PENDAHULUAN
Luka bakar adalah suatu trauma, kerusakan, atau kehilangan jaringan yang disebabkan
oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan
yang lebih dalam. Tatalaksana luka bakar mengacu pada fisiologi cairan elektrolit,
infeksi, nutrisi, pemantauan kardiopulmoner, dan perawatan luka, dimana tak satupun
dapat diatasi sebagai kondisi-kondisi yang terpisah tanpa pemahaman proses penyakit
secara keseluruhan. Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para
dokter. Luka bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk
penanganannya pun tinggi. Di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar,
tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk dan industri, angka luka bakar juga semakin
meningkat. Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan
efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang
ditentukan kedalaman luka bakar. Beratnya luka tergantung pada dalam, luas, dan letak
luka. Selain beratnya luka bakar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosis dan
mengelola pasien secara komprehensif dan holistik berdasarkan data yang diperoleh dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta kepustakaan serta mengetahui
Penulisan laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media belajar agar dapat
mendiagnosis dan mengelola pasien dengan tepat dan komprehensif, serta mengetahui
prognosis penyakit.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Autoanamnesis dengan pasien di Bangsal jam 09.30 WIB tanggal 13 Desember 2018
Keluhan Utama : Nyeri dan panas pada kaki kiri pasca tersiram air panas
Riwayat Penyakit Sekarang:
± 1 jam sebelum datang ke Puskesmas, kaki kiri pasien terkena air panas, nyeri (+). Riwayat
pingsan (-), nyeri kepala (-), sesak (-), mual (-), muntah (-).
Mekanisme trauma : pasien sedang bekerja di sebuah tempat makan sebagai karyawan masak.
Saat itu pasien sedang memasak air , ketika pasien hendak menuangkan air yang telah mendidih
tiba-tiba panci yang berisi air panas tersebut jatuh, air panas tumpah mengenai kaki kiri pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien belum pernah sakit seperi ini sebelumnya
- Alergi obatt (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat diabetes melitus (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 13 Desember 2015 di Bangsal Rama 3 jam 09.45
Keadaan Umum : tampak sakit, keadaan umum lemah
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital : TD : 120/70 mmHg
HR: 82x/menit
RR: 20x/menit
T : 37,30 C
Kepala : mesocephal
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga : discharge (-/-)
Hidung : discharge (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-), mukosa kering (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1/T1
Leher : trakea letak tengah
Thorax :
Pulmo:
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2cm medial LMCS
Perkusi : konfigurasi jantung dbn
Auskultasi : suara jantung I-II normal, bising (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar
Palpasi : supel, hepar lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia : Laki-laki, sirkumsisi, eritem (-), OUE : discharge (-)
Ekstremitas : superior inferior
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/+
Akral dingin -/- -/-
Capp.refill <2”/<2” <2”/<2”
Status lokalis :
Inspeksi : tampak luka bakar regio cruris sinistra grade II 9% dasar subcutis, hiperemis (+),
udem (+), hematom (+) bull (+)
Palpasi : nyeri tekan (+)
2.4 Diagnosis
Combustio regio cruris sinistra Grade II 9% e.c air panas
2.5 Tatalaksana
Ip.Dx :S :-
O : pemeriksaan darah rutin dan urin rutin
Ip.Rx :
- IVFD RL 20 tpm
- Ceftriaxon 1 gr/ 24 jam IV
- Ketorolac ½ amp/8jam/ IV
- Ranitidin ½ amp/8jam / IV
- Aspirasi bula
- Ganti balut, rawat luka/hari
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Luka bakar atau combusio adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti kobaran api di tubuh
(flame), jilitan api ke tubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak
panas), akibat serangan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari
(sunburn) dan suhu yang sangat rendah Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem
yang berat. Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya
mahal, tenaga terlatih dan terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat
dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik,
bedah thoraks, bedah umum), intensifis, spesialis penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi
medik, psikiatri, dan psikologi Prinsip yang dimaksud adalah kewaspadaan yang tinggi
akan terjadinya gangguan jalan napas pada trauma inhalasi, serta mempertahankan
hemodinamik dalam batas normal melalui resusitasi cairan. Dokter penolong juga harus
waspada dalam melaksanakan tindakan untuk mencegah dan mengobati penyulit trauma
termal, seperti misalnya rhabfomiolisis dan gangguan irama jantung yang sering terjadi
pada trauma listrik. Kontrol suhu tubuh dan menyingkirkan penderita dari lingkungan yang
berbahaya juga merupakan prinsip utama pengelolaan trauma termal. (1,2,3,4)
II. EPIDEMIOLOGI
Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka morbiditas
96,1% lebih banyak terjadi pada wanita (69%). Berdasarkan tempat kejadian, 69 % di
rumah tangga dan 9% di tempat kerja, 7% di jalan raya, 5% di rekreasi atau olahraga 10%
dan lain-lain.(5)
Menurut surat kabar Tribun pada tanggal 8 Februari 2012, pada Simposium Indonesia
Burn and Wound Care Meeting yang diselengarakan Universitas Padjadjaran di Bandung
dilaporkan data terakhir yang dikeluarkan unit luka bakar RSCM Januari 1998 - Mei 2001
menunjukkan bahwa 60% karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja,
dan 20% sisanya karena sebab-sebab lain. Dan angka kematian akibat luka bakar pun di
Indonesia masih tinggi, sekitar 40%, terutama diakibatkan luka bakar berat.(6)
III. ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan dalam
homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya
sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 –
1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari
letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus
dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan,
telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis
yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari
ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium
yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat. Kulit sangat kompleks, elastis, dan sensitif,
bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.(7,8)
Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh sel-sel epitel. Sel
–sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel terbanyak pada lapisan
epidermis), melanosit, sel merkel dan sel Langerhans. Epidermis terdiri dari lima lapisan
yang paling dalam yaitu stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum
lucidum dan stratum corneum. (7,8)
Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pembuluh darah dan
pembuluh darah limfe. Selain itu, dermis juga tersusun atas kelenjar keringat, kelenjar
sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan papillaris dan
lapisan retikularis, sekitar 80% dari dermis adalah lapisan retikularis. (7,8)
Gambar 3: Anatomi kulit
(Dikutip dari : Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com)
IV. ETIOLOGI
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat
kimia.Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derajat panas ,
durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit..(1,4,7,10)
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilitan api ke tubuh (flash),
koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas
lainnya (misalnya plastik logam panas dan lain-lain).
2. Luka Bakar Zat Kimia( Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabaka oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering digunakan
untuk keperluan rumah tangga.
3. Luka Bakar Listrik(Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah;
dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika
intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan
berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk keperluan terapeutik
dalam kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga
dapat menyebabkan luka bakar radiasi.
V. PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler
yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di
dalamnya ikut mengalami destruksi, sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya
permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka
bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat evaporasi yang berlebihan, masuknya cairan
ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng
luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih
bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala
yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah
menurun, dan produksi urin berkurrang. Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal
terjadi setelah delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Oedem
laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak
napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan
mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat
oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada
keracunan yang berat terjadi koma. Bisa lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita
dapat meninggal. Setelah 12 – 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan
meningkatnya diuresis 3
Respon Lokal
Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu: (1)
1. Zona Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan sumber panas dan
terjadi nekrosis dan kerusakan jaringan yang irevisibel disebabkan oleh koagulasi
constituent proteins.
2. Zona Stasis
Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini mengalami
kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit sehingga penurunan perfusi
jaringan diikuti perubahan permeabilitas kapiler(kebocoran vaskuler) dan respon
inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selam 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin
berkakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona Hiperemia
Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi, jaringannya masih
viable. Proses penyembuhan berawal dari zona ini kecuali jika terjadi sepsi berat dan
hipoperfusi yang berkepanjangan.
Respon Sistemik
Perlepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya luka bakar
memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan tubuh. Perubahan-
perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut berupa: (1)
1. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas vaskuler yang menyebabkan
keluarnya protein dan cairan dari intravaskuler ke interstitial. Terjadi vasokontriksi di
pembuluh darah splanchnic dan perifer. Kontratilitas miokardium menurun, kemungkinan
adanya tumor necrosis factor-α (TNF-α). Perubahan ini disertai dengan kehilangan cairan
dari luka bakar menyebabkan hipotensi sistemik dan hipoperfusi organ.
2. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi, dan pada luka
bakar yang berat dapat timbul Respiratory Distress Syndrome (RDS).
3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali lipat. Hal ini
disertai dengan dengan adanya hipoperfusi splanchnic menyababkan dibutuhkannya
pemberian makanan enteral secara agresif untuk menurunkan katabolisme dan
mempertahankan integritas saluran pencernaan.
4. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang mempengaruhi sistem imun
humoral dan seluler.
Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel akibat dan cedera
termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan berkembang menjadi Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-
system Organ Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi
jaringan yang berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada
proses perbaikan perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.(1)
VI. KLASIFIKASI
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan berdasarkan
kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar. .(1,4,7)
I. Berdasarkan kedalamannya.
1. Luka bakar derajat I(superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis. Gejalanya
berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat pada
perabaan dan pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh.
Contoh luka bakar derajat I adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu
lama, atau tersiram air panas. Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka
bakar derajat ini tidak menghasilkan jaringan parut, dan pengobatannya bertujuan
agar pasien merasa nayaman dengan mengoleskan soothing salves dengan atau
tanpa gel lidah buaya. .(1,2,4)
2. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)
Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya mencapai
dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan dermis, luka bakar ini
dikenali sebagai superficial partial thickeness burns atau luka bakar derajat II A.
Luka bakar derajat II A ini tampak eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan ditandai
adanya bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena
permeabilitas dindingya meningkat. Luka ini mereepitelisasi dari struktur epidermis
yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan kelenjar keringat dalam 7-14 hari
secara spontan. Setelah penyembuhan, luka bakar ini dapat memiliki sedikit
perubahan warna kulit dalam jangka waltu yang lama. .(1,2,4,7,10)
Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian reticular dermis (deep
partial thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai deep partial thickeness burns
atau luka bakar derajat II B. Luka bakar derajat II B ini tampak lebih pucat, tetapi
masih nyeri jika ditusuk degan jarum (pin prick test). Luka ini sembuh dalam 14-
35 hari dengan reepitelisasi dari folikel rambut, keratinosit dan kelenjar keringat,
seringkali parut muncul sebagai akibat dari hilangnya dermis. (1,2, 4,7,10)
3. Luka bakar derajat III (full-thickess burns)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis sampai ke
lemak subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang keras, tidak nyeri, dan
warnanya hitam, putih, atau merah ceri. Tidak ada sisa epidermis maupun dermis
sehingga luka harus sembuh dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full-thickness burns
memerlukan eksisi dengan skin grafting. (1,2, 4,7,10)
4. Luka bakar derjat IV
Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ dibawah kulit
seperti otot dan tulang. (1,2, 4,7,10)
III. Berdasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn Association: (1,4,7,10)
1. Luka Bakar Ringan
a. Luka bakar derajat II < 5%
b. Luka bakar derajat II 10% pada anak
c. Luka bakar derajat II < 2%(1,3.6, 8)
2. Luka Bakar Sedang
a. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III < 10%(1,3.6, 8)
3. Luka Bakar Berat
a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III 10% atau lebih
d. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan genitalia/perineum.
e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain. (1,4,7,10)
3. Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
1. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh vaskuler
regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
2. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
3. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin survival
seluruh sel
4. Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan stabilisasi
pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis. (1,4,7,10)
I. Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan hipertonik dan
koloid: (1,4,7,10)
Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini adalah Ringer
Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya dalam plasma
atau memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada keadaan normal,
cairan ini tidak hanya dipertahankan di ruang intravaskular karena cairan ini banyak
keluar ke ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan meningkatkan
volume intravaskuer 300 ml. (1,4,7,10)
Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan
penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid. Larutan garam
hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5%
dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi cairan intraseluler sehingga cairan akan
berpindah dari intraseluler ke ekstraseluler. Larutan garam hipertonik
meningkatkan volume intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari
intraseluler. (1,4,7,10)
Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan Dextran.
Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi membran kapiler, oleh
karena itu sebagian akan tetap dipertahankan didalam ruang intravaskuler. Pada
luka bakar dan sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul
akan berpindah ke ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema
interstisium yang ada. (1,3.6, 8)
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin sintetik, HES
berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T ½ dalam plasma selama
5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek samping koagulopati namun umumnya
tidak menyebabkan masalah klinis. HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler
dengan cara menutup celah interseluler pada lapisan endotel sehingga
menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein. Penelitian terakhir
mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi dengan menurunkan lipid
protein complex yang dihasilkan oleh endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan
permeabilitas kapiler. Efek anti inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya
SIRS. (1,4,7,10)
Rumus Baxter:
Pada dewasa:
Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume diberikan 16 jam berikutnya.
Pada anak:
Hari I:
Kebutuhan Faal:
4. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme bernapas
dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi debridement secara alami, mekanik
(nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi), pencucian luka, wound dressing dan pemberian
antibiotik topikal . Tujuan perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan mengupaya
proses reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur dan
untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin untuk membuang
jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan setelah keadaan
penderita stabil, karena merupakan tindakan yang cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil
tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan tanpa
membuang lapisan epidermis diatasnya. (1,4,7,10)
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka bakar derajat
III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab pengerutan keropeng(eskar) da
pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan (compartment
syndrome) yang membahayakan sirkulasi sehingga bahgian distal iskemik dan
nekrosis(mati). Tanda dini penjepitan (compartment syndrome) berupa nyeri kemudian
kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada ujung-ujung distal. Keaadan ini
harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang membuka keropeng sampai
penjepitan bebas. (1,4,7,10)
Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien atau dengan air
hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa lembab steril dengan
atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka tertutup dengan occlusive dressing untuk
mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan tulle (antibiotik dalam bentuk sediaan kasa)
berfungsi sebagai penutup luka yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan
krim antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka. (1,4,7,10)
6. Lain-lain
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis infeksi dan
mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5 hari pertana populasi kuman yang sering
dijumpai adalah bakteri Gram positif non-patogen.Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri
Gram negative patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan
steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat
digunakan adalah silver sulfadiazine 1%, silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan
xerofom/bacitracin. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak stress/stress
ulcer), antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri. (1,4,7,10)
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbnagan
nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-3000 kalori sehari
dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan diberikan melalui enteral atau ditambah
dengan nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi enteral dini melalui nasaogastik dalam 24 jam
pertama pasca cedera bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi mukosa usus. Pemberian
enteral dilakukan dengan aman bila Gastric Residual Volume (GRV) <150 ml/jam yang
menandakan pasase saluran cerna baik. (1,4,7,10)
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk memperlancarkan
peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu sendi diistirahatkan dalam
posisi fungsional degan bidai.Penderita luka bakar luas harus dipantau terus menerus.
Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu 1ml/kgBB/jam.
Yang penting juga adalah sirkulasi normal atau tidak dengan menilai produksi urin,analisa
gas darah, elektrolit, hemoglobin dan hematokrit. (1,4,7,10)
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat
perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan
grafting.Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis dan
MODS.Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi mukosa,
ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Pada ginjal dapat
terjadi acute tubular necrosis karena perfusi ke renal menurun. Skin graft loss merupakan
komplikasi yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya
graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan parut pada kulit berupa
jaringan parut hipertrofik., keloid dan kontraktur.Kontraktur kulit dapat menganggu
fungsi dan menyebabkan kekeauan sendi. Kekakuan sendi memerlukan program
fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan tindakan bedah. (1,4,7,10)
X. PROGNOSIS
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan
badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan
pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor ini dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya
jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mugkin dapat
menimbulkan luka parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam
beberapa kasus, pembedahan dapat diperlukan untuk membuang jaringan parut. (1,4,7,10)
DAFTAR PUSTAKA
1. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC.
Jakarta. p 66-88
2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam : Surabaya
Plastic Surgery.
3. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier. Philadelphia. p 118-
129
4. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12. McGraw-Hill
Companies. New York. p 245-259
5. Jerome FX Naradzay. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns, Thermal. November
2006
6. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus. Januari 2008
7. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com. Agustus 2008
8. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s Principles of
Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
9. St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter 19.
http://en.wikipedia.org/wiki/Burn_%28injury%29. Agustus 2007
10. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.mayo.clinic.com. Januari 2006