Anda di halaman 1dari 46

FORENSIK KLINIK:

PEMBUNUHAN AKIBAT

KEKERASAN TAJAM

Ain Nabila binti Zulkufli

anz_arein@yahoo.com

102010389 (A5)

Mahasiswa Universitas Kristen Krida Wacana

Fakultas Kedokteran Ukrida

Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna 6 Jakarta Barat

11510 Jakarta

06.12.2013
KASUS 1

Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan dalam keadaan
mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang yang di bagian
bawahnya di gulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya terikat lengan baju (yang
kemudian diketahui sebagai baju miliknya sendiri) dan ujung lengan baji lainnya terikat
kesebuah dahan pohon perdu setinggi 60 cm. Posisi tubuh relative mendatar, namun leher
memang terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusuk, namun masih
dijumpai adanya satu luka terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh
darah ketiak yang putus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri
yang memiliki cirri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam.

Perlu diketahui bahwa rumah terdekat dari Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah kira-kira
2km. TKP adalah suatu daerah perbukitan yang berhutan cukup lebat.

BAB I. SURAT PERMINTAAN VISUM ET REPERTUM

Pihak yang berwenang meminta keterangan ahli


Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1) yang berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli adalah penyidik. Penyidik pembantu juga mempunyai wewenang tersebut sesuai dengan
pasal 11 KUHAP.

Yang termasuk dalam kategori penyidik adalah :


a. Pejabat Polisi Negara RI yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
dengan pangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua. (KUHAP pasal 6
ayat (1) jo PP 27 tahun 1983 pasal 2 ayat (1))
b. Sedangkan penyidik pembantu berpangkat serendah-rendahnya Sersan Dua.
c. Bila penyidik tersebut adalah pegawai negeri sipil, maka kepangkatannya
adalah serendah-rendahnya golongan II/b untuk penyidik dan II/a untuk
penyidik pembantu.
d. Bila di suatu Kepolisian Sektor tidak ada pejabat penyidik seperti di atas,
maka Kepala Kepolisian Sektor yang berpangkat bintara dibawah Pembantu
Letnan Dua dikatagorikan pula sebagai penyidik karena jabatannya (PP 27
tahun 1983 pasal 2 ayat (2)).

Pihak yang berwenang membuat keterangan ahli


Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1), yang berwenang melakukan pemeriksaan forensik yang
menyangkut tubuh manusia dan membuat Keterangan Ahli adalah dokter ahli kedokteran
kehakiman (forensik), dokter dan ahli lainnya. Dalam penjelasan KUHAP tentang pasal
tersebut dikatakan bahwa yang dibuat oleh dokter ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan ahli sedangkan yang dibuat oleh selain ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan.
Secara garis besar, semua dokter yang telah mempunyai surat penugasan atau surat izin
dokter dapat membuat keterangan ahli. Namun, untuk tertib administrasinya, maka sebaiknya
permintaan keterangan ahli ini hanya ditujukan kepada dokter yang bekerja pada suatu

2
instansi kesehatan (Puskesmas hingga rumah sakit) atau instansi khusus untuk itu, terutama
yang milik pemerintah.

Prosedur permintaan keterangan ahli


Permintaan Keterangan Ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis, dalam hal ini
secara tegas telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (2), terutama untuk korban mati.

•Oleh warga •Oleh polisi


setempat
Pelaporan Penyidikan

•Oleh warga/ •Oleh polisi


Ketua RT/RW minimal AIP2
Penemuan Penyelidikan  bs meminta
bantuan
DOKTER

Surat permintaan keterangan ahli ditujukan kepada instansi kesehatan atau instansi khusus
untuk itu, bukan kepada individu dokter yang bekerja di dalam instansi tersebut.

Penggunaan keterangan ahli


Penggunaan keterangan ahli, atau dalam hal ini visum et repertum, adalah hanya untuk
keperluan peradilan. Dengan demikian berkas Keterangan Ahli ini hanya boleh diserahkan
kepada penyidik (instansi) yang memintanya. Keluarga korban atau pengacaranya dan
pembela tersangka pelaku pidana tidak dapat meminta keterangan ahli langsung kepada
dokter pemeriksa, melainkan harus melalui aparat peradilan (penyidik, jaksa atau hakim).

Berkas Keterangan Ahli ini tidak dapat digunakan untuk penyelesaian klaim asuransi. Bila
diperlukan keterangan, pihak asuransi dapat meminta kepada dokter keterangan khusus untuk
hal tersebut, dengan memperhatikan ketentuan tentang wajib simpan rahasia jabatan.1

BAB II. PEMBAHASAN

BAB II.I.Tempat Kejadian Perkara

Tempat kejadian perkara adalah tempat ditemukannya benda bukti dan/ atau tempat
terjadinya peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut suatu kesaksian.
Meskipun kelak terbukti bahwadi tempat tersebut tidak pernah terjadi suatu tindak pidana,
tempat tersebut tetap disebut sebagai TKP. Disini hanya akan dibicarakan TKP yang
berhubungan dnegan manusia sebagai korban, seperti kasus penganiyaan, pembunuhan dan
kasus kematian mendadak (dengan kecurigaan).

3
Diperlukan atau tidaknya kehadiran dokter di TKP oleh penyidik sangat bergantung pada
kasusnya, yang pertimbangannya dapat dilihat dari sudut korbannya, tempat kejadiannya,
kejadiannya atau tersangka pelakunya. Peranan dokter TKP adalah membantu penyidik
dalam mengungkap kasus dari sudut kedokteran forensik. Pada dasarnya semua dokter dapat
bertindak sebagai pemeriksa di TKP, namun dengan perkembangan spesialisasi dalam ilmu
kedokteran, adalah lebih baik bila dokter ahli forensik atau dokter kepolisian yang hadir,

Dasar pemeriksaan adalah hexameter, yaitu menjawab 6 pertanyaan; apa yang terjadi, siapa
yang tersangkut, di mana dan kapan terjadi, bagaimana terjadinya dan dengan apa
melakukannya, serta kenapa terjadi peristiwa tersebut?

Pemeriksaan kedokteran forensik di TKP harus mengikuti ketentuan yang berlaku umum
pada penyidikan di TKP, yaitu menjaga agar tidak mengubah keadaan TKP. Semua benda
bukti yang ditemukan agar dikirim ke laboratorium setelah sebelumnya diamankan sesuai
prosedur.

Selanjutnya dokter dapat memberikan pendapatnya dan mendiskusikannya dengan penyidik


untuk memperkirakan terjadinya peristiwa dan merencanakan langkah penyidikan lebih
lanjut.

Bila korban masih hidup maka tindakan yang utama dan pertama bagi dokter adalah
menyelamatkan korban dengan tetap menjaga keutuhan TKP.

Bila korban telah mati, tugas dokter adalah menegakkan diagnosis kematian, memperkirakan
saat kematian. Memperkirakan sebab kematian, memperkirakan cara kematian, menemukan
dan mengamankan benda bukti biologis dan medis.

Bila perlu dokter dapat melakukan anamnesa dengan saksi-saksi untuk mendapatkan
gambaran riwayat medis korban. Beberapa tindakan dapat mempersulit penyidikan, seperti
memegang setiap benda di TKP tanpa sarung tangan, mengganggu bercak darah, membuat
jejak baru,atau memeriksa sambil merokok. Saat kematian diperkirakan pada saat itu dengan
memperhatikan prinsip-prinsip perubahan tubuh pasca mati yang dibahas lebih rinci di bab
tanatologi.

Cara kematian memang tidak selalu mudah diperkirakan, sehingga dalam hal ini penyidik
menganut azas bahwa segala yang diragukan harus dianggap mengarah ke adanya tindak
pidana lebih dahulu sebelum nanti dapat dibuktikan ketidak benarannya.

Pemeriksaan dimulai dengan membuat foto dan sketsa TKP, termasuk penjelasan mengenai
letak dan posisi korban, benda bukti dan interaksi lingkungan.

Mayat yang ditemukan dibungkus dengan plastik atau kantung plastik khusus untuk mayat
setelah sebelumnya kedua tangannya di bungkus plastik sebatas pergelangan tangan.
Pemeriksaan sidik jari oleh penyidik dapat dilakukan sebelumnya.

4
Bercak darah yang ditemukan di lantai atau di dinding diperiksa dan dinilai apakah berasal
dari nadi atau dari vena, jatuh dengan kecepatan (dari tubuh yang bergerak) atau jatuh bebas,
kapan saat perlukaanna, dan dihubungkan dengan perkiraan bagaimana terjadinya peristiwa.

Benda bukti yang ditemukan dapat berupa pakaian, bercak mani, bercak darah, rambut, obat,
anak peluru, selongsong peluru, benda yang diduga senjata diamankan dengan
memperlakukannya sesuai prosedur, yaitu dipegang dengan hati-hati serta dimasukkan ke
dalam kantong plastik, tanpa meninggalkan jejak sidik jari baru.

Benda bukti yang bersifat cair dimasukkan ke dalam tabung reaksi kering.

Benda bukti yang berupa bercak kering di atas dasar keras harus dikerok dan dimasukkan ke
dalam amplop atau kantong plastic, bercak pada kain diambil seluruhnya atau bila bendan
besar digunting dan dimasukkan ke dalam amplop atau kantung plastik. Benda-benda keras
diambil seluruhnya dan dimasukkan ke dalam kantung plastik.

Semua benda bukti di atas harus diberi label dnegan keterangan tentang jenis benda, lokasi
penemuan, saat penemuan, dan keterangan lain yang diperlukan.

Mayat dan benda bukti biologis/medis, termasuk obat atau racun, dikirimkan ke instalasi
Kedokteran Forensik atau ke Rumah Sakit Umum setempat untuk pemeriksaan lanjutan.
Apabila tidak tersedia sarana pemeriksaan laboratorium forensik, benda bukti dapat dikirim
ke Laboratorium Kepolisian atau ke Bagian Kedokteran Forensik. Benda bukti bukan
biologis dapat langsung dikirim ke Laboratorium Kriminil/Forensik Kepolisian Daerah
setempat.

Perlengkapan yang sebaiknya dibawa pada saat pemeriksaan di TKP adalah kamera, film
berwarna dan hitam-putih (untuk ruangan gelap), lampu kilat, lampu senter, lampu
ultraviolet, alat tulis, tempat menyimpan benda bukti berupa amplop atau kantong plastik,
pinset, scalpel, jarum, tang, kaca pembesar, thermometer ruangan, sarung tangan, kapas,
kertas saring serta alat tulis (spidol) untuk memberi label pada benda bukti.2,3

BAB II.II. Identifikasi forensik

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyelidik
untuk menemukan identitas seseorang. Menentukan identitas personal dengan tepat adalah
sangat penting dalam penyelidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam
proses peradilan.

Proses ini turut melibatkan pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang telaah membusuk, rusak,
hangus terbakar dan pada kecelakaan masal, bencana alam atau huru-hara yang menyebabkan
banyak korban mati, serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu proses ini juga
berfungsi pada kasus lain seperti penculikan anak, bayi yang tertukar, atau diragukan orang
tuanya. Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode seperti :

1. Sidik jari

5
Membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan sidik jari ante mortem. Pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan yang diakui sebagai paling tinggi ketepatannya dalam menetukan
identitas seseorang. Untuk pemeriksaan yang baik, kedua tangan jenazah dilakukan
pembungkusan dengan kantung plastik.

2. Metode visual

Dilakukan dengan memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan


anggota keluarga atau temannya. Hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk. Perlu
diperingatkan kerana factor emosi dapat berperan untuk membenarkan atau menyangkal
identitas jenazah tersebut.

3. Pemeriksaan dokumen

Dokumen seperti kartu identifikasi (KTP, SIM, Pasport) yang kebetulan dijumpai dalam saku
pakaian yang dikenakan membantu dalam mengenali jenazah tersebut. Walaubagaimanapun,
pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet pada jenazah belum
tentu adalah miliknya.

4. Pemeriksaan pakaian dan perhiasan

Dapat diketahui merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, lencana, yang dapat
membantu identifikasi walaupun sudah terjadi pembusukan jenazah.

5. Identifikasi medik

Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata, cacat /
kelainan khusus, atau tatu. Mempunyai nilai tinggi kerana dilakukan oleh ahli dengan
menggunakan pelbagai cara / modifikasi, sehingga ketepatannya cukup tinggi. Melalui
metode ini, diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur, dan tinggi badan,
kelainan pada tulang dan lain-lain.

6. Pemeriksaan gigi

Meliputi pencatatan data gigi dan rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan manual, sinar –X dan pencetakan gigi serta rahang. Odontogram memuatkan
data menegnai jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi, dan sebagainya. Setiap
individu mempunyai susunan gigi yang khas, makanya dapat dilakukan identifikasi dengan
cara membandingkan data temuan dengan data pembanding ante mortem.

7. Pemeriksaan serologik

Bertujuan untuk menetukan golongan darah jenazah. Pada mayat yang telah membusuk dapat
dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku, dan tulang.

8. Metode eksklusi

Dilakukan pada kecelakaan masal yang melibatkan sejumlah orang yang dapat diketahui
identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut. Sekiranya terdapat identitas sisa

6
korban yang tidak dapat ditentukan dengan metode-metode di atas, maka sisa korban
diidentifikasi menurut daftar penumpang.

9. Identifikasi potongan tubuh manusia

Bertujuan untuk menetukan pakah potongan berasal dari manusia atau binatang. Sekiranya
dari manusia, ditentukan potongan berasal dari satu tubuh. Meliputi jenis kelamin, ras, umur,
tinggi badan, cacat tubuh, status social ekonomi, penyakit yang pernah diderita serta cara
pemotongan tubuh yang mengalami mutilasi. Bagi memastikan potongan berasal dari
manusia, dapat digunakan pemeriksaan seperti, pengamatan jaringan secara makroskopik,
mikroskopik dan pemeriksaan serologic berupa reaksi antigen-antibodi. Dalam penentuan
jenis kelamin, dilakukan dengan pemeriksaan makroskopik dan diperkuat dengan
pemeriksaan mikroskopik.

BAB II.III. Tanatologi

Tanatologi merupakan ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu:
definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan
faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.

Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulasi dan
respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat
yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi
kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Mati adalah kematian batang otak.

Kematian adalah suatu proses yang dpaoat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda
kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul
dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan
peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, reflex cahaya dan reflex kornea mata hilang,
kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pasca mati yang jelas
yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai
tanda pasti kematian berupa lebam mayat, kaku mayat, penurunan suhu tubuh, pembusukan,
mumifikasi dan adiposera.

Tanda pasti kematian

1. Livor mortis
Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya
tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak berwarna ungu
(livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas
keras.
Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal dari endotel
pembuluh darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin
lama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam.
Sebelum waktu itu, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat
berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan
sempurna apabila penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6

7
jam pertama setelah mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam, darah masih tetap
cukup cair sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam
mayat di tempat terendah yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak pendarahan
berwarna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam mayat
disebabkan oleh bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga
sulit berpindah lagi. Selain itu kekauan otot-otot dinding pembuluh darah ikut
mempersulit perpindahan tersebut.
Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kepastian, memperikirakan sebab
kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna
kecoklatan pada keracunan aniline, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan posisi
mayat yang mjenetap, dan memperkirakan saat kematian.

Apabila mayat terlentang yang telah timbuil lebam mayat belum menetap dilakukan
perubahan posisi menjadi telungkup,maka setelah beberapa saat akan terbentuk lebam
mayat baru di daerah dada dan perut.

Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan
saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan. Mengingat pada lebam
mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah maka keadaan ini digunakan untuk
membedakannya dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi). Bila pada daerah
tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna merah darah
akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak
menghilang.

2. Rigor Mortis (kaku mayat)

Rigor mortis atau kaku mayat terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk
memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena
pada saat kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan
myosin akan menetap (menggumpal) dan terjadilah kaku mayat.

Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Rigor mortis akan mulai
muncul 2 jam postmortem semakin bertambah dimulai dari bagian luar tubuh hingga
ke arah dalam hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian
setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12
jam setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem) kaku mayat sudah tidak ada
lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku mayat adalah suhu tubuh,
aktivitas fizik sebelum mati, volume otot dan suhu lingkungan. Makin tinggi suhu
tubuh makin cepat terjadi kaku mayat. Rigor mortis diperiksa dengan cara
menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.

Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kekakuan pada mayat adalah:

a. Cadaveric spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan
menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan
atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati.

8
Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya.
Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus
tenggelem, tangan yang menggenggam senjata pada kasus bunuh diri.
b. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas
sehingga serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat
yang tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama
atau mati terbakar.
c. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga
terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai
otot.
3. Penurunan suhu tubuh

Pada saat sesudah mati, terjadi karena adanya proses pemindahan panas dari badan ke
benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan
konveksi. Penurunan suhu badan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh
dan pakaian. Bila suhu lingkungan rendah, berangin dan kelembapan rendah,
badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih cepat.
Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.

Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui


pengukuran suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di Tempat Kejadian Perkara
(TKP). Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu rectal dengan
interval waktu yang sama (minimal 15 menit). Suhu lingkungan di ukur dan dianggap
konstan karena factor-faktor lingkungan dibuat menetap, sedangkan suhu saat mati
dianggap 37 derajat Celcius bila tidak ada penyakit demam. Penelitian membuktikan
bahwa perubahan suhu lingkungan kurang dari dua derajat Celcius tidak
mengakibatkan perubahan yang bermakna. Dari angka-angka di atas, dengan
menggunkan rumus atau grafik dapat ditentukan waktu antara saat mati dengan saat
pemeriksaan. Saat ini telah tersedia program computer guna perhitungan saat mati
melalui cara ini.

4. Pembusukan (Decomposition)

Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan
kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam
keadaan steril. Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh
segera masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk
bertumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah
Clostridiuim welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan
HCN, serta asam amino dan asam lemak.

Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum
menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti
HCN, H2S dan lain-lain. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan
mengakibatkan terabanya krepitasi.

9
Gas yang terjadi menyebabkan pembengkakan tetapi ketegangan terbesar terdapat di
daerah dengan jaringan longgar, seperti skrotum dan payurada. Tubuh berada dalam
sikap seperti petinju yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi
akibat terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi.

Akibat proses pembusukan rambut mudah dicabut, wajah membengkak, bola mata
melotot, kelopak mata membengkak dan lidah terjulur, bibir tebal. Hewan pengerat
akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama bila mayat
dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat khas
berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi.

Pembusukan lebih mudah terjadi pada udara terbuka, banyak bakteri pembusuk,
bertubuh gemuk, suhu lingkungan yang hangat/panas dan kelembaban tinggi atau
menderita penyakit infeksi dan sepsis.

5. Mummifikasi

Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan terdehidrasi
dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan akan berubah
menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk.

6. Adipocere

Adipocere adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak dan
berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Lemak akan
terhidrolisis menjadi asam lemak bebas karena kerja lipase endogen dan enzim
bakteri.

Faktor yang mempermudah terbentuknya adipocere adalah kelembaban dan suhu


panas. Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa minggu sampai
beberap bulan. Adipocere relatif resisten terhadap pembusukan.

Perkiraan saat kematian

Beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati.

1. Perubahan pada mata


a. Mata terbuka- baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea
menjadi keruh kira-kira 10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja
fundus tidak tampak jelas.
b. Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian sehingga 15 jam
pasca mati. Hingga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan macula dan
mulai memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati,
macula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi.
2. Perubahan dalam lambung. Kecepatan perngosongan lambung sangat bervarisi
sehingga tidak pasti dapat digunakan untuk member petunjuk pasti waktu antara
makan terakhir dan saat mati.

10
3. Perubahan rambut. Kecepatan rambut tumbuh rata-rata 0.4 mm/ hari, panjang
rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat
kematian.
4. Pertumbuhan kuku. Pertumbuhan kuku dapat diperkirakan sekitar 0,1 mm per hari
dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila dapat diketahui saat
terakhir yang bersangkutan memotong kuku.
5. Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14
mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kurang dari 80% menunjukkan
kematian belum 24 jam.2,5

BAB II.IV. Traumatologi Forensik

Traumatologi adalahi lmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya
dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan yang dimaksudkan dengan luka adalah
suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. Berdasarkan sifat serta
penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat :

1. Mekanik
a. Kekerasan oleh benda tajam
b. Kekerasan oleh benda tumpul
c. Tembakan senjata api
2. Fisika
a. Suhu (dingin dan panas)
b. Listrik dan petir
c. Perubahan tekanan udara
d. Akustik
e. Radiasi
3. Kimia
a. Asama tau basa kuat

Luka akibat kekerasan benda tajam

Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka ini adalah benda yang
memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti
pisau, golok, dan sebagainya hingga keping kaca, gelas, logam, sembilu, bahkan tepi kertas
atau rumput. Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepi dan dinding luka yang
rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau
titik.

Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris / sayat, luka tusuk, dan luka bacok.

Selain gambaran umum luka tersebut, luka iris atau sayat dan luka bacok memiliki kedua
sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka.Sudut luka yang lancip dapat
terjadi dua kali pada tempat yang bedekatan akibat pergeseran senjata sewaktu ditarik atau

11
akibat bergeraknya korban. Bila dibarengi gerak memutar, dapat menghasilkan luka yang
tidak selalu berupa garis.

Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah berupa
pisau bermata satu atau bermata dua. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul, berarti
benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip, luka
tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu dapat
menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung benda
saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dibentuk ole hujung dan sisi tajamnya.

Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan adanya luka
lecet atau luka memar, kecuali bila bagian gagang turut membentuk kulit.

Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam penyebabnya,
demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda tersebut. Hal
ini disebabkan oleh factor elastisitas jaringan dan gerakan korban.

Umumnya luka akibat kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan, bunuh diri atau
kecelakaan memiliki ciri-ciri berikut :

Tabel 1. Ciri-ciri luka

Pembunuhan Bunuh Diri Kecelakaan


Lokasi luka Sembarang Terpilih Terpapar
Jumlah luka Banyak Banyak Tunggal/ banyak
Pakaian Terkena Tidak terkena Terkena
Luka tangkis Ada Tidak ada Tidak ada
Luka percobaan Tidak ada Ada Tidak ada
Cedera sekunder Mungkin ada Tidak ada Mungkin ada

Ciri-ciri pembunuhan diatas dapat dijumpai pada kasus pembunuhan yang disertai
perkelahian. Tetapi bila tanpa perkelahian maka lokasi luka biasanya pada daerah fatal dan
dapat tunggal.

Luka tangkis merupakan luka yang terjadi akibat perlawanan korban dan umumnya
ditemukan pada telapak dan punggung tangan, jari-jari tangan, punggung lengan bawah dan
tungkai.

Pemeriksaan pada kain (baju) yang terkena pisau bertujuan untuk melihat interaksi antara
pisau-kain-tubuh, yaitu melihat letak/ lokasi kelainan, bentuk robekan, adanya partikel besi
(reaksi biru berlin dilanjutkan dengan pemeriksaan spektroskopi), serat kain dan pemeriksaan
terhadap bercak darahnya.

Bunuh diri yang menggunakan benda tajam biasanya diarahkan pada tempat yang cepat
mematikan biasanya leher, dada kiri, pergelangan tangan, perut dan lipat paha. Bunuh diri
dengan senjata tajam tentu akan menghasilkan luka-luka pada tempat yang terjangkau oleh

12
tangan korban serta biasanya tidak menembus pakaian karena umumnya korban menyingkap
pakaian terlebih dahulu.

Luka percobaan khas ditemukan pada kasus bunuh diri yang menggunakan senjata tajam,
sehubungan dengan kondisi kejiwaan korban. Luka percobaan tersebut dapat berupa luka
sayat atau luka tusuk yang dilakukan berulang dan biasanya sejajar.

Yang dimaksud dengan kecelakaan pada table diatas adalah kekerasan benda tajam yang
terjadi tanpa unsure kesengajaan, misalnya kecelakaan industri, kecelakaan pada kegiatan
sehari-hari; sedangkan cedera sekunder adalah cedera yang terjadi bukan akibat benda tajam
penyebab, misalnya luka yang terjadi akibat terjatuh.2,4

BAB II.V. Autopsi

Autopsi berasal dari kata auto= sendiri dan opsis= melihat. Yang dimaksudkan dengan
autopsy adalah pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan tujuan
menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-
penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara
kelainan-kelainan yang ditemukan beberapa jenis kelainan bersama-sama, maka dilakukasn
penentuan kelainan mana yang merupakan penyebab kematian, serta apakah kelainan yang
lain turut mempunyai andild alam terjadinya kematian tersebut.

Berdasarkan tujuannya, dikenal dua jenis autopsy, yaitu autopsy klinik dan autopsy forensic/
autopsy mediko-legal.

Autopsi klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit, dirawat di
Rumah Sakit tetapi kemudian meninggal. Tujuan dilakukannya Autopsi klinik adalah untuk:

a. Menentukan sebab kematian yang pasti


b. Menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan sesuai dengan
diagnosis post-mortem
c. Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinis dan
gejala-gejala klinik
d. Menentukan efektivitas pengobatan
e. Mempelajari perjalanan lazim suatu proses penyakit
f. Pendidikan para mahasiswa kedokteran dan para dokter

Untuk autopsy klinik ini mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang
bersangkutan.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, yang terbaik adalah melakukan autopsi klinik yang
lengkap, meliputi pembukaan rongga tengkorak, dada dan perut/panggul, serta melakukan
pemeriksaan terhadap seluruh alat-alat dalam/ organ.

Namun bila pihak keluarga keberatan untuk dilakukannya autopsi klinik lengkap, masih dapat
diusahakan untuk melakukan autopsi klinik parsial, yaitu yang terbatas pada satu atau dua

13
rongga badan tertentu. Apabila ini masih ditolak, kiranya dapat diusahakan dilakukannya
suatu needle necropsy terhadap organ tubuh tertentu, untuk kemudiasn dilakukan
pemeriksaan histopatologik.

Autopsi forensik atau autopsi mediko-legal dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarkan
peraturan undang-undang, dengan tujuan

a. Membantu dalam hal penentuan identitas mayat


b. Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian serta
memperkirakan saat kematian
c. Mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk penentuan identitas benda
penyebab serta identitas perilaku kejahatan
d. Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk visum et
repertum
e. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan terhadap
orang yang bersalah.

Untuk melakukan Autopsi forensic ini, diperlukan suatu surat Surat Permintaan Pemeriksaan/
Pembuatan visum et repertum dari yang berwenang, dalam hal ini pihak penyidik. Izin
keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada seseoranng yang menghalangi dilakukannya
autopsi forensik, yang bersangkutan dapat dituntut berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Dalam melakukan Autopsi forensik, mutlak diperlukan pemeriksaan yang lengkap, meliputi
pemeriksaan tubuh bagian luar, pembukaan rongga tengkorak, rongga dada dan rongga perut/
panggul. Seringkali perlu pula dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya, antara lain
pemeriksaan toksikologi forensic, histopatologik forensik, serologi forensik dan sebagainya.
Pemeriksaan yang tidak lengkap, yaitu autopsi parsial atau needle necropsy dalam ranghka
pemeriksaan ini tidak dapat dipertanggungjawabkan, karerna tidak akan dapat mencapai
tujuan-tujuan tersebut di atas.

Autopsi forensik harus diloakukan oleh dokter, dan ini tidak dapt diwakilkan kepada mantra
atau perawat.

Baik dalam melakukan autopsi klinik maupun autopsi forensik, ketelitian yang maksimal
harus diusahakan. Kelainan yang betapa kecilpun haru dicatat. Autopsi sendiri harus
dilakukan sedini mungkin , karena dengan lewatnya waktu, pada tubuh mayat dapat terjadi
perubahan yang mungkin akan menimbulkan kesulitan dalam menginterpretasikan kelainan
yang ditemukan.

Persiapan sebelum autopsi

a. Apakah surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan telah lengkap.
Dalam hal autopsi forensik, perhatikan apakah Surat Permintaan Pemeriksaan/
Pembuatan Visum et Repertum telah ditandatangani oleh pihak penyidik yang
berwenang untuk autopsi forensik, mutlak dilakukan pemeriksaan lengkap yang
meliputi pembukaan seluruh rongga tubuh dan pemeriksaan seluruh organ

14
b. Apakah mayat yang akan diautopsi benar-benar adalah mayat yang dimaksudkan
dalam surat yang bersangkutan. Dalam hal autopsi forensik, makla perhatikanlah
apakah yang terhadap mayat yang diperiksa telah dilakukan identifikasi oleh pihak
yang berwenang, berupa penyegelan dengan label Polisi yang diikatkan pada ibnujari
kaki mayat. Hal ini untuk memenuhi ketentuan mengenai penyegelan barang bukti.
Label dari Polisi ini memuat antara lain nama, alamat, tanggal kematian, tempat
kematian dan sebagainya yang harus diteliti apakah sesuai dengan data-data yang
tertera dalam Surat Permintaan Pemeriksaan
c. Kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap
mungkin. Pada kasus-kasus autopsi forensik, informasi mengenai kejadian yang
mendahului kematian, keadaan pada Tempat Kejadian Perkara (TKP) dapat member
petunjuk bagi pemeriksaan, serta dapat membantu menentukan jenis pemeriksaan
khusus yang mungkin diperlukan.
d. Kurang atau tidak terdapatnya keterangan-keterangan tersebut di atas dapat
mengakibatkan terlewat atau hilangnya bukti-bukti yang penting, misalnya saja tidak
diambilnya cairan empedu, padahal korban kemudian ternyata adalah seseorang
pecandu narkotika.
e. Periksalah apakah alat-alat yang diperlukan telah tersedia. Untuk melakukan autopsi
yang baik, tidaklah diperlukan alat-alat yang mewah, namun jtersedianya beberapa
alat tambahan kiranya perlu mendapat perhatian yang cukup. Adakah telah tersedia
botol-botol terisi larutan formalin yang diperlukan untuk pengawetan jaringan bagi
tabung-tabung reaksi untuk pengambilan darah, isi lambung atau jaringan untuk
pemeriksaan toksikologi.

Beberapa hal pokok pada autopsi forensik

Dalam melakukan autopsi forensik, beberapa hal pokok perlu diketahui:

a. Autopsi harus dilakukan sedini mungkin


Perubahan post mortem dapat mengubah keadaan suatu luka maupun suatu proses
patologik sedemikian rupa sehingga mungkin diintepretasikan salah.
b. Autopsi harus dilakukan lengkap
Agar autopsi dapat mencapai tujuannya, maka autopsi haruslah lengkap, meliputi
pemeriksaan luar, pembedahan yang meliputi pembukaan rongga tengkorak, dada,
perut dan panggul.
c. Autopsi dilakukan sendiri oleh dokter
Autopsi tidak boleh diwakilkan kepada perawat atau mantra. Dokter harus melakukan
sendiri interpretasi atas pemeriksaan yang dilakukan, untuk memenuhi ketentuan
dalam undang-undang yang menurut dilakukannya pemeriksaan yang sejujur-
jujurnya, menggunakan pengetahuan yang sebaik-baiknya
d. Pemeriksaan dan pencatatan yang seteliti mungkin
Semua kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan jenazah harus dicatat sebaik-
baiknya. Disamping itu, perlu juga dicatat penemuan negatip (negative findings) pada
kasus tertentu, yang menunjukkan bahwa dokter pemeriksa telah melakukan
pemeriksaan dan mencari kelaianan tertentu, tetapi tidak menemukannya.

15
Sebab kematian, cara kematian dan mekanisme kematian

Sebab mati adalah penyakit atau cedera/ luka yang bertanggungjawab atas terjadinya
kematian

Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian. Bila kematian
terjadi sebagai akibat suatu penyakit semata-mata, maka cara kematian adalah wajar (natural
death) bila kematian terjadi sebagai akibat cedera atau luka, atau pada seseorang yang semula
telah mengidap suatu penyakit kematiannya dipercepat oleh adanya cedera atau luka, maka
kematian demikian adalah kematian tidak wajar (unnatural death) kematian tidak wajar ini
dapat terjadi sebagai akibat kecelakaan, bunuih diri atau pembunuhan. Kadangkala pada akhir
suatu penyidikan, penyidik masih belum dapat menentukan cara kematian dan yang
bersangkutan, maka dalam hal ini kematian dinyatakan sebagai kematian dengan cara yang
tidak tertentukan

Mekanisme kematian adalah gangguna fisiologik dan atau biokimiawi yang ditimbulkan oleh
penyebab kematian sedemikian rupa sehingga seseorang tidak dapat terus hidup.

Teknik Autopsi

Hampir setiap Bagian Ilmu Kedokteran Forensik atau Bagian Patologi Anatomik mempunyai
teknik autopsi sendiri-sendiri, namun pada umumnya teknik autopsi masing-masing hanya
berbeda sedikit/ merupakan modifikasi dari 4 teknik autopsi dasar. Perbedaan terutama dalam
hal pengangkatan keluar organ, baik dalam hal urutan pengangkatan maupun jumlah/
kelompok organ yang dikeluarkan pada satu saat, serta bidang pengirisan pada organ yang
diperiksa.

Teknik Virchow

Teknik ini mungkin merupakan teknik autopsi yang tertua. Setelah dilakukan pembukaan
rongga tubuh, organ-organ dikeluarkan satu persatu dan langsung diperiksa. Dengan
demikian kelainan-kelainan yang terdapat pada masing-masing organ dapat segera dilihat,
namun hubungan anatomic antar beberapa organ yang tergolong dalam satu sistim menjadi
hilang. Dengan demikian, teknik ini kurang baik bila digunakan pada autopsi forensik,
terutama pada kasus penembakan dengan senjata api dan penusukan dengan senjata tajam,
yang perlu dilakukan penentuan saluran luka, arah serta dalamnya penetrasi yang terjadi

Teknik Rokitansky

Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan beberapa irisan
in situ, baru kemudian seluruh organ-organ tersebut dikeluarkan dalam kumpulan-kumpulan
organ (en bloc) Teknik ini jarang dipakai, karena tidak menunjukkan keunggulan yang nyata
atas teknik lainnya. Teknik ini pun tidak baik digunakan untuk autopsi forensik.

16
Teknik Letulle

Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma dan perut dikeluarkan sekaligus
(en masse). Kepala diletakkan diatas meja dengan permukaan posterior menghadap ke atas.
Plexus coeliacus dan kelenjar para aortal diperiksa, Aorta dibuka sampai arcus aortae dan
Aa.renales kanan dan kiri dibuka serta diperiksa.

Aorta diputus diatas muara a. renalis. Rectum dipisahkan dari Sigmoid. Organ Urogenital
dipisahkan dari organ lain. Bagian proksimal jejunum diikat pada dua tempat dan kemudian
diputus antara dua ikatan tersebut dan usus dapat dilepaskan. Esofagus dilepaskan dari
trachea, tetapi hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena cava inferior serta aorta
diputus diatas diafragma dan dengan demikian organ leher dan dada dapat dilepas dari organ
perut.

Dengan pengangkatan organ-organ tubuh secaraen masse ini, hubungan antar organ tetap
dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh. Kerugian teknik ini adalah sukar
dilakukan tanpa pembantu, serta agak sukar dalam penanganan karena panjangnya kumpulan
organ-organ yang dikeluarkan sekaligus.

Teknik Ghon

Setelah rongga tubuh dibuka, otgan leher dan dada, organ pencemaan bersama hati dan limpa,
organ urogenital diangkat keluar sebagai 3kumpulan organ (bloc).

Bagian llmu Kedokteran Forensik FKUI menggunakan teknik autopsi yangmenupakan


modifikasi dari Teknik Letulle. Organ tidak dikeluarkan enmasse, tetapi dalam 2 kumpulan.
Organ leher dan dada sebagai satu kumpulan, organ perut serta urogenital sebagai kumpulan
yang lain, setelah terlebih dahulu usus diangkat mulai dari perbatasan duodenojejunal sampai
perbatasan rectosigmoid.

Dahulu, sebelum menggunakan teknik modifikasi tersebut di atas, di Bagian IKF FKUI
digunakan teknik Ghon, namun temyata para calondokter mengalami kesukaran dalam
menemukan kelenjar suprarenal. Dengan teknik yang digunakan dewasa ini, kesulitan
tersebut dapat diatasi.‡

Dokter yang melakukan autopsi hendaknya menggunakan teknik yang paling dikuasainya.
Bagi mereka yang jarang melakukan autopsi, hendaknya lebih erat berpegang/ berpedoman
pada teknik autopsi yang dipelajari semasa pendidikannya di Fakultas Kedokteran

Pemeriksaan luar

Pada pemeriksaan tubuh mayat sebelah luar, untuk kepentingan forensik, pemeriksaan harus
dilakukan dengan cermat, meliputi segala sesuatu yang telihat, tercium maupun terba, baik
terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu dan lain-lain juga terhadap
tubuh mayat itu sendiri.

Agar pemeriksaan dapat terlaksana dengan secermat mungkin, pemeriksaan harus mengikuti
suatu sistimatika yang telah ditentukan.

17
1. Label mayat
Mayat yang dikirimkan untuk pemeriksaan kedokteran forensik seharusnya diberi
label dari pihak kepolisian, biasanya merupakan sehelai karton yang diikatkan pada
ibu jari kaki mayat serta dilakukan penyegelan pada tali pengikat tersebut, untuk
menjamin keaslian dari benda bukti
Label mayat ini harus digunting pada tali pengikatnya, serta disimpan bersama berkas
pemeriksaan. Perlu dicatat warna dan bahan label tersebut. Dicatat pulaapakah
terdapat materai/ segel pada label ini, yang biasanya terbuat dari lak berwarna merah
dengan cap dari kantor kepolisisan yang mengirim mayat. Isi dari label mayat ini juga
dicatat selengkapnya. Adalah kebiasaan yang baik, bila dokter pemeriksa dapat
meminta keluarga terdekat dari mayat untuk sekali lagi melakukan pengenalan/
pemastian identitas.
2. Tutup mayat
Mayat seringkali dikirimkan pada pemeriksa dalam keadaan ditutupi oleh sesuatu.
Catatlah jenis/ bahan, warna serta corak dari penutup ini. Bila terdapat pengotoran
pada penutup, catat pula letak pengotoran serta jenis/ bahan pengotoran tersebut.
3. Bungkus mayat
Mayat kadang-kadang dikirimkan pada pemeriksa dalam keadaan terbungkus.
Bungkus mayat ini harus dicatat jenis/ bahannya, warna, corak, serta adanya bahan
yang mengotori. Dicatat pula tali pengikatnya bila ada, baik mengenai jenis/ bahan
tali tersebut, maupun cara pengikatan serta letak ikatan tersebut.
4. Pakaian
Pakaian mayat dicatat dengan teliti, mulai dari pakaian yang dikenakan pada bagian
tubuh sebelah atas sampai tubuh sebelah bawah, dari lapisan yang terluar sampai
lapisan yanag terdalam.
Pencatatan meliputi: bahan, warna dasar, warna dan corak/ motif dari tekstil,
bentuk/model pakaian, ukuran, merek/ penjahit, cap binatu, monogram/ inisial serta
tambalan atau tisikan yang ada. Bila terdapat pengotoran atau robekan pada pakaian,
maka ini juga harus dicatat dengan teliti dengan mengukur letaknya yang tepat
menggunakan koordinat, serta ukuran dari pengotoran dan atau robekan yang
ditemukan.
Pakaian dari korban yang mati akibat kekerasan atau yang belum dikenal, sebaiknya
disimpan untuk barang bukti.
Bila ditemukan saku pada pakaian, maka saku inio harus diperiksa dan dicatat isinya
dengan teliti pula.
5. Perhiasan
Perhiasan yang dipakai oleh mayat harus dicatat pula dengan teliti. Pencatatan
meliputi jenis perhiasan, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran nama/inisial pada
benda perhiasan tersebut.
6. Benda disamping mayat
Bersamaan dengan pengiriman mayat, kadangkala disertakan pengiriman benda
disamping mayat, misalnya bungkusan atau tas. Terhadap benda di samping mayat
inipun dilakukan pencatatan yang teliti dan lengkap
7. Tanda kematian

18
Disamping untuk pemastian bahwa korban yang dikirimkan untuk pemeriksaan benar-
benar telah mati, pencatatan tanda kematian ini berguna pula untuk penentuan saat
kematian. Agar pencatatan terhadap tanda kematian ini bermanfaat, jangan lupa
mencatat waktu/ saat dilakukannya pemeriksaan terhadap tanda kematian ini
a. Lebam mayat
Terhadap lebam mayat, dilakukan pencatatan/ letak/ distribusi lebam, adanya
bagian tertentu di daerah lebam (karena tertekan pakaian, terbaring di atas benda
keras dan lain-lain). Warna dari lebam mayat serta intensitas lebam mayat (masih
hilang pada penekanan, sedikit menghilang atau sudah tidak menghilang sama
sekali)
b. Kaku mayat
Catat distribusi kaku mayat serta derajat kekakuan pada beberapa sendi (daerah
dagu/ tengkuk, lengan atas, siku, pangkal paha, sendi lutut) dengan menentukan
apakah mudah atau sukar dilawan. Apabila ditemukan adanya spasme kadaverik
(cadaveric spasm) maka ini harus dicatat dengan sebaik-baiknya, karena spasme
kadaverik memberi petunjuk apa yang sedang dilakukan oleh korban sasat terjadi
kematian.
c. Suhu tubuh mayat
Sekalipun perkiraanan saat kematian menggunakan criteria penurunan suhu tidak
dapat memberikan hasil yang memuaskan, namun pencatatan suhu tubuh mayat
kadang masih dapat membantu dalam hal perkiraanan saat kematian.
Pengukuran suhu mayat dilakukan dengan menggunakan thermometer rectal.
Jangan lupa juga melakukan pencatatan suhu ruangan pada saat yang sama
d. Pembusukan
Tanda pembusukan yang pertama tampak berupa kulit perut sebelah kanan bawah
yang berwarna kehijau-hijauan. Kadang-kadang mayat diterima dalam keadaan
pembusukan lebih lanjut, merupakan mayat dengan kulit ari yang telah terkelupas,
terdapat gambaran pembuluh superficial yang melebar berwarna biru-hitam,
ataupun tubuh yang telah mengalami penggembungan akibat pembusukan lanjut.
e. Lain-lain
Catat oerubahan tanatologik lain yang mungkin ditemukan, misalnya
mummkifikasi atau adipocere
8. Identifikasi umum
Catat tanda umum yang menunjukkan identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa
atau ras, umur, warna kulit, keadaan gizi, tinggi dan berat badan, keadaan zakar yang
disirkumsisi, adanya striae albicantes pada dinding perut
9. Identifikasi khusus
Catat segala sesuatu yang dapat digunakan untuk penentuan identitas secara khusus
a. Rajah/ tattoo
Tentukan letak, bentuk, warna serta tulisan tattoo yang ditemukan. Bila perlu,
buatlah dokumentasi foto
b. Jaringan parut
Catat seteliti mungkin jaringan parut yang ditemukan, baik yang timbul akibat
penyembuhan luka maupun yang terjadi sebagai akibat tindakan bedah.

19
c. Kapalan (callus)
Dengan mencatat distribusi callus, kadangkala dapat diperoleh keterangan yang
berharga mengenai pekerjaan mayat yang diperiksa semasa hidupnya. Pada
pekerja/ buruh pikul, akan ditemukan kapalan (callus) pada daerah bahu, pada
pekerja kasar lainnya akan ditemukan kapalan pada telapak tangan atau kaki
d. Kelainan pada kulit
Adanya kutil, angioma, bercak hiper atau hipopigmentasi, eksema dan kelainan
lain seringkali dapat membantu dalam penentuan identitas
e. Anomaly dan cacat pada tubuh
Kelainan anatomis berupa anomaly atau deformitas akibat penyakit atau
kekerasan perlu dicatat dengan seksama. Tidak tercatatnya cirri-ciri yang disebut
diatas dapat sangat merugikan karena dapat menyebabkan diragukannya hasil
pemeriksaan terhadap mayat secara keseluruhan.
10. Pemeriksaan rambut
Pemeriksaan iterhadap rambut dimaksudkan untuk membantu identifikasi. Pencatatan
dilakukan terhadap distribusi, warna, keadaan tumbuh serta sifat dari rambut tersebut
baik dalam hal halus kasarnya atau lurus ikalnya. Bila pada tubuh mayat ditemukan
rambut yang mempunyai sifat berlainan dari rambut mayat, rambut-rambut ini harus
diambil, disimpan dan diberi label, untuk pemeriksaan laboratorium lanjutan bila
ternyata diperlukan di kemudian hari.
11. Pemeriksaan mata
Periksa apakah kelopak mata terbuka atau tertutup. Pada kelopak mata, diperhatikan
pula akan adanya tanda-tanda kekerasan serta kelainan lain yang ditimbulkan oleh
penyakit dan sebagainya. Periksa pula keadaan selaput lender kelopak mata,
bagaimana warnanya, adakah pembuluh darah yang melebar, adakah bintik
pendarahan atau bercak pendarahan.
Terhadap bola mata, dilakukan pula pemeriksaan terhadap kemungkinan terdapatnya
tanda kekerasan, kelainan seperti ptysis pbulbi, pemakaian mata palsu dan sebagainya.
Perhatikan pula keadaan selaput lender bola mata akan adanya pelebaran pembuluh
darah, bintik pendarahan atau kelainan lain. Terhadap kornea (selaput bening mata)
ditentukan apakah jernih, adakah kelainan, baik yang fisiologik (arcus senilis)
maupun yang patologik (leucoma).
Iris (tirai mata) dicatat warnanya untuk membantu identifikasi. Catat pula kelainan
yang mungkin ditemukan. Perhatikan pupil (teleng mata) dan catat ukurannya, apakah
sama pada mata kanan dan yang kiri. Bile terdapat kelainan pada lensa mata, ini pun
harus dicatat
12. Pemeriksaan daun telinga dan hidung
Pemeriksaan meliputi pencatatan terhadap bentuk dari daun telinga dan hidung,
terutama pada mayat dengan bentuk yang luar biasa karena hal ini mungkin dapat
membantu dalam identifikasi
Catat pula kelainan serta tanda kekerasan yang ditemukan. Periksa apakah dari lubang
telinga dan hidung keluar cairan/ darah
13. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut

20
Pemeriksaan meliputi bibir, lidah, rongga mulut serta gigi geligi. Catat kelainan atau
tanda kekerasan yang ditemukan. Periksa dengan teliti keadaan rongga mulut akan
kemungkinan terdapatnya benda asing (pada kasusu penyumbatan misalnya)
Terhadap gigi geligi, pencatatan harus dilakukan sel;engkap-lengkapnya meliputi
jumlah gigi yang terdapat, gigi geligi yang hilang/ patah/ mendapat tambalan/
bungkus logam, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan (staining) dan sebaginya. Data
gigi geligi merupakan alat yang sangat berguna untuk identifikasi bila terdapat data
pembanding. Perlu diingat bahwa gigi geligi adalah bagian tubuh yang paling keras
dan tahan terhadap kerusakan.
14. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan
Kelainan atau tanda kekerasan yang ditemukan harus mendapat perhatian dan dicatat
selengkapnya. Pada mayat laki-laki, catat apakah alat kelamin mengalami sirkumsisi
Catat kelainan bawaan yang mungkin ditemukan (epispadia, hypospadia phymosis
dan lain-lain), adanya manik-manik yang ditanam dibawah kulit, juga keluarnya
cairan dari lubang kemaluan serta kelainan yang ditimbulkan oleh penyakit atau sebab
lain. Pada dugaan terjadinya suatu persetubuhan beberapa saat sebelumnya, dapat
diambil preparat tekan menggunakan kaca objek yang ditekankan pada daerah glans
atau corona glandis yang kemudian dapat dilakukan pemeriksaan terhadap adanya
sel epitel vagina menggunakan teknik laboratorium tertentu.
Lubang pelepasan perlu pula mendapat perhatian. Pada mayat yang sering mendapat
perlakuan sodomi, muingkin ditemukan anus berbentuk corong yang selaput lendirnya
sebagian berubah menjadi lapisan bertanduk dan hilangnya rugae.
15. Lain-lain
Perlu diperhatikan akan kemungkinan terdapatnya
a. Tanda perbendungan, ikterus, warna kebiru-biruan pada kuku/ ujung-ujung jari
(pada sianosis) atau adanya edema/ sembab.
b. Bekas pengobatan berupa bekas kerokan, tracheotomi, suntikan, pungsi lumbal
dan lain-lain
c. Terdapatnya bercal lumpur atau pengotoran lain pada tubuh, kepingan atau
serpihan cat, pecahan kaca, lumuran aspal dan lain-lain
16. Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan/ luka
Pada pemeriksaan terhadap tanda kekerasan/ luka, perlu dilakukan pencatatan yang
teliti dan objektif terhadap
a. Letak luka
Pertama-tama sebutkan region anatomis luka yang ditemukan, dengan juga
mencatat letaknya yang tepat menggunakan korrdinat terhadap garis/ titik
anatomis yang terdekat
b. Jenis luka
Tentukan jenis luka, apakah merupakan luka lecet, luka memar, atau luka terbuka
c. Bentuk luka
Sebutkan bentuk luka yang ditemukan. Pada luka yang terbuka sebutkan pula
bentuk luka setelah luka dirapatkan.
d. Arah luka
Dicatat arah dari luka, apakah melintang, membujur atau miring

21
e. Tepi luka
Perhatikan tepi luka apakah rata, teratur, atau berbentuk tidak beraturan
f. Sudut luka
Pada luka terbuka, perhatikan apakah sudut luka merupakan sudut runcing,
membulat atau bentuk lain
g. Dasar luka
Perhatikan dasar luka, jaringan bawah kulit atau otot, atau bahkan merupakan
rongga badan
h. Sekitar luka
Perhatikan adanya pengotoran, terdapatnya luka/ tanda kekerasan lain di sekitar
luka
i. Ukuran luka
Luka diukur dengan teliti. Pada luka terbuka, ukuran luka di ukur juga setelah
luka yang bersangkutan dirapatkan.
j. Saluran luka
Penentuan saluran luka dilakukan in situ. Tentukan perjalan luka serta panjang
luka. Penentuan ini baru dapat ditentukan pada saat dilakukan pembedahan mayat
k. Lain-lain
Pada luka lecet jenis serut, pemeriksaan teliti terhadap permukaan luka terhadap
pola penumpukan kulit dan yang terserut dapat mengungkapkan arah kekerasan
yang menyebabkan luka tersebut
17. Pemeriksaan terhadap patah tulang
Tentukan letak patah tulang yang ditemukan serta cacat sifat/ jenis masing-masing
patah tulang yang terdapat.

Pemebedahan mayat

Pengeluaran alat tubuh

Mayat yang akan dibedah diletakkan terlentang dengan bagian bahu ditinggikan dengan
sepotong balok kecil. Dengan demikian, kepala akan berada dalam keadaan fleksi maksimal
dan daerah leher tampak jelas.

Insisi kulit dilakukan mengikuti garis pertengahan badan mulai di bawah dagu, diteruskan
kea rah umbilicus dan melingkari umbilicus di sisi kiri dan seterusnya kembali mengikuti
garis pertengahan badan sampai di daerah simfisis pubis.

Pada daerah leher, insis hanya mencapai kedalaman setebal kulit saja. Pada daerah dada,
insisi kulit sampai kedalaman mencapai permukaan depan tulang dada (sternum) sedangkan
mulai di daerah epigastrium, sampai menembus ke dalam rongga perut.

Insisi berbentuk huruf I di atas merupakan insisi yang paling ideal untuk suatu pemeriksaan
bedah mayat forensik. Pada keadaan tertentu bila tidak menggangu kepentingan pemeriksaan
atas indikasi kosmetikdapat dipertimbangkan insisi kulit berbentuk Y yang dimulai pada
kedua puncak bahu. Insis pada daerah dada sebelah kanandan kiri dipertemukan di garis

22
pertengahan kira-kira setinggi incisura jugularis. Dengan insis berbentuk huruf Y, maka
pengeluaran alat-alat leher menjadi lebih sukar. Insisi pada dinding perut biasanya dimulai
pada daerah epigastrium dengan membuat irisan pendek yang menembus sampai peritoneum.
Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri yang dimasukkan ke dalam lubang insisi ini,
maka dinidng perut dapat ditarik/ diangkiat ke atas. Pisau diselipkan di antara dua jari
tersebut dan insisi dapat diteruskan sampai ke simfisis pubis. Di samping berfungsi sebagai
pengangkat dinding perut, kedua jari tangan kiri tersebut berfungsi juga sebagai pemandu
untuk pisau, serta melindungi alat-alat dalam rongga perut dari kemungkinan teriris oleh
pisau.

Dengan memegang dinding perut bagian atas dan memuntir dinding perut tersebut ke arah
luar, dinding dada dilepaskan dengan memulai irisan pada otot-otot sepanjang arcus costae.
Perlepasan dinding dada dilakukan terus ke arah dada bagian atas sampai daerah tulang
selangka dan ke samping sampai garis ketiak depan. Pengirisan terhadap otot dilakukan
dengan bagian perut pisau dan bidang pisau yang tegak luruus terhadap otot. Dengan
demikian, dinding dada telah dibebaskan dari otot-otot pectorales, dan kelainan yang
ditemukan dapat dicatat dengan teliti.

Kelainan pada dinding dada dapat merupakan resapan darah, patah tulang maupun luka
terbuka. Kulit daerah leher dilepaskan dari otot leher yang berada di bawahnya. Perhatikan
akan adanya tanda kekerasan maupun kelainan-kelainan lainnya. Pada dinding perut
diperhatikan keadaan lemak bawah kulit serta otot-otot dinding perut, catat tebal masing-
masing serta luka-luka yang terdapat.

Rongga perut diperiksa dengan mula-mula memperhatikan keadaan alat-alat perut secara
umum. Bagaimana penyebaran omentum, apakah menutupi seluruh usus kecil, ataukah
mengumpul pada suatu tempatakibat adanya kelainan setempat. Periksalah keadaan usus-
usus, apakah kelainan volvulus, intususepsi, infark, tanda-tanda kekerasan lainnya. Bila
mayat telah mengalami operasi sebelumnya, perhatikan pula bagian/alat-alat perut yang
mengalami penjahitan, reseksi atau tindakan lainnya. Perhatikan adakah cairan dalam rongga
perut, dan bila terdapat cairan, catat sifat dari cairan tersebut serous, purulen, darah atau
cairan keruh. Dinding perut sebelah dalam diperhatikan keadaan selaput lendirnya. Pada
selaput dinding yang normaltampak licin dan halus berwarna kelabu mengkilat. Pada
kelainan peritonitis, akan tampak selaput lendir yang tidak rata , keruh dengan fibrin yang
melekat. Tentukan pula letak diafragma dengan membandingkan tinggi diafragma terhadap
iga di garis pertengahan selangka (midclavicula midline).

Rongga dada dibuka dengan jalan mengiris rawan-rawan iga pada tempat setengah sampai
satu sentimeter medial dari batas tulang rawan masing-masing. Dengan bagian perut, pisau
dan bidang pisau yang diletakkan tegak lurus, rawan iga dipotong mulai dari iga ke-2 terus ke
arah kaudal. Pemotongan ini dapat dilakukan dengan mudah pada mayat yang masih
mudakarena bagian rawan belum mengalami penulangan. Dengan tangan kanan, pegang
gagang pisau dan telapak tangan kiri memegang punggung pisau. Pisau digerakkan
memotong rawan iga-iga tersebut mulai dari iga kedua sampai daerah arcus costae. Lakukan
hal yang sama pada sisi tubuh yang lain.

23
Dengan memotong insersi otot-otot diafragma yang melekat pada dinding dada bagian depan
sebelah bawah, perlekatan sternum dengan pericardium dapat dilepaskan.

Iga pertama dipotong dengan meneruskan irisan pada iga kedua kea rah kraniolateral, dengan
demikian, irisan dihindarkan dari mengenai manubrium sterni yang keras kearah medial
menyusuri tepi bawah tulang selangka untuk mencapai sendi antara tulang selangka dan
tulang dada dan memotongnya. Bila ini telah dilakukan pada kedua sisi, maka bagian depan
dinding dada telah dapat dilepaskan.

Perhatikan pertama-tama letak paru terhadap jantung yang tampak antara kedua tepi paru-
paru. Kandung jantung yang tampak hanya 1 jari di antara paru-paru menunjukkan keadaan
pengembangan paru yang berlebih (pada edema paru atau emfisema paru). Dengan tangan,
paru dapat ditarik ke arah medial dan rongga dada dapat diperiksa, apakah terdapat cairan,
darah atau lainnya.

Kandung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan pada dinding depan mengikuti
huruf Y terbalik. Perhatikan apakah bagian rongga kandung jantung terisi cairan atau darah.
Periksa pula akan adanya luka baik pada kandung jantung maupun pada permukaan depan
jantung sendiri.

Pada dugaan adanya thrombosis a. pulmonalis, permukaan depan bilik jantung kanan diiris
memanjang sejajar dengan septum jantung kurang lebih 1 sentimeter lateral dari septum
irisan ini kemudian diperpanjang dengan gunting kea rah a. pulmonalis. Periksa pula akan
adanya kelenjar kacangan thymus yang terletak di sebelah atas dinding depan kandung
jantung.

Untuk pemeriksaan lebih lanjut, alat-alat leher akan dikeluarkan bersama-sama dengan alat
rongga dada, sedangkan usus halus mulai dari jejunum sampai rectum dilepaskan tersendiri
dan kemudian alat dalam rongga perut dikeluarkan bersama alat dalam rongga panggul.

Pengeluaran alat leher dimulai dengan melakukan pengirisan insersi otot-otot dasar mulut
pada tulang rahang bawah. Irisan dimulai tepat di bawah dagu, menembus rongga mulut dari
bawah. Insisi diperlebar ke arah kanan maupun ke arah kiri. Lidah ditarik kea rah bawah
sehingga dapat dikeluarkan melalui tempat bekas irisan. Perhatikan keadaan rongga mulut
dan catat kelainan yang mungkin yang mungkin terdapat, antara lain adanya benda asing
dalam rongga mulut. Perhatikan pula langit-langit mulut, baik palatum durum maupun
palatum molle, untuk mencatat kelainan yang ditemukan palatum molle kemudian diiris
sepanjang perlekatannya dengan palatum durum yang kemudian diteruskan ke arah lateral
kanan dan kiri, sampai bagian lateral dari plica pharingea. Dengan meneruskan pemotongan
sampai ke permukaan depan dari tulang belakang dan sedikit menarik alat-alat leher kea rah
depan bawah, seluruh alat leher dapat dilepaskan dari perlekatannya.

Lakukan pemotongan terhadap pembuluh serta saraf yang berjalan di belakang tulang
selangka dengan terlebih dahulu menggenggam pembuluh-pembuluh dan syaraf tersebut.
Lepaskan perlekatan antara paru-paru dengan dinding rongga dada, bila perlu secara tajam.
Dengan tangan kanan memegang lidah dan dua jari tangan kiri yang diletakkan pada sisi

24
kanan dan kiri hilus paru, alat rongga dada di tarik kea rah caudal sampai keluar dari rongga
paru.

Lepaskan esofagus bagian caudal dari jaringan ikat sekitarnya dan buatlah dua ikatan diatas
diafragma. Esofagus digunting diantara kedua ikatan tersebut diatas. Tangan kiri ini
digunakan untuk menggenggam bagian bawah alat rongga dada tepat di atas diafragma dan
lakukan pengirisan terhadap ‘genggaman tersebut’. Dengan demikian, alat leher bersama alat
dalam rongga dada dapat dikeluarkan seluruhnya.

Usus-usus dilepaskan dengan pertama-tama melakukan dua ikatan pada awal jejunum, dekat
dengan tempat menembusnya duodenum dari arah retroperitoneal. Secara topografis, bagian
duodenum ini terletak caudal terhadap kolum transversum, kira-kira di garis pertengahan
selangka. Pengguntingan dilakukan di antara dua ikatan yang dibuat, agar isi duodenum tidak
tercecer. Dengan tangan kiri memegang pada ujung distal dan mengangkatnya, maka
mesenterium yang melekat pada usus harus dengan dinding rongga perut dapat diiris dekat
pada usus. Pengirisan dilakukan dengan pisau organ yang bidang pisaunya (knife blade)
diletakkan tegak lurus pada usus dan digerakkan maju mundur seperti gerakan menggergaji.
Pengirisan demikian dilakukan sepanjang usus halus sampai daerah mesokolon, dengan
memotong mesokolon pada bagian lateral dan kolon asendens pada daerah ini pemotongan
harus dilakukan dengan hati-hati, lapis demi lapis agar tidak teriris ginjal kanan serta
duodenum pars retroperitonealis.

Pada daerah kolon transversum, lepaskan perlekatan antara kolon dan lambung. Mesokolon
kembali diiris di sebelah lateral dari kolon descendens dengan memisahkannya juga dari
limpa dan ginjal kiri. Kolon sigmoid dapat dilepaskan dari dinding rongga perut dengan
memotong mesocolon di bagian belakangnya.

Rectum dipegang dengan tangan kanan, mulai dari distal dan mengurutnya kea rah proksimal,
agar isi rectum dipindahkan kea rah colon sigmoid dan rectum dapat diikat dengan dua
ikatan, untuk pelepasan usus halus dan usus besar, dapat dilakukan pemeriksaan sepanjang
usus tersebut untuk menemukan kelainan, baik yang diakibatkan oleh kekerasan berupa luka,
akibat penyakit dalam bentuk ulkus atau kelainan lainnya.

Untuk melepaskan alat rongga perut dan panggul, pengirisan dimulai dengan memotong
bagian diafragma dekat pada insersinya pada dinding rongga badan. Pengirisan diteruskan
kea rah bawah, sebelah kanan dan kiri, lateral dari masing-masing ginjal, sampai memotong
arteriae iliaca communis.

Alat rongga panggul dilepaskan dengan terlebih dahulu melepas peritoneum di daerah
simfisis. Kandung kencing serta alat lain dapat dipegang dalam tangan kiri sampai kea rah
belakang bersama-sama rectum. Pemotongan melintang dilakukan dengan patokan setinggi
proksimal vagina pada mayat perempuan. Alat rongga panggul ini kemudian dilepaskan
seluruhnya dari pelekatan dengan sekitarnya dan dapat diangkat bersama-sama dengan alat
rongga perut yang telah dilepaskan terlebih dahulu.

25
Pemeriksaan pada kepala dimulai dengan membuat irisan pada kulit kepala. Perhatikan dan
catat kelainan yang terdapat , baik pada permukaan dalam kulit kepala maupun permukaan
luar tulang tengkorak. Kelainan yang biasa ditemukan adalah tanda kekerasan, baik
merupakan resapan darah maupun garis retak/patah tulang. Untuk membuka tulang
tengkorak, dilakukan penggergajian tulang tengkorak, melingkar di daerah frontal sejarak
kurang lebih 2 cm di atas margo supraorbitalis dan di daerah temporal 2 cm di atas daun
telinga. Agar penggergajian tidak merusak jaringan otak, penggergajian harus dilakukan
dengan berhati-hati dan dihentikan setelah terasa tebal tulang tengkorak telah terlampaui.
Atap tengkorak selanjutnya dilepas dengan menggunakan pahat berbentuk T dengan jalan
mendongkel pada garis penggergajian.

Otak dikeluarkan dengan pertama-tama memasukkan dua jari tangan kiri di garis pertengahan
daerah frontal, antara baga otak dan tulang tengkorak. Dengan sedikit menekan baga frontal
akan tampakfalk cerebri yang dapat dipotong atau digunting sampai dasar tengkorak. Kedua
jari tangan kiri tersebut kemudian dapat sedikit mengangkat baga frontal dan memperlihatkan
m.olfactorius, nn opticus yang kemudiannya dipotong sedekat mungkin pada dasar
tengkorak. Pemotongan lebih lanjut dapat dilakukan pada aa.karotis interna yang memasuki
otak, serta saraf-saraf otak yang keluarpada dasar otak. Dengan memiringkan kepala mayat di
ke salah satu sisi, serta jari-jari tangan kiri sedikit menarik baga pelipis sisi yang lain,
tentorium cerebelli sisi lainnya juga dipotong. Perlu diperhatikan bila tenorium cerebelli ini
tidak dipotong, otak kecil niscaya akan tertinggal dalam rongga tengkorak.

Pemeriksaan organ/ alat dalam

Pemeriksaan organ/ alat tubuh biasanya dimulai dari lidah oesophagus, trachea dan
seterusnya sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir.

1. Lidah
Pada lidah, perhatikan permukaan lidah, adakah kelainan bekas gigitan, baik yang
baru maupun yang lama. Bekas gigitan yang berulang dapat ditemukan pada penderita
epilepsi. Bekas gigitan ini dapat pula terlihat pada penampang lidah. Pengirisan lidah
sebaiknya tidak sampai teriris putus, agar setelah selesai autopsi, mayat masih tampak
berlidah utuh.
2. Tonsil
Perhatikan permukaan maupun penampang tonsil, adakah selaput, gambaran infeksi,
nanah dan sebagainya. Ditemukannya tonsilektomi kadang-kadang membantu dalam
identifikasi
3. Kelenjar gondok
Untuk melihat kelenjar gondok dengan baik, otot-otot leher terlebih dahulu dilepaskan
dari perlekatannya di sebelah belakang. Dengan pinset bergigi pada tangan kiri, ujung
bawah otot-otot leher dijepit dan sedikit diangkat, dengan gunting pada tangan kanan,
otot leher dibebaskan dari bagian posterior. Setelah otot leher ini terangkat, maka
kelenjar gondok akan tampak jelas dan dapat dilepaskan dari perlekatannya pada
rawan gondok dan trakea. Perhatikan ukuran dan beratnya. Periksa apakah
permukaannya rata, catat warnanya, adakah pendarahan berbintik atau resapan darah.

26
Lakukan pengirisan di bagian lateral pada kedua bagian kelenjar gondok dan catat
perangai penampang kelenjar ini.
4. Kerongkongan (oesophagus)
Oesophagus dibuka dengan jalan menggunting sepanjang dinding belakang.
Perhatikan adanya benda-benda asing, keadaan selaput lender serta kelainan yang
mungkin ditemukan (misalnya striktura, varices)
5. Batang tenggorok (trachea)
Pemeriksaan dimulai pada mulut atas batang tenggorok, dimulai pada epiglottis.
Perhatikan adakah edema, benda asing, pendarahan dan kelainan lain. Perhatikan pula
pita suara dan kotak suara, pembukaan trachea dilakukan denganmelakukan
pengguntingan dinding belakang (bagian jaringan ikat pada cincin trakea) sampai
mencapai cabang bronchus kanan dan kiri. Perhatikan adanya benda asing, busa,
darah serta keadaan selaput lendirnya.
6. Tulang lidah (os hyoid) rawan gondok (cartilagoi thyroidea) dan rawan cincin
(cartilage cricoidea). Tulang lidah kadang-kadang ditemukan patah unilateral pada
kasus pencekikan. Tulang lidah terlebih dahulu dilepaskan dari jaringan sekitarnya
dengan menggunakan pinset dan gunting. Perhatikan adanya patah tulang, resapan
darah. Rawan gondok dan rawan cincin seringkali juga menunjukkan resapan darah
pada kasus dengan kekerasan pada daerah leher (pencekikan, penjeratan, gantung)
7. Arteria carotis interna
Arteria carotis communis dan interna biasanya tertinggal melekat pada permukaan
depan ruas tulang leher. Perhatikan adanya tanda kekerasan pada sekitar arteria ini.
Buka pula arteria ini, dengan menggunting dinding depannya dan perhatikan keadaan
intima. Bila kekerasan pada daerah leher mengenai arteia ini, kadang-kadang dapat
ditemukan kerusakan pada intima. Bila kekerasan pada daerah leher meneganai arteria
ini, kadangh-adakang dapat ditemukan kerusakan pada intima di samping terdapatnya
resapan darah.
8. Kelenjar kacangan (thymus)
Kelenjar kacangan biasanya telah berganti menjadi Thymis fat body pada orang
dewasa, namun kadang-kadang masih dapat ditemukan (pada status
thymicolymphaticus). Kelenjar kacangan terdapat melekat di atas kandung jantung.
Pada permukaannya perhatikan akan adanya pendarahan berbintik serta kemungkinan
adanya kelainan lain.
9. Paru-paru
Kedua paru masing-masing diperiksa tersendiri. Tentukan permukaanb paru-paru.
Pada paru yang mengalami emphysema, dapat ditemukan cekungan bekas penekanan
iga. Perhatikan warnanya, serta bintik pendarahan, bercak pendarahan akibat ispirasi
darah ke alveoli (tampak pada permukaan paru sebagai bercak berwarna merah-hitam
dengan batas tegas), resapan darah, luka, bulla dan sebagainya.
Perabaan paru yang normal terasa seperti meraba spons/ karet busa. Pada paru dengan
proses peradangan, perabaan dapat menjadi padat atau keras. Penampang paru
diperiksa setelah melakukan pengirisan paru yang dimulai dari apex sampai ke baal,
dengan tangan kiri memegang paru pada daerah hilus. Pada penampang paru
ditentukan warnanya serta di catat kelainan yang mungkin ditemukan.

27
10. Jantung
Jantung dilepaskan dari pembuluh darah besar yang keluar/ masuk ke jantung dengan
jalan memegang apex jantung dan mengangkatnya serta menggunting pembuiluh tadi
sejauh mungkin dan jantung. Perhatikan besarnya jantung, bandingkan dengan
kepalan tinju kanan mayat. Perhatikan akan adanya resapan darah, luka atau bintik-
bintik pendarahan.
Pada autopsi jantung, ikuti sistematika pemotongan dinding jantung yang dilakukan
dengan mengikuti aliran darah di dalam jantung.
Pertama-tama jantung diletakkan dengan permukaan ventral menghadap ke atas.
Posisi ini dipertahankan terus sampai autopsi jantung selesai, vena cava superior dan
inferior dibuka dengan jalan menggunting dinding belakang vena-vena tersebut.
Dengan gunting buka pula aurikel kanan. Perhatikan akan adanya kelainan baik pada
aurikel kanan maupun atrium kanan.
Dengan pisau panjang, masuki bilik jantung kanan sampai ujung pisau menembus
apeks di sisi kanan septum dengan mata pisau mengarah ke lateral., lakukan irisan
menembus tebal otot dinidng sebelah kanan, dengan demikian, rongga bilik jantung
sebelah kanan dapat terlihat. Lakukan pengukuran lingkaran katup trikuspidal serta
memeriksa keadaan katup, apakah terdapat penebalan, benjolan atau kelainan lain.
Tebal dinding bilik kana diukur dengan terlebih dahulu membuat irisan tegak lurus
pada dinding belakang bilik kanan ini, 1 sentimeter di bawah katup.
Irisan pada dindingh depan bilik kanan dilakukan dengan menggunakan
guinting,mulai dari apeks, menyusun septum pada jarak setengah sentimeter, kearah
atas menggunting dinding depan arteria pulmonalis dan memotong katup semilunaris
pulmonal. Katup diukur lingkarannya dan keadaan daun katupnya dinilai.
Pembukaan serambi dan bilik kiri dimulai dengan pengguntingan dinding belakang
vv. Pulmonales, yang disusul dengan pembukaan aurikel kiri. Dengan pisau panjang,
apeks jantung sebleah kiri dan septum ditusuk, lalu diiris kea rah lateral sehingga bilik
kiri terbuka. Lakukan pengukurann lingkaran katup mitral serta penilaian terhadap
katup. Tebal otot jantung sebelah kiri diukur pada irisan tegak yang dibuat 1
sentimeter di sebelah bawah katup pada dinding belakang. Dengan gunting dinding
depan bilik kiri dipotong menyusuri septum pada jarak ½ sentimeter, terus kearah atas
membuka juga dinding depan aorta dan memotong katup semilunaris aorta, lingkaran
katup diukur dan daun katup dinilai.
Pada daerah katup semilunaris aorta dapat ditemukan dua muara aa. coronaria kiri
dan kanan. Untuk memeriksa keadaan a koronaria sama sekali tidak boleh
menggunakan sonde, karena ini akan dapat mendorong thrombus yang mungkin
terdapat.
Pemeriksaan nadi jantung ini dilakukan dengan membuat irisan melintang sepanjang
jalannya pembuluh darah A coronaria kiri berjalan di sisi depan septum, dan a
koronaria kanan ke luar dari dinding pangkal aorta ke arah belakang. Pada penampang
irisan diperhatikan tebal dinding arteri, keadaan lumen serta kemungkinan terdapatnya
thrombus.
Septum jantung dibelah untuk melihat kelainan otot, baik merupakankelainan yang
bersifat degenerative maupun kelainan bawaan. Nilai pengukuran pada jantung ormal

28
orang dewaswa adalah sebagai berikut. Ukuran jantung sebesar kepalan tangan kanan
mayat berat sekitar 300 gram, ukuran lingkaran katup serambi bilik kanan sekitar 11
sentimeter, yang kiri sekitar 9,5 sentimeter, lingkaran katup pulmonal sekitar 7
sentimeters dan aortal sekitar 6,5 sentimeter, tebal otot bilik kanan 3 sampai 5
milimeter sedangkan yang kiri sekitar 14 milimeter.

11. Aorta thoracalis


Pengguntingan pada dinding belakang aorta thoracalis dapat memperlihatkan
permukaan dalam aorta. Perhatikan kemungkinan terdapatnya deposit kapur, ateroma
atau pembentukan aneurisma. Kadang-kadang pada aorta dapat ditemukan tanda
kekerasan merupakan resapan darah atau luka. Pada kasus kematian bunuh diri
dengan jalan menjatuhkan diri dari tempat tinggi, bila korban mendarat dengan kedua
kaki terlebih dahulu seringkali ditemukan robekan melintang pada aorta thoracalis
12. Aorta abdominalis
Bloc organ perut dan panggul diletakkan di atas meja potong dengan permukaan
belakang mengadap ke atas. Aorta abdominalis digunting dinding belakangnya mulai
dari tempat pemotongan aa. iliaca communis kanan dan kiri. Perhatikan dinding aorta
terhadap adanya penimbunan perkapuran atau atheroma. Perhatikan pula muara dari
pembuluh nadi yang keluar dari aorta abdominalis ini, terutama aa. renalis kanan dan
kiri. Mulai pada muaranya, aa. renalis kanan dan kiri dibuka sampai memasuki ginjal.
Perhatikan apakah terdapat kelainan pada dinding pembuluh darah yang mungkin
merupakan dasar dideritanya hipertensi renal bagi yang bersangkutan.
13. Anak ginjal
Kedua anak ginjal harus dicari terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan lanjut
pada bloc alat rongga perut dan panggul. Hal ini perlu mendapat perhatian, karena
bila telah dilakukan pemeriksaan atau telah dilakukan pemisahan alat rongga perut
dan panggul, anak ginjal sukar ditemukan. Anak ginjal kanan, tertutup oleh jaringan
lemak, berada antara permukaan belakang hati dan permukaan bawah diafragma.
Untuk menemukan anak ginjal sebelah kanan ini, pertama-tama digunting otot
diafragma sebelah kanan. Pada tempat yang disebutkan di atas, lepaskan dengan
pinset dan gunting jaringan lemak yang terdapat dan akan tampak anak ginjal yang
berwarna kuning kecoklat-coklatan, berbentuk trapezium dan tipis. Anak ginjal
kemudian dibebaskan dari jaringan sekitarnya dan diperiksa terhadap kemungkinan
terdapatnya kelainan ukuran, resapan darah dan sebagainya.
Anak ginjal kiri terletak di bagian medio-kranial kiri kutub atas ginjal kiri, juga
terteutup dalam jaringan lemak, terletak antara ekor kelenjar liur perut (pancreas) dan
diafragma. Dengan cara yang sama seperti pada pengeluaran anak ginjal kanan, anak
ginjal kiri yang berbentuk bulan sabit tipis dapat dilepaskan untuk dilakukan
pemeriksaan dengan seksama. Pada anak ginjal yang normal, pengguntingan anak
ginjal akan memberikan penampang dengan bagian korteks dan medulla yang tampak
jelas.
14. Ginjal, ureter dan kandung kencing
Kedua ginjal masing diliputi oleh jaringan lemak yang dikenal sebagai capsula
adipose renis. Adanya trauma yang mengenai daerah ginjal seringkali menyebabkan

29
resapan darah pada capsula ini. Dengan melakukan pengirisan di bagian lateral
capsula, ginjal dapat dibebaskan.
Untuk pemeriksaan lebih lanjut, ginjal digenggam pada tangan kiri dengan pelvis
renis dan ureter terletak antara telunjuk dan jari tengah. Irisan pada ginjal dibuat dari
arah lateral ke medial, diusahakan tepat di bidang tengah sehingga penampang akan
melewati pelvis renis.
Pada penampang ginjal, perhatikan kemungkinan terdapatnya batu, ukuran
penampang, isi saluran serta keadaan mukosa. Kandung kencing dibuka dengan
meneruskan pembukaan pada pelvis renis, terus mencapai vesika urinaria. Perhatikan
kemungkinan terdapatnya batu, ukuran penampang, isi saluran serta keadaan mukosa.
Kandung kencing dibuka dengan jalan menggunting dinding depannya mengikuti
bentuk huruf T. Perhatikan isi serta selaput lendirnya.
15. Hati dan kandung empedu
Pemeriksaan dilakukan terhadap permukaan hati, yang pada keadaan biasa
menunjukkan permukaan rata dan licin dan berwarna merah coklat. Kadangkala
ditemukan kelainan berupa jaringan ikatm kista kecil, permukaan yang berbenjol-
benjol dan abses. Pada perabaan hati normal memberikan perabaan yang kenyal. Tepi
hati biasanya tajam. Untuk memeriksa penampang, buatlah dua atau tiga irisan yang
melintang pada punggung hati sehingga dapat terlihat sekaligus baik bagian kanan
maupun kiri hati. Bila tampak cairan coklat-hijau keluar dari muara tersebut, ini
menandakan saluran empedu tidak tersumbat. Kandung empedu kemudian dibuka
dengan gunting untuk memperlihatkan selaput lendirnya yang seperti beludru
berwarna hijau-kuning.

16. Limpa dan getah bening


Limpa dilepaskan dari sekitarnya. Limpa yang normal menunjukkan permukaannya
yang berkeriput, berwarna ungu dengan perabaan lunak kenyal. Buatlah irisan
penampang limpa, limpa normal mempunyai gambaran limpa yang jelas, berwarna
coklat-merah dan bila dikikis dengan punggung pisau, akan ikut jaringan penampang
limpa. Jangan lupa untuk mencatat ukuran dan berat limpa. Catat juga apabila terdapat
kelenjar getah bening regional yang membesar.
17. Lambung usus halus dan usus besar
Perhatikan isi lambung dan simpan dalam botol atau kantong plastik bersih untuk
pemeriksaan toksikologi atau pemeriksaan laboratorik lainnya. Selaput lendir
lambung diperiksa terhadap kemungkinan adanya erosi, ulserasi, resapan
darah/perdarahan. Usus diperiksa akan kemungkinan terdapat darah dalam lumen
serta kemungkinan terdapatnya kelainan bersifat ulsertif, polip dan lain-lain.
18. Pankreas
Lepaskan dahulu kelenjar liur perut ini dan sekitarnya. Kelenjar liur perut yang
normal mempunyai warna kelabu agak kekuningan dengan
permukaan yang berbelah-belah dan perabaan yang kenyal. Perhatikan ukuran dan
beratnya. Catat bila ada kelainan.
19. Otak besar otak kecil dan batang otak

30
Perhatikan permukaan luar dari otak dan catat kelainan yang ditemukan. Adakah
perdarahan subdural, perdarahan subaraknoid, kontusio jaringan otak bahkan laserasi.
Pada daerah ventral otak, perhatikan keadaan sirkulus Willisi. Nilai keadaan
pembuluh darah pada daerah sirkulus, adakah penebalan dinding akibat kelainan
ateroma, adakah penipisan dinding akibat aneurysma, adakah pendarahan.
Otak besar diletakkan dengan bagian ventral menghadap pemeriksa. Lakukan
pemotongan otak besar secara koronal/ melintang, perhatikan penampang irisan.
Tempat permotongan haruslah sedemikian rupa agar struktur penting dalam otak
besar dapat diperiksa dengan teliti.
Otak kecil diperiksa penampangnya dengan membuat satu irisan melintang, catatlah
kelainan perdarahan, perlunakan otak dan sebagainya yang mungkin ditemukan.
Batang otak diiris melintang mulai dari pons, medulla oblongata samapai ke bagian
proksimal medulla spinalis. Perhatikan adanya perdarahan, yang bisa menyebabkan
kematian.
20. Alat kelamin dalam
Pada mayat laki-laki, testis dikeluarkan dari scrotum melalui rongga perut. Perhatikan
ukurannya, konsistensi serta kemungkinan terdapatnya resapan darah. Perhatikan juga
bentuk dan ukuran epididimis dan kelenjar prostat. Pada mayat wanita, perhatikan
bentuk serta ukuran kedua ovari, salurannya dan uterus sendiri.
21. Timbang dan catatlah berat masing-masing organ
Sebelum mengembalikan organ-organ ke dalam tubuh mayat kembali, timbanglah
terlebih dahulu kemungkinan diperlukanny potongan jaringan untuk kegunaan
pemeriksaan laboratorik dan toksikologik. Potongan jaringan yang digunakan
minimal 5 mm dan diharapkan tidak terlalu tebal karena kaan mengakibatkan cairan
fiksasi tidak dapat masuk ke dalam potongan tersebut dengan sempurna. Usahakan
mengambil organ di daerah perbatasan antara bagian yang normal dayng yang
mengalami kelainan.

Perawatan mayat setelah autopsi

Setelah autopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan kembali ke dalam rongga tubuh.
Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak dikembalikan ke dalam
rongga tengkorak. Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat
oembukaan rongga dada. Jahitlah kulit dengan rapih menggunakan benang yang kuat, mulai
dari bawah dagu sampai ke daerah simfisis. Atap tengkorak diletakkan kembali pada
tempatnya dan difiksasi dengan menjahit otot temporalis, baru ekmudian kulit kepala dijahit
dengan rapih. Bersihkanlah tubuh mayat dari darah sebelum mayat diarahkan kembali kepada
pihak keluarganya.

Autopsi pada kasus kematian akibat kekerasan

Pada kematian akibat kekerasan, pemeriksaan terhadap luka harus dapat mengungkapkan
berbagai hal tersebut di bawah ini:

a. Penyebab luka

31
Dengan memperhatikan morfologi luka, kekerasan penyebab luka dapat ditentukan.
Pada kasus tertentu, gambaran luka seringkali dapat memberikan petunjuk mengenai
bentuk benda yang mengenai tubuh misalnya luka yang disebabkan oleh benda
tumpul berbentuk bulat panjang akan meninggalkan negative imprint oleh timbulnya
marginal haemorrhage. Luka lecet jenis tekan memberikan gambaran bentuk benda
penyebab luka.
b. Arah kekerasan
Pada luka lecet jenis geser dan luka robek, arah kekerasan dapat ditentukan. Hal ini
sangat membantu pihak yang berwajib dalam melakukan rekonstruksi tejadinya
perkara.
c. Cara terjadinya luka
Yang dimaksudkan dengan cara terjadinya luka adalah apakah luka yang ditemukan
terjadi sebagai akibat kecelakaan, pembunuhan atau bunuh diri. Luka-luka akibat
kecelakaan biasanya terdapat pada bagian tubuh yang terbuka. Bagian tubuh yang
biasanya terlindung jarang mendapat luka pada suatu kecelakaan. Daerah terlindung
ini biasanya daerah ketiak, daerah sisi depan leher, daerah lipat siku dan sebagainya.
Luka akibat pembunuhan dapat ditemukan tersebar pada seluruh bagian tubuh. Pada
korban pembunuhan yang sempat mengadakan perlawanan, dapat ditemukan luka
tangkis yang biasanya terdapat pada daerah ekstensor lengan bawah atau telapak
tangan.
Pada korban bunuh diri, luka biasanya menunjukkan sifat luka percobaan (tentative
wounds) yang mengelompok dan berjalan kurang sejajar.
d. Hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati
Harus dapat dibuktikan bahwa terjadinya kematian semata-mata disebabkan oleh
kekerasan oleh kekerasan yang menyebabkan luka. Untuk itu pertama-tama dapat
dibuktikan bahwa luka yang ditemukan benar-benar luka yang terjadi semasa korban
masih hidup (luka intravital). Untuk itu, tanda intravitalitas luka berupa reaksi
jaringan terhadap luka perlu mendapat perhatian. Tanda intravitalitas luka dapat
bervariasi dan ditemukannya pada resapan darah, terdapatnya proses penyembuhan
luka, serbukan sel radang, pemeriksaan histo-enzimatik sampai pemeriksaan kadar
histamin bebas dan serotonin jaringan.

Sekiranya disamping luka ditemukan pula keadaan patologik lain, misalnya penyakit tertentu,
maka haruslah dapat meyakinkan bahwa kelainan yang lain tidaklah merupakan penyebab
kematian.

a. Kematian akibat pembunuhan menggunakan kekerasan

Pembunuhan menggunakan kekerasan dapat dilakukan dengan benda tumpul, benda tajam
maupun senjata api. Kadang-kadang dapat juga terjadi pembunuhan dengan api, sekalipun
jarang terjadi.

Pada pembunuhan dengan menggunakan kekerasan tumpul, luka dapat terdiri dari luka
memar, luka lecet maupun luka robek. Perhatikann adanya luka tangkis yang terdapat pada
daerah ekstensor lengan bawah.

32
Pada pembunuhan dengan menggunakan kekerasan tajam, luka harus dilukiskan dengan baik,
dengan memperhatikan bentuk luka, tepi luka, sudut luka, keadaan sekitar luka serta lokasi
luka. Dalam peristiwa pembunuhan, cari pula kemungkinan terdapatnya luka tangkis di
daerah ekstensor lengan bawah serta telapak tangan.

Luka biasanya terdapat beberapa buah yang didistribusinya tidak teratur, sekalipun tidak
jarang ditemukan kasus pembunuhan hanya terdiri dari satu luka saja tanpa si korban sempat
melakukan perlawanan apapun. Dengan menentukan arah kekerasan pada luka yang
ditemukan, dapat dilakukan rekonstruksi terjadinya peristiwa.

Bunuh diri dengan kekerasan  Pada orang yang melakukan bunuh diri dengan benda tajam,
luka bunuh diri seringkali merupakan luka yang mengelompok pada tempat tertentu, antara
lain pergelangan tangan, leher atau daerah prekordial. Luka-luka biasanya terdiri dari
beberapa buah yang berjalan kurang lebih sejajar dan dangkal (luka-luka percobaan/tentative
wounds) dengan sebuah luka dalam yang mematikan.

Pada autopsi kasus dengan luka yang menembus ke dalam tubuh, misalnya tembakan senjata
api atau tusukan senjata tajam, perlu ditentukan arah serta jalannya saluran luka dalam tubuh
mayat.

Autopsi kasus kematian akibat asfiksia mekanik.

Asfiksia mekanik meliputi peristiwa pembekapan, penyumbatan, pencekikan, penjeratan dan


gantung serta penekanan pada dinding dada. Pada pemeriksaan mayat, umumnya akan
ditemukan tanda kematian asfiksia berupa lebam mayat yang gelap dan luas, pembendungan
pada bola mata, busa halus pada lubang hidung, mulut dan saluran pernafasan,
pembendungan pada alat-alat dalam serta bitnik perdarahan Tardieu.

Tanda-tanda asfiksia tidak akan ditemukan bila kematian terjadi melalui makanisme non
asfiksia. Untuk menentukan peristiwa mana yang terjadi pada korban, perlu diketahui ciri
khas bagi masing-masing peristiwa tersebut.

a. Mati akibat pencekikan


Pada korban pencekikan, kulit daerah leher menunjukkan adanya tanda-tanda
kekerasan yang ditimbulkan oleh oleh ujung jari atau kuku berupa luka memar dan
luka lecet jenis tekan. Pada pembedahan akan ditemukan pula tanda kekerasan berupa
resapan darah bawah kulit daerah leher serta otot atau alat leher. Tulang lidah kadang-
kadang ditemukan patah unilateral.

b. Mati akibat penjeratan


Pada kasus penjeratan, kadangkala masih ditemukan jerat pada leher korban. Jerat
harus diperlakukan sebagai barang bukti dan dilepaskan dari leher korban dengan
jalan menggunting secara miring pada jerat, di tempat yang paling jauh dari simpul,
sehingga simpul pada jerat masih utuh. Pada kasus penjeratan, jerat biasanya berjalan
horizontal/mendatar dengan letaknya rendah. Jerat ini menimbulkan jejas jerat berupa
luka lecet jenis tekan yang melingkari leher. Catat keadaan jejas jerat dengan teliti,

33
dengan menyebutkan arah, lebar serta letak jerat yang tepat. Perhatikan apakah jenis
jerat menunjukkan pola tertentu yang sesuai dengan permukaan jerat yang
bersentuhan dengan kulit leher.
Pada umumnya dikatakan simpul mati ditemukan pada kasus pembunuhan, sedangkan
simpul hidup ditemukan pada kasus bunuh diri. Namun perkecualian selalu terjadi.
Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen,
kawat, kabel dan sebagainya, melingkari atau mengikat leher yang makin lama makin
kuat, sehingga saluran pernapasan tertutup.
Berbeda dengan gantung diri, yang biasanya merupakan suicide maka penjeratan
biasanya adalah pembunuhan, kecuali akibat autoerotic asphyxiation. Mekanisme
penjeratan adalah akibat asfiksia atau reflex vasovagal.

Jejas jerat
Jejas jerat pada leher biasanya mendatar, melingkari leher dan terdapat lebih rendah
daripada jejas jerat pada kasus gantung. Jejas biasanya terletak setinggi atau di bawah
rawan gondok. Keadaan jejas jerat pada leher sangat bervariasi. Bila jerat lunak dan
lebar seperti handuk atau selendang sutera, maka jejas mungkin tidak dapat ditemukan
dan pada otot-otot leher bagian dalam dapat atau tidak ditemukan sedikit resapan
darah. Tali yang tipis seperti kaus kaki nylon akan meninggalkan jejas dengan lebar
tidak lebih dari 2-3 mm.
Pola jejas dapat dilihat dengan menempelkan transparent scotch tape pada daerah
jejas di leher, kemudian ditempelkan pada kaca obyek dan dilihat dengan mikroskop
atau dengan sinar ultra violet. Bila jerat kasar seperti tali, maka bila tali bergesekan
pada saat korban melawan akan menyebabkan luka lecet di sekitar jejas serat yang
tampak jelas berupa kulit yang mencekung berwarna coklat dengan perabaan kaku
seperti kertas perkamen (luka lecet tekan). Pada otot-otot leher sebelah dalam tampak
banyak resapan darah.

c. Mati tergantung
Pada kasus gantung, jerat pada leher menahan berat badan korban dan mengakibatkan
tertekannya leher. Jerat pada leher menunjukka ciri khas berupa arah yang tidak
mendatar, tetapi bentuk sudut yang membuka ke arah bawah serta letak jerat yang
tinggi. Bila korban berada cukup lama dalam posis gantung, distribusi lebam mayat
akan menunjukkan pengumpalan darah di ujung tangan dan kaki. Sama halnya dengan
kasus perjeratan, jenis simpul tidak selalu dapat mengungkap cara kematian.
Pada pembedahan akan ditemukan resapan darah bawah kulit serta pada otot dan alat
leher di tempat yang sesuai dengan letak jekas jerat pada kulit.5

BAB II.VI. Aspek medikolegal

Prosedur Medikolegal

34
Dalam menangani berbagai kasus yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia, seorang dokter
dapat mempunyai peranan ganda yaitu peranan pertama adalah sebagai ahli klinik sedangkan
peran kedua adalah sebagai ahli forensik yang bertugas membantu proses peradilan.
Kewajiban dokter untuk melakukan pemeriksaan kedokteran forensik ke atas korban apabila
diminta secara resmi oleh penyidik (polisi) dan jika menolak untuk melakukan pemeriksaan
forensik tersebut di atas dapat dikenai pidana penjara, selama-lamanya 9 bulan.

Kewajiban dokter membantu peradilan


Pasal 133 KUHAP (mengatur kewajiban dokter untuk membuat Keterangan Ahli)
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Pasal 134 KUHAP


1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada
keluarga korban.
2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang
maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak
yang perlu diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

Pasal 179 KUHAP


1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

Hak menolak menjadi saksi/ ahli


Pasal 120 KUHAP
1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus.

35
2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia
akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila
disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan
ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.

Bentuk bantuan dokter bagi peradilan dan manfaatnya


Pasal 184 KUHAP
1) Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Pasal 186 KUHAP


Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

Pasal 187 KUHAP


Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang
kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana yang menjadi
tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan.
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.

Pasal 65 KUHAP
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau
seseorang yang mempunyai keahlian khusus guna memberikan keterangan yang
menguntungkan bagi dirinya.

Sangsi bagi pelanggar kewajiban dokter


Pasal 216 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau

36
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda
paling banyak Sembilan ribu rupiah.
2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas
menjalankan jabatan umum.
3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya
dapat ditambah sepertiga.

Pasal 222 KUHP


Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan
mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 224 KUHP


Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru
bahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia
harus melakukannya:
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.

Pasal 522 KUHP


Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa, tidak
dating secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak Sembilan ratus
rupiah.

Rahasia jabatan dan pembuatan SKA/ V et R


Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 1960 tentang lafal sumpah dokter
Saya bersumpah/berjanji bahwa:
Saya akan membuktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan
martabat pekerjaan saya.
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur kedokteran.
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dank
arena keilmuan saya sebagai dokter…..dst.

Peraturan pemerintah No 10 Tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran


Pasal 1 PP No 10/1966
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-
orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam
lapangan kedokteran.

37
Pasal 322 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan
ribu rupiah.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu.6

Bedah mayat klinis, anatomis dan transplantasi


Pasal 2 PP No 18/1981
Bedah mayat klinis hanya boleh dilakukan dalam keadaan sebagai berikut:
a. Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah
penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan
dengan pasti;
b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila di duga
penderita menderita penyakit yang dapat membahayakan orang atau masyarakat
sekitarnya;
c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila dalam jangka
waktu 2 x 24 (dua kaii duapuluh empat) jam tidak ada keluarga terdekat dari yang
meninggal dunia datang ke rumah sakit.

Pasal 70 UU Kesehatan
Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Hukum Pidana yang berkaitan dengan profesi dokter


Kejahatan terhadap tubuh dan jiwa manusia
Mencakup antara lain:
i. Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan
kekerasan.
ii. Pasal 90 KUHP
Luka berat berarti:
1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut.
2) Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencarian.
3) Kehilangan salah satu pancaindra.
4) Mendapat cacat berat.
5) Menderita sakit lumpuh.
6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih.
7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
iii. Pasal 338 KUHP

38
Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
iv. Pasal 339 KUHP
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu, paling lama dua puluh tahun.
v. Pasal 340 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima
tahun.
vi. Pasal 351 KUHP
1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak 4500 rupiah.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama 5 tahun.
3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
vii. Hooge Raad 25 Juni 1894
Menganiaya adalah dengan sengaja menimbulkan sakit atau luka.
Kesengajaan ini harus dituduhkan dalam surat tuduhan.
viii. HR 21 Oktober 1935
Kesengajaan harus ditujukan untuk menimbulkan luka pada badan atau terhadap
kesehatan. Dalam hal ini dalam surat tuduhan cukup dengan menyatakan ada
“penganiayaan”. Ini bukan saja merupakan suatu kualifikasi akan tetapi juga suatu
pengertian yang nyata.
ix. HR 8 April 1929
Adalah cukup bahwa terdapat suatu hubungan sebab akibat antara penganiayaan dan
adanya luka-luka berat. Tidaklah menjadi persoalan bahwa dalam keadaan normal
akibatnya tidaklah demikian.
x. Pasal 352 KUHP
1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang
tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana
penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan
kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya.
2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
xi. Pasal 353 KUHP

39
1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara
paling lama 4 tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama
9 tahun.
xii. Pasal 354 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena
melakukan penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan
tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama sepuluh tahun.
xiii. Pasal 355 KUHP
1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama 15 tahun.
xiv. Pasal 356 KUHP
Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan
sepertiga:
1) Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya, menurut
undang-undang, isterinya atau anaknya.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena
menjalankan tugasnya yang sah.
3) Jika kejahatan dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi
nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.1,4

BAB III. VISUM ET REPERTUM

Dalam suatu perkara pidana yang menimbulkan korban, dokter diharapkan dapat menemukan
kelainan yang terjadi pada tubuh korban, bilamana kelainan itu timbul, apa penyebab serta
apa akibat yang timbul terhadap kesehatan korban. Dalam hal korban meninggal, dokter
dihaapkan dapat menjelaskan penyebab kematian yang bersangkutan, bagaimana mekanisme
terjadinya kematian dan perkiraan cara kematian.

Wewenang penyidik untuk meminta keterangan ahli tersebut diperkuat dengan kewajiban
dokter untuk memberikannya bila diminta seperti yang tertuang dalam Pasal 179 KUHAP
yang berbunyi, “Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman
atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.”. Keterangan
ahli tersebut dituangkan dalam bentuk Visum et Repertum (VeR), yaitu keterangan yang
dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan
medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh
manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan.

40
Visum et repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang
berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati
ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di
bawah sumpah, untuk kepentingan peradilan. Kewajiban dokter untuk membuat keterangan
ahli telah diatur dalam pasal 133 KUHAP. Pengertian keterangan ahli dipaparkan pada pasal
1 butir 28 KUHAP.

Visum et Repertum adalah suatu alat bukti yang sah sebagaimana yang ditulis dalam Pasal
184 KUHAP. Penyidik berwenang untuk meminta keterangan ahli berupa Visum et Repertum
melalui surat permintaan visum (SPV) dalam proses penegakan hukum pada suatu kasus yang
diduga merupakan suatu tindak pidana. Hal tersebut tercantum pada pasal 133 ayat (1)
KUHAP yang berbunyi “Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada
ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.” Visum et Repertum (VeR)
merupakan keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang
mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian
yang diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah,
untuk kepentingan peradilan.

Yang termasuk kategori penyidik menuntut KUHAP Pasal 6 ayat (1) PP no. 27 Tahun 1983
Pasal 2 dan 3 ayat (1) yaitu Polisi Negara RI yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang dengan pangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua, sedangkan untuk
pembantu penyidik pembantu berpangkat serendah-rendahnya Sersan Dua. Apabila di suatu
kepolisian sektor tidak terdapat pejabat penyidik seperti diatas, maka Kepala Kepolisian
Sektor yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua dikategorikan pula sebagai
penyidik karena jabatannya (PP no. 27 Tahun 1983 Pasal 2 ayat (2)).

Beberapa komponen yang diajukan oleh penyidik untuk surat permintaan visum adalah kop
surat kepolisian tempat permintaan visum tersebut dibuat, tujuan surat permintaan tersebut,
identitas korban pada kasus ini mayat, keterangan yang didapat saat ditemukannya mayat,
jenis pemeriksaan yang diminta, dan jabatan polisi yang meminta dibuatkannya. Jenis
pemeriksaan yang diminta adalah komponen yang penting sesuai dengan pasal yang diatur
pada pasal 133 ayat (2) KUHAP yang berbunyi “Permintaan keterangan ahli sebagaimana
yang dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah
mayat.”Pasal 133 ayat (3) KUHAP berbunyi “Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan dilak
dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan
mayat.”

Pihak yang berhak membuat VeR adalah dokter yang sudah mengucapkan sumpah sewaktu
mulai menjabat sebagai dokter, sebagaimana tertuang dalam Stb 350 Tahun 1937. VeR

41
memuat kop surat, terdiri atas lima bagian, yaitu Pro Justisia di bagian atas, Pendahuluan,
Pemberitaan, Kesimpulan, dan Penutup.

Mayat yang akan dimintakan visum et repertumnya harus diberi label yang memuat identitas
mayat, di-lak dengan diberi cap jabatan, yang diikatkan pada ibu jari kaki atau bagian tubuh
lainnya. Pada surat permintaan visum et repertumnya harus jelas tertulis jenis pemeriksaan
yang diminta, apakah hanya pemeriksaan luar mayat, ataukah pemeriksaan otopsi bedah
mayat. Bila pemeriksaan otopsi bedah mayat yang diminta, maka penyidik wajib
memberitahu kepada keluarga korban dan menerangkan maksud dan tujuan pemeriksaan.
Otopsi dilakukan setelah keluarga korban tidak keberatan, atau bila dalamn dua hari tidak ada
tanggapan apapun dari keluarga korban. Mayat hanya boleh dibawa keluar institusi kesehatan
dan diberi surat keterangan kematian bila seluruh pemeriksaan yang diminta oleh penyidik
telah dilakukan. Apabila mayat dibawa pulang paksa, maka baginya tidak ada surat
keterangan kematian. Apabila penyidik hanya meminta pemeriksaan luar saja, maka
kesimpulan visum et repertum menyebutkan jenis luka atau kelainan yang ditemukan dan
jenis kekerasan penyebabnya, sedangkan sebab matinya tidak dapat ditentukan karena tidak
dilakukan bedah mayat. Apabila dilakukan pemeriksaan bedah mayat menyeluruh, dari
pemeriksaan dapat disimpulkan sebab kematian.

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik


Fakultas Kedokteran Ukrida
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Nomor : No.Po.:B/789/VR/XII/95/ Jakarta 5 Disember 2013


Lampiran : Satu sampul tersegel -------------------------------------------------------------------------
Perihal : Hasil pemeriksaan Pembedahan --------------------------------------------------------------
atas mayat ------------------------------------------------------------------------

PROJUSTITIA
Visum et Repertum

Yang bertanda tangan di bawah ini, Ain Nabila, dokter ahli kedokteran forensik pada
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Ukrida Jakarta, menerangkan bahwa
atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Polisi Jakarta Selatan
No.Po.:B/789/VR/XII/95/Serse tertanggal -------, maka pada tanggal -------tahun -------, pukul
-------Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di ruang bedah mayat Bagian Forensik
Fakultas Kedokteran Ukrida telah melakukan pemeriksaan atas jenazah yang menurut surat
permintaan tersebut adalah :

Nama : -------

42
Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : -------

Kebangsaan : -------

Agama : -------

Pekerjaan : -------

Alamat : -------

Mayat telah diidentifikasikan dengan sehelai label pada ibu jari kaki kanan berwarna -------,
dengan materai -------serta cap dari kantor kepolisian.

Hasil Pemeriksaan

I. Pemeriksaan Luar Jenazah

1. Mayat terbungkus kantung mayat berbahan -------berwarna -------, corak -------.


2. Mayat berpakaian sebagai berikut:
a. Kaos dalam (oblong) dan celana panjang yang bagian bawahnya di gulung
hingga setengah tungkai bawahnya.
b. kaos dalam berbahan -------berwarna -------polos merek -------, ukuran -------
c. Celana dalam berbahan ------- berwarna -------bermerk ------- berukuran -------
3. Di samping mayat terdapat -------
4. Lebam mayat terdapat pada bagian ------- berwarna -------, penekanan.
5. -------kaku mayat , suhu mayat --------
6. Mayat adalah seorang laki-laki bangsa -------, umurnya ------- tahun. kulit berwarna --
-----, tinggi badan-------sentimeter, berat badan -------kilogram. Sunat. ---------
7. Tatto -------, jaringan parut -------
8. Rambut kepala -------. Alis berwarna ------- dengan panjang ------- cm. Bulu mata
berwarna -------, dan panjang ------- milimeter.
9. Kedua kelopak mata -------. Bintik perdarahan -------. Selaput bening mata berwarna -
------. Tirai mata berwarna ------- Teleng mata -------dengan garis tengah -------mm.
Pada saat mata dibuka pupil -------pada kornea mayat, retina -------,batas discus -------
10. Hidung berbentuk -------. Kedua daun telinga -------. Cairan yang keluar dari lubang
telinga dan hidung-------
11. Mulut terbuka ------- milimeter. Kedua bibir tebal-------. Gigi geligi -------. Tanda
kekerasan POSITIF.
12. Ditemukan -------pada lubang pelepasan
13. Pada tubuh terdapat luka terbuka akibat tanda kekerasan pada ketiak kiri, tungkai
bawah kanan dan kiri.
14. Patah tulang--------

II Pemeriksaan dalam (bedah jenazah)

43
15. Jaringan bawah kulit daerah leher dan otot leher -----------
16. Dinding rongga perut tampak ------- berwarna ------- .Dalam rongga perut terdapat ----
---. Isi lambung berwarna -------
17. Tirai usus tampak -------.. Usus halus kelihatan ------- pada korban
18. Lidah berwarna ------- pada perabaan -------, bekas tergigit ------- maupun resapan
darah. Tonsil ------- dan penampanya -------. Kelenjar gondok berwarna dan
penampangnya menunjukan -------, berat -------gram.
19. Batang tenggorok dan saluran napas tampak -------, tanda-tanda udem paru -------------
20. Paru kanan terdiri dari 3 bagan, berwarna -------perabaan seperti -------,
penampangnya tampak ------- dan irisan -------. Paru kiri terdiri dari dua baga,
berwarna ------- dan perabaan seperti -------, dan penampangnya tampak -------. Berat
paru kanan dan kiri adalah -------gram.
21. Jantung tampak -------. Selaput luar jantung tampak -------, bintik perdarahan-------
22. Dinding Jantung -------dan katup jantung menunjukkan -------. Lingkaran serambi
bilik kanan ------- sentimeter sedangkan yang kiri -------sentimeter. Lingkaran katup
nadi paru sepanjang ------- sentimeter. Tebal otot bilik jantung kanan dan kiri -------
millimeter. Dinding -------. Sekat jantung menunjukkan -------. Berat jantung -------
23. Ditemukan adanya -------pada jantung, jaringan longgar mesenterium dan daerah
retroperitoneal.
24. Subendokardium ventrikel kelihatan -------
25. Hati berwarna -------, permukaan -------, tepinya ------- dan perabaan -------.
Penampang hati berwarna -------dan gambaran hat------- tampak jelas. Berat hati ------
-gram.
26. Kandung empedu berisi cairan -------, selaput lendir berwarna -------
27. Saluran empedu -------
28. Limpa berwarna -------, permukaan ------- dan perabaan -------. Penampangnya
berwarna -------dengan gambaran limpa -------. Berta limpa -------gram
29. Kelenjar liur perut berwarna -------, permukaan menunjukkan ------- dan
penampanganya menunjukkan -------. Berat kelenjar liur perut -------gram.
30. Lambung berisi ------- Selaput lendir berwarna -------. Usus dua belas jari, usus halus
dan usus besar -------menunjukkan -------
31. Anak ginjal kanan dan kiri terbentuk -------
32. Gambaran kulit dan sumsum ------- menunjukkan -------. Berat anak ginjal kanan dan
kiri ------- gram. Ginjal kanan dan kiri ------- Berat ginjal kanan dan kiri sembilan -----
-- gram. Penampang ginjal menunjukkan gambar yang -------, piala ginjal dan saluran
kemih terdapat -------
33. Kandung kencing berisi ------- berwarna ------- dan selaput lendir berwarna ------- dan
tampak -------
34. Kulit kepala -------. Tulang tengkorak -------. Selaput keras otak menunjukkan -------.
Perdarahan diatas maupun di bawah selaput keras otak -------. Permukaan otak besar
menunjukkan gambaran -------, Perdarahan -------.
35. Penampang otak besar menunjukkan -------. Otak kecil dan batang otak menunjukkan
-------

44
Kesimpulan

Pada mayat laki-laki ini umur -------di temukan luka terbuka di daerah ketiak kiri yang
memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang putus, dan beberapa luka terbuka di
daerah tungkai bawah kanan dan kiri yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat
kekerasan tajam.

Sebab mati orang ini adalah pembunuhan akibat kekerasan tajam.

Demikianlah saya uraikan dengan sebenar-benarnya berdasarkan keilmuan saya sebaik-


baiknya mengingat sumpah sesuai dengan KUHAP. -----------------------------------------

Dokter yang memeriksa,

dr. Ain Nabila


NIP. 102010389 -------

BAB IV. KESIMPULAN

Pada pemeriksaan luar korban laki-laki, pada tubuh ditemukan luka atau tanda kekerasan
tajam, seperti luka terbuka di ketiak kiri yang meperlihatkan pembuluh darah ketiak putus
dan beberapa luka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri. Posisi mayat dalam keadaan
tertelungkup, relatif mendatar namun leher terjerat oleh baju dan mayat telah membusuk.

Setelah dilakukan pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam dan laboratorium pada korban, dapat
diketahui korban mati akibat kekerasan tajam. Ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh
korban.

45
BAB V. DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian kedokteran forensik. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000. h.1-52
2. Budyono A, Widiatmaka W, Sudiono S dkk. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997.h.1-203
3. Teknik autopsy forensic. Edisi keempat. Bagian Kedokteran Forensik FK Uni.
Indonesia. Jakarta:2000.
4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Autopsi. Dalam: Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius. Jakarta.2000:187-9
5. Staf pengajar bagian kedokteran forensik. Teknik autopsi forensik. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2000. h.1-63
6. Safitry O. Mudah membuat visus et repertum kasus luka. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2013.h.1-55

46

Anda mungkin juga menyukai