Anda di halaman 1dari 14

BAB I

I.1. Pendahuluan

Sistem motorik dapat dibagi kedalam beberapa bagian yang saling


berhubungan, medula spinalis meliputi neuron-neuron motor primer dan
interneuron premotor yang membentuk dasar refleks spinal dan dasar pola motor,
kegiatan ini dimodulasi oleh jaras supraspinal desenden yang terdiri atas jaras
desenden traktus piramidal dan ekstrapiramidal. Sistem piramidal membawa
impuls dari area korteks motor ke motor neuron primer dan mereka dihubungkan
dengan interneuron, hal tersebut diatas sangat penting untuk mengontrol gerakan
volunter halus sebagai contoh gerakan halus jari jari, fungsi traktus kortikospinal
adalah sangat menentukan kontrol penggunakan jaras desenden batang otak, yang
berasal dari beberapa bagian formasio retikularis, nukleus vestibularis, dan
beberapa area otak tengah. Semua gerakan dipengaruhi oleh jaras ini, jaras-jaras
tersebut sangat penting untuk mengatur tonus otot dan memelihara penegakan
postur. 1
Traktus Piramidalis mulanya dianggap sebagai yang memulai dan
mengendalikan setiap aktifitas otot volunter, tetapi kemudian diketahui bahwa
jaras ini terutama berhubungan dengan gerakan terlatih dari otot-otot distal
anggota gerak dan dengan fasilitasi α, β dan τ motorneuron. Sepertiga akson-
akson dari jaras ini berasal dari korteks motorik primer (area 4 dan 6) sepertiga
lainnya dari area promotor dan area motorik tambahan, dan sepertiga sisanya
berasal dari lobus parietalis (area 3, 1 dan 2). Traktus kortikospinalis kemudian
berjalan kedistal yang kemudian terbagi menjadi traktus kortikospinalis lateralis
(90%) dan traktus kortikospinalis ventralis. 1
Traktus kortikospinalis lateralis berjalan pada funikulus lateralis medula
spinalis dan mengadakan sinaps pada aspek lateral lamina IV hingga VIII. Banyak
sel-sel pada lamina ini adalah interneuron yang mengadukan sinaps dengan α, dan
τ motor neuron pada lamina IX, traktus kortikospinalis menimbulkan pengaruh
fasilitasi dan inhibisi pada interneuron spinal dan motor neuron, aktivasi traktus
kortikospinalis umumnya menimbulkan potensial eksitatorik postsinaptik pada

1
interneuron dan motorneuron dari otot-otot pleksor dan potensial inhibitorik
postsinaptek pada otot-otot ekstensor. 2

2
BAB II
II.1. Pembahasan

a. Traktus Piramidalis
Pada traktus piramidalis neuron–neuron beserta akson kortikal
diproyeksikan ke medula spinalis yang sangat padat pada pinggir sulkus sentralis
anterior. Kepadatan neuron menurun dari bagian dorsal ke pinggir sulkus arkuatus
posterior dan bagian medialnya ke sulkus singulat. Setelah melintas pada
hubungan medula oblongata dan medula spinalis, akson kortiko spinal desenden
mencapai target mereka pada tingkat medula spinalis kemudian masuk substansia
grisea medula spinalis, dimana mereka bercabang-cabang dan bersinap. Pecahan
kecil akson ini bersinap secara langsung pada neuron motor pada rexed lamina IX
.1
Beberapa neuron kortiko spinal membuat hubungan sinap ke neuron motor
somatik mereka pada pinggir anterior sulkus sentralis dan pada bagian peta
somatotopik yang berhubungan dengan tangan dan kaki, hubungan monosinaptik
ini secara umum dibuat pada neuron motor otot otot lengan bagian distal, yang
berkelompok pada kornu anterior dorsolateral. Akson-akson kortikospinal dari
neuron yang berlokasi lebih jauh ke anterior dari sulkus sentralis secara tipikal
bersinap dengan interneuron premotor pada daerah intermediet dan bagian
ventromedial kornu anterior (rexed VII dan VIII) dimana neuron motor otot-otot
lengan proksimal dan otot aksial berada. Akson-akson ini merupakan akson
kortikospinal utama yang sangat banyak. Beberapa dari akson ini menyilang
bagian tengah sampai ke ventro medial kornu anterior ipsilateral. Traktus
rubrospinal. Neuron-neuron kortikal area 4 dan 6 dapat mempengaruhi neuron-
neuron motor spinal secara tidak langsung melewati rilei sinap pada nukleus red.
Proyeksi kortikorubrospinal, bersama-sama dengan sistem kortikospinal langsung
mengontrol gerakan halus ekstremitas bagian distal, ketika beberapa sistem

3
kortikorubrospinal mengendalikan gerakkan saat berjalan dan gerakan postural.1

Gambar 1
(dikutip dari kepustakaan 6 )

b. Patofisiologi Traktus Piramidalis4

Segala sesuatu yang mengganggu fungsi atau merusak susunan saraf


disebut lesi. Suatu lesi dapat berupa kerusakan pada jaringan fungsional akibat
perdarahan, trombosis, atau embolisasi. Dapat juga karena peradangan,
degenerasi, dan penekanan oleh proses desak ruang dan sebagainya. Adapun
tanda-tandanya ialah :

1. Tonus otot meninggi atau hipertonia


Gejala tersebut terjadi karena hilangnya pengaruh inhibisi korteks motorik
tambahan terhadap inti-inti instrinsik medulla spinalis. Hipertonia menjadi jelas
sekali apabila korteks motorik tambahan (area 6 dan 4) ikut terlibat dalam lesi
paralitik. Lesi di kapsula interna mengganggu serabut-serabut kortikobulbar atau
spinal. Tergantung pada jumlah serabut penghantar impuls piramidal yang terkena

4
gangguan, anggota gerak yang lumpuh dapat memperlihatkan hipertonia dalam
posisi fleksi atau ekstensi.

2. Hiperefleksia

Hiperefleksia merupakan keadaan setelah impuls inhibisi dari susunan


piramidal tidak dapat disampaikan kepada motoneuron.

3. Klonus

Hiperefleksia sering diiringi dengan klonus. Tanda ini adalah gerak otot
reflektorik yang bangkit secara berulang-ulang selama perangsangannya masih
berlangsung.

Gambar 2 Gambar 3
(dikutip dari kepustakaan 3 ) (dikutip dari kepustakaan 3 )

4. Refleks Patologik

Gerakan otot reflektorik dapat ditimbulkan pada setiap orang yang sehat.
Pada kerusakan UMN dapat disaksikan adanya refleks yang tidak dapat
dibangkitkan pada orang yang sehat dan dinamakan refleks patologik. Refleks
patologik itu dikenal sebagai refleks Tromner Hoffman, refleks Babinski, refleks
Chaddock, refleks Oppenheim, refleks Gordon, dan refleks Schaeffer.

5
A. refleks Tromner Hoffman

Gambar 4
(dikutip dari kepustakaan 8 )

B. refleks Babinski

Gambar 5
(dikutip dari kepustakaan 9 )

6
C. refleks Chaddock

Gambar 6
(dikutip dari kepustakaan 10 )

D.Refleks Oppenheim

Gambar 7
(dikutip dari kepustakaan 10 )

7
E. refleks Gordon

Gambar 8
(dikutip dari kepustakaan 10 )

F. refleks Schaeffer

Gambar 9
( dikutip dari kepustakaan 10 )

5. Tidak ada atrofi pada otot-otot yang lumpuh

Motoneuron dengan sejumlah serabut-serabut otot yang disarafinya


menyusun satu kesatuan motorik. Kesatuan fisiologik ini mencakup juga

8
hubungan timbal balik antara motoneuron dan serabut-serabut otot yang
disarafinya. Runtuhnya motoneuron akan disusul dengan kemusnahan serabut-
serabut otot yang tercakup dalam kesatuan motoriknya. Di dalam klinik otot
tersebut dinamakan atrofi. Dalam hal ini terjadi kerusakan serabut-serabut
penghantar impuls motorik UMN, motoneuron tidak dilibatkan. Oleh karena itu
otot-ototyang lumpuh tidak akan memperlihatkan atrofi.

6. Refleks Automatisme Spinal

Jika motoneuron tidak lagi mempunyai hubungan dengan korteks motorik


primer dan korteks motorik tambahan bukanlah berarti bahwa tidak berdaya
menggerakkan otot. Tetapi masih dapat digalakkan oleh rangsang yang datang
dari bagian susunan saraf pusat dibawah tingkat lesi. Gerakan yang bangkit akibat
perangsangan tersebut dinamakan refleks automatisme spinal.

c. Kelumpuhan UMN4
a. Hemiplegia akibat hemilesi di korteks primer

Kerusakan pada seluruh korteks piramidalis sesisi menimbulkan kelumpuhan


UMN pada belahan tubuh sisi kontralateral. Keadaan tersebut dikenal sebagai
hemiparalisis atau hemiplegia. Kerusakan yang menyeluruh, tetapi belum
meruntuhkan semua neuron korteks piramidalis sesisi, menimbulkan kelumpuhan
pada belahan tubuh kontralateral yang ringan sampai sedang. Dalam hal ini
digunakan istilah hemiparesis.

Perbedaan lebih nyata jika hemiplegia disebabkan disebabkan oleh lesi


vaskular di tingkat korteks dan hampir tidak ada perbedaan jika lesi penyebabnya
bersifat vaskular di kapsula interna. Pada tahap pertama hemiplegia karena lesi
kortikal sesisi, otot-otot wajah yang berada diatas fisura palpebralemasih dapat
digerakkan secara wajar. Pada penyumbatan cabang kortikal a.serebri media
terjadi kelumpuhan pada bagian wajah sisi kontralateral, lidah belahan
kontralateral dan otot leher dan lengan sisi kontralateral. Lesi kortikal akibat
trombosis cabang a.serebri media itu sangat mungkin melinatkan sebagian dari

9
daerah tungkai atas sehingga tungkai sisi kontralateral lumpuh ringan karena
gerakan di sendi panggul tidak dapat dilakukan dengan penuh tenaga.

b. Hemiplegia akibat hemilesi di kapsula interna

Kelumpuhan akibat lesi di kapsula interna hampir selamanya disertai


hipertonia yang khas. Hipertonia akibat lesi paralitik di kawasan susunan
piramidal yang disebut spastisitas, hanya dapat ditemukan pada sekelompok otot-
otot tertentu yang lumpuh saja, sehingga menimbulkan suatu pola gerakan
abnormal. Gangguan berbahasa tidak menyertai hemiplegia kapsular, oleh karena
mekanisme neuronalnya terjadi di tingkat kortikal melulu. Karena lidah ikut
terkena hemiparesis, maka artikulasi kata terganggu. Orang awam menyatakan
pelo atau cadel. Istilah kedokteran disebut disartria.

c. Hemiplegia alternans

Kerusakan unilateral pada jaras kortikobulbar atau kortikospinal di tingkat


batang otak menimbulkan sindrom hemiplegia alternans. Sindrom tersebut terdiri
atas kelumpuhan UMN yang melanda otot-otot belahan tubuh kontralateral yang
berada dibawah tingkat lesi, sedangkan setingkat lesinya terdapat kelumpuhan
LMN, yang melanda otot-otot yang disarafi oleh saraf kranial yang terlibat dalam
lesi. Tergantung pada lokasi lesi paralitiknya dapat dijumpai sindrom hemiplegia
alternans di mesensefalon, pons, dan medulla oblongata.

10
Gambar 10
(dikutip dari kepustakaan 5 )

11
d. Kelumpuhan LMN4

Lesi paralitik di susunan LMN berarti suatu lesi yang merusak


motoneuron, aksonnya, motor end plate, atau otot skeletal sehingga tidak terdapat
gerakan apapun walaupun impuls motorik dapat tiba pada motoneuron.
Kelumpuhan yang timbul itu disertai tanda-tanda LMN sebagai berikut:

1. Seluruh gerakan baik yang voluntar maupun reflektorik tidak dapat


dibangkitkan. Ini berarti bahwa kelumpuhan disertai oleh hilangnya refleks
tendon (arefleksia) dan tidak adanya refleks patologik.

2. Karena lesi LMN itu maka bagian eferen lengkung refleks berikut gamma
loop tidak berfungsi lagi sehingga tonus otot hilang.

3. Musnahnya motoneuron berikut dengan aksonnya berarti pula bahwa


kesatuan motorik runtuh sehingga atrofi otot cepat terjadi.

12
Gambar 11
(dikutip dari kepustakaan 5 )

Kerusakan pada jaras kortikospinalis pada satu sisi dari cervical spinalis
akan memberikan hasil seperti kelemahan (hemiparese) atau paralisis
(hemiplegia) pada ekstremitas superior dan inferior ipsilateral. Pada kondisi lain,
apabila terdapat lesi UMN dapat memberikan gambaran klinik seperti
hiperefleksia, spastisitas, hilangnya refleks abdominal, dan tanda babinski.
Kerusakan bilateral cervical C4-C5 dapat memberikan gambaran paralisis pada
seluruh ekstremitas (quadranplegia). Lesi unilateral pada thorakal memberikan
gambaran paralisis ekstremitas inferior ipsilateral (monoplegia). Jika kerusakan
thorakal bilateral memberikan gambaran kelumpuhan pada ekstremitas inferior
(paraplegia). Lesi pada decussatio piramidalis memberikan gambaran parese

13
bilateral pada ekstremitas superior (lesi pada rostral potion) atau parese bilateral
ekstremitas inferior (lesi pada caudal potion) berdasarkan jaras persilangan pada
decussatio.7

Lesi pada korteks motorik (penyumbatan arteri cerebri) atau pada kapsula
interna ( stroke atau penyumbatan arteri lentikulostriata) memberikan gambaran
hemiplegia kontralateral pada bahu dan kaki disertai tanda nervus kranial sentral.
Lesi pada hemiplegia kontralateral ditemukan tanda nervus kranialis seperti
deviasi lidah menuju ke sisi yang lemah dan menjauh dari arah lesi ketika lidah
ditonjolkan keluar dan paralisis otot wajah kontralateral bagian bawah (central
facial palsy). Ini dapat terjadi akibat serat motoneuron genioglossus dan
motoneuron wajah bagian bawah mendapatkan persarafan menyilang atau
bilateral.7

14

Anda mungkin juga menyukai