NAMA KELOMPOK :
1. Retno Wulandari (S16177)
2. Rizka Ardania S (S16178)
3. Salma Deviyana (S16179)
4. Selvita Berlian D (S16180)
5. Septiyan Bagus M (S16181)
6. Sindhi Maipuri (S16182)
7. Siti Ning Intan L (S16183)
8. Tatik Widyastuti (S16184)
9. Titin Purnama S (S16185)
10. Ulfi Asmaroh (S16186)
11. Verily Endah J W (S16187)
12. Yoanita Putri (S16188)
13. Yudhi Prabowo (S16189)
14. Zulfa Afida S (S16190)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat
dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu meskipun
jauh dari kesempurnaan.
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu wadah pembelajaran
dalam menimbah ilmu utamanya dalam matakuliah terkhusus pada pembahasan
psikofarmaka.
Kami sadar dalam makalah ini masih belum sempurna dan terdapat banyak
kekurangan, sehingga pada kesempatan ini kami membuka diri untuk menerima kritik
dan saran yang berguna untuk perbaikan dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat serta memberikan pengetahuan dalam proses pembelajaran terkhusus pada
pembahasan psikofarmaka.
Tim penyusun
KATA PENGANTAR…………......……………………………………….... i
DAFTARISI……………………………………………………………............... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………........ 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………....... 2
C. Tujuan………………………………………………………………………..... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Psikofarmaka…………………………………………………............ 3
B. Klasifikasi Psikofarmaka…………………………………………………........ 3
C. Anti-Psikotika..................................................................................................... 5
D. Anti-Depresan..................................................................................................... 11
E. Anti-Mania.......................................................................................................... 16
F. Anti-Ansietas...................................................................................................... 20
G. Anti-Insmonia..................................................................................................... 23
H. Anti-Panik.......................................................................................................... 25
I. Anti-Obsesif Kompulsif..................................................................................... 26
BAB III PENUTUP
Kesimpulan………………………………………………………………….......... 27
Saran…....………………………………………………………………................ 27
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
A. LATAR BELAKANG
Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk
digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan,
menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah
pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian
badan manusia termasuk obat tradisional.
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang obat-obatan yang digunakan
dalam pasien sakit jiwa, atau disebut dengan psikofarmaka Kesehatan jiwa merupakan
kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,
masyarakat, dan lingkungan, sebagai perwujudan keharmonisan fungsi mental dan
kesanggupannya menghadapi masalah yang biasa terjadi, sehingga individu tersebut
merasa puas dan mampu .
Kesehatan jiwa seseorang selalu dinamis dan berubah setiap saat serta
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: kondisi fisik (somatogenik), kondisi
perkembanganmental-emosional (psikogenik) dan kondisi dilingkungan social
(sosiogenik). Ketidakseimbangan pada salah satu dari ketiga faktor tersebut dapat
mengakibatkan gangguan jiwa.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan
pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. WHO
memperkirakan saat ini di seluruh dunia terdapat 450 juta orang mengalami gangguan
jiwa, di Indonesia sendiri pada tahun 2006 diperkirakan26 juta penduduk Indonesia
mengalami gangguan jiwa dengan ratio populasi 1 berbanding 4 penduduk. Departemen
Kesehatan RI mengakui sekitar 2,5 juta orang di negeri ini telah menjadi pasien rumah
sakit jiwa (Setiawan, 2009.http//www.Gizi.net, diperolehtanggal 26 September 2014).
Gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan secara maksimal sebagaimana keadaan
sebelum sakit, beberapa pasein meninggalkan gejala sisa seperti adanya ketidakmampuan
berkomunikasi dan mengenali realitas, serta perilaku kekanak-kanakan yang berdampak
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Psikofarmaka?
2. Bagaimana klasifikasi obat-obatan Psikofarmaka?
3. Apa saja efek samping dari penggunaan obat-obatan psikofarmaka?
4. Bagaimana peran ilmu kimia dalam obat-obatan psikofarmaka?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian Psikofarmaka
2. Untuk mengetahui klasifikasi obat-obatan Psikofarmaka
3. Untuk mengetahui efek samping dari penggunaan obat-obatan psikofarmaka
4. Untuk mengetahui peranilmu kimia dalam pemberian obat-obatan khususnya obat
psikofarmaka
A. DEFINISI
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada
Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan
perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap
taraf kualitas hidup pasien.Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik yang
bersifat Neuroleptik (bekerja pada sistim saraf ).Pengobatan pada gangguan mental
bersifat komprehensif, yang meliputi :
1. Teori biologis (somatik),mencakup pemberian obat psikotik dan Elektro
Convulsi Therapi (ECT).
2. Psikoterapeutik.
3. Terapi Modalitas.
Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari management psikoterapi.Perawat
perlu mamahami konsep umum psikofarmaka. Beberapa hal yang termasuk
Neurotransmiter adalah Dopamin,Neuroeprineprin, Serotonin dan GABA (Gama
Amino Buteric Acid),dll. Meningkatnya dan menurunnya kadar / konsentrasi
neurotransmiter akan menimbulkan kekacauan atau gangguan mental. Obat – obatan
psikofarmaka efektif untuk mengatur keseimbangan Neurotransmiter.
B. KLASIFIKASI
Psikofarmaka dalam arti sempit, yang utama digunakan untuk penanganan
gangguan jiwa, dapat digolongkan dalam beberapa kelompok, yakni :
a. Anti-Psikotis (dahulu disebut neuroleptika atau major tranquilizer) yang bekerja
sebagai antipsikosis dan sedatif. Obat ini digunakan khusus untuk berbagai jenis
antipsikosis misal schizofernia dan mania.
b. Anti-Depresan, yang berdaya memperbaiki suasana murung dan putus asa
terutama digunakan pada keadaan depresi, panik dan fobia.
Klasifikasi
Antipsikotika biasnya dibagi dalam dua kelompok besar, yakni obat typis atau klasik
dan obat atypis.
1. Antipsikotika klasik, terutama efektif mengatasi simtom positif. pada umunya
dibagi lagi dalam sejumlah kelompok kimiawi sebagai berikut :
a. Derivat-fenotiazin: klopromazin, levomepromazin dan triflupromazin,
thiorizidin, dan periciazin, perfenazin dan flufenazin, perazin, trifluoperazin,
proklorperazin, dan thietilperazin.
b. Derivat-thioxanthen : klorprotixen, dan zuklopentixol.
c. Derivat-butirofenon : haloperidol, bromperidol, pimpaperon dan droperidol.
d. Derivat-butilpiperidin : pimozida, fluspirilen, penfluridol.
2. Antipsikotika atypis (sulpirida, klozapin, respiridon, olanzapin, dan quetiapin)
bekerja efektif melawan simtom negatif, yang praktis kebal terhadap obat klasik.
Lagi pula efek sampingnya lebih ringan, khususnya gangguan extrapiramidal dan
dyskinesia tarda.
Sertindol setela dipasarkan hanya satu tahun lebih, akhir 1998 ditarik dari
peredaran di eropa, karena dari beberapa kali dilaporkan terjadinya aritmia dan
kematian mendadak. Obat atypis lainnya yang sudah tersedia dinegara lain yag
sudah tersedia dinegara lain sejak 1988 adalah zotepin dan ziprasidon.
Gambar 2.klozapin
a. Risperidon juga terutama menghambat reseptor D2 dan -5HT, dengan
perbandingan afinitas 1:10, juga dari reseptor –α1, –α12, –H1. Blokade α1
dan α12 dapat menimbukan masing-masing hipotensi dan depresi
sedangkan blokade H1, berkaitan degan sedasi.
Gambar 3. Risperidon
Gambar 4. Olanzapin
Gambar 5.Reboxetin
Cara Penggunaan
Umumnya dikonsumsi secara oral, yang melewati “first-pass metabolism” di hepar.
Beberapa diantaranya dapat diberikan lewat injeksi short-acting Intra muscular (IM) atau
Intra Venous (IV), Untuk beberapa obat anti-psikosis (seperti haloperidol dan flupenthixol),
bisa diberikan larutan ester bersama vegetable oil dalam bentuk “depot” IM yang
diinjeksikan setiap 1-4 minggu. Obat-obatan depot lebih mudah untuk dimonitor. Pemilihan
jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping
obat. Penggantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalennya. Apabila obat psikosis tertentu
tidak memberikan respon klinis dalam dosis optimal setelah jangka waktu memadai, dapat
diganti dengan obat anti-psikosis lainnya. Jika obat anti-psikosistersebut sebelumnya sudah
Efek Samping
Sejumlah efek samping serius dapat membatasi penggunaan antipsikotika dan yang
paling sering terjadi adalah:
a) Gejala ekstrapiramidal (GEP)
GEP dapat berbentuk banyak macam, yaitu sebagai :
Parkinsonisme (gejala penyakit Parkinson), yakni hipokinesia (daya gerak
berkurang,berjalan langkah demi langkah ) dan kekakuan anggota tubuh, kadang-
kadang tremor tangan dan keluar liur berlebihan. Gejala lainnya “rabbit-
syndrome” (mulut membuat gerakan mengunyah, mirip kelinci), yang dapat
b) Galaktorrea (banyak keluar air susu), juga akibat blokade dopamin, yang identik
dengan PIF(Prolacting Inhibiting Factor). Sekresi prolaktin tidak dirintangi lagi,
kadarnya meningkat dan produksi air susu bertambah banyak.
c) Sedasi yang bertalian dengan khasiat antihistamin, khususnya klorpromazin,
thioridazin.,dan klozapin. Efek sampingnya ringan pada zat-zat difenilbutilamin.
Kontraindikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris yang tinggi,
ketergantungan alkohol, penyakit SSP dan gangguan kesadaran
Anti-Depresan
Antidepresan terutama digunakan untuk mengobati depresi, gangguan
obsesifkompulsif, gangguan ansietas menyeluruh, gangguan panik, gangguan fobik dan
Mekanisme Kerja
Trisiklik (TCA) memblokade reuptake dari noradrenalin dan serotonin yang
menuju neuron presinaps. SSRI hanya memblokade reuptake dari serotonin. MAOI
menghambat pengrusakan serotonin pada sinaps. Mianserin dan mirtazapin memblokade
reseptor alfa 2 presinaps. Setiap mekanisme kerja dari antidepresan melibatkan modulasi
pre atau post sinaps atau disebut respon elektrofisiologis.
Cara Penggunaan
Umumnya bersifat oral, sebagian besar bisa diberikan sekali sehari dan
mengalami proses first-pass metabolism di hepar. Respon anti-depresan jarang timbul
dalam waktu kurang dari 2-6 minggu. Untuk sindroma depresi ringan dan sedang,
pemilihan obat sebaiknya mengikuti urutan:
Pemberian Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
Efek sekunder (efek samping) : sekitar 12-24 jam
Waktu paruh : 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari).
Ada lima proses dalam pengaturan dosis, yaitu:
a. Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran selama minggu I.
Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari I dan II, 50 mg/hari pada hari III dan IV,
100 mg/hari pada hari V dan VI.
b. Titrating Dosage (dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis efektif
kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari selama 7
sampai 15 hari (miggu II), kemudian minggu III 200 mg/hari dan minggu IV 300
mg/hari.
c. Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan selama 2-3 bulan.
Misalnya amytriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan sampai
dosis pemeliharaan.
d. Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis
pemeliharaan ½ dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari.
e. Tappering Dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan dari initiating
dosage. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari à 100 mg/hari selama 1 minggu, 100
mg/hari à 75 mg/hari selama 1 minggu, 75 mg/hari à 50 mg/hari selama 1 minggu, 50
mg/hari à 25 mg/hari selama 1 minggu.
Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total.Kalau kemudian
sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya.Pada dosis
pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose one hour before
Indikasi
Obat antidepresan ditujukan kepada penderita depresi dan kadang berguna juga
pada penderita ansietas fobia, obsesif-kompulsif, dan mencegah kekambuhan depresi
Anti-Mania
Mania merupakan gangguan mood atau perasaan ditandai dengan aktivitas fisik
yang berlebihan dan perasaan gembira yang luar biasa yang secara keseluruhan tidak
sebanding dengan peristiwa positif yang terjadi. Hal ini terjadi dalam jangka waktu
paling sedikit satu minggu hampir setiap hari terdapat keadaan afek (mood, suasana
perasaan) yang meningkat ekspresif atau iritabel. Sindroma mania disebabkan oleh
tingginya kadar serotonin dalam celah sinaps neuron, khususnya pada sistem limbik,
yang berdampak terhadap “dopamine receptor supersensitivity”. Lithium karbonat
merupakan obat pilihan utama untuk meredakan sindroma mania akut dan profilaksis
terhadap serangan sindroma mania yang kambuh pada gangguan afektif bipolar. Bentuk
mania yang lebih ringan adalah hipomania. Mania seringkali merupakan bagian dari
kelainan bipolar (penyakit manik-depresif). Beberapa orang yang tampaknya hanya
menderita mania, mungkin sesungguhnya mengalami episode depresi yang ringan atau
singkat. Baik mania maupun hipomania lebih jarang terjadi dibandingkan dengan depresi.
Mania dan hipomania agak sulit dikenali, kesedihan yang berat dan berkelanjutan akan
mendorong seseorang untuk berobat ke dokter, sedangkan kegembiraan jarang
mendorong seseorang untuk berobat ke dokter karena penderita mania tidak menyadari
adanya sesuatu yang salah dalam keadaan maupun perilaku mentalnya.
Cara Penggunaan
Pada mania akut diberikan haloperidol IM atau tablet litium karbonat. Pada
gangguan afektif bipolar dengan serangan episodik mania depresi diberi litium karbonat
sebagai obat profilaks. Daapt mengurangi frekwensi, berat dan lamanya suatu
kekambuahan. Bila penggunaan obat litium karbonat tidak memungkinkaan dapat
digunakan karbamezin. Obat ini terbukti ampuh meredakan sindroma mania akut dan
profilaks serangan sindroma mania pada gangguan afektif bipolar. Pada ganguan afektif
unipolar, pencegahan kekambuhan dapat juga denagn obat antidepresi SSRI yang lebih
ampuh daripada litium karonat. Dosis awal harus lebih rendah pada pasien usia lanjut
Mekanisme Kerja
Lithium Carbonate merupakan obat pilihan utama untuk meredakan Sindrom
mania akut atau profilaksis terhadap serangan Sindrom mania yang kambuhan pada
gangguan afektif bipolar. Hipotesis: Efek anti-mania dari Lithium disebabkan
kemampuannya mengurangi ”dopamine receptor supersensitivity”, meningkatnya
”cholinergic-muscarinic activity”, dan menghambat ”cyclic AMP (adenosine
monophosphate) dan phosphoinositides”.
Indikasi
Gejala sasaran: Sindrom mania. Butir-butir diagnostik terdiri dari:
Dalam jangka waktu paling sedikit satu minggu hampir setiap hari terdapat keadaan afek
(mood, suasana perasaan) yang meningkat, ekspresif dan iritabel.
Keadaan tersebut paling sedikit 4 gejala berikut:
Peningkatan aktivitas (ditempat kerja, dalam hubungan sosial atau seksual), atau
ketidak-tenangan fisik
Lebih banyak bicara dari lazimnya ataun adanya dorongan untuk bicara terus
menerus
Lompat gagasan (flight of ideas) atau penghayatan subjektif bahwa pikirannya
sedang berlomba
Rasa harga diri yang melambung (grandiositas, yang dapat bertaraf sampai
waham/delusi)
Berkurangnya kebutuhan tidur
Mudah teralih perhatian, yaitu perhatiannya terlalu cepat tertarik kepada stimulus
luar yang tidak penting
Efek Samping
Efek samping Lithium berhubungan erat dengan dosis dan kondisi fisik pasien.
Gejala efek samping pada pengobatan jangka lama: mulut kering, haus,
gastrointestinal distress (mual, muntah, diare, feses lunak), kelemahan otot,
poliuria, tremor halus (fine tremor, lebih nyata pada pasien usia lanjut dan
penggunaan bersamaan dengan neuroleptika dan antidepresan) Tidak ada efek
sedasi dan gangguan akstrapiramidal.
Efek samping lain : hipotiroidisme, peningkatan berat badan, perubahan fungsi
tiroid, edema pada tungkai metalic taste, leukositosis, gangguan daya ingat dan
kosentrasi pikiran
Gejala intoksikasi
Gejala dini : muntah, diare, tremor kasar, mengantuk, kosentrasi pikiran
menurun, bicara sulit, pengucapan kata tidak jelas, berjalan tidak stabil.
Dengan semakin beratnya intoksikasi terdapat gejala: kesadaran menurun,
oliguria, kejang-kejang.
Penting sekali pengawasan kadar lithium dalam darah.
Faktor predisposisi terjadinya intoksikasi lithium :
Demam (berkeringat berlebihan)
Diet rendah garam o Diare dan muntah-muntah
Diet untuk menurunkan berat badan o Pemakaian bersama diuretik,
antireumatik, obat anti inflamasi nonsteroid
Tindakan pencegahan intoksikasi lithium dengan edukasi tentang faktor
predisposisi, minum secukupnya, bila berkeringat dan diuresis banyak harus
diimbangi dengan minum lebih banyak, mengenali gejala dan intoksikasi dan
kontrol rutin.
Klasifikasi
Klasifikasi yang sering dipakai adalah :
Derivate benzodiazepine :
Diazepam (valium)
Bromazepam (lexotan)
Lorazepam (ativan)
Alprazolam (xanax)
Clobazam (frisium)
Derivate gliserol :
Meprobamat
Derivate berbiturat :
Fenobarbital
Mekanisme Kerja
Mayoritas neurotransmitter yang melakukan inhibisi di otak adalah asam amino
GABA (gamma-aminobutyric acid A). Secara selektif reseptor GABA akan membiarkan
ion Chlorid masuk ke dalam sel, sehingga terjadi hiperpolarisasi neuron dam
menghambat penglepasan transmisi neuronal. Secara umum obat – obat antiansietas ini
bekerja di reseptor GABA. Benzodiazepine menghasilkan efek pengikatan terhadap
reseptor GABA tersebut.
Anti-Insomnia
Obat Anti-Insomnia digunakan untuk mengatasi pasien yang mengalami
gangguan susah tidur. Sering disebut juga Hypnotics, Somnifacient,
Hipnotika.Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu
benzodiazepine dan non-benzodiazepine.
Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)
Pengaturan Dosis
Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur.
Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan
sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off (untuk mencegah
timbulnya rebound dan toleransi obat)
Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-
lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi
Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali
seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut
Lama Pemberian
Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari 2
minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat
menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang menetap sekitar 6 bulan lamanya.
Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological Dependence”
(habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur dapat
ditanggulangi.
Efek Samping
Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur.
Hati – hati pada pasien dengan insufisiensi pernapasan, uremia, gangguan fungsi
hati, oleh karena keadaan tersebut terjadi penurunan fungsi SSP, dan dapat
memudahkan timbulnya koma. Pada pasien usia lanjut dapat terjadi “over
sedation”, sehingga resiko jatuh dan trauma menjadi besar, yang sering terjadi
adala “hip fracture”.
Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti-insomnia
(waktu paruh).
Anti-Panik
Disebut juga sebagai : Drugs Used In Panic Disorders. Obat yang menjadi acuan untuk
antipanik adalah Imipramin, selain itu juga obat lain seperti : Clomipramin, Alprazol,
Moclobemid, Setralin, Fluoxetin, Parocetin, dan Fluvoxamine.
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja obat antipanik adalah menghambat reuptake serotonin
Efek Samping
Efek samping yang ditimbulkan dalam penggunaan obat anti panik antara lain:
mengantuk, sedasi, kewaspadaanberkurang, dan Neurotoksik.
Lama pemberian
Lamanya pemberian obat tergantung dari individual, umunya selama 6- 12
bulan,kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi penderita sudah
memungkinkan
Dalam waktu 3 bulan bebas obat 75% penderita menunjukkan gejala kambuh. Dalam
keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semula diulangi selama 2 tahun. Setelah
itu dihentikan secara bertahap selama 3 bulan.
Pengolongan Obat
Obat anti Obsesif Kompulsif yang menjadi acuan adalah klomipramin. Obat antikompulsi
dapat digolongkan menjadi :
Trisiklik : Klomipramin
SSRJ : sentralin, paroksin, Flovokamin, Fluoksetin.
Mekanisme Kerja
Menghambat re-uptake neurotransmitter serotonin sehingga gejala mereda.
A. Kesimpulan
1. Psikofarmaka adalah obat-obatan yang digunakan untuk klien dengan gangguan
mental.
2. Psikofarmaka dapat digolongkan dalam beberapa golongan yaitu :
dapat digolongkan dalam dua kelompok besar, yakni :
a) Antipsikotika (dahulu disebut neuroleptika atau major tranquilizer) yang bekerja
sebagai antipsikosis dan sedatif. Obat ini digunakan khusus untuk berbagai jenis
antipsikosis misal schizofernia dan mania.
b) Antidepresan yang berdaya memperbaiki suasana murung dan putus asa terutama
digunakan pada keadaan depresi, panik dan fobia
c) Anti-Mania, digunakan untuk mengendalikan kecenderungan patologis untuk
suatu aktivitas tertentu, yang tidak dapat dikendalikan, misalnya mengutil (
kleptomania).
d) Anti-Ansietas, digunakan untuk mengatasi kecemasan dan juga mempunyai efek
sedative, relaksasi otot, amnestic, dan antiepileptic.
e) Anti-Insomnia, digunakan untuk pesien yang mengalami gangguan susah tidur
f) Anti-Panik
g) Anti-Obsesif Kompulsif