Anda di halaman 1dari 24

Rabies

A. Pendahuluan

Rabies adalah penyakit virus akut pada susunan saraf pusat yang

ditularkan melalui gigitan hewan yang terinfeksi. Virus terdapat di saliva hewan

yang terinfeksi dan dibawa ke susunan saraf pusat melalui transport akson, baik

pada saraf sensorik maupun motorik, setelah terjadi gigitan. Masa inkubasi

tergantung pada panjangnya saraf tepi yang terkena. Semakin panjang saraf

tersebut, semakin lama masa inkubasinya.1,2, 3,4,5,6

Virus rabies terdapat dalam air liur binatang yang telah terinfeksi melalui

gigitan, goresan, dan garukan yang masuk ke dalam tubuh manusia. Dengan

demikian semua kasus rabies terjadi sebagai akibat dari inokulasi virus melalui

kulit yang telah terbuka. Hewan-hewan yang sering mengalami adalah anjing,

rubah, serigala, kucing, kelelawar, dank era. Dalam kepustakaan dilaporkan kasus

rabies tanpa gigitan binatang, tetapi hanya dengan menghirup udara yang

mengandung rabies. Hal ini terjadi di dalam gua-gua, dimana terdapat banyak

sekali kelelawar yang telah menderita rabies. Selain itu dapat pula terjadi di

laboratorium karena kurang hati-hati.1,4,6,

Secara umum, penularan rabies terjadi diakibatkan infeksi karena gigitan

binatang. Namun rabies juga dapat menular melalui beberapa cara antara lain

melalui cakaran hewan, virus yang masuk melalui rongga pernapasan, dan

1
transplantasi kornea. Virus rabies menyerang jaringan saraf, dan menyebar hingga

sistem saraf pusat, dan dapat menyebabkan encephalomyelitis.3

B. Sejarah

Istilah rabies dikenal sejak zaman Babylonia kira-kira abad ke 23 Sebelum

Masehi (SM) dan Democritus menulis secara jelas binatang menderita rabies pada

tahun 500 SM. Tulisan adanya infeksi rabies pada manusia dengan gejala

hydrophobia dilaporkan pada abad pertama oleh Celsus dan gejala klinis rabies

baru ditulis pada abad ke-16 oleh Fracastoro, seorang dokter Italia. Pada tahun

1880 Louis Pasteur mendemostrasikan adanya infeksi pada susunan saraf pusat.

Pengobatan dilakukan dengan cara kauterisasi sampai ditemukannya vaksin oleh

Louis Pasteur pada tahun 1885. Pertumbuhan virus rabies pada jaringan

ditemukan pada tahun 1930 dan baru dapat diperlihatkan dengan mikroskop

elektron pada tahun 1960.3

C. Epidemiologi

Distribusi rabies tersebar di seluruh dunia dan hanya beberapa Negara

yang bebas rabies seperti Australia, sebagian besar Skandinavia, Inggris, Islandia,

Yunani, Portugas, Uruguay, Chili, Papua Nugini, Brunai, Selandia Baru, Jepang

dan Taiwan. Di Indonesia sampai akhir tahun 1977 rabies tersebar di 20 provinsi

dan 7 provinsi yang dinyatakan bebas rabies adalah Bali, NTB, NTT, Maluku,

Irian jaya dan Kalimantan Barat. Data tahun 2001 menunjukkan terdapat 7

provinsi yang bebas rabies yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat,

Bali, NTB, Maluku, dan Irian Jaya. Data rabies yang akurat jarang dijumpai pada

banyak Negara di dunia sehingga sulit untuk menentukan insidensi penyakit ini

2
secara global. Jumlah kematian di dunia karena penyakit rabies pada manusia

diperkirakan lebih 50.000 orang tiap tahunnya dan terbanyak pada negara-negara

Asia dan Afrika yang merupakan daerah endemis rabies. Dari tahun 1997 sampai

tahun 2003 dilaporkan lebih 86.000 kasus gigitan binatang tersangka rabies di

seluruh Indonesia (rata-rata pertahun 12.400 kasus) dan yang terbukti rabies 538

orag (rata-rata 76 kasus per tahun). Pada tahun 2000 kasus rabies paling banyak

dilaporkan dari provinsi NTT (59 kasus), Sulawesi tenggara (14 kasus), Sumatera

barat (8 kasus), Bengkulu dan Sulawesi Selatan (masing-masing 7 kasus). Pada

tahun 2001 kasus terbanyak terjadi Sumatera Barat (18), Sulawesi Tenggara (13)

dan NTT (11), sedangkan pada tahun 2002 dan 2003 tidak ada provinsi yang

melaporkan lebih dari 10 kasus per tahun. Di Indonesia binatang yang paling

banyak mengigit adalah anjing (90%), Kucing (6%), Kera dan lain-lain (4%). Di

Asia rabies banyak dijumpai di India, Sri Lanka, Pakistan, Bangladesh, China,

Filipina dan Thailand. Negara lain yang juga banyak dijumpai kasus rabies adalah

Meksiko, Amerika Tengah dan Selatan, Amerika Serikat.3,6

D. Etiologi

Virus rabies merupakan propotipe dari genus Lyssa-virus dari family

Rhabdoviridae. Dari genus Lyssa-virus ada 11 jenis virus yang secara antigenic

mirip virus rabies dan yang menginfeksi manusia adalah virus rabies, Mokula,

Duvanhage dan European bat lyssa-virus. Virus rabies termasuk golongan virus

RNA. Virus berbentuk peluru dengan ukuran 180x75 nm, single strainded RNA,

terdiri dari kombinasi nukleo-protein yang berbentuk koil heliks yang tersusun

dari fosfoprotein dan polimerasi RNA. Selubung virus terdiri dari lipid, protein

3
matrix dan glikoprotein. Virus rabies inaktif pada pemanasan, pada temperature

56ºC waktu paruh kurang dari satu menit, dan pada kondisi lembab pada

temperature 37ºC dapat bertahan beberapa jam. Virus juga akan mati dengan

deterjen, sabun, etanol 45%, solusio yodium. Virus rabies dan virus lain yang

sekeluarga denngan rabies diklasifikasikan menjadi 6 genotipe. Rabies merupakan

genotype 1, Mokula genotype 3, Duvenhage genotype 4, dan European bat lyssa-

virus genotype 5 dan 6. 3,6,8

Gambar 1. Rhabdovirus

Keterangan : Virus rabies dengan bentuk seperti peluru yang dikelilingi oleh paku-
paku glikoprotein. Glikonukleoproteinnya tersusun dari nukleoprotein,
phosphorylated atau phosphoprotein dan polimerase. Diagram melintang ini
menunjukkan lapisan konsentrik yaitu amplop dengan membran ganda, protein m
dan digulung dalam RNA.

E. Patofisiologi
Virus rabies masuk ke dalam tubuh melalui luka atau kontak langsung

dengan selaput mukosa dengan rasio gigitan dan cakaran sebesar 50:1. Virus

rabies tidak bisa menembus kulit yang utuh. Virus rabies membelah diri dalam

otot atau jaringan ikat pada tempat inokulasi dan kemudian memasuki saraf tepi

4
pada sambungan neuromuskuler. Setelah virus menempel pada reseptor nikotinik

asetilkolin lalu virus menyebar secara sentripetal melalui serabut saraf motorik

dan juga serabut saraf sensorik tipe cepat dengan kecepatan 50 sampai 100 mm

per hari. Setelah melewati medulla spinalis, virus bereplikasi pada motor neuron

dan ganglion sensoris, akhirnya mencapai otak. Kolkisin dapat menghambat

secara efektif transport akson tipe cepat tersebut. Virus melekat atau menempel

pada dinding sel inang. Virus rabies melekat pada sel melalui duri

glikoproteinnya, reseptor asetilkolin nikotinat dapat bertindak sebagai reseptor

seluler untuk virus rabies. Kemudian secara endositosis virus dimasukkan ke

dalam sel inang. Pada tahap penetrasi, virus telah masuk kedalam sel inang dan

melakukan penyatuan diri dengan sel inang yang ditempati, terjadilah transkripsi

dan translasi.2,4

5
Gambar. Perjalanan penyakit rabies

Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan

menyebar kedalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus

terhadap sel-sel sistim limbik, hipotalamus, dan batang otak. Khusus mengenai

system limbik dimana berfungsi erat dengan pengontrolan dan kepekaan emosi.

Akibat dari pengaruh infeksi sel-sel dalam sistim limbic ini, pasien akan

menggigit mangsanya tanpa ada provokasi dari luar. Setelah memperbanyak diri

dalam neuron-neuron sentral virus kemudian bergerak ke perifer dalam serabut

aferen dan pada serabut saraf volunter maupun otonom. Dengan demikian, virus

dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ tubuh dan berkembang biak

dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Virus rabies menyebar menuju multi organ

6
melalui neuron otonom dan sensorik terutama melibatkan jalur parasimpatis yang

bertanggung jawab atas infeksi pada kelenjar ludah, kulit, jantung, dan organ lain.

Replikasi di luar sel saraf terjadi pada kelenjar ludah, lemak coklat, dan kornea.

Kepekaan terhadap infeksi dan masa inkubasinya bergantung pada latar belakang

genetik inang, strain virus yang terlibat, konsentrasi reseptor virus pada sel inang,

jumlah inokulum, beratnya laserasi, dan jarak yang harus ditempuh virus untuk

bergerak dari titik masuk ke susunan saraf pusat. Gambaran yang paling menonjol

dalam infeksi rabies adalah terdapatnya badan negri yang khas yang terdapat

dalam sitoplasma sel ganglion besar.7

Gambar. Negri body di neuron

7
Gambar 5. Skema patogenesis infeksi virus rabies.

Gambar. Skema Patogenesis infeksi virus rabies

F. Gejala Klinis

Masa inkubasi rabies 95% antara 3-4 bulan, masa inkubasi bisa bervariasi

antara 7 hari hingga 7 tahun, hanya 1% kasus dengan inkubasi 1-7 tahun. Karena

lamanya inkubasi kadang-kadang pasien tidak dapat mengingat kapan terjadinya

gigitan. Pada anak-anak masa inkubasi biasanya lebih pendek daripada orang

dewasa. Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh dalam dan besarnya luka

gigitan, lokasi luka gigitan (jauh dekatnya ke sistem saraf pusat), derajat

8
patogenitas virus dan persarafan daerah luka gigitan. Luka pada kepala inkubasi

25-48 hari, dan pada ekstremitas 46-78 hari.3

1. Gejala Klinis Pada Hewan


Gejala klinis pada hewan dibagi menjadi tiga stadium:8,9
a. Stadium Prodromal

Keadaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat

berlangsung antara 2-3 hari. Pada tahap ini akan terlihat adanya

perubahan temperamen yang masih ringan. Hewan mulai mencari

tempat-tempat yang dingin/gelap, menyendiri, reflek kornea berkurang,

pupil melebar dan hewan terlihat acuh terhadap tuannya. Hewan menjadi

sangat perasa, mudah terkejut dan cepat berontak bila ada provokasi.

Dalam keadaan ini perubahan perilaku mulai diikuti oleh kenaikan suhu

badan.

b. Stadium Eksitasi

Tahap eksitasi berlangsung lebih lama daripada tahap prodromal,

bahkan dapat berlangsung selama 3-7 hari. Hewan mulai garang,

menyerang hewan lain ataupun manusia yang dijumpai dan hipersalivasi.

Dalam keadaan tidak ada provokasi hewan menjadi murung terkesan

lelah dan selalu tampak seperti ketakutan. Hewan mengalami fotophobia

atau takut melihat sinar sehingga bila ada cahaya akan bereaksi secara

berlebihan dan tampak ketakutan.

9
c. Stadium Paralisis

Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga sulit

untuk dikenali atau bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada

kematian. Hewan mengalami kesulitan menelan, suara parau,

sempoyongan, akhirnya lumpuh dan mati.

2. Gejala Klinis pada Manusia

Manifestasi klinis rabies pada manusia dapat dibagi menjadi 4 stadium: (1)

prodromal non spesifik, (2) ensefalitis akut yang mirip dengan ensefalitis virus

lain. (3) disfungsi pusat batang otak yang mendalam yang menimbulkan gambaran

klasik ensefalitis rabies, dan (4) koma rabies yang mendalam.3

Periode prodromal biasanya menetap selama 1 sampai 4 hari dan ditandai

dengan demam, sakit kepala, malaise, mialgia, mudah terserang lelah (fatigue),

anoreksia, nausea, dan vomitus, nyeri tenggorokan dan batuk yang tidak

produktif.

Gejala prodromal yang menunjukkan rabies adalah keluhan parestesia

dan/atau fasikulasi pada atau sekitar tempat inokulasi virus dan mungkin

berhubungan dengan multiplikasi virus dalam gaglion dorsalis saraf sensoris yang

mempersarafi area gigitan. Gejala ini terdapat pada 50 sampai 80% pasien.3

Stadium prodormal dapat berlangsung hingga 10 hari, kemudian penyakit

akan berlanjut sebagai gejala neurologik akut yang dapat berupa furious atau

paralitik. 3

10
Fase ensefalitis biasanya ditunjukkan oleh periode aktivitas motorik yang

berlebihan, rasa gembira, dan gelisah. Muncul rasa bingung, halusinasi,

combativeness, penyimpangan alur pikiran yang aneh, spasme otot, meningismus,

posisi opistotonik, kejang, dan paralisis fokal. Yang khas, periode penyimpangan

mental yang diselingi dengan periode lucid tapi bersama dengan berkembangnya

penyakit, periode lucid menjadi lebih pendek sampai pasien akhirnya menjadi

koma. Hiperestesi, dengan sensitivitas yang berlebihan terhadap cahaya terang,

suara keras, sentuhan, bahkan rangsangan oleh udara sering terjadi. Pada

pemeriksaan fisis, suhu tubuh naik hingga 40,6ºC. abnormalitas sistem saraf

otonom meliputi dilatasi pupil yang ireguler, lakrimasi meningkat, salivasi, dan

berkeringat berlebih. Juga terdapat tanda paralisis motor neuron bagian atas

dengan kelemahan, meningkatnya refleks tendo profunda, dan respon ekstensor

plantaris. Paralisis pita suara biasa terjadi.3

Manifestasi disfungsi batang otak segera terjadi setelah mulainya fase

ensefalitis. Terkenanya saraf kranialis menyebabkan diplopia, dan kesulitan

menelan yang khas. Gabungan salivasi yang berlebihan dan kesulitan menelan

menimbulkan gambaran tradisional “foaming at the mouth”. Hidrofobia, tampak

pada sekitar 50% kasus. Pasien menjadi koma dengan terkenanya pusat respirasi

oleh virus, yang akan menimbulkan kematian apneik. Menonjolnya disfungsi

batang otak dini membedakan rabies dari ensefalitis virus lainnya. Daya tahan

hidup rata-rata setelah mulainya gejala adalah 4 hari, dengan maksimum 20 hari,

kecuali diberikan tindakan bantuan artifisial.3

11
Tabel 1. Perjalanan Penyakit Penderita Rabies

Stadium Lamanya (% kasus) Manifestasi klinis

Inkubasi  < 30 hari (25%) Tidak ada


 30-90 hari (50%)
 90 hari – 1 tahun
(20%)
 >1 tahun (5%)

2-10 hari
Prodromal Parestesi, nyeri pada luka
gigitan, demam, malaise,
anoreksia, mual & muntah,
nyeri kepala, lethargi,
agitasi, anxietas, depresi

Neurologik akut
2-7 hari
Halusinasi, bingung,
 Furious (80%)
delirium, tingkah laku aneh,
agitasi, menggigit,
hidropobia, hipersalivasi,
disfagia, afasia,
inkoordinasi, hiperaktif,
spasme faring, aerofobia,
hiperventilasi, disfungsi
saraf otonom, sindroma
abnormalitas ADH

2-7 hari
 Paralitik Paralisis flaksid

12
Koma 0-14 hari Autonomic instability,
hipoventilasi, apnea, henti
nafas,
hipotermia/hipertermia,
hipotensi, disfungsi
pituitari, rhabdomiolisis,
aritmia dan henti jantung

G. Diagnosis
Diagnosis rabies hanya berdasarkan gejala klinis sangat sulit dan kurang

bisa dipercaya, kecuali terdapat gejala klinis yang khas yaitu hidrofobia dan

aerofobia. Diagnosis pasti rabies hanya bisa didapat dengan pemeriksaan

laboratorium. Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dikerjakan:1,2,3,4,5,7

1. Darah rutin

Dapat ditemukan peningkatan leukosit (8000-13000/mm) dan penurunan

hemoglobin serta hematokrit.

2. Urinalisis

Dapat ditemukan albuminuria dan sedikit leukosit.

3. Mikrobiologi

Kultur virus rabies dari air liur penderita dalam waktu 2 minggu setelah onset.

4. Histologi

Dapat ditemukan tanda patognomonik berupa badan Negri (badan inklusi

dalam sitoplasma eosinofil) pada sel neuron, terutama pada kasus yang

13
divaksinasi dan pasien yang dapat bertahan hidup setelah lebih dari 2 minggu.

Antigen, badan negri dan virus banyak ditemukan pada sel saraf (neuron),

sedangkan kelenjar ludah dapat mengandung antigen dan virus tetapi badan

negri tidak selalu dapat ditemukan pada kelenjar ludah anjing. Adanya

kontaminasi pada specimen dapat mengganggu pemeriksaan dan khususnya

untuk ”isolasi virus” pengiriman harus dilakukan sedemikian rupa sehingga

kelestarian hidup virus dalam specimen tetap terjamin sampai ke laboratorium.

Bahan pemeriksaan dapat berupa seluruh kepala, otak, hippocampus, cortex

cerbri dan cerebellum, Preparat pada gelas objek dan kelenjar ludah. Bila

negri body tidak ditemukan, supensi otak (hippocampus) atau kelenjar ludah

sub maksiler diinokulasikan intrakranial pada hewan coba (suckling animals),

misalnya hamster, tikus (mice) atau kelinci (rabbits).

5. Serologi

DFA Testing dan RT-PCR melalui biopsi kulit, Reverse-Transcription

Polymerase Chain Reaction (RTPCR) dalam saliva.

6. Cairan serebrospinal

Rabies Virus–Specific Antibodies dalam serum dan LCS (Rapid fluorescent

focus inhibition test/RFFIT), dapat ditemukan monositosis sedangkan protein

dan glukosa dalam batas normal. Namun, pada pemeriksaan laboratorium,

yang merupakan gold standar untuk diagnosis rabies adalah pemeriksaan

dengan teknik fluorescent antibody (FA). Deteksi nukleokapsid dengan

ELISA merupakan tes yang cepat dan jugadapat digunakan maupun dilakukan

pada survei epidemiologi.

14
H. Differential Diagnosis

Rabies harus dipertimbangkan sebagai penyebab pada semua penderita

dengan gejala neurologik, psikiatrik atau laringofaringeal yang tak bisa dijelaskan,

khususnya bila terjadi di daerah endemis atau orang yang mengalami gigitan

binatang pada daerah endemis rabies.3

Penderita rabies harus dibedakan dengan rabies histerik yaitu suatu reaksi

psikologik orang-orang yang terpapar dengan hewan yang diduga mengidap

rabies. Penderita dengan rabies histerik akan menolak jika diberikan minum

(pseudohidropobia) sedangkan pada penderita rabies sering merasa haus.3

Tetanus dapat dibedakan dengan rabies melalui masa inkubasinya yang

pendek, adanya trismus, kekakuan otot yang persisten diantara spasme, status

mental normal, cairan serebrospinal biasanya normal dan tidak terdapat

hidropobia. Ensefalitis dapat dibedakan dengan metode pemeriksaan virus dan

tidak dijumpai hidropobia.3

Rabies paralitik dapat dikelirukan dengan Syndroma Guillain Barre

transverse myelitis, japanese ensefalitis, herpes simpleks ensefalitis, poliomielitis

atau ensefalitis post vaksinasi. Pada poliomielitis saat timbul gejala neurologik

sudah tidak ada demam, dan tidak ada gangguan sensorik.

Ensefalitis post vaksinasi rabies terjadi 1 :200 – 1:1600 pada vaksinasi

nerve tissue rabies vaccine, dibedakan dengan mulai timbulnya gejala cepat,

15
dalam 2 minggu setelah dosis pertama. Pemeriksaan neurologik yang teliti dan

pemeriksaan laboratorium berupa isolasi virus akan membantu diagnosis.3

Diagnosa banding dalam kasus pasien suspek rabies meliputi banyak

penyebab dari ensephalitis, yang pada umumnya karena infeksi dari virus seperti

herpesvirus, enterovirus, dan arbovirus. Virus yang sangat penting untuk dijadikan

diagnosa banding adalah herpes simpleks tipe 1, varicella-zooster. Faktor

epidemilogik seperti cuaca, lokasi geografi, umur pasien, riwayat perjalanan, dan

pajanan yang mungkin untuk tergigit binatang dapat membantu menolong

penegakan diagnosa.

I. Penanganan Rabies

Penanganan luka gigitan hewan penular rabies setiap ada kasus gigitan

hewan penular rabies (anjing, kucing, kera) harus ditangani dengan tepat

dan sesegera mungkin.

1. Berikut ini beberapa tips dan langkah-langkah penanganan luka gigitan:

Segera luka dibersihkan, bisa menggunakan sabun/deterjen, dibilas dengan

air bersih mengalir 5-10 menit. Lalu dikeringkan dgn kain/tissue bersih dan

dapat ditambahkan antiseptik betadin ataupun alkohol 70%.

2. Segera ke Puskesmas/Rabies Center/Rumah Sakit untuk mencari pertolongan

selanjutnya.

16
Di Puskesmas/Rabies Center/ Rumah Sakit dilakukan:

1. Ulangi cuci luka gigitan dengan sabun, detergent lain di air mengalir selama

10-15 menit dan beri anti septik (betadine, alkohol 70 %, obat merah, dan lain-

lain).

2. Lakukan eksplorasi pada luka. Lakukan pembersihan dengan NaCl 0,9%, atau

dengan H2O2 3%.

3. Luka yang ada jangan dijahit, kalau luka terlalu lebar bisa dilakukan penjahitan

secara longgar dengan menggunakan benang non absorbable, dan dipasang

drain.

3. Pemberian vaksin rabies, 0,5 ml im pada hari 1, 3, 7, 14 dan hari ke-28 . Tidak

ada pembedaan dosis untuk anak-anak dan dewasa.

VAR (Vaksin Anti Rabies)

a. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)

- Produksi Institute Merieux Perancis (Verorab).

- Kemasan : Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut

sebanyak 0,5 ml dalam syringe.

- Dosis : Dewasa/anak sama yaitu hari ke 0 (pertama berkunjung ke

Puskesmas/Rabies Center/Rumah Sakit). Diberikan 2 dosis masing-masing

0,5 ml diberikan intramuskuler di deltoideus kanan/kiri. Hari ke 7 dan 21

diberikan 0,5 ml lagi secara intramuskuler di deltoideus kanan/kiri. Apabila

VAR Verorab + SAR perlu diberikan booster pada hari ke 90.

- Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment).

17
Vaksinasi Dosis Waktu pemberian

Dasar 0,5 ml 0,5 ml 4x Pemberian :

Hari Ke-0 : 2x sekaligus

(Deltoid Kiri dan Kanan)

Hari Ke 7 dan Ke 21

Ulangan 0,5 ml 0,5 ml Hari Ke-90

b. Suckling Mice Brain Veccine (SMBV)

- Produksi Bio Farma Bandung.

- Kemasan : Dosis berisi 7 vial @ 1 dosis dan 7 ampul pelarut @ 2 ml dan

Dos berisi 5 ampul @ 1 dosis intra cutan dan 5 ampul pelarut @ 0,4 ml.

- Cara pemberian : Untuk vaksinasi dasar disuntikkan secara subcutan (sc)

di sekitar daerah pusar. Sedangkan untuk vaksinasi ulang disuntikkan

secara intracutan (ic) di bagaian fleksor lengan bawah.

- Dosis : Dewasa, dasar 2 ml, diberikan 7x setiap hari sub cutan didaerah

sekitar pusar/umbillus. Ulangan 0,25 ml diberikan ke 11,15,30 dan 90

secara intra cutan dibagian fleksor lengan bawah. Anak-anak 3 tahun ke

bawah, dasar 1 ml diberikan 7x setiap hari subcutan disekitar daerah

sekitar pusar/umbillus. Ulangan 0,1 ml diberikan hari ke 11,15,30,dan 90

secara intra cutan dibagian fleksor lengan bawah. Pemberian SMBV +

SAR (Serum Anti Rabies) Jadwal pemberian VAR dasar sama ulangan

boostar jadwalnya 11, 15, 25, 35, dan 90.

- Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment).

18
Vaksinasi Dosis Waktu pemberian Keterangan

Dasar 1 ml 2 ml 7x Pemberian : Anak < 3th

diberikan setiap hari

Ulangan 0,1 ml 0,25 ml Hari Ke-11, 15, 30,

dan 90

SAR (Serum Anti Rabies)

a. SAR Heterolog (serum kuda)

- Produksi Bio Farma Bandung.

- Kemasan : Vial = 20 ml (1 ml = 100 IU)

- Cara pemberian : Disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak

mungkin, sisanya disuntikkan intramuskuler.

- Dosis : 40 IU/Kg BB, harus dilakukan skin test, apabila positif tidak boleh

diberikan.

Jenis Serum Dosis Waktu pemberian Keterangan

Serum 40 ml/Kgbb Bersamaan dengan Sebelumnya

Heterolog pemberian VAR Dilakukan

hari ke-0 Skintest

Serum homolog

- Misal IMDGAM, produksi Pasteur Merieux Perancis.

- Kemasan : Vial 2 ml (1 ml = 150 IU).

19
- Cara pemberian : Disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka sebanyak

mungkin sisanya intramuskuler di gluleus/pantat.

- Dosis : 20 IU/Kg, harus dilakukan skin test, apabila positif tidak boleh

diberikan.

Jenis Serum Dosis Waktu pemberian Keterangan

Serum 20 ml/Kgbb Bersamaan dengan Sebelumnya

Homolog pemberian VAR Dilakukan

hari ke-0 Skintest

J. Komplikasi

Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya

timbul pada fase koma. Komplikasi neurologik dapat berupa peningkatan tekanan

intrakranial; kelainan pada hipotalamus berupa diabetes insipidus, sindrom

abnormalitas hormon antidimetik (SAHAD); disfungsi otonomik yang

menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipertemia/hipotermia, aritmia dan henti

jantung. Kejang dapat lokal maupun generalisata dan sering bersamaan dengan

aritmia dan gangguan respirasi. Pada stadium prodromal sering terjadi komplikasi

hiperventilasi dan alkalosis respiratorik, sedangkan hipoventilasi dan depresi

pernafasan terjadi pada fase neurologik akut. Hipotensi terjadi karena gagal

jantung kongestif, dehidrasi dan gangguan otonomik.3

20
K. Pencegahan

1. Pencegahan Primer7,9,11

a. Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing,

kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.

b. Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang

masuk tanpa izin ke daerah bebas rabies.

c. Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies

kedaerah-daerah bebas rabies.

d. Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera,

70% populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi

kasus.

e. Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing,

kucing yang telah divaksinasi.

f. Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan anjing tak bertuan

dengan jalan pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.

g. Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus

didaftarkan ke Kantor Kepala Desa/Kelurahan atau Petugas Dinas

Peternakan setempat.

h. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih

dari 2 meter. Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus

diikat dengan rantai tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya harus

menggunakan berangus (beronsong).

21
i. Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita

rabies, selama 10 sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama

observasi atau yang dibunuh, maka harus diambil spesimen untuk

dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk diagnosa.

j. Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewan

sebangsanya yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka

rabies.

k. Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies

sekurang-kurangnya 1 meter.

2. Pencegahan Sekunder

Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkan

resiko tertularnya rabies adalah mencuci luka gigitan dengan sabun atau

dengan deterjen selama 5-10 menit dibawah air mengalir/diguyur.

Kemudian luka diberi alkohol 70% atau Yodium tincture. Setelah itu

pergi secepatnya ke Puskesmas atau dokter yang terdekat untuk

mendapatkan pengobatan sementara sambil menunggu hasil dari rumah

observasi hewan. Resiko yang dihadapi oleh orang yang mengidap rabies

sangat besar. Oleh karena itu, setiap orang digigit oleh hewan tersangka

rabies atau digigit oleh anjing di daerah endemic rabies harus sedini

mungkin mendapat pertolongan setelah terjadinya gigitan sampai dapat

dibuktikan bahwa tidak benar adanya infeksi rabies.7,9

22
3. Pencegahan Tersier

Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau

menghalangi perkembangan ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan

sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan

perawatan intensif yang mencakup pembatasan terhadap

ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi. Apabila hewan yang

dimaksud ternyata menderita rabies berdasarkan pemeriksaan klinis atau

laboratorium dari Dinas Perternakan, maka orang yang digigit atau dijilat

tersebut harus segera mendapatkan pengobatan khusus (Pasteur

Treatment) di Unit Kesehatan yang mempunyai fasilitas pengobatan Anti

Rabies dengan lengkap.7,9,11

L. Prognosis

Penyakit rabies tidak dapat disembuhkan sehingga prognosisnya jelek.

Tanpa pencegahan, penderita hanya bertahan sekitar 8 hari, sedangkan dengan

penangan suportif, penderita dapat bertahan hingga beberapa bulan. Sebelum

ditemukan pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari.

Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia),

kejang, kelelahan atau kelumpuhan total. Hingga saat ini belum ada laporan

kasus yang dapat bertahan hidup setelah manifestasi dari penyakit rabies

timbul. Pada manusia yang tidak mendapatkan vaksin rabies hampir selalu

fatal terutama setelah muncul gejala neurologi, tetapi bila setelah terpapar

virus diberikan vaksin akan mencegah perkembangan virus.8

23
Kematian karena infeksi virus rabies boleh dikatakan 100% bila virus

sudah mencapai sistem saraf pusat. Dari tahun 1857 sampai tahun 1972 dari

kepustakaan dilaporkan 10 pasienyang sembuh dari rabies namun sejak tahun

1972 hingga sekarang belum ada pasien rabies yang dilaporkan hidup.

Prognosis seringkali fatal karena sekali gejala rabies telah tampak

hampir selalu kematian terjadi 2-3 hari sesudahnya sebagai akibat gagal

nafas/henti jantung ataupun paralisis generalisata. Berbagai penelitian dari

tahun 1986 hingga 2000 yang melibatkan lebih dari 800 kasus gigitan anjing

pengidap rabies di negara endemis yang segera mendapat perawatan

luka, pemberian VAR dan SAR, mendapatkan angka survival 100%.

24

Anda mungkin juga menyukai