Anda di halaman 1dari 3

2.

2 Potensi Antrax Sebagai Bioteroris


Kejadian serangan senjata biologis di Indonesia sejauh ini memang belum
terjadi. Namun di Indonesia telah banyak kejadian wabah penyakit yang bersifat
zoonosis. Zoonosis adalah penyakit yang berasal dari mikroorganisme ganas dari
hewan dan dapat menular ke manusia ataupun sebaliknya. Penyakit yang termasuk
dalam zoonosis adalah sumber bahan biologi untuk dijadikan senjata biologis
(Wikandari, 2014).
Penyakit antraks merupakan salah satu penyakit yang sudah dikenal selama
berabad-abad lalu. Kuman antraks pertama kali di isolasi oleh Robert Koch pada
tahun 1877. Meskipun penyakit alaminya sudah banyak berkurang, antraks menarik
perhatian karena dapat digunakan sebagai senjata biologis atau bioteroris (Tanzil,
2013). Antraks merupakan penyakit pada hewan terutama hewan berdarah panas
dan pemakan rumput (herbivora) seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan kuda.
Pada hewan liar, antraks dapat ditemukan pada babi hutan, rusa, dan kelinci
(Cieslak, 2005).
Penyakit antraks yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis merupakan
penyakit zoonosis yang memiliki daya rusak tinggi dan mematikan berbagai ternak
(sapi, kerbau, domba kambing, dan burung unta) maupun manusia (Rahayu, 2012).
Senjata biologis bakteri antraks memiliki daya pengahancur yang bersifat massal
dan berefek dalam jangka waktu lama karena bakteri antraks menghasilkan spora
yang tahan panas ± > 70oC, sinar ultra violet, desinfektan, dan pengaruh lingkungan
lainnya (Alibek et al., 2005). Spora dibentuk di tanah, jaringan/ binatang mati dan
tidak terbentuk di jaringan dan darah binatang hidup. Spora yang merupakan
endospora berkisar 1-2 mikrometer, sehingga sukar tersaring oleh mekanisme
penyaringan di saluran pernapasan atas. Dalam tanah spora dapat bertahan 40
sampai 60 tahun. Ini yang menyebabkan risiko penyebarannya sangat tinggi,
melalui rumput yang dimakan hewan, khususnya ternak berkuku genap seperti
kerbau atau sapi (Lane, 2008). Spora antraks tahan terhadap pengaruh panas, sinar
ultraviolet dan beberapa desinfektan. Endospora dapat dimatikan dengan cara
autoklaf pada suhu 120°C selama 15 menit. Bentuk vegetatifnya mudah dimatikan
pada suhu 54°C selama 30 menit.
Secara alamiah antraks memiliki sifat yang tidak menular antar manusia.
Kondisi tersebut berbeda halnya apabila ada kejadian antraks yang disebarkan
dengan sengaja oleh seseorang dengan menebarkan spora antraks ke sebuah
wilayah tertentu. Spora antraks dapat disebarkan di berbagai tempat tanpa
menggunakan media pembawa khusus. Sifatnya yang mudah berterbangan dan
dapat menyebar mudah di air merupakan suatu kelebihan spora antraks untuk
disebarkan tanpa diketahui oleh siapapun. Obyek vital negara seperti istana negara,
instalasi penampungan air, pusat keramaian seperi bandara, terminal stasiun,
gedung perkantoran merupakan tempat-tempat yang sangat mudah dijadikan target
serangan. Angka kematian manusia karena menghirup spora antraks sangat tinggi
yaitu sekitar ± 90%. Masa inkubasi penyakit akibat menghirup spora antraks sangat
singkat yaitu hanya dalam waktu tiga hari, setelah itu korban akan meninggal
karena infeksi akibat spora tersebut.
Faktor-faktor pemicu terjadinya penggunaan antraks sebagai senjata biologis
adalah : (1) kondisi lingkungan geografis Indonesia yang merupakan endemik
antraks, (2) belum adanya aturan jelas dari pemerintah terkait sistem pencegahan
serangan senjata biologis; (3) berkembangnya teroris dan seseorang/kelompok
tindak kriminal; (4) penyalahgunaan agen biologis antraks di lingkungan
laboratorium. Keberadaan bakteri antraks di wilayah-wilayah yang dekat dengan
ibukota provinsi perlu diwaspadai. Kemudahan akses dan informasi untuk
memproduksi atau memperoleh spora antraks menjadi salah satu peluang yang
dapat dimanfaatkan bagi siapapun yang berencana untuk mengembangkan senjata
biologis. Tersebarnya daerah endemik antraks dapat menjadi celah bagi siapapun
untuk menggunakan dan memanfaatkan bakteri antraks sebagai senjata biologis
dengan mengisolasi bakteri antraks dari lapangan. Pengawasan dan pengamanan
bangkai antraks harus dilakukan tidak hanya dari pihak dinas, namun seharusnya
juga didampingi dengan pihak berwajib ataupun Muspida (Wikandari dkk, 2014)
Penggunaan senjata biologis dianggap sebagai alternatif lain sebagai
pengganti senjata konvensional. Alternatif ini digunakan karena dianggap sebagai
silent killer. Pelepasan agen biologis akan lebih sulit terdeteksi oleh masyarakat
sekitar ataupun pihak berwajib. Hal ini dikarenakan spora antraks dapat berupa
serbuk dan dapat disimpan di berbagai jenis tempat. Kelompok yang paling berisiko
dan rentan untuk menyalahgunakan bakteri antraks sebagai senjata biologis adalah
kelompok teroris, staf atau teknisi di laboratorium yang memiliki isolat antraks,
warga negara lain yang mengirimkan serbuk premiks melalui jalur perdagangan
resmi, dan perorangan.

Dafpus
Cieslak TJ. Ectzen E. Clinical and epidemiology principles of anthrax. Emerging
Infections Diseases,2005.
Tanzil, Kunadi. 2013. ASPEK BAKTERIOLOGI PENYAKIT ANTRAKSBagian
Mikrobiologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Lane HC, Faunci AS, 2008. Microbial Bioterrorism, Harrison’s Principles of
Internal Medical, 17th ed, Vol.1, Mc Graw Hill, New York.
Alibek K, Lobanova C & Popov S (2005). Bioterrorism and Infectious Agents.
USA: Springer Science Business Media. Parker L (2013). Bioterrorism
and intelligence. Global Security Studies 4, 53-64.
Rahayu, A. (2012). Anthrax di Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya
Wikandari, Merista, Nugraha Gumilar dan Tamsil. 2014. Strategic Context Of
Indonesia In Anticipating Anthrax Biological Weapon Threat.
Universitas Pertahanan

Anda mungkin juga menyukai