diet da asupan (diet tinngi protei dan natirum) dapat mempengaruhi jumlah urine yang dibentuk, sedangka
kopi dapat meningkatkan jumlah urine
• gaya hidup
• stress psikologi dapat meingkatka frekuensi keinginan berkemih.
• Tingkat aktivitas
5. Keadaan urine
Keadaan urie meliputi : warna, bau, berat jeis, kejerihan, pH, protei, darah, glukosa.
6. Tanda klinis gangguan elimiasi urine seperti retensi urine, inkontinensia uirne.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagosa keperawata yang terjadi pada masalah kebutuhan eliminasi urine adalah sebagai berikut 1. Perubahan
pola eliminasi urine b/d
Ketidakmampuan salura kemih akibat anomali saluran urinaria
Penurunan kapsitas atau iritasi kandung kemih akibat penyakit§
Kerusakan pada saluran kemih§
Efek pembedahan pada saluran kemih§
2. Inkontinensia fungsional b/d
penurunan isyarat kandung kemih§ dan kerusakan kemampuan untuk mengenl isyarat akibat cedera atau
kerusakan k. Kemih
kerusakan mobilitas§
kehilangan kemampuan motoris dan sensoris§
3. Inkontinensia refleks b/d
Gagalnya fungsi rangsang di atas tingkatan arkus refleks akibat cedera pada m. spinalis
4. Inkontinensia stress b/d
Tingginya tek. Intraabdimibal dan lemahnya otor peviks akibat kehamilan§
Penurunan tonus otot
5. Inkontinensia total b/d
Defisit komnikasi atau persepsi
6. Inkontinensia dorongan b/d
Penurunan kapasitas k. Kemih akibat penyakit infeksi, trauma, tindakan pembedahan, faktor penuaan
7. retesi urine b/d
adanya hambatan pada sfingter akibat pebyakit striktur, BHP
8. perubahan body image b/d
inkontinensia dan enuresis
9. resiko terjadinya infeksi salura kemih b/d pemasangan kateter , kebersihan perineum yang kurang
10. resiko perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d gangguan drainase ureterostomi.
C. Perencanaan Keperawatan
Tujuan :
1. memahami arti eliminasi urine
2. membantu mengosongkan kandung kemih secara penuh
3. mencegah infeksi
4. mempertahankan integritas kulit
5. memberikan rasa nyaman
6. mengembalikan fungsi kandung kemih
7. memberikan asupan secara tepat
8. mencegah kerusakan kulit
9. memulihkan self esteem atau mencegah tekanan emosional
D. Rencanakan Tindakan :
1. monitor/obervasi perubahan faktor, tanda dan gejala terhadap masalah perubahan eliminasi urine, retensi dan
urgensia
2. kurangi faktor yang mempengaruhi/penyebab masalah
3. monitor terus perubahan retensi urine
4. lakukan kateterisasi urine
Inkontinensia dorongan
1. pertahankan hidrasi secara optimal
2. ajarkan untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih dengan cara
3. ajarkan pola berkemih terencana (untuk mengatasi kontraksi kandung kemih yang tidak biasa)
4. anjurkan berkemih pada saat terjaga seperti setelah makan, latihan fisik, mandi
5. anjurkan untuk menahan sampai waktu berkemih
6. lakukan kolaborasi dengan tim dokter dalam mengatasi iritasi kandung kemih
Inkontinensia total
1. pertahankan jumlah cairan dan berkemih
2. rencanakan program kateterisasi intermiten apabila ada indikasi
3. apabila terjadi kegagalan pada latihan kandung kemih pertimbangan untuk pemasangan kateter indweeling
Inkontinensia stress
kurangi faktor penyebab seperti :
1. kehilangan jaringan atau tonus otot, dengan cara :
• ajarkan untuk mengidentifikasi otot dasar pelviks dan kekuatan dan kelemahannya saat melakukan latihan
• untuk otot dasar pelviks anterior bayangkan anda mencoba menghentikan aliran urine, kencangkan otot-otot
belakang dan depan dalam waktu 10 detik, kemudian lepaskan atau rileks, ulangi hingga 10 kalidan lakukan 4
kali sehari
2. meningkatkan tekanan abdomen dengan cara :
• latih untuk menghindari duduk lama
• latih untk sering berkemih sedikitnya tiap 2 jam.
Inkontinensia fungsional
Ajarkan teknik merangsang redleks berkemih, dengan berkemih seperti :
mekanisme supra pubis kutaneus
1. ketuk supra pubis secara dalam, tajam dan berulang
2. anjurkan pasien untuk
• posisi setengah duduk
• mengetuk kandung kemih secara langsug denga rata-rata 7 – 8 kali seiap detik
• gunakan sarung tangan
• pindahkan sisi rangsangan di atas kandung kemih untuk menentukan posisi saling berhasil
• lakukan hingga aliran baik
• tunggu kurang lebih 1 menit dan ulangi hingga kandung kemih kosong
• apabila rangsangan dua kali lebih dan tidak ada respon, berarti sudah tidak ada lagi yang dikeluarkan.
3. apabila belum berhasil, lakukan hal berikut ini selama 2- 3 menit dan berikan jeda waktu 1 menit di antara
setiap kegiatan
• tekan gland penis
• pukul perut di atas ligamen inguinalis
• tekan paha bagian dalam
4. catat jumlah asupan dan pengeluaran
5. jadwalkan program kateterisasi pada saat tertentu
Inkontinensia Fungsional
1. tingkatkan faktor yang berperan dalam kontinen, sepperti :
a. Pertahakan hidrasi optimal dengan cara
b. Pertahankan nutrisi yang adekuat
c. Tingkatka intergritas diri dan berikan motivasi kemampuan mengontrol kandung kemih, dengan cara
menghindari penggunaan bedpan (pispot).
d. Tingkatkan integritas kulit dengan cara
e. Tingkatkan higiene perseorangan denga cara
2. jelaskan cara mengenali perubahan urine yang abnormal seperti adanya peningkatan mukosa, darah dala urine
dan perubahan warna
3. ajarkan cara memantau adanya tanda dan ISK, seperti peningkatan suhu, perubahan keadaan urine, nyeri
supra pubis bagian atas, nyeri saat berkemih, mual, muntah
C. Melakukan kateterisasi
1. Definisi
• Kateter adalah pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan
• Kateter terutama terbuat dari bahan karet atau plastik, metal, woven silk dan silikon
• Kandung kemih adalah sebuah kantong yang berfungsi untuk menampung air seni yang be rubah-ubah
jumlahnya yang dialirkan oleh sepasang ureter dari sepasang ginjal
• Kateterisasi kandung kemih adalah dimasukkannya kateter melalui urethra ke dalam kandung kemih untuk
mengeluarkan air seni atau urine.
2. Tujuan
• Untuk segera mengatasi distensi kandung kemih
• Untuk pengumpulan spesimen urine
• Untuk mengukur residu urine setelah miksi di dalam kandung kemih
• Untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama pembedahan
Indikasi :
Tipe Intermitten
o tidak mampu berkemih 8 – 12 jam setelah operasi
o retensi akut setelah trauma uretra
o tidak mampu berkemih akibat obat sedatif atau analgesik
o cedera pada tulang belakang
o degenerasi neuromuskular secara progresif
o pengeluaran urine residual
Tipe Indwelling
o obstruksi aliran urine
o pasca operasi saluran uretra dan struktur disekitarnya
o obstruksi uretra
o inkontinensia dan disorientasi berat
3. Prosedur
A. Alat :
a. Tromol steril berisi
b. Gass steril
c. Deppers steril
d. Handscoen
e. Cucing
f. Neirbecken
g. Pinset anatomis
h. Doek
i. Kateter steril sesuai ukuran yang dibutuhkan
j. Tempat spesimen urine jika diperlukan
k. Urinebag
l. Perlak dan pengalasnya
m. Disposable spuit
n. Selimut
B. Obat
a. Aquadest
b. Bethadine
c. Alkohol 70 %
C. Petugas
a. Pengetahuan dasar tentang anatomi dan fisiologi dan sterilitas mutlak dibutuhkan dalam rangka tindakan
preventif memutus rantai penyebaran infeksi nosokomial
b. Cukup ketrampilan dan berpengalaman untuk melakukan tindakan dimaksud
c. Usahakan jangan sampai menyinggung perrasaan penderita, melakukan tindakan harus sopan, perlahan-lahan
dan berhati-hati
d. Diharapkan penderita telah menerima penjelasan yang cukup tentang prosedur dan tujuan tindakan
D. Penderita
Penderita telah mengetahui dengan jelas segala sesuatu tentang tindakan yang akan dilakukan penderita atau
keluarga diharuskan menandatangani informed consent
E. Penatalaksanaan
1. Menyiapkan penderita : untuk penderita laki-laki dengan posisi terlentang sedang wanita dengan posisi dorsal
recumbent atau posisi Sim
2. Aturlah cahaya lampu sehingga didapatkan visualisasi yang baik
3. Siapkan deppers dan cucing , tuangkan bethadine secukupnya
4. Kenakan handscoen dan pasang doek lubang pada genetalia penderita
5. Mengambil deppers dengan pinset dan mencelupkan pada larutan bethadine
6. Melakukan desinfeksi sebagai berikut :
Pada penderita laki-laki : Penis dipegang dan diarahkan ke atas atau hampir tegak lurus dengan tubuh untuk
meluruskan urethra yang panjang dan berkelok agar kateter mudah dimasukkan. desinfeksi dimulai dari meatus
termasuk glans penis dan memutar sampai pangkal, diulang sekali lagi dan dilanjutkan dengan alkohol. Pada
saat melaksanakan tangan kiri memegang penis sedang tangan kanan memegang pinset dan dipertahankan tetap
steril.
Pada penderita wanita : Jari tangan kiri membuka labia minora, desinfeksi dimulai dari atas (clitoris), meatus
lalu kearah bawah menuju rektum. Hal ini diulang 3 kali . deppers terakhir ditinggalkan diantara labia minora
dekat clitoris untuk mempertahankan penampakan meatus urethra.
7. Lumuri kateter dengan jelly dari ujung merata sampai sepanjang 10 cm untuk penderita laki-laki dan 4 cm
untuk penderita wanita. Khusus pada penderita laki-laki gunakan jelly dalam jumlah yang agak banyak agar
kateter mudah masuk karena urethra berbelit-belit
8. Masukkan katether ke dalam meatus, bersamaan dengan itu penderita diminta untuk menarik nafas dalam.
Untuk penderita laki-laki : Tangan kiri memegang penis dengan posisi tegak lurus tubuh penderita sambil
membuka orificium urethra externa, tangan kanan memegang kateter dan memasukkannya secara pelan-pelan
dan hati-hati bersamaan penderita menarik nafas dalam. Kaji kelancaran pemasukan kateter jika ada hambatan
berhenti sejenak kemudian dicoba lagi. Jika masih ada tahanan kateterisasi dihentikan. Menaruh neirbecken di
bawah pangkal kateter sebelum urine keluar. Masukkan kateter sampai urine keluar sedalam 5 – 7,5 cm dan
selanjutnya dimasukkan lagi +/- 3 cm.
Untuk penderita wanita : Jari tangan kiri membuka labia minora sedang tangan kanan memasukkan kateter
pelan-pelan dengan disertai penderita menarik nafas dalam . kaji kelancaran pemasukan kateter, jik ada
hambatan kateterisasi dihentikan. Menaruh nierbecken di bawah pangkal kateter sebelum urine keluar.
Masukkan kateter sampai urine keluar sedalam 18 – 23 cm dan selanjutnya dimasukkan lagi +/- 3 cm.
9. Mengambil spesimen urine kalau perlu
10.Mengembangkan balon kateter dengan aquadest steril sesuai volume yang tertera pada label spesifikasi
kateter yang dipakai
11.Memfiksasi kateter :
Pada penderita laki-laki kateter difiksasi dengan plester pada abdomen
Pada penderita wanita kateter difiksasi dengan plester pada pangkal paha
12.Menempatkan urinebag ditempat tidur pada posisi yang lebih rendah dari kandung kemih
13.Melaporkan pelaksanaan dan hasil tertulis pada status penderita yang meliputi :
• Hari tanggal dan jam pemasangan kateter
• Tipe dan ukuran kateter yang digunakan
• Jumlah, warna, bau urine dan kelainan-kelainan lain yang ditemukan
• Nama terang dan tanda tangan pemasang
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperaatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine secara umum dapat dinilai dari adanya
kemampuan dalam :
1. miksi dengan normal, ditunjukkan dengan kemampuan berkemih sesuai dengan asupan cairan dan pasien
mampu berkemih tanpa menggunakan obat, kompresi pada kandung kemih atau kateter.
2. mengosongkan kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurannya distensi, volume urine residu, dan lancarnya
kepatenan drainase
3. mencegah infeksi/ bebas dari infeksi, ditunjukkan dengan tidak adanya infeksi, tidak ditemukan adanya
disuria, urgensi, frekuensi, dan rasa terbakar
4. mempertahankan intergritas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal kering tanpa inflamasi an kulit di
sekitar uterostomi kering.
5. memnerikan pasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya disuria, tidak ditemukan adanya distensi
kandung kemih dan adanya ekspresi senang.
6. Melakukan Bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi inkontinensia dan mampu berkemih
di saat ingin berkemih.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Eliminasi urin adalah kebutuhan dalam manusia yang esensial dan berperan menentukan kelangsungan
hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan homeostasis tubuh.
Eliminasi urine bergantung pada efektivitas organ saluran kemih ; ginjal,ureter, kandung kemih dan
uretra.
Mikturisi,berkemih,dan urinasi adalah proses pengosongan kandung kemih sampai tekanan
menstimulasi ujung saraf sensorik khusus di dinding kemih yang disebut reseptor regang. Ini terjadi jika
kandung kemih orang dewasa berisi antara 250-450 ml urine. Pada anak-anak,volumenya jauh lebih sedikit,50-
200 ml urin.
Perubahan Pola Eliminasi Urin
1. Frekuensi ,2. Urgency ,3. Dysuria,4. Polyuria (diuresis) ,5. Urinary suppression.
Masalah-Masalah Pada Kebutuhan Eliminasi Urin :
1. Retensi urine,2. Inkontinensia Urine,3. Enuresis,4. Perubahan Pola Eliminasi Urine
Perubahan pola eliminasi terdiri atas: a. Frekuensi ,b. Urgensi ,c. Disuria ,d. Poliuria
e. Urinaria Supresi.
3.2 Saran.
Dari pemaparan diatas, kami memberikan saran agar mahasiswa ataupun petugas medis harus memahai
kebutuhan eliminasi urin secara tepat dalam asuhan keperawatan agar terhindar dari kesalahan dalam tindakan
baik itu dirumah sakit maupun di masyarakat yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Kozier,Erb,Berman,Snyder,2011.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2. EGC: Jakarta