Anda di halaman 1dari 6

IDENTIFIKASI MASALAH

Konflik Di Indonesia.

Dalam hidup berbangsa, pembangunan konsensus seringkali tidak mudah dicapai. Konflik adalah
produk dinamika hubungan antarkelompok, sama halnya dengan konsensus. Konflik dan
konsensus muncul bergantian dan sekaligus menandai dinamika hubungan antar kelompok di
dalam masyarakat.
Umumnya, konflik termanifestasi ke dalam dua bentuk. Pertama, konflik yang berlangsung damai
tanpa menyita cost material dan spiritual seperti kerusuhan, kehilangan jiwa, cedera fisik,
terputusnya hubungan antarkeluarga dan sejenisnya. Konflik semacam ini sifatnya negosiatif dan
justru inheren bahkan dianjurkan dalam kehidupan bernegara, terutama dalam praktek-praktek
demokrasi liberal. Kedua, konflik yang berwujud vandalistik dan violence. Konflik-konflik seperti
ini yang kerap menggelisahkan mayoritas masyarakat dan para pemimpin Indonesia. Maka dalam
hal ini penulis memberi judul makalahnya yaitu “Makalah Konflik Di Indonesia”. Semoga
Makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan para pelajar.

C. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas , maka dirumuskan permasalahan dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud SARA?
2. Apa perbedaan suku dan ras agama?
3. Apa saja tindakan-tindakan SARA?
4. Apa contoh konflik yang ada di Indonesia secara umum?
5. Bagaimana cara mengatasi konflik tersebut?
6. Apa manfaat SARA bagi suku dan ras agama?

D. PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN SARA ( SUKU AGAMA RAS DAN ADAT ISTIADAT)


Sara adalah berbagai pandangan dan tindakan yang didasarkan pada sentimen identitasyang menyangkut
keturunan, agama, kebangsaan atau kesukuan dan golongan. Dalampengertian lain SARA dapat di sebut
Diskriminasi yang merujuk kepada pelayanan yangtidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat
berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang
biasadijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusianuntuk membeda-
bedakan yang lain. SARA Dapat Digolongkan Dalam Tiga Katagori :
a. Kategori pertama yaitu Individual : merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh individumaupun kelompok.
Termasuk di dalam katagori ini adalah tindakan maupun pernyataanyang bersifat menyerang, mengintimidasi,
melecehkan dan menghina identitas diri maupungolongan.2.
b. Kategori kedua yaitu Institusional : merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh suatuinstitusi, termasuk negara,
baik secara langsung maupun tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja telah membuat peraturan diskriminatif
dalam struktur organisasi maupunkebijakannya.3.
c. Kategori ke tiga yaitu Kultural : merupakan penyebaran mitos tradisi dan ide-idediskriminatif melalui struktur
budaya masyarakat.

2. PERBEDAAN SUKU DAN RAS PEMELUK AGAMA


Bahwa perbedaan suku dan ras berkat adanya agama bukan menjadi penghalang untuk
menciptakan hidup persaudaraan yang rukun hal itu sudah terbukti oleh kenyataan yang
menggembirakan dan hal itu tidak perlu dibicarakan lagi. Yang menjadi masalah disini ialah,
apakah perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat
untuk menimbulkan perpecahan antar umat manusia. Khususnya apakah dalam satu Negara yang
terdiri dari berbagai suku bangsa dan yang menerima adanya agama yang berbeda-beda bukannya
membina dan memperkuat unsur penyebab yang lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan
bangsa dan Negara itu.
Bahwa faktor ras itu sendiri terlepas dari agama sudah membuktikan bertambahnya permusuhan
dan pencarian jalan keluarnya, dan kesemuannya itu menjadi bahan menarik dalam diskusi ilmiah
maupun dalam kalngan kaum politisi, adalah merupakan masalah yang tetap actual yang tidak
dijadikan sasaran dari pembicaraan kita sekarang ini. Masalah itu telah menjadi bahan
pembicaraan ilmiah dari ilmu biologi dan politik namun demi lebih jernihnya masalah yang kita
bicarakan ada satu hal sangat menarik dari kalangan sarjana biologi, perlu kita tampilkan disini.
Asumsi yang terkenal itu dan telah mengundang banyak sanggahan yang gigi ialah dari Arthur de
Gobineau, dalam karangannya yang menjadi klasik “Essai sur I’negalite des races humaines, tahun
1853-1855. Asumsi itu pada intinya menyatakan bahwa ras kulit putih merupakan ras tertinggi
bangsa manusia, dan bahwa ras itu dipanggil untuk membawakan obor kemajuan di dunia ini dan
bahwa ras yang bukan kulit putih ditakdirkan untuk tidak dapat menhasilkan sesuatu yang yang
berarti dalam bidang kemajuan.
Kesombongan rasial itu bertumbuh mencapai klimaksnya dalam pendirian bangsa Jerman bahwa
bangsa itu merupakan “manusia super”, yang mendapat tugas di dunia ini dari kekuasaan ilahi,
untuk menghancurkan jenis ras yang lebih rendah. Patut disayangkan bahwa ilusi congkak itu telah
diwujudkan oleh regim Hitler dalam pembunuhan kejam terhadap jutaan manusia dari suku bangsa
Yahudi. Namun dalam keseluruhan perbuatan anti rasial yang tak mengenal perikemanusiaan itu
tidak ditemkan unsurperbedaan agama sebagai dasar pertimbangannya. Kebenaran asumsi akan
lebih penuh bagi sekelompok bangsa yang berpendirian bahwa setiap bangsa mempunyai
agamanya sendiri.Misalnya; agama Islam untuk bangsa arab, agama hindu dan budha untuk India,
agama jawa untuk bangsa jawa.
Contoh lain yang memperkuat pendirian mengenai situasi konfliktual atas dasar perbedaan
agama dan ras bersama-sama, dapat dilihat dalam wilayah Negara Indonesia tersendiri. Suku
bangsa aceh yang beragama islam dan suku bangsa batak yang beragama Kristen; kedua suku
itu hampir selalu hidup dalam ketegangan, bahkan dalam konfik fisik (sering terjadi) yang
merugikan ketentraman dan keamanan. Demikian pula suku Flores yang beragam katolik dan
suku bali yang memeluk agama hindu-bali hidup dalam jarak sosial yang kurang lancer. Masalah
suku dan agama yang merupakan bagian dari apa yang disebut “SARA’’ itu belum ditangani
oleh penelitian sosiologis. Yang perlu dicari jawaban ilmiahnya ialah soal sejauh mana
perbedaan suku dan agama merupakan penghambat kesatuan nasional yang kuat.

3. TINDAKAN - TINDAKAN SARA


Setiap tindakan yang melibatkan kekerasan, diskriminasi dan pelecehan yang didasarkanpada identitas diri dan
golongan dapat dikatakan sebagai tidakan SARA. Tindakan inimelecehkan kemerdekaan dan segala hak-hak
dasar yang melekat pada manusia. Ketikaseseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku,
antargolongan,kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lainyang diduga
merupakan dasar dari tindakan diskriminasi. Diskriminasi langsung, terjadisaat hukum, peraturan atau kebijakan
jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan
menghambat adanya peluang yang sama. Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat
netral menjadidiskriminatif saat diterapkan di lapangan.

4. CONTOH MASALAH SARA SECARA UMUM DI INDONESIA SARA


akhir-akhir ini muncul sebagai masalah yang dianggap menjadi salah satu sebabterjadinya berbagai gejolak sosial
di negara kita. Perkelahian antara suku Madura dan sukuDayak di Kalimantan Barat, perkelahian antara suku
Makasar dan penduduk asli Timoryang kemudian berkembang menjadi pergesekan antaragama Katolik dan
Islam,merupakan contoh peristiwa SARA (suku, agama, ras, antargolongan) di negara kita.Indonesia terdiri dari
pulau-pulau dan suku bangsa, maka masalah SARA merupakan hal biasa. Dalam masalah SARA ada beberapa
hal yang perlu dicermati adalah :
a. Pertama, hubungan antara suku pribumi dan nonpribumi sampai saat ini belumdapatdipecahkan, dan tetap
menjadi pemicu potensial timbulnya konflik sosial.
b. Kedua, SARA muncul kembali sebagai faktor pendorong timbulnya "nasionalisme daerah"berupa upaya
memisahkan suatu wilayah dari wilayah Republik Indonesia, meskipunmasalah ini secara historis seharusnya
sudah selesai ketika bangsa ini memproklamasikanSumpah Pemuda 1928.
c. Ketiga, ada gejala bergesernya sebab pemicu: timbulnya gejolak sosial dari masalah SARAke masalah yang
bersifat struktural.
d. Keempat, seimbang antara suku dalam akses mereka pada sumber alam.
e. Kelima, pada tingkat makro lain seperti belum terciptanya birokrasi yang secara
politisnetral.Perspektif seperti ini akan melihat masalah sebenarnya yang kini dihadapi bangsa ini,karena SARA
hanya merupakan limbah masalah dasar itu serta wahana mobilisasimasyarakat guna menarik perhatian
pemerintah untuk menyelesaikan masalah dasartersebut. Indonesia memang perlu perubahan apabila ingin
memasuki abad ke-21 denganutuh sebagai suatu bangsa. SARA tak akan mampu memicu terjadinya suatu
ketegangan
apabila tak terkait dengan faktor struktural yang ada dalam masyarakat. Singapura danMalaysia adalah negara
multietnik dan multibudaya, namun hubungan antaretnik relatif harmonis. Hipotesis saya, karena Pemerintah
Malaysia dan Singapura -bersertaaparaturnya- termasuk pemerintahan yang bersih, baik dari segi ekonomi
maupun politik.Karena aparatur kedua pemerintahan itu bersih, maka keadilan pun terjamin.Masih sulit untuk
mengatakan bahwa kita telah memiliki suatu pemerintahan yang bersih.Akibatnya, keadilan sulit
dicapai.Sekelompok etnik tertentu, yang bekerja sama denganaparatur negara yang tak bersih, mampu lebih cepat
memanfaatkan kesempatan yangdiciptakan pemerintah. Hal ini kemudian menimbulkan masalah SARA atau
sikap antiterhadap suku tertentu. Tapi kita perlu memahami bahwa masalah tersebut muncul karenakelompok
etnik itu mengalami political insecurity dalam masyarakat, sehingga merekaperlu mencari security melalui aliansi
dengan aparatur pemerintah yang mengalamieconomic insecurity. Gejala menarik yang terjadi di negara kita,
adanya satu birokrasi yangmerupakan bagian suatu organisasi sosial politik (orsospol). Ketidaknetralan birokrasi
itudapat memancing ketegangan sosial yang manifestasinya adalah pada tindakan SARA.Contohnya, beberapa
gejolak sosial pada Pemilu 1997, seperti terjadi di Pekalongan.Dalam hal ini, kita dapat mendeteksi adanya
political insecurity di kalangan aparatur, yaknitakut kehilangan jabatan apabila orsospol tertentu kalah. Political
insecurity itu seringdimanifestasikan dalam tingkah laku yang bersifat overakting, yang dapat menimbulkanreaksi
keras dari orsospol lain, yang pada akhirnya menimbulkan tindakan SARA.Bagaimanapun, SARA adalah bagian
dari bangsa dan negara Indonesia. Kita tak dapat menghindar dari masalah ini.

5. STRATEGI PENANGANAN KONFLIK

Cara Mengatasi Konflik


Adapun cara mengatasi konflik dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
Mempelajari penyebab utama konflik.
Memutuskan untuk mengatasi konflik
Memilih strategi mengatasi konflik (Hunsaker,2003)
Menghilangkan faktor-faktor yang dapat menimbulkan konflik di suatu wilayah
Menguatkan ideologis nasionalis sebagai bangsa yang sama dan negara yang sama.
Pembauran alami dan sistematis dalam pengawasan ketat berfasilitas kesamaan kultur.
Pembauran religius dan kekeluargaan dalam bentuk perkawinan silang.
Lima Strategi Untuk Mengatasi Konflik dalam lima kemungkinan
Jika kerjasama rendah dan kepuasan diri sendiri tinggi, maka gunakan
pemaksaan (forcing)atau competing.
Jika kerjasama rendah dan kepuasan diri sendiri rendah, maka gunakan penghindaran(avoiding).
Jika kerja sama dan kepuasan diri seimbang (cukup), maka gunakan kompromi
(compromising).
Jika kerjasama tinggi dan kepuasan diri sendiri tinggi, maka gunakan kolaboratif(collaborating).
Jika kerjasama tinggi dan kepuasan diri sendiri rendah, maka gunakan
penghalusan (smoothing). Forcing (Pemaksaan) menyangkut penggunaan kekerasan, ancaman,
dan taktik-taktik penekanan yang membuat lawan melakukan seperti yang dikehendaki.
Pemaksaan hanya cocok dalam situasi-situasi tertentu untuk melaksanakan perubahan-perubahan
penting dan mendesak. Pemaksaan dapat mengakibatkan bentuk-bentuk perlawanan terbuka dan
tersembunyi (sabotase). Avoding (Penghindaran) berarti menjauh dari lawan konflik.
Penghindaran hanya cocok bagi individu atau kelompok yang tidak tergantung pada lawan
individu atau kelompok konflik dan tidak mempunyai kebutuhan lanjut untuk berhubungan dengan
lawan konflik. Compromissing (Pengkompromian) berarti tawar menawar untuk melakukan
kompromi untuk mendapatkan kesepakatan. Tujuan masing-masing pihak adalah untuk
mendapatkan kesepakatan terbaik yang saling menguntungkan.
Pengkompromian akan berhasil bila kedua belah pihak saling menghargai, dan saling percaya.
Kepuasan diri-sendiri, Collaborating berarti kedua pihak yang berkonflik kedua belah pihak
masih saling mempertahankan keuntungan terbesar bagi dirinya atau kelompoknya
saja. Smoothing (Penghalusan) atau conciliation berarti tindakan mendamaikan yang berusaha
untuk memperbaiki hubungan dan menghindarkan rasa permusuhan terbuka tanpa memecahkan
dasar ketidaksepakatan itu.Conciliation berbentuk mengambil muka (menjilat) dan
pengakuan Conciliation cocok untuk bila kesepakatan itu sudah tidak relevan lagi dalam
hubungan kerja sama.

6. Manfaat SARA Bagi Ras Dan Suku Agama

a) Memberikan pengetahuan tentang tujuan,dan bagaimana cara hidup.Tanpa agama manusia tidak
tahu untuk apa yang sebenarnya hidup ,dan nantiya kemana dia pergi.
b) Agama dengan kitab sucinya berfungsi sebagai penerang.Agama ibarat sebagai obor,yang mampu
menerangi dalam kegelapan.Orang yang ada dalam kegelapan akan banyak mengalami hambatan-
hambatan dalam mencapai tujuan hidupnya,karena tidak mengetahui mana yang baik dan yang
buruk ,mana yang boleh dan mana yang boleh dihindari.Orang yang beroborkan agama akan lebih
bias menempuh jalan yang benar,dan akan bisa lebih cepat berjalan menuju tempat tujuan yaitu
kesejahteraan di dunia dan kebagiaan di akhiran
c) Bisa menjadi alat peredam dari gejolak dan gelorak bathin seseorang yang dirundungkan
kedukaan.Dengan agama orang bisa menghibur dirirnya di saat mengalami kesedihan sehingga
mempunyai daya tahan yang jauh lebih besar terhadap segala macam penderitaan

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Konflik sebagai kategori sosiologis bertolak belakang dengan pengertian perdamaian dan
kerukunan. Yang terakhir ini merupakan hasil dari proses assosiatif, sedangkan yang pertama dari
proses dissosiatif Proses assosiatif adalah proses yang mempersatukan; dan proses dissosiatif
sifatnya menceraikan atau memecahkan. Fokus kita tertuju kepada masalah konflik atau bentrokan
yang berkisar pada agama. Dalam konteks ini konflik sebagai fakta sosial melibatkan minimal dua
pihak (golongan) yang berbeda agama, bukannya sebagai konstruksi khayal (konsepsional)
melainkan sebagai fakta sejarah yang masih sering terjadi di zaman sekarang. Misalnya: bentrokan
antara umat Kristen Gereja Purba dengan umat Yuhudi, benturan umat Kristen dengan penganut
agama Romawi (agama kekaisaran) dalam abad pertama sampai dengan ketiga. Dalam penyorotan
sekarang ini kita hanya ingin mengkhususkan pada suatu sumber bentrokan saja, yaitu : perbedaan
iman. Dan berkaitan dengan iman juga perbedaan mental setiap umat beragama. Bahwa perbedaan
iman (dan doktrin) de facto menimbulkan bentrokan tidak perlu kita persoalkan, tetapi kita
menerimanya sebagai fakta dan mencoba untuk memahami, dan mengambil hikmahnya. Semua
pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing terutama dari benturan
itu.
Faktor-faktor penyebab konflik diantaranya perbedaan doktrin dan sikap mental, perbedaan suku
dan ras beragama dan perbedaan tingkat kebudayaan. Perbedaan iman menimbulkan bentrokan
yang tidak perlu kita persoalkan, tetapi kita menerimanya sebagai fakta dan mencoba untuk
memahami dan mengambil hikmahnya.
Adapun strategi untuk mengatasi konflik yang ada, harus adanya kesepakatan dari kedua belah
pihak untuk saling menghargai dan saling percaya.
B. SARAN

Saran dari saya adalah di jaman sekarang ini, seharusnya perbedaan SARA tidak lagi di pentingkan
karena kita dapat berkerjasama dengan berbagai suku, ras, agama, dan adat istiadat dengan efektif
dan tidak hanya dari satu ras, dll. Dari perbedaan itu, justru kita dapat lebih kreatif dan membuat
wawasan kita menjadi jauh lebih luas.

Anda mungkin juga menyukai