BAB I DHF
BAB I DHF
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
DHF (Dengue Haemorraghic Fever) pada masyarakat awam sering disebut sebagai
demam berdarah.
Menurut para ahli, demam berdarah dengue disebut sebagai penyakit (terutama sering
dijumpai pada anak) yang disebabkan oleh virus Dengue dengan gejala utama
demam,nyeri otot, dan sendi diikuti dengan gejala pendarahan spontan seperti ; bintik
merah pada kulit,mimisan, bahkan pada keadaan yang parah disertai muntah atau BAB
berdarah.
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili Flaviviridae,dengan genusnya
adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-
2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang
berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di
negara-negara Tropis dan Subtropis.
Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda. Di
Indonesia Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan
sekarang menyebar keseluruh propinsi di Indonesia. Timbulnya penyakit DBD ditenggarai
adanya korelasi antara strain dan genetik, tetapi akhir-akhir ini ada tendensi agen
penyebab DBD disetiap daerah berbeda. Hal ini kemungkinan adanya faktor geografik,
selain faktor genetik dari hospesnya. Selain itu berdasarkan macam manifestasi klinik
yang timbul dan tatalaksana DBD secara konvensional sudah berubah. Infeksi virus
Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan sub
tropis.
B. Rumusan Masalah
1.
BAB II
PEMBAHASAN
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau dema berdarah adalah penyakit menular yang di
sebabkan oleh virus dengue dan di tularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Penyakit
ini dspat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama kepada anak.
Penyakit ini juga sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah.
Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) atau Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF) adalah virus dengue. Di Indonesia, virus tersebut sampai saat ini telah diisolasi
menjadi 4 serotipe virus dengue yang termasuk dalam grup B dari arthropedi borne viruses
(Arboviruses), yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3, dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3
merupakan serotipe yang menjadi penyebab terbanyak. Di Thailand, dilaporkan bahwa
serotipe DEN-2 adalah dominan. Sementara di Indonesia, yang terutama dominan adalah
DEN-3, tetapi akhir-akhir ini ada kecenderungan dominasi DEN-2.
Infeksi oleh salah satu serotipe menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap
serotipe bersangkutan, tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain. Virus dengue ini
terutama ditularkan melalui vektor nyamuk aedes aegypti. Nyamuk aedes albopictus, aedes
polynesiensi, dan beberapa spesies lain kurang berperan. Jenis nyamuk ini terhadap hampir di
seluruh Indonesia kecuali di ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan laut.
Fenomena patofisiologis utama yang menentukan berat penyakit yang membedakan DHF
dari dengue klasik adalah meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya
volume plasma, serta terjadinya hipotensi. Trombositopeni dan diastesis hemorrhagik. Pada
kasus berat , renjatan terjadi secara akut dan nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Ada dugaan bahwa renjatan
terjadi sebagai akibat dari kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler melalui kapiler yang
rusak, sehingga mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningkatnya nilai
hematokrit. Bukti dugaan ini adalah ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga
serosa, yaitu rongga peritonium, pleura, dan perikard yang ternyata melebihi pemberian
cairan infus, serta terjadinya bendungan pembuluh darah paru. Plasma merembes selama
perjalanan penyakit mulai dari awal demam sampai puncaknya pada masa renjatan.
Trombositopeni yang hebat, gangguan fungsi trombosit, dan kelainan fungsi koagulasi
merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan. Perdarahan kulit umumnya disebabkan
oleh factor kapiler dan trombositopeni, sedangkan perdarahan masih diakibatkan oleh
kelainan yang lebih kompleks, yaitu trombositopeni, gangguan faktor pembekuan, dan
mungkin juga faktor DIC. Patogenesis DHF berkaitan dengan system komplemen,yaitu
system dalam sirkulasi darah yang terdiri dari 11 komponen protein dengan bentuk tidak aktif
dan labil terhadap panas. Sebagai reaksi tehadap infeksi,terjadi aktivasi komplemen sehingga
dilepaskanlah anafilaktoksin C3a dan C5a yang mampu membebaskan histamine sebagai
mediator kuat dalam peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah,dan bereperan
dalam terjadinya renjatan. Seperti pada infeksi virus yang lain ,infeksi virus dengue juga
merupakan self limiting infektious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari.
Infeksi virus dengue mengakibatkan manipestasi klinis yang berpariasi mulai dari
asimtomatik , yang merupakan penyakit yang paling ringan ( mild undifferentiated febrile
illness) demam dengue( dengue fever) , demam berdarah dengue (DBD) , atau dengue
hemoragik fever (DHF) sampai syndrome syok dengue(SSD) . walaupun secara
epidemiologis infeksi ringan lebih banyak terjadi,tetapi pada awal penyakit hamper tiidak
mungkin membedaakan antara infeksi ringan atau berat.
Bentuk ringan dengue menyerang semua golongan umur dan bermanifestasi lebih berat pada
orang dewasa. Demam dengue pada bayi dan anak berupa demem ringan yg disertai dengan
timbulnya ruam makulopapular. Pada anak besar dan dewasa, penyakit ini dikenal sindrom
triasdengue, yang berupa demam tinggi dan mendadak nyeri pada anggota badan(kepala,bola
mata,punggung dan sendi) dan timbulnya ruam makulopapular.pasien dengan penyakit
demam dengue biasanya sembuh tanpa adanya gejala sisa.
Kasus DHF ditandai oleh manifestasi klinis,yaitu : demam tinggi dan mendadak yang dapat
mencapai 40
0
c atau lebih atau terkadang disertai dengan kejang demam ,sakit kepala,anoreksia,muntah
muntah atau vomiting,epigastric discomfort,nyeri perut kanan atas atau seluruh bagian perut
dan pendarahan, terutama pendarahan kulit, walaupun hanya berupa uji tourniquet
positif.selain itu,pendaharahan kulit dapat terwujud memar atau dapat juga
berupa pendarahan spontan mulai dari petechiae atau muncul pada hari-hari pertama demam
dan berlangsung selama 3-6 hari pada ekstremitas,tubuh,dan muka, sampai epistaksis dan
pendarahan gusi. Sementara pendarahan gastro intestinal masih lebih jarang terjadi dan
biasnya hanya terjadi pada kasus dengan syok yang berkepanjangan atau setelah syok yang
tidak teratasi. Pendarahan lain seperti pendarahan sub konjungtiva terkadang juga
ditemukan.pada masa kovalesen sering kali ditemukan eritema pada telapak tangan dan kaki
dan hepatomegaly.hepatomegali pada umumnya dapat diraba pada permulaan penyakit dan
pembesaran hati ini tidak sejajar dengan beratnya penyakit.nyeri tekan sering kali ditemukan
tanpa icterus maupun kegagalan peredaran darah ( circulatory failure).
2.2 Diagnosa DHF menurut patokan yang ditetapkan WHO (1997), yaitu:
2. Manifestasi perdarahan, termasuk paling tidak uji tourniquet positif dan bentuk
lain perdarahan/perdarahan spontan (petechia, purpura, echimosis, epistaksis, perdarahan
gusi) dan hematemesis melena.
3. Pembesaran hati.
4. Syok, yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat disertai dengan tekanan nadi yang
menurun (20 mmHg atau kurang), tekanan darah yang menurun (tekanan sistolik menurun
sampai 80 mmHg atau kurang), dan kulit yang teraba dingin dan lembab, terutama pada
ujung hidung, jari, dan kaki. Penderita gelisah serta timbul sianosis disertai mulut. Pada awal
penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau protozoa seperti demam
tipoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya
tombositopenia yang jelas disertai dengan hemokonsentrasi membedakan DHF
dari penyakit-penyakit lain. Diagnosa banding lain adalah sepsis, meningitis, meningocele,
idiophatic trombosytopenic purpura (ITP), leukimia, dan anemia aplastik.
Demam Chikungunya (DC) sangat menular dan biasanya menyerang seluruh keluarga dengan
gejala demam mendadak. Masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, dan hamper selalu di
ikuti dengan ruam makulapopular, infeksi konjungtiva, serta sering dijumpai nyeri sendi.
Proporsi uji bending positif, petekia, dan epistaksinya hampir sama dengan DHF. Pada DC
tidak ditemukan perdarahan gastroinstestinal dan syok. Hari-hari pertama ITP berbeda
dengan DHF karena pada ITP demam cepat menghilang dan tidak di jumpai
hemokonsentrasi. Sedangkan pada fase penyembuhan perbedaannya teletak pada jumlah
trombosit yang lebih cepat kembali pada DHF.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastic. Pada leukemia, demam
tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Sementara pada anemia
aplastik, anak sangat anemis dan demam timbul karena infeksi sekunder.
Kematian oleh demam dengue hamper tidak ada, sebaliknya pada DHF atau DSS
mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang dan Jakarta
memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan
dibandingkan dengan pada anak-anak.
diberantas karena sarang-sarangnya terbatas di tempat-tempat yang berisi air bersih dengan
jarak terbang maksimal 100 m. tetapi karena vektor tersebar luas, untuk keberhasilan
pemberantasan tersebut diperlukan total coverage (meliputi seluruh wilayah) agar nyamuk tak
dapat berkembang biak lagi. 2.3 Klasifikasi
a. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni
dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit
seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
c. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system
sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin
dan penderita gelisah.
d. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan
yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.
a. Darah
1) Trombosit menurun.
2) HB meningkat lebih 20 %.
3) HT meningkat lebih 20 %.
7) NA dan CL rendah.
b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
2.5 Penatalaksanaan
a. Tirah baring
Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan
intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter,
korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1.
Identitas pasien
Nama, umur ( pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15
tahun ), jenis kelamin, alamat , pendidikan , nama orang tua , pendidikan orang tua , dan
pekerjaan orang tua.
2.
Keluhan Utama
Alasan / keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit adalah panas
tinggi dan anak lemah.
3.
Di dapatkan adanya keluhan panas mendadak yang di sertai menggigil dan saat demam
kesadaran compos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 , dan anak
semakin lemah. Kadang-kadang di sertai dengan keluhan batuk, filek, nyeri telan, mual,
muntah, anorexia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati
dan pergerakanbola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (
grade III, IV ), melena, atau hematemesis.
4.
Penyakit apa saja yang pernah di derita. Pada DHF, anak bisa mengalami serangan ulang
DHF dengan tipe virus yang lain.
5.
Riwayat Imunasasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya
komplikasi dapat di hindarkan.
6.
Riwayat Gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. semua anak dengan status gizi baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Anak yang menderita
DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi
ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat
mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
7.
Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih seperti
air yang menggenang dan gantungan baju di kamar.
8.
Pola kebiasaan
1)
Nutrisi dan metabolisme frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang, dan nafsu
makan menurun.
2)
Eliminasi alvi ( buang air besar ). Kadang-kadang anak mengalami diare / konstipasi.
sementara DHF pada grade III-IV bisa terjadi melena.
3)
Eliminasi urine ( buang air kecil ) perlu di kaji apakah sering kencing, sedikit / banyak, sakit /
tidak. pada DHF garade IV sering terjadi hematuria.
4)
Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit / nyeri otot
dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
5)
Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung
kurang terutama untuk membesihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
6)
Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga kesehatan.
.
Pemeriksaan fisik. Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut
sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik anak adalah sebagai
berikut.
1)
Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaaan umum lemah, tanda-tanda vital dan nadi
lemah.
2)
Grade II : Kesadaran kompos mentis , keadaaan uum lemah, ada perdarahan spontan
ptekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3)
Grade III : kesadaran apatis, somenolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur, serta tensi menurun.
4)
Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak terukur,
pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin , berkeringat, dan kulit tampak biru.
10.
Sistem Integumen:
1)
Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab.
2)
3)
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam ( flusy ), mata anemis, hidung
kadang mengalamiperdarahan ( epistaksis ) pada grade II,III,IV, pada mulut di dapatkan
bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan
mengalami hypertemia pharing dan terjadi perdarahan telinga ( pada grade II,III,IV ).
4)
Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. pada fhoto thorax terdapat adanya cairan
yang tertimbun pada paru sebelah kanan ( efusi pleura ), Rales +, rhonkhi + yang biasanya
terdapat grade III dan IV.
5)
6)
Ekstremitas, akral dingin, serta terjadi nyeri otot , sendi, serta tulang.
11.
Pemeriksaan Laboratorium.
1)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia.
Intervensi:
1) Observasi tanda
–
tanda vital klien : suhu, nadi, tensi, pernapasan, tiap 4 jam atau lebih sering
R/
Tanda
–
tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
R/
Penjelasan tentang kondisi yang dialami klien dapat membantu klien/keluarga mengurangi
kecemasan yang timbul.
3) Menjelaskan pentingnya tirah baring bagi pasien dan akibatnya jika hal tersebut tidak
dilakukan.
R/
Penjelasan yang diberikan akan memotivasi klien untuk kooperatif.
4) Menganjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 ltr/24 jam dan jelaskan manfaatnya
bagi pasien.
R/
Peningkatan suhu tubuh akan menyebabkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
R/
Pemberian kompres akan membantu menurunkan suhu tubuh.
R/
Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
Intervensi:
1) Kaji tingkat nyeri yang dialami klien.
R/
Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami klien.
2) Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri (budaya, pendidikan,dll)
R/
Reaksi klien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dengan mengetahui
faktor tersebut maka perawat dapat melakukan intervensi sesuai masalah klien.
R/
Untuk mengurangi rasa nyeri
4) Berikan suasana gembira bagi klien, lakukan teknik distraksi, atau teknik relaksasi.
R/
Dengan teknik distraksi atau relaksasi, klien sedikit melupakan perhatiannya terhadap
nyeri yang dialami.
R/
Berhubungan dengan orang terdekat dapat membuat klien teralih perhatiannya dari nyeri
yang dialami.
R/
Obat analgetik dapat mengurangi atau menekan nyeri klien.
Intervensi:
1) Kaji keadaan umum klien 9pucat, lemah, taki kardi), serta tanda
–
tanda vital.
R/
Menetapkan data dasar, untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari keadaan
normalnya.
R/
Asupan cairan sangat diperluakan untuk menambah volume cairan tubuh.
4) Kaji tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat muntah, diare, kehausan, turgor
jelek).
R/
Untuk mengetahui penyebab defisit volume cairan.
R/
Pemberian cairan intra vena sangat penting bagi klien yang mengalami defisit volume cairan
dengan keadaan umum yang buruk untuk rehidrasi.
Intervensi:
R/
Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada
tahap tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
R/
Agar klien/keluarga mengetahui hal hal yang mungkin terjadi padaklien dan dapat membantu
mengantisipasi terjadinya perdarahan.
R/
Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
R/
Keterlibatan keluarga akan sangat membantu klien mendapatkan penanganan sedini
mungkin.
5) Antisipasi terjadinya perdarahan ( sikat gigi lunak, tindakan incvasif dengan hati-hati).
R/
Klien dengan trombositopenia rentan terhadap cedera/perdarahan.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia.
Intervensi:
1) Kaji keluhan mual, muntah, dan sakit menelan yang dialami klien
R/
Untuk menetapkan cara mengatasinya.
R/
Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan klien.
3) Berikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur dan dihidangkan saat masih hangat.
R/
Membantu mengurangi kelelahan klien dan meningkatkan asupan makanan karena mudah
ditelan.
R/
Untuk menghindari mual dan muntah serta rasa jenuh karena makanan dalam porsi banyak.
5)
Jelaskan manfaat nutrisi bgi klien terutama saat sakit.
R/
Mengetahui pemasukan/pemenuhan nutrisi klien.
Intervensi:
R/
Untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien.
2) Kaji hal-hal yang mampu/tidak mampu dilakukan oleh klien sehubungan degan kelemahan
fisiknya.
R/
Untuk mengetahui tingkat ketergantungan klien dalam memenuhi kebutuhannya.
3) Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai dengan tingkat keterbatasan klien
seperti mandi, makan, eliminasi.
R/
Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada saat kondisinya lemah tanpa membuat
klien mengalami ketergantungan pada perawat.
R/
Dengan melatih kemandirian klien, maka klien tidak mengalami ketergantungan.
R/ A
kan membantu klien memenuhi kebutuhan sendiri tanpa bantuan orang lain.
g. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF berhubungan
dengan kurangnya informasi.
Intervensi:
R/
Sebagai data fdasar pemberian informasi selanjutnya.
R/
Untuk memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat pendidikan klien/ keluarga sehingga
dapat dipahami.
3) Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan pada klien dengan
bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
R/ A
gar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehinggfa tidak terjadi
kesalahpahaman.
4) Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya pada klien.
R/
Dengan mengetahui prosedur/tindakan yang akan dilakukan dan manfaatnya, klien akan
kooperatif dan kecemasannya menurun.
5) Berikan kesempatan pada klien/ keluarga untuk menanyakan hal-hal yangingin diketahui
sehubungan dengan penyakit yang diderita klien.
R/ M
engurangi kecemasan dan memotivasi klien untuk kooperatif.
R/
Untuk membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan karena dapat dilihat/ dibaca
berulang kali.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Banyak cara untuk menurunkan insiden terjadinya DHF. Karena vektor dari DHF adalah
nyamuk Aedes a, maka ada beberapa hal yang sebaiknya dilaksanakan untuk memutuskan
rantai penyakit:
1. Tanpa insektisida:
2. dengan insektisida:
b. abate untuk membunuh jentik nyamuk denan cara ditabur pada bejana- bejana
tempat penampungan air bersih dengan dosis 1 gram Abate SG 1% per 10 liter air.
4.2 Saran
Penulis berharap semoga penyusunan makalah tentang Askep pada anak/bayi dengan DHF
ini dapat memberikan ilmu dan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan praktik
keperawatan. Dan juga dengan makalah ini dapat menjadi acuan untuk tindakan proses
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Asuhan keperawatan bayi dan anak ( untuk perawat dan bidan)
http://askep.blogspot.com/2008/01/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan_6163.html