Anda di halaman 1dari 13

MENENTUKAN TAHANAN OSMOTIK SEL-SEL DARAH MERAH

II

ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

2.1 Alat dan Bahan

a. 1 seri tabung reaksi 9 buah dalam rak


b. Pipet 1 ml atau 2 ml
c. Darah domba
d. Larutan NaCL 3%
e. Aquadest
f. Larutan NaCL 0,9%
g. Larutan NaCL 0,4%

2.2 Prosedur Kerja


1. Menyediakan 5 buah tabung reaksi yang bersih dan kering
3 Membuat larutan NaCl 0% (aquadest), 0,5%, 0,9%, 1%, dan 3%.
4 Mengisi setiap tabung dengan larutan NaCl sebanyak 2 cc
5 Meneteskan 5 tetes darah yang tersedia ke dalam setiap tabung dengan mencampurkannya
secara hati-hati dan membiarkannya selama 30 menit.
6 Melihat dalam tabung yang mana mulai terlihat lapisan bening di lapisan atas
7 Meneteskan pada gelas objek (lakukan dari setiap tabung) melihat dibawah mikroskop.
Menggambar dan memberi penjelasan bila ada perubahan yang terlihat.
PENENTUAN KADAR HEMOGLOBIN

II

ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

2.1 Alat dan Bahan


a. 1 set hemometer Sahli
b. Aquadest
c. HCL N/10
d. Darah
e. Kapas, Alkohol, Vaccinostyle steril
2.2 Prosedur Kerja
2.2.1 Metode Hematin Asam dengan Hemometer Sahli
1. Membersihkan dan mengeringkan tabung hemometer
2. Mengisi tabung hemometer dengan HCl N/10 sampai garis batas
3. Mengisap darah sampel dengan pipet hemometer sampai tanda garis 20 mm3
4. Menuangkan darah ke dalam tabung hemometer
5. Mengaduk dengan pengaduk yang tersedia
6. Menambahkan aquadest tetes demi tetes sembari mengaduknya hingga warna sampel sama
dengan warna standar
7. Membaca tinggi meniscus permukaan cairan dalam tabung

2.2.2 Metode Tallquist


1. Mengambil contoh darah dengan pipet tetes
2. Meneteskan darah pada kertas isap yang telah tersedia, kemudian mengeringkannya
3. Membandingkan bercak/ tetesan darah dengan warna standar yang ada pada buku standart
tallquist adam.
4. Menentukan dan membaca kadar Hb-nya.
PENENTUAN HEMATOKRIT
II

ALAT BAHAN DAN ROSEDUR KERJA

2.1 Alat dan Bahan


a. Kapiler Hematokrit
b. Centrifuge
c. Darah Wanita
2.2 Prosedur Kerja
1. Memasukkan darah ke dalam kapiler hematokrit yang sudah mengandung anti koalgulan
(mikro kapiler warna merah). Menutup salah satu kapiler dengan kristoseal atau permen
karet
2. Kemudian kapiler yang sudah berisi darah tersebut dipusing menggunakancentrifuge
3000rpm selama 15 menit.
3. Setelah sentrifuge darah akan terpisah antara sel-sel darah dan plasmanya, membaca
volume sel-sel darah yang sudah terpisah dalam kapiler dengan alat pembaca mikrokapiler
(micro capillary reader) yang disediakan.
4. Menghitung nilai hematokrit.
PENENTUAN WAKTU PENDARAHAN
II

ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

2.1 Alat dan Bahan

a. Stopwatch

b. Kertas hisap

c. Kapas

d. Vaccinostyle steril

2.2 Prosedur Kerja

1. Menusuk ujung jari, mencatat dengan tepat waktu saat darah pertama keluar

2. Mengisap tetesan darah dengan kertas isap sampai darah tidak keluar lagi.

3. Mencatat waktu nya


PENENTUAN WAKTU BEKU DARAH

II

ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

2.1 Alat dan Bahan

a. Pipet mikrokapiler (warna biru)

b. Stopwatch

c. Kapas

d. Darah

1.2 Prosedur Kerja

1. Menusukkan ujung jari, tetes darah yang keluar dihisap ke dalam mikro kapiler yang tidak

berheparin (pipet warna biru). Mencatat dengan tepat saat tetes darah masuk ke dalam

kapiler.

2. Menggemgam pipet mikrokapiler tadi dalam tangan selama 5 menit. Setelah itu

mematahkan sedikit demi sedikit kapiler tersebut setiap 1 menit sampai terbentuk benang

fibrin pada patahannya.

3. Mencatat waktu pada saat terjadi benang fibrin. Waktu antara pengisapan darah ke dalam

kapiler dan saat mulai terbentuk benang fibrin adalah waktu pembekuan.
MENGHITUNG JUMLAH ERITROSIT

II

ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

2.1 Alat dan Bahan

a. 1 set haemocytemeter

- 1 buah pipet yang berisi batu merah

- 1 buah pipet yang berisi batu putih

- 1 buah kamar hitung dengan penutup (cover glass)

b. Mikroskop

c. Darah Manusia

d. Kertas hisap dan kapas

e. Desinfektan (alcohol 70%)

2.2 Prosedur Kerja

1. Ambil darah dengan Cara menusuk bagian yang dipilih (darah dapat diambil dari ujung

jari manusia, dapat juga dari sayap ayam, telinga kelinci, domba, dll.). Jangan lupa

memakai desinfektan untuk memersihkan bagian yang akan diambil darahnya.


2. Isaplah darah yang keluar dari luka, dengan pipet haemocytometer yang berbatu merah

sampai tanda 1. Usahakan bekerja cepat jangan sampai darah membeku didalam pipet.

3. Encerkan darah dalam pipet dengan menggunakan larutan Hayem sampai tanda 101,

dengan demikian darah tersebut telah diencerkan sebanyak 100 kali.

4. Kocoklah pipet tersebut secara horizontal (lihat yang dicontohkan oleh asisten). Hal ini

untuk mencegah tercampurnya latrutan hayem di dalam kapiler.

5. Biarkan larutan darah dalam larutan hayem ini selama 15 menit.


6. Buanglah beberapa tetes larutan dari dalam pipet.
7. Masukkan sampel darah ke dalam kamar hitung kemudian tutup dengan cover glass.

8. Lihat dibawah mikroskop, Hitinglah butir-butir eritrosit yang berada di dalam kotak-kotak

kecil. Untuk menghitung jumlah Eritrosit hitunglah sebanyak 40 kotak.


MENGHITUNG JUMLAH LEUKOSIT (SEL DARAH PUTIH)

II

ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

2.1 Alat dan Bahan

a. 1 set haemocytemeter

- 1 buah pipet yang berisi batu merah

- 1 buah pipet yang berisi batu putih

- 1 buah kamar hitung dengan penutup (cover glass)

b. Mikroskop

c. Darah Manusia

d. Kertas hisap dan kapas

e. Desinfektan (alcohol 70%)

2.2 Prosedur Kerja

1. Darah dihisap sampai tanda 1. kemudian diencerkan dengan larutan TURK sampai danda

11. Berarti pengenceran 10 kali. Lakukan pengocokan (sama seperti pada eritrosit)

2. Setelah dilakukan pengocokan dan dibiarkan elama 15 menit, teteskan kedalam kamar

hitung.

3. Lihatlah dibawah mikroskop dan hitunglah butir-butir dara putih yang terdapat di dalam

kotak-kotak besar, sebanyak 25 kotak.


3.2. Pembahasan

3.2.1. Tahanan osmotik sel-sel darah merah


1. Tabung 1 NaCl 0% (aquadest)
Pada tabung 1 yang berisi darah yang ditambahkan dengan 2cc aquades atau NaCl 0% menunjukan
bahwa hasil bahwa sel darah merah mengalami hemolisis. Hal ini di tunjukan dengan tidak adanya
cairan bening pada tabung reaksi. Hasil lainnya juga darah tidak tembus cahaya atau huruf.

2. Tabung 2 NaCl 0,5%

Pada tabung 2 yang berisi darah dengan ditambahkan 2cc NaCl 0,5% setengah lisis setengah tidak
karena cairan di luar sel dengan intraseluler hampir seimbang.

3. Tabung 3 NaCl 0,9%

Pada tabung 3 yang berisi darah dengan ditambahnya NaCl 0,9%. Dengan ditambahnya larutan
tersebut tidak terjadi perubahan bentuk atau bisa dibilang normal, karena NaCl adalah larutan
isotonis jadi cairan isotonis konsentrasinya sama dengan sel-sel darah, jadi sel-sel darah tetap tidak
mengalama hemolisis ataupun krenasi.

4. Tabung 4 NaCl 1%

Pada tabung 4 yang berisi darah dengan ditambahnya NaCl 1%. Dengan ditambahnya larutan
tersebut menyebabkan sel darah merah menjadi mengkerut atau krenasi. Terdapat cairan bening
dan sel darah merah tembus cahaya atau tembus huruf.

5. Tabung 5 NaCl 3%

Pada tabung 5 yang berisi darah dengan ditambahkannya NaCl 3%. Dengan ditambahkannya
larutan tersebut, sel darah merah mengalami perubahan bentuk menjadi mengkerut atau disebut
juga krenasi. Hal ini dikarenakan larutan NaCl 3% adalah cairan hipertonis.

3.2.2. Penentuan Kadar hemoglobin (Hb)

Pada praktikum kali ini yaitu menentukan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah manusia.
Metode yang pertama digunakan adalah dengan metode Hematin Asam dengan Hemometer Sahli.

Metode Hematin Asam dengan Hemometer Sahli, pada praktikum ini menggunakan sampel darah
manusia. Hasil yang didapat adalah 8,2 gram%. Hasil ini menunjukan bahwa darah yang diuji
mengalami kekurangan Hemoglobin atau bisa disebut hampir anemia. Agus (2012) menyebutkan
bahwa kadar Hb sahli manusia adalah gram 12gram%. Jadi, kadar hemoglobin sampel darah tidak
sesuai dengan kadar hemoglobin normal.

Metode yang kedua adalah metode tallquist. Metode ini dilakukan dengan membandingkan
intensitas warna merah darah. Intensitas warna merah darah tersebut dibandingkan dengan
konsentrasi Hb yang terdapat dalam darah. Percobaan ini menggunakan darah manusia mahasiswi
yang melakukan praktikum berumur 18 tahun dengan berat badan 78 kg. Hasil yang didapat kadar
HB tallquistnya adalah 50% 7,8 gms. Menurut Duncan & Prasse (1986), kadar HB tallquist pada
wanita normal adalah 80% 12,5gms. Dari praktikum kali ini kita dapat membandingkan hasil
praktikum dengan literature. Hasil praktikum menandakan bahwa kadar HB tallquist masih kurang
dengan kadar yang ada pada literature. Ini bisa terjadi dikarenakan pola hidup sang pendonor
kurang baik, tetapi mungkin data ini bisa saja belum tepat karena adanya kesalahan pada saat
melakukan prosedur praktikum.

3.2.3. Penentuan Nilai Hematokrit

Nilai hematokrit adalah panjangnya endapan sel darah merah yang dinyatakan dalam
persentase volume darah di dalam tabung hematokrit, nilai ini berbanding lurus dengan jumlah sel
darah, maka semakin tinggi nilai hematokrit semakin tinggi pula perbandingan komponen-
komponen dan plasma Nilai hematokrit adalah persentase volume endapan eritrosit setelah sampel
darah dipisahkan dalam waktu dan kecepatan tertentu (Pearce, 2002).

Pemeriksaan hematokrit dilakukan dengan mengambil sampel darah dari pembuluh darah
vena. Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan jarum suntik. Darah yang sudah
terambil akan dimasukan ke dalam wadah khusus berskala hematokrit. Untuk pengukuran
hematokrit ini darah tidak boleh dibiarkan menggumpal sehingga harus diberi anti koagulan.
Setelah tabung tersebut dipusingkan / sentripus dengan kecepatan dan waktu tertentu, hingga
mengendap. Dari skala Hematokrit yang tertulis di dinding tabung dapat dibaca berapa besar
bagian volume darah seluruhnya. Nilai hematokrit normal pada laki-laki (♂) adalah 40-50%,
sedangkan pada wanita adalah 35-45% (Frandson, 1992).

Darah dengan anti koagulan isotonic dalam tabung dipusing selama 15 menit dengan kecepatan
3000 rpm, sehingga eritrosit dipadatkan membuat kolom dibagian bawah dan tabung tingginya
kolom mencerminkan nilai hematokrit. Intinya Darah dicentrifuge supaya eritrosit mengendap.
Penetapan nilai hematokrit cara manual dapat dilakukan dengan metode makrohematokrit
atau metode mikrohetokrit. Namun pada praktikum kali ini, metode penentuan nilai hematokrit
menggunakan metode mikromematokrit. Metode mikrohematokrit mempunyai keunggulan lebih
cepat dan sederhana. Prinsip pemeriksaan hematokrit cara manual yaitu darah yang mengandung
antikoagulan disentrifuse dan total sel darah merah dapat dinyatakan sebagai persen atau pecahan
desimal. Metode mikrohematokrit proporsi plasma dan eritrosit (nilai hematokrit) dengan alat
pembaca skala hematokrit. Metode ini menggunakan tabung kapiler warna merah dengan
antikoagulan.

Perobaan ini menggunakan darah manusia, didapatkan hasil dari praktikum nilai hematokrit
dari darah wanita adalah sebanyak 49%, menurut literature hematokrit normal wanita adalah 35-
45%, jadi hasil praktikum dengan literature sudah sesuai.

3.2.4. Penentuan Waktu Pendarahan

Praktikum kali ini menguji berapa lama waktu yang dibutuhkan dari saat darah pertama kali
keluar sampai tidak keluar lagi. Dari hasil praktikum, waktu yang dibutuhkan mulai dari darah
pertama keluar sampai tidak keluar lagi membutuhkan waktu 26,33 detik. Menurut Guyton (1983)
kisaran waktu pendarahan yang normal untuk manusia adalah 15 hingga 120 detik. Jadi, hasil
praktikum dengan literature sesuai.

3.2.5. Penentuan Waktu Pembekuan

Waktu pembekuan adalah waktu yang diperlukan dari saat darah keluar sampai terbentuk
benang fibrin pada proses pembekuan darah.

Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh waktu pembekuan darah seorang wanita berumur 18
tahun selama 5 menit 52 detik. Menurut Frandson (1992), waktu koagulasi normal pada manusia
yaitu 15 detik sampai 2 menit dan berakhir dalam waktu 5 menit. Jadi, hasil praktikum dengan
literature sesuai.

3.2.6. Menghitung Jumlah Eritrosit

Menghitung jumlah eritrosit yang terkandung dalam darah memang bukan suatu hal yang
mudah karena sel-sel darah merah yang terkandung dalam darah berukuran sangat kecil sehingga
dibutuhkan seperangkat alat yang dinamakan dengan Haemocytometer dengan bantuan
mikroskop. Dalam proses penghitungan sel-sel darah merah dibutuhkan juga ketelitian dan
konsisten dalam cara menghitung. Penghitungan sel-sel darah merah dihitung di dalam kamar
hitung yang bersakala atau berukuran kecil dengan jumlah 40 buah.

Pada praktikum kali ini, sampel darah yang digunakan adalah darah domba. Setelah
melakukan praktikum dan dilakukan perhitungan, diperoleh jumlah eritrosit sebanyak 6.400.000
sel/mm3. Menurut Soeharsono (2010), jumlah eritrosit normal pada domba berkisar antara 9-13

juta/mm³. Artinya, sampel yang diamati memiliki jumlah eritrosit yang tidak normal. Karena

antara hasil dan literature terdapat perbedaan yang cukup jauh. Namun, bisa jadi sampel darah
tersebut didapatkan dari domba karena jumlah eritrosit dipengaruhi genetik (spesies, ras,
individual) dan lingkungan (pakan, iklim, penyakit, managerial). Dalam perhitungan maupun
dalam menjalankan prosedur yang keliru (human error) dapat menjadi faktor yang menyebabkan
perbedaan hasil.

3.2.7. Menghitung Jumlah Leukosit

Menghitung jumlah leukosit pada prinsipnya sama saja dengan cara menghitung jumlah sel
darah merah (eritrosit) hanya saja yang digunakan pipet dan kamar hitung yang berbeda, jika tadi
pada saat menghitung sel-sel darah merah dengan kamar hitung yang memiliki skala yang kecil
dengan jumlah 40 kamar akan tetapi sekarang menghitung dalam kamar hitung yang berukuran
besar dengan jumlah 25 kamar.

Dalam praktikum jumlah leukosit kelompok kami adalah 13.500 mm3. Menurut literature,
praktikum yang kami lakukan berlebih daripada kisaran yang normal. Hal ini dikarenakan
kemungkinan adanya kesalahan yaitu melakukan double accounting. Yang dimaksud disini adalah
menghitung kembali butir darah yang sudah dihitung sebelumnya, jadi jumlah yang didapatkan
tidak berada dalam kisaran normal.

Daftar Pustaka

 Duncan JR and Prasse KW. 1986. Veterinary Laboratory Medicine. 2nd Ed. Lowa State
University. USA
 Agus. 2012. Hemoglobin darah. http: // digilib. unimus. ac.id /files /disk1/ 107/
jtptunimus- gdl- fajarmardh- 5335-1 -bab1. pdf. Diakses pada Sabtu, 13 Desember 2014.
 Pearce, C. Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT:Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
 Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi 4. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
 Guyton, Arthur C. 1983. Fisiologi Manusia dan Mekanismenya terhadap Penyakit. EGC
Penerbit Buku kedokteran. Jakarta.
 Soeharsono, A. Mushawwir, E. Hernawan, L. Adriani, K. A. Kamil. 2010. Fisiologi
Ternak: Fenomena dan Nomena Dasar, Fungsi, dan Interaksi Organ pada Hewan. Widya
Padjadjaran, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai