Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka bakar adalah suatu trauma, kerusakan, atau kehilangan jaringan yang disebabkan

oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan

yang lebih dalam. Tatalaksana luka bakar mengacu pada fisiologi cairan elektrolit,

infeksi, nutrisi, pemantauan kardiopulmoner, dan perawatan luka, dimana tak satupun

dapat diatasi sebagai kondisi-kondisi yang terpisah tanpa pemahaman proses penyakit

secara keseluruhan. Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para

dokter. Luka bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi

dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk

penanganannya pun tinggi. Di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar,

tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk dan industri, angka luka bakar juga semakin

meningkat. Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan

efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang

ditentukan kedalaman luka bakar. Beratnya luka tergantung pada dalam, luas, dan letak

luka. Selain beratnya luka bakar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya

merupakan faktor yang sangat mempengaruhi prognosis.1,2

1.2. Tujuan

Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosis dan

mengelola pasien secara komprehensif dan holistik berdasarkan data yang diperoleh dari

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta kepustakaan serta mengetahui

prognosis penyakit pasien.


1.3.Manfaat

Penulisan laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media belajar agar dapat

mendiagnosis dan mengelola pasien dengan tepat dan komprehensif, serta mengetahui

prognosis penyakit.
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama Penderita : Sdr. W
Umur : 17 tahun
Agama : Islam
Alamat : Wonodadi
MPKM : 12 Desember 2018

2.2 Anamnesis
Autoanamnesis dengan pasien di Bangsal jam 09.30 WIB tanggal 13 Desember 2018
Keluhan Utama : Nyeri dan panas pada kaki kiri pasca tersiram air panas
Riwayat Penyakit Sekarang:
± 1 jam sebelum datang ke Puskesmas, kaki kiri pasien terkena air panas, nyeri (+). Riwayat
pingsan (-), nyeri kepala (-), sesak (-), mual (-), muntah (-).
Mekanisme trauma : pasien sedang bekerja di sebuah tempat makan sebagai karyawan masak.
Saat itu pasien sedang memasak air , ketika pasien hendak menuangkan air yang telah mendidih
tiba-tiba panci yang berisi air panas tersebut jatuh, air panas tumpah mengenai kaki kiri pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien belum pernah sakit seperi ini sebelumnya
- Alergi obatt (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat diabetes melitus (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa

Riwayat Sosial Ekonomi :


Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS PBI. Kesan sosial ekonomi kurang
2.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 13 Desember 2015 di Bangsal Rama 3 jam 09.45
Keadaan Umum : tampak sakit, keadaan umum lemah
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital : TD : 120/70 mmHg
HR: 82x/menit
RR: 20x/menit
T : 37,30 C
Kepala : mesocephal
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga : discharge (-/-)
Hidung : discharge (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-), mukosa kering (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1/T1
Leher : trakea letak tengah
Thorax :
Pulmo:
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2cm medial LMCS
Perkusi : konfigurasi jantung dbn
Auskultasi : suara jantung I-II normal, bising (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar
Palpasi : supel, hepar lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia : Laki-laki, sirkumsisi, eritem (-), OUE : discharge (-)
Ekstremitas : superior inferior
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/+
Akral dingin -/- -/-
Capp.refill <2”/<2” <2”/<2”
Status lokalis :
Inspeksi : tampak luka bakar regio cruris sinistra grade II 9% dasar subcutis, hiperemis (+),
udem (+), hematom (+) bull (+)
Palpasi : nyeri tekan (+)

2.4 Diagnosis
Combustio regio cruris sinistra Grade II 9% e.c air panas

2.5 Tatalaksana

Ip.Dx :S :-
O : pemeriksaan darah rutin dan urin rutin
Ip.Rx :
- IVFD RL 20 tpm
- Ceftriaxon 1 gr/ 24 jam IV
- Ketorolac ½ amp/8jam/ IV
- Ranitidin ½ amp/8jam / IV
- Aspirasi bula
- Ganti balut, rawat luka/hari

Ip.Mx : keadaan umum, tanda vital, manajemen nyeri


Ip.Ex :
- Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang luka bakar yang diderita oleh
pasien,
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan pada luka bakar pasien,
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
Luka bakar atau combusio adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti kobaran api di tubuh
(flame), jilitan api ke tubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak
panas), akibat serangan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari
(sunburn) dan suhu yang sangat rendah Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem
yang berat. Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya
mahal, tenaga terlatih dan terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat
dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik,
bedah thoraks, bedah umum), intensifis, spesialis penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi
medik, psikiatri, dan psikologi Prinsip yang dimaksud adalah kewaspadaan yang tinggi
akan terjadinya gangguan jalan napas pada trauma inhalasi, serta mempertahankan
hemodinamik dalam batas normal melalui resusitasi cairan. Dokter penolong juga harus
waspada dalam melaksanakan tindakan untuk mencegah dan mengobati penyulit trauma
termal, seperti misalnya rhabfomiolisis dan gangguan irama jantung yang sering terjadi
pada trauma listrik. Kontrol suhu tubuh dan menyingkirkan penderita dari lingkungan yang
berbahaya juga merupakan prinsip utama pengelolaan trauma termal. (1,2,3,4)

II. EPIDEMIOLOGI
Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka morbiditas
96,1% lebih banyak terjadi pada wanita (69%). Berdasarkan tempat kejadian, 69 % di
rumah tangga dan 9% di tempat kerja, 7% di jalan raya, 5% di rekreasi atau olahraga 10%
dan lain-lain.(5)
Menurut surat kabar Tribun pada tanggal 8 Februari 2012, pada Simposium Indonesia
Burn and Wound Care Meeting yang diselengarakan Universitas Padjadjaran di Bandung
dilaporkan data terakhir yang dikeluarkan unit luka bakar RSCM Januari 1998 - Mei 2001
menunjukkan bahwa 60% karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja,
dan 20% sisanya karena sebab-sebab lain. Dan angka kematian akibat luka bakar pun di
Indonesia masih tinggi, sekitar 40%, terutama diakibatkan luka bakar berat.(6)
III. ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan dalam
homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya
sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 –
1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari
letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus
dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan,
telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis
yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari
ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium
yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat. Kulit sangat kompleks, elastis, dan sensitif,
bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.(7,8)
Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh sel-sel epitel. Sel
–sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel terbanyak pada lapisan
epidermis), melanosit, sel merkel dan sel Langerhans. Epidermis terdiri dari lima lapisan
yang paling dalam yaitu stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum
lucidum dan stratum corneum. (7,8)
Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pembuluh darah dan
pembuluh darah limfe. Selain itu, dermis juga tersusun atas kelenjar keringat, kelenjar
sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan papillaris dan
lapisan retikularis, sekitar 80% dari dermis adalah lapisan retikularis. (7,8)
Gambar 3: Anatomi kulit
(Dikutip dari : Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com)

Fungsi kulit adalah sebagai berikut :


1) Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam terhadap gangguan fisis atau mekanis,
misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimiawi
terutama yang bersifat iritan, misalnya lisol, karbol, asam, dan alkali. Gangguan yang
bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet; gangguan infeksi luar
terutama kuman/bakteri maupun jamur.
2) Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat,
tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak.
Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil
bagian pada fungsi respirasi. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel
menembus sel-sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar.
3) Fungsi ekskresi, kelenjar kulit mengeluarkan zat yang tidak berguna lagi atau sisa
metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, Urea, asam urat, dan amonia. Sebum yang
diproduksi melindungi kulit karena lapisan ini selalu meminyaki kulit jua menahan
evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering.
4) Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan–badan ruffinidermis dan sukutis.
5) Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan ini dengan cara
mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah kulit.
6) Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan
basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-
tangan dendrit. Sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya dibawa oleh sel melanofag.
7) Fungsi Kreatinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai sel utama yaitu keratinosit,
sel langerhans, melanosis.
8) Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi
kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.(2,7)

IV. ETIOLOGI
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat
kimia.Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derajat panas ,
durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit..(1,4,7,10)
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilitan api ke tubuh (flash),
koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas
lainnya (misalnya plastik logam panas dan lain-lain).
2. Luka Bakar Zat Kimia( Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabaka oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering digunakan
untuk keperluan rumah tangga.
3. Luka Bakar Listrik(Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah;
dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika
intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan
berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk keperluan terapeutik
dalam kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga
dapat menyebabkan luka bakar radiasi.

Gambar 4: Tipe luka bakar


(Dikutip dari : Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus)

V. PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler
yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di
dalamnya ikut mengalami destruksi, sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya
permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka
bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat evaporasi yang berlebihan, masuknya cairan
ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng
luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih
bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala
yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah
menurun, dan produksi urin berkurrang. Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal
terjadi setelah delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Oedem
laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak
napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan
mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat
oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada
keracunan yang berat terjadi koma. Bisa lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita
dapat meninggal. Setelah 12 – 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan
meningkatnya diuresis 3

Respon Lokal
Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu: (1)
1. Zona Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan sumber panas dan
terjadi nekrosis dan kerusakan jaringan yang irevisibel disebabkan oleh koagulasi
constituent proteins.

2. Zona Stasis
Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini mengalami
kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit sehingga penurunan perfusi
jaringan diikuti perubahan permeabilitas kapiler(kebocoran vaskuler) dan respon
inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selam 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin
berkakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona Hiperemia
Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi, jaringannya masih
viable. Proses penyembuhan berawal dari zona ini kecuali jika terjadi sepsi berat dan
hipoperfusi yang berkepanjangan.

Gambar 5: Zona luka bakar Jackson 1947 dan efeknya terhadap


resusitasi adekuat dan inadekuat.
(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

Respon Sistemik
Perlepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya luka bakar
memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan tubuh. Perubahan-
perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut berupa: (1)
1. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas vaskuler yang menyebabkan
keluarnya protein dan cairan dari intravaskuler ke interstitial. Terjadi vasokontriksi di
pembuluh darah splanchnic dan perifer. Kontratilitas miokardium menurun, kemungkinan
adanya tumor necrosis factor-α (TNF-α). Perubahan ini disertai dengan kehilangan cairan
dari luka bakar menyebabkan hipotensi sistemik dan hipoperfusi organ.
2. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi, dan pada luka
bakar yang berat dapat timbul Respiratory Distress Syndrome (RDS).
3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali lipat. Hal ini
disertai dengan dengan adanya hipoperfusi splanchnic menyababkan dibutuhkannya
pemberian makanan enteral secara agresif untuk menurunkan katabolisme dan
mempertahankan integritas saluran pencernaan.
4. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang mempengaruhi sistem imun
humoral dan seluler.

Gambar 6:Respon sistemik terjadi setelah luka bakar


(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel akibat dan cedera
termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan berkembang menjadi Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-
system Organ Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi
jaringan yang berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada
proses perbaikan perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.(1)
VI. KLASIFIKASI
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan berdasarkan
kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar. .(1,4,7)
I. Berdasarkan kedalamannya.
1. Luka bakar derajat I(superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis. Gejalanya
berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat pada
perabaan dan pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh.
Contoh luka bakar derajat I adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu
lama, atau tersiram air panas. Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka
bakar derajat ini tidak menghasilkan jaringan parut, dan pengobatannya bertujuan
agar pasien merasa nayaman dengan mengoleskan soothing salves dengan atau
tanpa gel lidah buaya. .(1,2,4)
2. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)
Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya mencapai
dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan dermis, luka bakar ini
dikenali sebagai superficial partial thickeness burns atau luka bakar derajat II A.
Luka bakar derajat II A ini tampak eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan ditandai
adanya bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena
permeabilitas dindingya meningkat. Luka ini mereepitelisasi dari struktur epidermis
yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan kelenjar keringat dalam 7-14 hari
secara spontan. Setelah penyembuhan, luka bakar ini dapat memiliki sedikit
perubahan warna kulit dalam jangka waltu yang lama. .(1,2,4,7,10)
Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian reticular dermis (deep
partial thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai deep partial thickeness burns
atau luka bakar derajat II B. Luka bakar derajat II B ini tampak lebih pucat, tetapi
masih nyeri jika ditusuk degan jarum (pin prick test). Luka ini sembuh dalam 14-
35 hari dengan reepitelisasi dari folikel rambut, keratinosit dan kelenjar keringat,
seringkali parut muncul sebagai akibat dari hilangnya dermis. (1,2, 4,7,10)
3. Luka bakar derajat III (full-thickess burns)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis sampai ke
lemak subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang keras, tidak nyeri, dan
warnanya hitam, putih, atau merah ceri. Tidak ada sisa epidermis maupun dermis
sehingga luka harus sembuh dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full-thickness burns
memerlukan eksisi dengan skin grafting. (1,2, 4,7,10)
4. Luka bakar derjat IV
Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ dibawah kulit
seperti otot dan tulang. (1,2, 4,7,10)

Gambar 7: Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman


(Dikutip dari : 2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam)

II. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.


Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan tubuh
atau Total Body Surface Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat dipakai Rules
of Nine atau Rules of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan
pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Pada
anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines menurut Lund and Browder, yaitu
ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun. (1,2, 4,7,10)
Gambar 8: Wallence Rule of Nines
(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

Gambar 9: Lund and Browder


(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

III. Berdasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn Association: (1,4,7,10)
1. Luka Bakar Ringan
a. Luka bakar derajat II < 5%
b. Luka bakar derajat II 10% pada anak
c. Luka bakar derajat II < 2%(1,3.6, 8)
2. Luka Bakar Sedang
a. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III < 10%(1,3.6, 8)
3. Luka Bakar Berat
a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III 10% atau lebih
d. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan genitalia/perineum.
e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain. (1,4,7,10)

VII. KRITERIA PERAWATAN


Kriteria perawatan luka bakar menurut American Burn Association yang digunakan
untuk pasien yang harus diadministrasi dan dirawat khusus di unit luka bakar adalah seperti
berikut: (1,4,7,10)
I. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka bakar
derajat III) dengan >10 % dari TBSA pada pasien berumur kurang dari 10 tahun atau
lebih dari 50 tahun.
II. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka bakar
derajat III) dengan >20 % dari TBSA pada kelompok usia lainnya.
III. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka bakar
derajat III) yang melibatkan wajah, tangan, kaki, alat kelamin, perineum, atau sendi
utama.
IV. Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA pada semua
kelompok usia.
V. Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.
VI. Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis sebelumnya yang bisa
mempersulit manajemen, memperpanjang periode pemulihan, atau mempengaruhi
kematian.
VII. Luka bakar kimia.
VIII. Trauma inhalasi
IX. Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di mana luka bakar
tersebut menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan mortalitas.
X. Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit perawatan anak
yang berkualitas maupun peralatannya.
XI. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus seperti sosial,
emosional, termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada anak. (1,4,7,10)
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka bakar di tempat
kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah membebaskan
pasien dari pajanan atau sumber dengan memperhatikan keselamatan diri sendiri.
Bahan yang meleleh atau menempel pada kulit tidak bisa dilepaskan. Air suhu kamar
dapat disiriamkan ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun air dingin
tidak dapat diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi.
(1,2,4,7,10)

2. Resusitasi jalan nafas


Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada luka bakar
dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema
mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi, oksigen
100% diberikan dengan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk
mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan
sekret) dan broncoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan karena
dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi.
Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan
ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi.
Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa endotracheal.
Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik disaluran napas dengan
cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada proses inflamasi dan mencairkan
sekret yang kental sehingga lebih mudah dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu
dilakukan pemantauan gejala dan distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak,
gelisah,takipneu, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan
stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah serial
dan foto thorax. (1,2,4,7,10)

3. Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
1. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh vaskuler
regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
2. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
3. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin survival
seluruh sel
4. Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan stabilisasi
pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis. (1,4,7,10)

I. Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan hipertonik dan
koloid: (1,4,7,10)
Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini adalah Ringer
Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya dalam plasma
atau memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada keadaan normal,
cairan ini tidak hanya dipertahankan di ruang intravaskular karena cairan ini banyak
keluar ke ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan meningkatkan
volume intravaskuer 300 ml. (1,4,7,10)
Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan
penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid. Larutan garam
hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5%
dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi cairan intraseluler sehingga cairan akan
berpindah dari intraseluler ke ekstraseluler. Larutan garam hipertonik
meningkatkan volume intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari
intraseluler. (1,4,7,10)
Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan Dextran.
Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi membran kapiler, oleh
karena itu sebagian akan tetap dipertahankan didalam ruang intravaskuler. Pada
luka bakar dan sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul
akan berpindah ke ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema
interstisium yang ada. (1,3.6, 8)
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin sintetik, HES
berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T ½ dalam plasma selama
5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek samping koagulopati namun umumnya
tidak menyebabkan masalah klinis. HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler
dengan cara menutup celah interseluler pada lapisan endotel sehingga
menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein. Penelitian terakhir
mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi dengan menurunkan lipid
protein complex yang dihasilkan oleh endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan
permeabilitas kapiler. Efek anti inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya
SIRS. (1,4,7,10)

II. Dasar pemilihan Cairan


Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan adalah efek
hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan permeabilitas kapiler,
oksigen, PH buffering, efek hemostasis, modulasi respon inflamasi, faktor
keamanan, eliminasi praktis dan efisien. Jenis cairan terbaik untuk resusitasi dalam
berbagai kondisi klinis masih menjadi perdebatan terus diteliti. Sebagian orang
berpendapat bahwa kristaloid adalah cairan yang paling aman digunakan untuk
tujuan resusitasi awal pada kondisi klinis tertentu. Sebagian pendapat koloid
bermanfaat untuk entitas klinik lain. Hal ini dihubungkan dengan karakteristik
masing-masing cairan yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada kasus luka
bakar, terjadi kehilangan ciran di kompartemen interstisial secara masif dan
bermakna sehingga dalam 24 jam pertama resusitasi dilakukan dengan pemberian
cairan kristaloid. (1,4,7,10)

III. Penentuan jumlah cairan


Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan tiga sampai
empat kali jumlah defisit intravaskuler. 1 L cairan kristaloid akan meningkatkan
volume intravaskuler 300 ml. Kristaloid hanya sedikit meningkatkan cardiac output
dan memperbaiki transpor oksigen.(1,4,7,10)

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama


Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat, menggunakan beberapa
jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus luka bakar > 25-30% atau dijumpai
keterlambatan > 2 jam. Dalam <4 jam pertama diberikan cairan kristaloid sebanyak
3[25%(70%xBBkg)]ml. 70% adalah volume total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah
minimal kehilangan cairan tubuh dapat menimbulkan gejala klinik sidrom syok. (1,4,7,10)
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-30%, tanpa
atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan rumus baxter 3-4
ml/kgBB/% LB. (1,4,7,10)
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum digunakan pada
kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini mengacu pada waktu iskemik sel
tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak terlalu
luas tanpa keterlambatan. (1,4,7,10)
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut: (1,4,7,10)
1. Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak dan orang tua, kebutuhan cairan
adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1%
dari kebutuhan.
2. Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3 mg/kgBB dengan
titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5% jumlah tetesan dibagi rata dalam 24
jam.
3. Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral (minimal 6-
12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi urin melalui kateter, saat
resusitasi (0,5- 1ml /kg BB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam
sebelumnya.
4. Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan sedimen).
5. Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas cairan
lambung melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak ada gangguan pasase lambung,
200-400ml ada gangguan ringan, >400 ml gangguan berat. (1,4,7,10)

Penatalaksanaan 24 jam kedua


1. Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam. Jenis
cairan yang dapat diberikan adalah glukosa 5% atau 10% 1500-2000 ml. Batasan ringer
laktat dapat memperberat edema interstisial.
2. Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah produksi uin <1-
2 ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif samapi 5 mg/kgBB
3. Pemantauan analisa gas darah, elektrolit(1,4,7,10)

Penatalaksanaan setelah 48 jam


4. Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance
5. Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB), hemoglobin dan
hematokrit. (1,4,7,10)

Rumus Baxter:
Pada dewasa:

1. Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar

2. Hari II: Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%

Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume diberikan 16 jam berikutnya.

Pada anak:

Hari I:

RL: dex 5% = 17:3

(2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. faal

Kebutuhan Faal:

<1 thn = kgBB X 100cc

1 – 5 thn = kgBB X 75cc

5-15 thn = kgBB X 50cc

Hari II: sesuai kebutuhan faal

Formula Parkland: (1,4,7,10)


Hari I (24jam pertama):
8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam
16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam

Penambahan cairan rumatan pada anak :


4 cc/kgBB/jam dalam 10 kg pertama
2 cc/kg BB/jam dalam 10 kg kedua (11-20kg)
1 cc/kgBB/jam untuk tiap >20kg

Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari


kebutuhan.Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi urin
yaitu pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam dan pada anak 1,0-1,5 cc/kg/jam. (1,4,7,10)

4. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme bernapas
dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi debridement secara alami, mekanik
(nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi), pencucian luka, wound dressing dan pemberian
antibiotik topikal . Tujuan perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan mengupaya
proses reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur dan
untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin untuk membuang
jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan setelah keadaan
penderita stabil, karena merupakan tindakan yang cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil
tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan tanpa
membuang lapisan epidermis diatasnya. (1,4,7,10)
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka bakar derajat
III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab pengerutan keropeng(eskar) da
pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan (compartment
syndrome) yang membahayakan sirkulasi sehingga bahgian distal iskemik dan
nekrosis(mati). Tanda dini penjepitan (compartment syndrome) berupa nyeri kemudian
kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada ujung-ujung distal. Keaadan ini
harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang membuka keropeng sampai
penjepitan bebas. (1,4,7,10)
Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien atau dengan air
hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa lembab steril dengan
atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka tertutup dengan occlusive dressing untuk
mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan tulle (antibiotik dalam bentuk sediaan kasa)
berfungsi sebagai penutup luka yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan
krim antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka. (1,4,7,10)

5. Eksisi dan graft


Luka bakar derajat IIB dan III tidak dapat mengalami penyembuhan spontan tanpa
autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan menjadi fokus inflamasi
dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan sebagian besar ahli bedah karena
memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan debridement serial. Setelah dilakukan
eksisi, luka harus ditutup melalui skin graft (pencakokan kulit) dengan menggunakan
biological dressing. Terdapat 3 bahan biological dressing yaitu homografts (kulit mayat
dan penutup luka sementara), xenografts/heterografts (kulit binatang seperti babi dan
penutup luka sementara) dan autografts (kulit pasien sendiri dan penutup luka permanen).
Idealnya luka ditutup dengan kulit pasien sendiri (autograft). Terdapat 2 tipe primer
autografts kulit yaitu split-thickness skin grafts (STSG) dan full-thickness skin grafts
(FTSG). Pada luka bakar 20-30% biasanya dapat dilakukan dalam satu kali operasi dengan
penutupan oleh STSG diambil dari bagian tubuh pasien. (1,4,7,10)

6. Lain-lain
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis infeksi dan
mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5 hari pertana populasi kuman yang sering
dijumpai adalah bakteri Gram positif non-patogen.Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri
Gram negative patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan
steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat
digunakan adalah silver sulfadiazine 1%, silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan
xerofom/bacitracin. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak stress/stress
ulcer), antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri. (1,4,7,10)
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbnagan
nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-3000 kalori sehari
dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan diberikan melalui enteral atau ditambah
dengan nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi enteral dini melalui nasaogastik dalam 24 jam
pertama pasca cedera bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi mukosa usus. Pemberian
enteral dilakukan dengan aman bila Gastric Residual Volume (GRV) <150 ml/jam yang
menandakan pasase saluran cerna baik. (1,4,7,10)
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk memperlancarkan
peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu sendi diistirahatkan dalam
posisi fungsional degan bidai.Penderita luka bakar luas harus dipantau terus menerus.
Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu 1ml/kgBB/jam.
Yang penting juga adalah sirkulasi normal atau tidak dengan menilai produksi urin,analisa
gas darah, elektrolit, hemoglobin dan hematokrit. (1,4,7,10)

IX. KOMPLIKASI
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat
perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan
grafting.Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis dan
MODS.Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi mukosa,
ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Pada ginjal dapat
terjadi acute tubular necrosis karena perfusi ke renal menurun. Skin graft loss merupakan
komplikasi yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya
graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan parut pada kulit berupa
jaringan parut hipertrofik., keloid dan kontraktur.Kontraktur kulit dapat menganggu
fungsi dan menyebabkan kekeauan sendi. Kekakuan sendi memerlukan program
fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan tindakan bedah. (1,4,7,10)

X. PROGNOSIS
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan
badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan
pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor ini dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya
jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mugkin dapat
menimbulkan luka parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam
beberapa kasus, pembedahan dapat diperlukan untuk membuang jaringan parut. (1,4,7,10)
DAFTAR PUSTAKA

1. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC.
Jakarta. p 66-88
2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam : Surabaya
Plastic Surgery.
3. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier. Philadelphia. p 118-
129
4. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12. McGraw-Hill
Companies. New York. p 245-259
5. Jerome FX Naradzay. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns, Thermal. November
2006
6. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus. Januari 2008
7. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com. Agustus 2008
8. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s Principles of
Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
9. St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter 19.
http://en.wikipedia.org/wiki/Burn_%28injury%29. Agustus 2007
10. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.mayo.clinic.com. Januari 2006

Anda mungkin juga menyukai