Anda di halaman 1dari 14

Struma Nodosa Non Toksik pada Laki-Laki Usia Lanjut

Ravelia Samosir
102016191
A1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No 6, Jakarta Barat
Email: ravelia.2016fk191@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak:

Struma nodosa non toksik merupakan kelainan endokrin yang sering dijumpai di klinik. Karena
lokasi anatomik kelenjar tiroid yang unik, yaitu di superfisial, maka struma nodosa non toksik
dengan mudah dapat dideteksi baik melalui pemeriksaan fisik maupun dengan menggunakan
berbagai moda diagnostik seperti ultrasonografi, sidik tiroid, atau CT scan. Yang menjadi
kekhawatiran klinik adalah kemungkinan keganasan dari setiap nodul yang ditemukan. Untuk
dapat memberi penilaian yang tepat apakan suatu nodul dikatakan ganas ataupun jinak, perlu
dipahami patogenesisnya, gejala klinis yang muncul, karakteristik nodul, pemeriksaan yang
perlu dilakukan, hingga penatalaksanaannya.

Kata kunci : Struma nodosa non toksik, endokrin, nodul

Abstract :

Struma nodosa non toxic is an endocrine disorder that is often found in clinics. Because of the unique
anatomic location of thyroid poverty, which is superficial, struma nodosa non toxic can easily be
detected either through physical examination or by using various diagnostic modes such as
ultrasonography, thyroid fingerprint, or CT scan. Clinical thoughts are possible malignancy of each
nodule found. To be able to provide the right information, you can use a password or tame, it is
necessary to visually pathogenesis, clinical symptoms that appear, characteristics of nodules, checks
that need to be done, to the management

Key words : Struma nodosa non toxic, endocrine, nodules

1
Pendahuluan

Istilah Goiter berarti terjadinya pembesaran pada kelenjar tiroid, yang dikenal dengan
goiter non toxik atau simpel goiter atau struma endemik, dengan dampak yang ditimbulkannya
hanya bersifat local yaitu sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ disekitarnya
seperti pengaruhnya pada trachea dan esophagus.1
Goiter adalah salah satu cara mekanisme kompensasi tubuh terhadap kurangnya unsure
yodium dalam makanan dan minuman. Asupan yodium dapat diperiksa secara langsung yaitu
dengan cara menganalisis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu yang mengidap
goiter, sedangkan pemeriksaan secara tidak langsung dipakai berbagai cara antara lain :
pemeriksaan kadar yodium dalam urine dan dengan studi kinetik yodium.
Berdasarkan kejadiannya atau penyebarannya ada yang disebut struma endemis dan
sporadik. Secara sporadik dimana kasus-kasus struma ini dijumpai menyebar diberbagai
tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan penyebab maka struma sporadik banyak
disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali, penggunaan obat-obat anti tiroid, peradangan dan
neoplasma, secara endemis, dimana kasus-kasus struma ini dijumpai pada sekelompok orang
didaerah tertentu, sdihubungkan dengan penyakit defisiensi yodium.1
Pada umumnya goiter sering dijumpai pada daerah pegunungan, namun ada juga yang
ditemukan di dataran rendah dan ditepi pantai. Goiter merupakan gangguan yang sangat sering
dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4 % laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60
tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di
Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-
kadang timbul komplikasi-komplikasi. Goiter mungkin membesar secara difus dan atau
bernodula.

Anamnesis
1. Identitas
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama
orang tua atau suami atau istri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan,
suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien
yang dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud.2,3

2
2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke
dokter atau mencari pertolongan. Keluhan utama dari pasien tersebut adalah terdapat
benjolan pada leher bagian depan yang kian lama makin membesar.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang
berobat.1 Berikut ini beberapa pertanyaan mengenai riwayat penyakit sekarang :
 Sejak kapan keluhan dirasakan ?
 Apakah benjolan makin membesar ?
 Apakah terdapat kesulitan dalam bernafas maupun menelan ?
 Apakah suara makin bertambah serak atau parau ?
 Apakah ada keluhan lain seperti demam ?
 Apakah terdapat penurunan berat badan?
 Apakah ada rasa gemetar pada tangan?
 Apakah terdapat banyak keringat ?
 Bagaimana konsumsi iodiumnya?
4. Riwayat Penyakit Dahulu Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan
adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.2
5. Riwayat Penyakit Keluarga Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter,
familial atau penyakit infeksi.3
6. Riwayat pribadi
Menanyakan tempat tinggal, riwayat makan, sanitasi, kebiasaan, dan lain-lain

Pemeriksaan Fisik
 Tanda tanda vital : suhu, denyut nadi, tekanan darah, frekuensi pernafasan, tingkat
kesadaran.
 Inspeksi :
o Melihat adanya pembesaran (ukuran, jumlah,letak,warna)
o Pamberton sign : Menyuruh pasien mengangkat tangan ke arah medial dan lihat
apakah ada kemerahan pada wajah
o Tremor kasar : Menyuruh pasien mengulurkan tangan dan diberi kertas lihat
apakah ada getaran pada tangan

3
o Pemeriksaan Oftalmopati :
 Jofroy sign : saat mata di lihat keatas dahi tidak dapat dikerutkan
 Von Stelwag sign : mata jarang berkedip
 Von Grave sign : mata melihat kebawah tapi palpebra superior tidak ikut
kebawah
 Rosenbach sign : saat mata tertutup palpebra tremor
 Moebius sign : tidak dapat fokus pada satu titik lurus
 Exophtalmus : bola mata terlihat menonjol

 Palpasi :
o Lokalisasi
o Ukuran dan jumlah
o Konsistensi
o Imobilisasi
o Meraba kulit lembab atau kering
o Palpasi anterior approach : meraba leher bagian depan dengan 1 jari
menahan pada sisi satunya dan mendorng menggunakan 3-4 jari pada sisi
berlawanan
o Palpasi posterior aprroach: meraba dengan jari 1 pada arah posterior dan
arah anterior dengan jari ke 2-5 kemudian suruh pasien menelan
o Pengukuran lingkar leher

Pada keganasan didapatkan konsistensi keras umumnya multipel tapi tidak


menutup kemungkinan uninodular Harus juga diraba kemungkinan pembesaran
kelenjar getah bening leher dan raba arteri karotis jika tidak ada pulsasi,
umumnya metastase karsinoma tiroid.3

 Auskultasi: Dengarkan pada lobus adanya bruit. Bruit adalah tanda dari suplai darah
yang meningkat yang dapat terjadi pada hipertiroid.3

4
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium

Kadar TSH (Thyroid Stimulating Hormone), T3 dan T4 yang rendah dihubungkan dengan
berkurangnya kemungkinan keganasan sehingga tidak perlu dilakukan pemeriksaan sitologi
karena insiden keganasan sangat rendah.4

2. Radiologi

Ultrasonografi resolusi tinggi merupakan tes yang paling sensitif untuk mendeteksi lesi
tiroid, mengetahui dimensi, struktur, dan mengevaluasi perubahan difus pada kelenjar tiroid.
Jika hasil palpasi normal, ultrasonografi hanya dilakukan jikan ada faktor risiko keganasan.
Jika ditemukan pada pemeriksaan fisik adenopati leher yang mencurigakan, perlu dilakukan
ultrasonografi kedua nodus limfa dan kelenjar tiroid karena terdapat risiko metastasis dari
mikrokarsinoma papiler yang tidak disadari sebelumnya.4

Pada semua pasien dengan nodul tiroid dan multinodular stroma teraba, ultrasonografi
perlu dilakukan untuk membantu diagnosis, mencari koinsidental nodul tiroid atau perubahan
kelenjar tiroid difus, mendeteksi keganasan dan lesi untuk dilakukan FNAB, memilih panjang
jarum biopsi, mendapatkan pengukuran objektif volume kelenjar tiroid dan lesi yang akan
dilakukan follow-up. Pelaporan ultrasonografi mencakup posisi, bentuk, ukuran, batas, isi, dan
ekogenik serta gambaran vaskular pada nodul. Gambaran ultrasonografi yang mengarah pada
keganasan diantaranya hipoekogenitas, mikrokalsifikasi (kecil, intranodular, punktata, titik
hiperekoik dengan posterior acoustic shadow minim atau tidak ada), batas irregular dan
gambaran vaskularisasi intranodular yang berantakan. Tumor berukuran besar dengan
perubahan degeneratif dan beberapa area yang terisi cairan kadang ditemukan pada
mikrokarsinoma. Walaupun kebanyakan nodul tiroid dengan dominasi komponen cairan
bersifat jinak, ultrasonografi tetap harus dilaukan karena karsinoma tiroid papiler sebagian
dapat berbentuk kistik. Lesi hipoekoik yang melebar hingga ke kapsul, menginvasi otot
pretiroid, dan menginfiltraasi saraf laring jarang ditemukan tetapi memerlukan pemeriksaan
sitologi segera.

Adanya pembesaran kelenjar limfa tanpa hilum, perubahan kistik, dan mikrokalsifikasi
meningkatkan kemungkinan ke arah keganasan. Gambaran melingkar dan hipervaskularisasi
yang berantakan lebih sering ditemukan, tetapi tidak spesifik.4

5
3. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH)

Cara langsung untuk menentukan apakah nodul tiroid ganas atau jinak adalah biopsi
aspirasi dengan menggunakan jarum dan pemeriksaan sitologi lesi. Di tangan yang ahli,
ketepatan diagnostik BAJAH berkisar antara 70-80%, dengan hasil negatif paslu keganasan 1-
6%. Sekitar 10% hasil sitologi positif ganas dan sepertiganya (3-6%) positif palsu yang
seringkali disebabkan tiroiditis Hashimoto.
Ketepatan diagnostik BAJAH akan meningkat bila sebelum biopsi dilakukan
penyelidikan isotopik atau ultrasonografi. Sidik tiroid otonom dan nodul fungsional
hiperplastik, sednagkan ultrasonografi selain untuk membedakan nodul kistik dari padat dan
menentukan ukuran nodul, juga berguna untuk menuntun biopsi.
Teknik BAJAH aman, murah, dan dapat dipercaya, serta dapat dilakukan pada passien rawat
jalan dengan risiko sangat kecil. Dengan BAJAH tindakan bedah dapat dikurangi sampai 50%
kasus nodul tiroid, dan pada kasus bersamaan meningkatkan ketepatan kasus keganasan pada
tiroidektomi.4

Diagnosis Banding
Karsinoma Tiroid
Karsinoma tiroid merupakan keganasan terbanyak ke-9 di antara 10 kanker terbanyak.
Insidensnya lebih tinggi di negara endemik struma, terutama jenis folikular dan jenis
berdiferensiasi buruk/anaplastik. Nodul tiroid dapat dijumpai pada semua usia. Insidensnya
meningkat seiring dengan meningkatnya usia dengan puncaknya pada usia antara 21-40 tahun.
Wanita 2-4 kali lebih sering mengalami nodul ini daripada laki-laki. 6
Keganasan tiroid berasal dari sel folikel tiroid dan dapat diklasifikasikan menjadi
berdiferensiasi baik, yaitu bentuk papilar, folikular, atau campuran keduanya, medular yang
berasal dari sel parafolikular dan mengeluarkan kalsitonin, serta berdiferensiasi
buruk/anaplastik. Perubahan dari struma menjadi karsinoma anaplastik biasa terjadi pada usia
lanjut. Radiasi daerah leher merupakan salah satu faktor risiko yang penting. Risiko menderita
karsinoma tiroid akibat radiasi biasanya juga bergantung pada usia. Bila radiasi terjadi pada
usia lebih dari 20 tahun, korelasi risikonya menjadi kurang bermakna. Terdapat beberapa
kriteria klinis yang dapat menunjukkan bahwa suatu tumor tiroid bersifat ganas, antara lain
usia <20 tahun atau >50 tahun, riwayat terpapar radiasi leher pada masa kanak-kanak,
pembesaran kelenjar tiroid yang cepat, struma dengan suara parau, disfagia, nyeri spontan,

6
riwayat keluarga menderita kanker, struma hiperplasia yang tetap membesar setelah diberikan
tiroksin, dan sesak napas.6

Struma Nodosa Toksik

Struma nodosa toksik juga dikenal sebagai Plummer’s disease. Paling sering
ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik. Penderita
mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi digitalis.
Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan
pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang
berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. Penderita goiter
nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura
palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun
demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada
penyakit Graves. Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter
terletak di retrosternal.6

Diagnosis Kerja
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar
tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong
trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut
akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila
pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak,
jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. 6

Etiologi
 Defisiensi iodium
 Faktor goitrogen
Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang
mengandung yodium.

7
Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang
batu dan batubara. Beberapa zat-zat makanan dalam sayur-sayuran seperti goitrin, yang
ditemukan dalam akar-akaran dan biji-bijian, glikosida sianogenik yang terdapat pada
singkong dan kol dapat melepaskan tiosianat yang dapat mengakibatkan goiter, terutama
dengan adanya defisiensi iodida
 Defisiensi sistem peroksidase, dimana iodida tidak dioksidasi menjadi iodium.
 Defisiensi penggandengan tirosin teriodinasi di dalam molekul tiroglobulin, sehingga
bentuk akhir dari hormon tiroid tidak terbentuk.7

Epidemiologi
Prevalensi nodul tiroid berkisar antara 5% sampai 50% bergantung pada populasi
tertentu dan sensitifitas dari teknik deteksi; prevalensi nodul tiroid meningkat sesuai dengan
umur, keterpajanan terhadap radiasi pengion dan defisiensi iodium.Di Amerika Serikat
prevalensi nodul tiroid soliter sekitar 4-7% dari penduduk dewasa, 3-4 kali lebih sering pada
wanita dibandingkan pria. Nodul akan ditemukan lebih banyak pada waktu operasi, autopsi,
dan dari hasil pemeriksaan ultrasonografi yang luput atau tidak terdeteksi secara klinik. Pada
autopsi nodularitas ditemukan pada sekitar 37% dari populasi, 12% di antaranya dari kelompok
yang tadinya dianggap sebagai nodul soliter. Untungnya hanya sebagian kecil yaitu hanya
kurang dari 5% nodul tiroid soliter ganas. Belum ada data epidemiologi mengenai prevalensi
nodul tiroid di berbagai daerah di Indonesia yang dikenal memiliki tipologi geografis dan
konsumsi iodium yang bervariasi.5

Patofisiologi
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam
struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-
Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan
menyebabkan struma difusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel
maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.
Defisiensi dalam sintesis hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan produksi TSH.
Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tiroid untuk
menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma.
Iodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tiroid.
Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap

8
paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, iodium dioksidasi menjadi bentuk yang
aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul
tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diiodotironin
membentuk tiroksin (T4) dan molekul ioditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan
umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada
tirotropihypofisis. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan
metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan
balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan
pembesaran kelenjar tiroid.
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk
stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofisis yang resisten terhadap
hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofisis, dan tumor yang
memproduksi human chorionic gonadotropin.9
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid
sekaligus menghambat sitesis tiroksin dan melalui rangsangan umpan balik negatif pelepasan
TSH oleh kelenjar hypofisis.
5 kelainan sintesis sebagai berikut
o Gangguan transport iodin
o Kekurangan peroksidase dengan gangguan oksidasi iodida jadi iodin dalam
tiroglobulin
o Gangguan emasangan tiroksin beriodin menjadi triidotironin atau
tetraiodotironin
o Tidak adanya atau defisiensi deidodinase iodotirosin, sehingga iodin tidak
tersimpan dalam kelenjar
o Produksi berlebihan dari iodoprotiroid.

Kemudian dapat melibatkan gangguan sintesis tiroglobulin abnormal. Pada semua


sindrom-sindrom ini, gangguan produksi hormon tiroid diperkirakan berakibat timbulnya
pelepasan TSH dan pembentukan goiter.7

Manifestasi Klinis
Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau
ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa
besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea

9
(sesak napas). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang
keras. Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.8

Struma nodosa dapat menyebabkan pendorongan trakea ke arah kontralateral tanpa


menimbulkan gangguan akibat obstruksi pernapasan. Penyempitan yang hebat dapat
menyebabkan gangguan pernapasan dengan gejala stridor inspiratoar. Secara umum, struma
adenomatosa benigna hanya menimbulkan keluhan rasa berat di leher, adanya benjolan yang
bergerak naik turun waktu menelan, dan alasan kosmetik. Jarang terjadi hipertiroidisme pada
struma adenomatosa.

Struma dapat meluas sampai ke mediastinum anterior superior, terutama pada bentuk
nodulus yang disebut struma retrosternum. Umumnya, struma retrosternum tidak turun naik
pada gerakan menelan karena apertura toraks terlalu sempit. Seringkali struma ini berlangsung
lama dan bersifat asimptomatik, sampai terjadi penekanan pada organ atau struktur sekitarnya.
Penekanan ini akan memberikan gejala dan tanda penekanan trakea atau esofagus. Diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen atau iodium radioaktif.

Penatalaksanaan
Medikamentosa.3

o Terapi supresi dengan I-tiroksin.


Terapi supresi dengan hormone tiroid (levotiroksin) merupakan pilihan paling seringa
dan mudah dilakukan.Terapi supresi dapat menghambat pertumbuhan nodul serta
mungkin bermanfaat pada nodul yang kecil. Bila kadar TSH sudah dalam keadaan
tersupresi, terapi dengan I-tiroksin tidak diberikan. Terapi supresi dilakukan dengan
memberikan I-tiroksin dalam dosis supresi dengan sasaran kadar TSH sekitar 0.1-0.3
mlU/ml. Biasanya diberikan selama 6-12 bulan, dan bila dalam waktu tersebut nodul
tidak mengecil atau bertambah besar perlu dilakukan biopsy ulang atau disarankan
operasi. Bila selama satu tahun nodul mengecil, terapi supresi dapat dilanjutkan.Pada
pasien tertentu terapi supresi hormonal dapat diberikan seumur hidup, walaupun belum
diketahui pasti manfaat terapi jangka panjang supresi tersebut. Yang perlu diwaspadai
adalah terapi supresi hormonal jangka panjang yang dapat menumbulkan keadaan
hipertiroidisme subklinik dengan efek samping berupa osteopenia atau gangguan pada
jantung. Terapi supresi hormonal tidak akan menimbulkan osteopenia pada pria atau
wanita yang masih dalam usia produktif, namun dapat memicu terjadinya osteoporosis

10
pada wanita pasca-menopause walaupun ternyata tidak selalu disertai dengan
peningkatan kejadian fraktur
o Suntikan ethanol perkutan
Penyuntikan etanol pada jaringan tiroid akan menyebabkan dehidrasi seluluer,
denaturasi protein dan nekrosis koagulatif pada jaringan tiroid dan infark hemoragik
akibat thrombosis vascular; akan terjadi juga penurunan aktivitas enzim pada sel-sel
yang masih viable yang engelilingi jaringan nekrotik. Nodul akan diketlilingin oleh
reaksi granulomatosa dengan multinucleated giant cells, dan kemudian secara bertahan
jaringan tiroid diganti dengan jaringan parut granulomatosa. Terapi sklerosing dengan
etanol dilakukan pada nodul jinak padat atau kistik dengan menyuntikkan larutan
etanol; tidak banyak senter yang melakukan hal ini secara rutin karena tingkat
keberhasilannya tidak begitu tinggi. Dalam 6 bulan ukuran nodul bias berkuran 45%.
Disamping itu dapat terjadi efek samping yang serius terutama bila dilakukakn oleh
operator yang tidak berpengalaman.Efek samping yang mungkin terjadi adalah rasa
nyeri yang hebat, rembesan alcohol ke jaringan ekstratiroid, juga ada resiko
tirotoksikosis dan paralisis pita suara.
o Terapi Iodium radioaktif (I-131)
Terapi dengan I-131 dilakukan pada nodul tiroid autonomy atau nodul panas baik yang
dalam keadaan eutiroid maupun hipertiroid. Terapi iodium radioaktif juga dapat
diberikan pada struma multinodosa non-toksis terutama bagi pasien yang tidak bersedia
dioperasi atau mempunyai resiko tinggi untuk operasi.Iodium radioaktif dapat
mengurangi volume nodul tiroid dan memperbaiki keluhan dan gejala penekanan pada
sebagian besar pasien.Yang perlu diperhatikan adalah keungkinan terjadinya tiroiditis
radiasi dan disfungsi tiroid pasca-radiasi seperti hipertiroidisme selintas dan
hipotiroidisme.

Nonmedikamentosa

Pada masyarakat tempat struma timbul sebagai akibat kekurangan yodium, garam dapur harus
diberikan tambahan yodium.9
o Bedah
Struma nodosa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi dengan
pengobatan supresi hormone tiroid, atau pemberian hormone tiroid. Penanganan struma
lama adalah tiroidektomi subtotal dengan indikasi yang tepat.Pembedahan struma
retroternum dapat dilakukan melalui insisis di leher, dan tidak memerlukan torakotomi

11
karena perdarahan berpangkal pembuluh di leher. Jika letaknya di dorsal a.subclavia,
pembedahan dilakukan dengan cara torakotomi.9
o Laser
Terapi nodul tiroid dengan laser masih dalam tahap eksperimental.Dengan
menggunakan “lower power laser energy”, energy termik yang diberikan dapat
mengakibatkan nekrosis nodul tanpa atau sedikit sekali kerusakan pada jaringan
sekitarnya. Suatu studi tentang terapi laser yang dilakukan oleh Dossing dkk pada 30
pasien dengan nodul padat-dingin soliter jinak mendapatkan hasil : pengecilan volume
nodul sebesar 44% yang berkolerasi dengan penurunan gejala penekanan dan keluhan
kosmetik, sedangkan pada kelompok control ditemukan peningkatan volume nodul
yang tidak signifikan sebesar 7% setelah 6 bulan. Tidak ditemukan efek samping yang
berarti. Tidak ada korelasi antara deposit energy termal dengan pengurangan volume
nodul serta tidak ada perubahan pada fungsi tiroid.9

Pencegahan
Tujuan dari pencegahan adalah untuk mengurangi konsekuensi dari defisiensi yodium
pada neonates dan anak. Metode prevensi yang direkomendasi adalah dengan menyuplai garam
beryodium melalui program nasional. Untuk prevensi pada populasi yang tinggal pada area
dengan defisiensi yodium dimana garam yodium tidak tersedia dan untuk penyembuhan bagi
pasien dengan struma yakni dengan menggunakan minyak yodium, sesuai dengan protocol
nasional. Untuk informasi (sesuai dengan WHO):11

Serta hindari asupan zat goitrogen. Zat goitrogen terdapat ada makanan pokok yang dikonsumsi
seperti singkong dan jenis padi tertentu.

12
Komplikasi

Struma yang dibiarkan saja dan tidak segera ditangani, maka akan bisa berkembang
menjadi struma multinoduler yang toxic bahkan bisa menjadi keganasan yaitu karsinoma tiroid
yang mengakibatkan memburuknya prognosis penderitanya.

Komplikasi juga umumnya terjadi bila di lakukan pembedahan salah satunya:

1. Perdarahan.
2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens. menimbulkan paralisis sebagian atau total (jika
bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang adekuat dan kehati-hatian pada operasi
seharusnya mencegah cedera pada saraf ini atau pada nervus laryngeus superior.
4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan tekanan.
5. Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar paratiroid.10

Prognosis

Prognosis dari struma nodosa non toksik ini adalah tergantung pada hasil pemeriksaan
penunjang lebih lanjut. Dengan tindakan pemeriksaan fisik dan penunjang yang lebih spesifik
(BAJAH, sidik tiroid), keganasan dapat terdeteksi sedini mungkin dan dapat segera diatasi.

Kesimpulan

Struma uni nodusa nontoksik adaalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang
penyebabnya multifaktoral umunya disebabkan oleh defiensi yodium maupun faktor goitrogen.
Penyakit ini bila ditangani dengan cepat dan tepat akan memberikan hasil yang baik.

13
Daftar Pustaka

1. Anonim, 1994., Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan Terapi.,
Lab/UPF Ilmu Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya
2. Abdurrahman N, et al. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Cetakan ke-3.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005. h. 288-90.
3. Jonathan Gleadle. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:
Erlangga;2007.h.98-99
4. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed 2.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2001.h.609.
5. Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Ed 5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009. h. 2022-37.
6. Brunicardi FC. Schwartz’s Principles of Surgery. 9th ed. United States : McGraw-Hill
Companies, Inc; 2010
7. Tjokroprawiro A, Hendromartono, Sutjahjo A, et al. Endokrin metabolik. Jilid I.
Jakarta: Airlangga University press; 2006.h.70-99.
8. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC.,
Jakarta
9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h.1232-236.
10. Sabiston DC. Buku ajarbedah. Edisi-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
1995.h.425-26
11. Broek I, Harris N, Henkens M, Mekaoui H, Palma PP, Szumilin E, et al. Clinical
Guidelines Diagnosis and Treatment Manual. 2010 ed. French : Medecins Sans

14

Anda mungkin juga menyukai