Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH NEUROBEHAVIOUR

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMA

NAMA KELOMPOK :
1. Retno Wulandari (S16177)
2. Rizka Ardania S (S16178)
3. Salma Deviyana (S16179)
4. Selvita Berlian D (S16180)
5. Septiyan Bagus M (S16181)
6. Sindhi Maipuri (S16182)
7. Siti Ning Intan L (S16183)
8. Tatik Widyastuti (S16184)
9. Titin Purnama S (S16185)
10. Ulfi Asmaroh (S16186)
11. Verily Endah J W (S16187)
12. Yoanita Putri (S16188)
13. Yudhi Prabowo (S16189)
14. Zulfa Afida S (S16190)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017/2018

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 1


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat
dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu meskipun
jauh dari kesempurnaan.
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu wadah pembelajaran
dalam menimbah ilmu utamanya dalam matakuliah terkhusus pada pembahasan
psikofarmaka.
Kami sadar dalam makalah ini masih belum sempurna dan terdapat banyak
kekurangan, sehingga pada kesempatan ini kami membuka diri untuk menerima kritik
dan saran yang berguna untuk perbaikan dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat serta memberikan pengetahuan dalam proses pembelajaran terkhusus pada
pembahasan psikofarmaka.

Surakarta, 12 Desember 2017

Tim penyusun

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………......……………………………………….... i
DAFTARISI……………………………………………………………............... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………........ 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………....... 2
C. Tujuan………………………………………………………………………..... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Psikofarmaka…………………………………………………............ 3
B. Klasifikasi Psikofarmaka…………………………………………………........ 3
C. Anti-Psikotika..................................................................................................... 5
D. Anti-Depresan..................................................................................................... 11
E. Anti-Mania.......................................................................................................... 16
F. Anti-Ansietas...................................................................................................... 20
G. Anti-Insmonia..................................................................................................... 23
H. Anti-Panik.......................................................................................................... 25
I. Anti-Obsesif Kompulsif..................................................................................... 26
BAB III PENUTUP
Kesimpulan………………………………………………………………….......... 27
Saran…....………………………………………………………………................ 27
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 3


PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk
digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan,
menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah
pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian
badan manusia termasuk obat tradisional.
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang obat-obatan yang digunakan
dalam pasien sakit jiwa, atau disebut dengan psikofarmaka Kesehatan jiwa merupakan
kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,
masyarakat, dan lingkungan, sebagai perwujudan keharmonisan fungsi mental dan
kesanggupannya menghadapi masalah yang biasa terjadi, sehingga individu tersebut
merasa puas dan mampu .
Kesehatan jiwa seseorang selalu dinamis dan berubah setiap saat serta
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: kondisi fisik (somatogenik), kondisi
perkembanganmental-emosional (psikogenik) dan kondisi dilingkungan social
(sosiogenik). Ketidakseimbangan pada salah satu dari ketiga faktor tersebut dapat
mengakibatkan gangguan jiwa.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan
pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. WHO
memperkirakan saat ini di seluruh dunia terdapat 450 juta orang mengalami gangguan
jiwa, di Indonesia sendiri pada tahun 2006 diperkirakan26 juta penduduk Indonesia
mengalami gangguan jiwa dengan ratio populasi 1 berbanding 4 penduduk. Departemen
Kesehatan RI mengakui sekitar 2,5 juta orang di negeri ini telah menjadi pasien rumah
sakit jiwa (Setiawan, 2009.http//www.Gizi.net, diperolehtanggal 26 September 2014).
Gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan secara maksimal sebagaimana keadaan
sebelum sakit, beberapa pasein meninggalkan gejala sisa seperti adanya ketidakmampuan
berkomunikasi dan mengenali realitas, serta perilaku kekanak-kanakan yang berdampak

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 4


pada penurunan produktivitas hidup. Hal ini ditunjang dengan data Bank Dunia pada
tahun2001 di beberapa Negara yang menunjukkan bahwa hari-hari produktif yang
hilang Atau Dissabiliiy AdjustedLife Years (DALY's) sebesar 8,1 % dari Global Burden
of Disease, disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa (Setiawan, 2009. http//www.
Gizi.net, diperolehtanggal 26 September 2014).
Sebagai salah satu upaya untuk mengurangi penurunan produktifitas maka pada
pasien yang dirawat inap dilakukan upaya rehabilitasi sebelum klien dipulangkan dari
Rumah Sakit. Tujuannya untuk mencapai perbaikan fisik dan mental sebesar-besarnya,
penyaluran dalam pekerjaan dengan kapasitas maksimal dan penyesuaian diri dalam
hubungan perseorangan dan socials ehingga bisa berfungsi sebagai anggota masyarakat
yang mandiri dan berguna .

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Psikofarmaka?
2. Bagaimana klasifikasi obat-obatan Psikofarmaka?
3. Apa saja efek samping dari penggunaan obat-obatan psikofarmaka?
4. Bagaimana peran ilmu kimia dalam obat-obatan psikofarmaka?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian Psikofarmaka
2. Untuk mengetahui klasifikasi obat-obatan Psikofarmaka
3. Untuk mengetahui efek samping dari penggunaan obat-obatan psikofarmaka
4. Untuk mengetahui peranilmu kimia dalam pemberian obat-obatan khususnya obat
psikofarmaka

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 5


BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada
Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan
perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap
taraf kualitas hidup pasien.Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik yang
bersifat Neuroleptik (bekerja pada sistim saraf ).Pengobatan pada gangguan mental
bersifat komprehensif, yang meliputi :
1. Teori biologis (somatik),mencakup pemberian obat psikotik dan Elektro
Convulsi Therapi (ECT).
2. Psikoterapeutik.
3. Terapi Modalitas.
Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari management psikoterapi.Perawat
perlu mamahami konsep umum psikofarmaka. Beberapa hal yang termasuk
Neurotransmiter adalah Dopamin,Neuroeprineprin, Serotonin dan GABA (Gama
Amino Buteric Acid),dll. Meningkatnya dan menurunnya kadar / konsentrasi
neurotransmiter akan menimbulkan kekacauan atau gangguan mental. Obat – obatan
psikofarmaka efektif untuk mengatur keseimbangan Neurotransmiter.

B. KLASIFIKASI
Psikofarmaka dalam arti sempit, yang utama digunakan untuk penanganan
gangguan jiwa, dapat digolongkan dalam beberapa kelompok, yakni :
a. Anti-Psikotis (dahulu disebut neuroleptika atau major tranquilizer) yang bekerja
sebagai antipsikosis dan sedatif. Obat ini digunakan khusus untuk berbagai jenis
antipsikosis misal schizofernia dan mania.
b. Anti-Depresan, yang berdaya memperbaiki suasana murung dan putus asa
terutama digunakan pada keadaan depresi, panik dan fobia.

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 6


c. Anti-Mania, digunakan untuk mengendalikan kecenderungan patologis untuk
suatu aktivitas tertentu, yang tidak dapat dikendalikan, misalnya mengutil (
kleptomania).
d. Anti-Ansietas, digunakan untuk mengatasi kecemasan dan juga mempunyai efek
sedative, relaksasi otot, amnestic, dan antiepileptic.
e. Anti-Insomnia, digunakan untuk pesien yang mengalami gangguan susah tidur
f. Anti-Panik
g. Anti-Obsesif Kompulsif

Tabel 1. Klasifikasi Psikofarmaka dan Obat Acuan yang digunakan

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 7


 Anti-Psikotika
Definisi
Antipsikotika (major transquilizer) adalah oabat-obat yang dapat menekan fungsi-
fungsi psikis tertentu tanpa mempengaruhi fungsi umum seperti berpikir dan berkelakuan
normal. Obat ini dapat meredakan emosi dan agresi dan apat pula menghilangkan atau
mengurangi gangguan jiwa seperti impian dan pikiran khayali (halusinasi) serta
menormalkan perilaku yang tidak normal. Oleh karena itu anipsikotika trutam digunakan
psikosis, penyakit jiwa hebat tanpa keinsafan sakit oleh pasien, misalnya penyakit
schizofrenia dan psikosi mania depresif.

Klasifikasi
Antipsikotika biasnya dibagi dalam dua kelompok besar, yakni obat typis atau klasik
dan obat atypis.
1. Antipsikotika klasik, terutama efektif mengatasi simtom positif. pada umunya
dibagi lagi dalam sejumlah kelompok kimiawi sebagai berikut :
a. Derivat-fenotiazin: klopromazin, levomepromazin dan triflupromazin,
thiorizidin, dan periciazin, perfenazin dan flufenazin, perazin, trifluoperazin,
proklorperazin, dan thietilperazin.
b. Derivat-thioxanthen : klorprotixen, dan zuklopentixol.
c. Derivat-butirofenon : haloperidol, bromperidol, pimpaperon dan droperidol.
d. Derivat-butilpiperidin : pimozida, fluspirilen, penfluridol.
2. Antipsikotika atypis (sulpirida, klozapin, respiridon, olanzapin, dan quetiapin)
bekerja efektif melawan simtom negatif, yang praktis kebal terhadap obat klasik.
Lagi pula efek sampingnya lebih ringan, khususnya gangguan extrapiramidal dan
dyskinesia tarda.
Sertindol setela dipasarkan hanya satu tahun lebih, akhir 1998 ditarik dari
peredaran di eropa, karena dari beberapa kali dilaporkan terjadinya aritmia dan
kematian mendadak. Obat atypis lainnya yang sudah tersedia dinegara lain yag
sudah tersedia dinegara lain sejak 1988 adalah zotepin dan ziprasidon.

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 8


Mekanisme Kerja
Semua psikofarmaka bersifat lipofil dan mudah masuk kedalam cairan cerebrospinal
dan obat-obat ini melakukan kegiatnnya secara langsung terhadap saraf otak. Mekanisme
kerjanya pada taraf biokimiawi belum diketahui dengan pasti tetapi ada petunjuk kuat
bahwa mekanisme ini berhubungan erat dengan kadar neurotransmitter di otak atau anatar
keseimbangannya.
Antipsikotika menghambat agak kuat reseptor dopamin disistem limbis otak dan
disamping itu juga menghambat reseptor, serotonin, muskarin dan histamin. Tetapi pada
pasien yang kebal bagi obat-obat klasik telah ditemukan pula blokade tuntas dari reseptor
D2 tersebut.Riset baru mengenai otak telah menunjukkan bahwa blokade D2 tidak selalu
cukup untuk menanggulangi schizofrenia secara efektif. Untuk ini neurohormon lainnya
seperti serotonin, glutamat, GABA (gamma-butyric acid) perlu dipengaruhi.
Mulai kerjanya blokade D2 cepat, begitupula efeknya pada keadaan gelisah.
Sebaliknya kerjanya terhadap gejala psikosis lain, seperti waham, halusinasi, dan
gangguan pikiran baru nyata setelah beberapa minggu. Mungkin efek lambat ini
disebabkan sistem reseptor dopamin menjadi kurang peka. *antipsikotika atypis memiliki
afinitas lebih besar untuk reseptor D1 dan D2 sehingga lebih efektif dari pada obat-obat
klasik untuk melawan simtom negatif. Lagi pula obat ini lebih jarang menimbulkan GEP
dan dyskinesia tarda.
a) sulpirida terutama menghambat resptor D2 dan praktis tanpa afinitas bagi reseptor
lain. Pada dosis rendah (dibawah 600 mg/hari) terutama bekerja antagonistis
terhadap reseptor presinaptis, dan pada dosis lebih lebih tingi (diatas 800 mg/hari)
juga terhadap reseptor D2 postsinaptis, seperti obat-obat klasik. Efek antipsikotis
terutama dicapai pada dosis lebih tingi dan dosis rendah berguna pada psikosis
dengan tertutama simtom negatif.

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 9


Gambar 1.sulpirida

b) Klozapin ikatannya pada resptor D2 agak ringa (± 20%) dibandingkan obat-obat


klasik (60-75%). Namun efek antipsikotisnya kuat, yang bisa dianggap
paradoksal. Juga afinitasnya pada reseptor lain dengan efek antihistamin,
antiserotonin, antikolinergis dan antiadrenergis adalah relatif tinggi. Menurut
perkiraan efek baiknya dapat dijelaskan oleh blokade kuat dari resptor D2, D4 dan
-5HT. blokade reseptor muskarin dan D4 disuga mengurangi GEP, sedangkan
blokade 5HT2 meningkatkan sintesa dan pelepasan dopamin diotak. Hal ini
meniadakan sebagian blokade D2, tetapi mengurangi risiko GEP.

Gambar 2.klozapin
a. Risperidon juga terutama menghambat reseptor D2 dan -5HT, dengan
perbandingan afinitas 1:10, juga dari reseptor –α1, –α12, –H1. Blokade α1
dan α12 dapat menimbukan masing-masing hipotensi dan depresi
sedangkan blokade H1, berkaitan degan sedasi.

Gambar 3. Risperidon

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 10


c) Olanzapin menhambat semua reseptor dopamin (D1 s/d D5) dan reseptor H1, -
5HT2, adrenergis dan kolinergis, dengan afinitas lebih itnggi untuk reseptor -
5HT2 dibandingkan D2.

Gambar 4. Olanzapin

d) Reboxetin (Edronax) yang secara selektif menghambat reuptake noradrenalin.

Gambar 5.Reboxetin

Cara Penggunaan
Umumnya dikonsumsi secara oral, yang melewati “first-pass metabolism” di hepar.
Beberapa diantaranya dapat diberikan lewat injeksi short-acting Intra muscular (IM) atau
Intra Venous (IV), Untuk beberapa obat anti-psikosis (seperti haloperidol dan flupenthixol),
bisa diberikan larutan ester bersama vegetable oil dalam bentuk “depot” IM yang
diinjeksikan setiap 1-4 minggu. Obat-obatan depot lebih mudah untuk dimonitor. Pemilihan
jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping
obat. Penggantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalennya. Apabila obat psikosis tertentu
tidak memberikan respon klinis dalam dosis optimal setelah jangka waktu memadai, dapat
diganti dengan obat anti-psikosis lainnya. Jika obat anti-psikosistersebut sebelumnya sudah

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 11


terbukti efektif dan efek sampingnya dapat ditolerir dengan baik, dapat dipilih kembali untuk
pemakaian sekarang.
Dalam pemberian dosis, perlu dipertimbangkan:
 Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
 Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
 Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
 Dosis pagi dan malam berbeda untuk mengurangi dampak efek samping, sehingga tidak
menganggu kualitas hidup pasien
Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan
dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan sangat kecil. Jika dihentikan
mendadak timbul gejala cholinergic rebound, yaitu: gangguan lambung, mual, muntah,
diare, pusisng, gemetar dan lain-lain dan akan mereda jika diberikan anticholinergic agents
(injeksi sulfas atropine 0,25 mg IM dan tablet trihexylfenidil 3x2 mg/hari). Obat anti-
psikosis parenteral berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau
tidak efektif dengan medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap bulan. Pemberiannya
hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap skizofrenia.
Penggunaan CPZ sering menimbulkan hipotensi orthostatik pada waktu merubah posisi
tubuh. Hal ini dapat diatasi dengan injeksi nor-adrenalin (effortil IM). Haloperidol juga
dapat menimbulkan sindroma Parkinson, dan diatasi dengan tablet trihexylfenidil 3- 4x2
mg/hari.

Efek Samping
Sejumlah efek samping serius dapat membatasi penggunaan antipsikotika dan yang
paling sering terjadi adalah:
a) Gejala ekstrapiramidal (GEP)
GEP dapat berbentuk banyak macam, yaitu sebagai :
 Parkinsonisme (gejala penyakit Parkinson), yakni hipokinesia (daya gerak
berkurang,berjalan langkah demi langkah ) dan kekakuan anggota tubuh, kadang-
kadang tremor tangan dan keluar liur berlebihan. Gejala lainnya “rabbit-
syndrome” (mulut membuat gerakan mengunyah, mirip kelinci), yang dapat

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 12


muncul setelah beberapa munggu atau bulan. Terutama pada dosis tinggi dan
lebih jarang pada obat dengan kerja antikolinergis. Insidensinya 2-10%.
 Dystonia akut, yakni kontraksi otot-otot muka dan tengkuk, kepala miring,
gangguan menelan, sukak bicara dan kejang rahang. Guna menghindarkannya
dosis harus dinaikkan dengan perlahan, atau diberikan antikolinergika sebagai
profilaksis.
 Akathisia, yakni selalu ingin bergerak, tidak mampu duduk diam tanpa
menggerakkan kaki, tangan atau tubuh (Yun, kathisis: duduk, a: tidak, tanpa).
Ketiga GEP tersebut dapat dikurangi dengan menurunkan dosis dan dapat diobati
dengan antikolinergika.Akathisia juga dapat diatasi dengan propranolol atau
benzosiazepin.
 Dyskinesia tarda, yakni gerakan abnormal tak-sengaja, khususnya otot-otot
muka dan mulut (menjulurkan lidah), yang dapat menjadi permanen. Gejala ini
sering muncul setelah 0,5-3 tahun dan berkaitan antara lain dengan dosis
kumulatif(total) yang telah diberikan. Risiko efek samping ini meningkat pada
penggunaan lama dan tidak tergantung dari dosis, juga lebih sering terjadi pada
lansia, insidensinya tinggi (10-15%). Gejala ini lenyap dengan menaikkan dosis ,
tetapi kemudian timbul kembali secara lebih hebat. Antikolinergika juga dapat
memperhebat gejala tersebut. Pemberian vitamin E dapat mengurangi efek
samping ini.
 Sindroma neuroleptika maligne berupa demam, kekakuan otot dan GEP lain,
kesadaran menurun dan kelainan-kelainan SSO (tachycardia, berkeringat,
fluktuasi tekanan darah, inkontinensi). Gejala ini tak bergantug pada dosis,
terutama terjadi pada pria muda dalam waktu 2 minggu dengan insidensi 1 %.
Diagnosanya sukar , tetapi bila tidak ditangani bisa berakhir fatal.

b) Galaktorrea (banyak keluar air susu), juga akibat blokade dopamin, yang identik
dengan PIF(Prolacting Inhibiting Factor). Sekresi prolaktin tidak dirintangi lagi,
kadarnya meningkat dan produksi air susu bertambah banyak.
c) Sedasi yang bertalian dengan khasiat antihistamin, khususnya klorpromazin,
thioridazin.,dan klozapin. Efek sampingnya ringan pada zat-zat difenilbutilamin.

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 13


d) Hipotensi ortostatis akibat blokade reseptor ∝, adrenergis, misalnya klorpromazin ,
thioridazin, dan klozapin.
e) Efek antikolinergis akibat blokade reseptor muskarin, yang bercirikan antara lain
mulut kering, penglihatan guram, obstipasi, retensi kemih dan tachycardia, terutama
pada lansia. Efeknya khusus kuat pada klorpromazin,thioridazindan klozapin.
f) Efek antiseerotonin akibat blokade reseptot-5HT, yang berupa stimulasi nafsu
makan dengan akibat naiknya berat badan dan hiperglikemia.
g) Gejala penarikan dapat timbul, meskipun obat-obat ini tidak berdaya adiktif. Bila
penggunaannya dihentikan mendadak dapat terjadi sakit kepala, sukar tidur, mual,
muntah, anorexia dan rasa takut. Efek ini terutama pada obat-obat dengan kerja
antikolinergis. Oleh karena itu penghentianya selalu perlu berangsur.
h) Efek lainnya. Akhirnya masih ada beberapa efek samping yang karakteristik bagi
obat-obat tertentu, yakni:
 Fenotiazin: seringkali reaksi imunologis, seperti fotosensibilisasi, hepatitis,
kelainan darah dan dermatitis alergis, jarang pada zat-zat thioxanten. Efek
lainnya berupa kelainan mata dengan endapan pigmen di lensa dan kornea, serta
retinopati pada thioridazin(dosis diatas 800 mg/hari).
 Klozapin: dapat menimbulkan agranulositosis (1-2%),juga bradycardia, hipotensi
ortostatis dan berhentinya jantung.
 Olanzapin dan risperidon pada lansia yang menderita Alzheimer dapat
mengakibatkan kerusakan cerebrovaskuler, yang meningkatkan mortalitasnya
dengan lebih dari dua kali, tidak tergantung dari lama dan dosisnya penggunaan.

Kontraindikasi

Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris yang tinggi,
ketergantungan alkohol, penyakit SSP dan gangguan kesadaran

 Anti-Depresan
Antidepresan terutama digunakan untuk mengobati depresi, gangguan
obsesifkompulsif, gangguan ansietas menyeluruh, gangguan panik, gangguan fobik dan

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 14


pada kasus tertentu, enuresis nokturnal (antidepresn trisiklik) dan bulimia nervosa
(fluoxetine).Pengaruh antidepressan pada neurotransmitter biogenik amin memiliki
mekanisme yang berbeda pada setiap golongan antidepressan.Terapi jangka panjang
dengan obat-obat tersebut telah membuktikan pengurangan reuptake norepinephrine atau
serotonin atau keduanya, penurunan jumlah reseptor beta pascasinaptik, dan
berkurangnya pembentukan cAMP.

Gambar 6. Skema diagram kemungkinan tempat kerja obat antidepresan

Mekanisme Kerja
Trisiklik (TCA) memblokade reuptake dari noradrenalin dan serotonin yang
menuju neuron presinaps. SSRI hanya memblokade reuptake dari serotonin. MAOI
menghambat pengrusakan serotonin pada sinaps. Mianserin dan mirtazapin memblokade
reseptor alfa 2 presinaps. Setiap mekanisme kerja dari antidepresan melibatkan modulasi
pre atau post sinaps atau disebut respon elektrofisiologis.

Cara Penggunaan
Umumnya bersifat oral, sebagian besar bisa diberikan sekali sehari dan
mengalami proses first-pass metabolism di hepar. Respon anti-depresan jarang timbul
dalam waktu kurang dari 2-6 minggu. Untuk sindroma depresi ringan dan sedang,
pemilihan obat sebaiknya mengikuti urutan:

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 15


Langkah 1 : golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Langkah 2 : golongan tetrasiklik (TCA)
Langkah 3 :golongan tetrasiklik, atypical, MAOI (Mono Amin Oxydase Inhibitor)
reversibel.

Tabel 2 Gambaran Obat Anti Depresan TCA


Jenis obat Dosis Anti Sedasi Hipotensi
mg/hari kolinergik ortostatik
Amitriptilin (laroxyl) 50-300 ++++ ++++ ++
Klomiparim 25-250 +++ +++ ++
(anafranil)
Imipramin (tofranil) 30-300 ++ ++ +++
Tetrasiklik 50-225 ++ ++ +
maproptilin (ladiomil)
mianserin (tovlon)

Tabel 3 Gambaran Obat Anti Depresan SSRI


Jenis obat Dosis Anti Sedasi Hipotensi
mg/hari kolinergik ortostatik
Ortostatik Paroxetin 20-50 0+ 0+ 0
Fluoxatin 20-60 0 0+ 0
Sertralin 50-200 0 0+ 0
Fluvoxamin 50-300 0 0+ 0

Pertama-tama menggunakan golongan SSRI yang efek sampingnya sangat


minimal (meningkatkan kepatuhan minum obat, bisa digunakan pada berbagai kondisi
medik), spectrum efek anti-depresi luas, dan gejala putus obat minimal, serta “lethal
dose” yang tinggi (>6000 mg) sehingga relatif aman. Bila telah diberikan dengan dosis
yang adekuat dalam jangka waktu yang cukup (sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat
beralih ke pilihan kedua, golongan trisiklik, yang spektrum anti depresinya juga luas
tetapi efek sampingnya relatif lebih berat. Bila pilihan kedua belum berhasil, dapat

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 16


beralih ketiga dengan spectrum anti depresi yang lebih sempit, dan juga efek samping
lebih ringan dibandingkan trisiklik, yang teringan adalah golongan MAOI. Disamping itu
juga dipertimbangkan bahwa pergantian SSRI ke MAOI membutuhkan waktu 2-4
minggu istirahat untuk “washout period” guna mencegah timbulnya “serotonin malignant
syndrome”.

Pemberian Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
 Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
 Efek sekunder (efek samping) : sekitar 12-24 jam
 Waktu paruh : 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari).
Ada lima proses dalam pengaturan dosis, yaitu:
a. Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran selama minggu I.
Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari I dan II, 50 mg/hari pada hari III dan IV,
100 mg/hari pada hari V dan VI.
b. Titrating Dosage (dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis efektif
kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari selama 7
sampai 15 hari (miggu II), kemudian minggu III 200 mg/hari dan minggu IV 300
mg/hari.
c. Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan selama 2-3 bulan.
Misalnya amytriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan sampai
dosis pemeliharaan.
d. Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis
pemeliharaan ½ dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari.
e. Tappering Dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan dari initiating
dosage. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari à 100 mg/hari selama 1 minggu, 100
mg/hari à 75 mg/hari selama 1 minggu, 75 mg/hari à 50 mg/hari selama 1 minggu, 50
mg/hari à 25 mg/hari selama 1 minggu.
Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total.Kalau kemudian
sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya.Pada dosis
pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose one hour before

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 17


sleep), untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik.Untuk golongan SSRI diberikan dosis
tunggal pada pagi hari setelah sarapan.Pemberian obat anti depresi dapat dilakukan dalam
jangka panjang oleh karena “addiction potential”-nya sangat minimal.

Tabel 4. Klasifikasi Obat Anti-Depresan

Indikasi
Obat antidepresan ditujukan kepada penderita depresi dan kadang berguna juga
pada penderita ansietas fobia, obsesif-kompulsif, dan mencegah kekambuhan depresi

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 18


Efek Samping
 Trisklik dan MAOI : antikolinergik(mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur,
konstipasi, sinus takikardi) dan antiadrenergik (perubahan EKG, hipotensi).
 SSRI : nausea, sakit kepala
 MAOI : interaksi tiramin
Jika pemberian telah mencapai dosis toksik timbul atropine toxic syndrome
dengan gejala eksitasi SSP, hiperpireksia, hipertensi, konvulsi, delirium, confusion dan
disorientasi. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya:
 Gastric lavage
 Diazepam 10 mg IM untuk mengatasi konvulsi

 Anti-Mania
Mania merupakan gangguan mood atau perasaan ditandai dengan aktivitas fisik
yang berlebihan dan perasaan gembira yang luar biasa yang secara keseluruhan tidak
sebanding dengan peristiwa positif yang terjadi. Hal ini terjadi dalam jangka waktu
paling sedikit satu minggu hampir setiap hari terdapat keadaan afek (mood, suasana
perasaan) yang meningkat ekspresif atau iritabel. Sindroma mania disebabkan oleh
tingginya kadar serotonin dalam celah sinaps neuron, khususnya pada sistem limbik,
yang berdampak terhadap “dopamine receptor supersensitivity”. Lithium karbonat
merupakan obat pilihan utama untuk meredakan sindroma mania akut dan profilaksis
terhadap serangan sindroma mania yang kambuh pada gangguan afektif bipolar. Bentuk
mania yang lebih ringan adalah hipomania. Mania seringkali merupakan bagian dari
kelainan bipolar (penyakit manik-depresif). Beberapa orang yang tampaknya hanya
menderita mania, mungkin sesungguhnya mengalami episode depresi yang ringan atau
singkat. Baik mania maupun hipomania lebih jarang terjadi dibandingkan dengan depresi.
Mania dan hipomania agak sulit dikenali, kesedihan yang berat dan berkelanjutan akan
mendorong seseorang untuk berobat ke dokter, sedangkan kegembiraan jarang
mendorong seseorang untuk berobat ke dokter karena penderita mania tidak menyadari
adanya sesuatu yang salah dalam keadaan maupun perilaku mentalnya.

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 19


Jadi Obat Antimania adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan
kecenderungan patologis untuk suatu aktivitas tertentu, yang tidak dapat dikendalikan ,
misalnya mengutil ( kleptomania).

Tabel 5. Sediaan Obat Anti Mania dan Dosis Anjuran

Cara Penggunaan
Pada mania akut diberikan haloperidol IM atau tablet litium karbonat. Pada
gangguan afektif bipolar dengan serangan episodik mania depresi diberi litium karbonat
sebagai obat profilaks. Daapt mengurangi frekwensi, berat dan lamanya suatu
kekambuahan. Bila penggunaan obat litium karbonat tidak memungkinkaan dapat
digunakan karbamezin. Obat ini terbukti ampuh meredakan sindroma mania akut dan
profilaks serangan sindroma mania pada gangguan afektif bipolar. Pada ganguan afektif
unipolar, pencegahan kekambuhan dapat juga denagn obat antidepresi SSRI yang lebih
ampuh daripada litium karonat. Dosis awal harus lebih rendah pada pasien usia lanjut

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 20


atau pasien gangguan fisik yang mempengaruhi fungsi ginjal. Pengukuran serum
dilakukan dengan mengambil sampeel darah pagi hari, yaitu sebelum makan obat dan
sekitar 12 jam setelah dosis petang.

Mekanisme Kerja
Lithium Carbonate merupakan obat pilihan utama untuk meredakan Sindrom
mania akut atau profilaksis terhadap serangan Sindrom mania yang kambuhan pada
gangguan afektif bipolar. Hipotesis: Efek anti-mania dari Lithium disebabkan
kemampuannya mengurangi ”dopamine receptor supersensitivity”, meningkatnya
”cholinergic-muscarinic activity”, dan menghambat ”cyclic AMP (adenosine
monophosphate) dan phosphoinositides”.

Indikasi
Gejala sasaran: Sindrom mania. Butir-butir diagnostik terdiri dari:
 Dalam jangka waktu paling sedikit satu minggu hampir setiap hari terdapat keadaan afek
(mood, suasana perasaan) yang meningkat, ekspresif dan iritabel.
 Keadaan tersebut paling sedikit 4 gejala berikut:
 Peningkatan aktivitas (ditempat kerja, dalam hubungan sosial atau seksual), atau
ketidak-tenangan fisik
 Lebih banyak bicara dari lazimnya ataun adanya dorongan untuk bicara terus
menerus
 Lompat gagasan (flight of ideas) atau penghayatan subjektif bahwa pikirannya
sedang berlomba
 Rasa harga diri yang melambung (grandiositas, yang dapat bertaraf sampai
waham/delusi)
 Berkurangnya kebutuhan tidur
 Mudah teralih perhatian, yaitu perhatiannya terlalu cepat tertarik kepada stimulus
luar yang tidak penting

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 21


Kontraindikasi
Wanita hamil karena bersifat teratogenik. Lithium dapat melalui plasenta dan
masuk peredaran darah janin, khususnya mempengaruhi kelenjar tiroid.

Efek Samping
 Efek samping Lithium berhubungan erat dengan dosis dan kondisi fisik pasien.
 Gejala efek samping pada pengobatan jangka lama: mulut kering, haus,
gastrointestinal distress (mual, muntah, diare, feses lunak), kelemahan otot,
poliuria, tremor halus (fine tremor, lebih nyata pada pasien usia lanjut dan
penggunaan bersamaan dengan neuroleptika dan antidepresan) Tidak ada efek
sedasi dan gangguan akstrapiramidal.
 Efek samping lain : hipotiroidisme, peningkatan berat badan, perubahan fungsi
tiroid, edema pada tungkai metalic taste, leukositosis, gangguan daya ingat dan
kosentrasi pikiran
 Gejala intoksikasi
 Gejala dini : muntah, diare, tremor kasar, mengantuk, kosentrasi pikiran
menurun, bicara sulit, pengucapan kata tidak jelas, berjalan tidak stabil.
 Dengan semakin beratnya intoksikasi terdapat gejala: kesadaran menurun,
oliguria, kejang-kejang.
 Penting sekali pengawasan kadar lithium dalam darah.
 Faktor predisposisi terjadinya intoksikasi lithium :
 Demam (berkeringat berlebihan)
 Diet rendah garam o Diare dan muntah-muntah
 Diet untuk menurunkan berat badan o Pemakaian bersama diuretik,
antireumatik, obat anti inflamasi nonsteroid
 Tindakan pencegahan intoksikasi lithium dengan edukasi tentang faktor
predisposisi, minum secukupnya, bila berkeringat dan diuresis banyak harus
diimbangi dengan minum lebih banyak, mengenali gejala dan intoksikasi dan
kontrol rutin.

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 22


 Anti-Ansietas
Antiansietas adalah obat – obat yang digunakan untuk mengatasi kecemasan dan juga
mempunyai efek sedative, relaksasi otot, amnestic, dan antiepileptic.Antiansietas yang terutama
adalah benzodiazepine. Banyak golongan obat yang mendepresi system saraf pusat (SSP) lain
telah digunakan untuk sedasi siang hari pada pengobatan ansietas, namun penggunaannya saat
ini telah ditinggalkan. Alasannya ialah antara lain golongan barbiturate dan meprobamat, lebih
toksik pada takar lajak (overdoses).2 Dari golongan benzodiazepine, yang dianjurkan untuk
antiansietas adalah klordiazepoksid, diazepam, oksazepam, klorazepat, lorazepam, prazepam,
alprazolam, dan halozepam. Sedangkan klorazepam lebih dianjurkan untuk pengobatan panic
disorder.

Klasifikasi
Klasifikasi yang sering dipakai adalah :
 Derivate benzodiazepine :
 Diazepam (valium)
 Bromazepam (lexotan)
 Lorazepam (ativan)
 Alprazolam (xanax)
 Clobazam (frisium)
 Derivate gliserol :
 Meprobamat
 Derivate berbiturat :
 Fenobarbital

Mekanisme Kerja
Mayoritas neurotransmitter yang melakukan inhibisi di otak adalah asam amino
GABA (gamma-aminobutyric acid A). Secara selektif reseptor GABA akan membiarkan
ion Chlorid masuk ke dalam sel, sehingga terjadi hiperpolarisasi neuron dam
menghambat penglepasan transmisi neuronal. Secara umum obat – obat antiansietas ini
bekerja di reseptor GABA. Benzodiazepine menghasilkan efek pengikatan terhadap
reseptor GABA tersebut.

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 23


Cara Penggunaan
 Benzodiazepine memiliki rasio terapeutik yang tinggi sebagai anti ansietas dan
kurang menimbulkan adiksi dengan toksisitas yang rendah dibandingkan dengan
meprobamate atau fenobarbital.
 Benzodiazepine sebagai “drug of choice” karena memiliki spesifisitas, potensi
dan kemanannya.
 Spectrum klinis benzodiazepine memliputi efek anti ansietas (lorazepam,
clobazam, bromazepam), antikonvulsan, anti insomnia (nitrazepam/flurazepam),
dan premedikasi tingkat operatif (midazolam).
 Efek klinis terlihat bila kadar obat dalam darah telah mencapai “steady state”
dimana dapat dicapai 5-7 hari dengan dosis 2-3 kali sehari. Onset of action cepat
dan langsung memberikan efek.
 Mulai dengan dosis awal (dosis anjuran) kemudian dinaikkan dosis setiap 3-5 hari
sampai mencapai dosis optimal. Dosis ini dipertahankan 2-3 minggu. Kemudian
diturunkan 1/8 x dosis awal setiap 2-4 minggu sehingga tercapai dosis
pemeliharan. Bila kambuh dinaikkan lagi dan tetap efektif pertahankan 4-8
minggu.
 Pemberian obat tidak boleh lebih dari 1-3 bulan dan penghentian selalu secara
bertahap

Efek Samping dan Kontradiksi


Pada penggunaan dosis terapi jarang timbul efek samping seperti rasa mengantuk,
tetapi pada kadar takar lajak (overdoses) benzodiazepine menimbulkan efek depresi SSP.
Efek samping akibat depresi susunan saraf pusat berupa kantuk dan ataksia yang
merupakan kelanjutan dari efek farmakodinamik obat – obat tersebut. Efek antiansietas
diazepam dapat diharapkan terjadi bila kadar dalam darah mencapai 300-400 ng/mL dan
pada kadar ini sudah terjadi efek sedasi dan gangguan psikomotor. Intoksikasi SSP yang
menyeluruh terjadi pada kadar di atas 900-1000 ng/mL.
Hal yang ganjil adalah sesekali terjadi peningkatan ansietas. Respon semacam ini
terjadi khusus pada pasien yang merasa ketakutan dan terjadi penumpulan daya pikir
sebagai akibat efek samping sedasi antiansietas.Efek yang unik juga adalah dimana

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 24


terjadi peningkatan nafsu makan yang mungkin ditimbulkan oleh derivate
benzodiazepine secara mental. Umumnya, toksisitas klinik benzodiazepine rendah.
Bertambahnya berat badan, yang mungkin disebabkan karena perbaikan nafsu makan,
terjadi pada beberapa pasien. Banyak efek samping yang dilaporkan pasien tumpang
tindih dengan dengan gejala ansietas, oleh sebab itu anamnesis yang cermat sangat
penting sehingga dapat dibedakan apakah benar merupakan efek samping atau
merupakan gejala ansietas.
Pemberian dalam jumlah besar dan jangka waktu lama dapat menyebabkan
toleransi dan dependensi, serta gejala putus zat apabila obat dihentikan secara tiba – tiba.
Derivate benzodiazepine sebaiknya jangan diberikan bersama dengan alcohol, barbiturate
dan atau fenotiazin. Kombinasi ini mungkin menimbulkan efek depresi yang berlebihan.
Pada pasien dengan gangguan pernapasan, benzodiazepine dapat memperberat gejala
sesak napas.

Indikasi dan Sediaan


Derivate benzodiazepine digunakan untuk menimbulkan sedasi, menghilangkan
rasa cemas, dan keadaan psikosomatik yang ada hubungan dengan rasa cemas. Selain
sebagai antiansietas, derivate benzodiazepine juga digunakan sebagai hipnotik,
antikonvulsan, pelemas otot, dan induksi anestesi umum yang tentunya dosis untuk
masing – masing tujuan penggunaan berbeda.
Sebagai antiansietas, klordiazepoksid dapat diberikan secara oral atau bila sangat
diperlukan, suntikan dapat diulang 2-4 jam dengan dosis 25 – 100 mg sehari dalam 2 atau
4 pemberian. Dosis diazepam adalah 2-20 mg sehari, dan pemberian suntik dapat diulang
tiap 3-4 jam. Klorazepat diberikan secara oral 30 mg sehari dalam dosis terbagi.
Klodiazepoksid tersedia dalam bentuk tablet 5 mg dan 10 mg. diazepam tersedia
dalam bentuk tablet 2 mg dan 5 mg. diazepam tersedia sebagai larutan untuk pemberian
rektal pada anak dengan kejang demam. Alprazolam tersedia dalam bentuk tablet 0,5 mg,
1 mg, dan 2 mg.

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 25


Toleransi dan Ketergantungan Fisik
Sebagai antiansietas, derivate benzodiazepine juga digunakan sebagai hipnotik,
antikonvulsan, pelemas otot, dan induksi anestesi umum yang tentunya dosis untuk
masing – masing tujuan penggunaan berbeda. Sebagai antiansietas, klordiazepoksid dapat
diberikan secara oral atau bila sangat diperlukan, suntikan dapat diulang 2-4 jam dengan
dosis 25 – 100 mg sehari dalam 2 atau 4 pemberian. Dosis diazepam adalah 2-20 mg
sehari, dan pemberian suntik dapat diulang tiap 3-4 jam. Klorazepat diberikan secara oral
30 mg sehari dalam dosis terbagi. Klodiazepoksid tersedia dalam bentuk tablet 5 mg dan
10 mg. diazepam tersedia dalam bentuk tablet 2 mg dan 5 mg. diazepam tersedia sebagai
larutan untuk pemberian rektal pada anak dengan kejang demam. Alprazolam tersedia
dalam bentuk tablet 0,5 mg, 1 mg, dan 2 mg.

 Anti-Insomnia
Obat Anti-Insomnia digunakan untuk mengatasi pasien yang mengalami
gangguan susah tidur. Sering disebut juga Hypnotics, Somnifacient,
Hipnotika.Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu
benzodiazepine dan non-benzodiazepine.
 Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
 Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :


 Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur). Obat yang dibutuhkan adalah
bersifat “Sleep inducing anti-insomnia” yaitu golongan benzodiazepine (Short
Acting) Misalnya pada gangguan anxietas.
 Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali ke
proses tidur selanjutnya). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent
phase Anti-Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan
Tetrasiklik). Misalnya pada gangguan depresi.
 Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah
menjadi beberapa bagian (multiple awakening). Obat yang dibutuhkan adalah

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 26


bersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau
golongan benzodiazepine (Long acting). Misalnya pada gangguan stres
psikososial.

Pengaturan Dosis
 Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur.
 Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan
sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off (untuk mencegah
timbulnya rebound dan toleransi obat)
 Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-
lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi
 Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali
seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut

Lama Pemberian
 Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari 2
minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat
menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang menetap sekitar 6 bulan lamanya.
 Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological Dependence”
(habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur dapat
ditanggulangi.

Efek Samping
 Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur.
 Hati – hati pada pasien dengan insufisiensi pernapasan, uremia, gangguan fungsi
hati, oleh karena keadaan tersebut terjadi penurunan fungsi SSP, dan dapat
memudahkan timbulnya koma. Pada pasien usia lanjut dapat terjadi “over
sedation”, sehingga resiko jatuh dan trauma menjadi besar, yang sering terjadi
adala “hip fracture”.
 Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti-insomnia
(waktu paruh).

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 27


Perhatian Khusus
 Kontraindikasi :
 Sleep apneu syndrome
 Congestive Heart Failure
 Chronic Respiratory Disease
 Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko menimbulkan
“teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities) khususnya pada trimester
pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan melalui ASI, berefek pada bayi
(penekanan fungsi SSP)

 Anti-Panik
Disebut juga sebagai : Drugs Used In Panic Disorders. Obat yang menjadi acuan untuk
antipanik adalah Imipramin, selain itu juga obat lain seperti : Clomipramin, Alprazol,
Moclobemid, Setralin, Fluoxetin, Parocetin, dan Fluvoxamine.

Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja obat antipanik adalah menghambat reuptake serotonin

Efek Samping
Efek samping yang ditimbulkan dalam penggunaan obat anti panik antara lain:
mengantuk, sedasi, kewaspadaanberkurang, dan Neurotoksik.

Lama pemberian
 Lamanya pemberian obat tergantung dari individual, umunya selama 6- 12
bulan,kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi penderita sudah
memungkinkan
 Dalam waktu 3 bulan bebas obat 75% penderita menunjukkan gejala kambuh. Dalam
keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semula diulangi selama 2 tahun. Setelah
itu dihentikan secara bertahap selama 3 bulan.

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 28


 Obat Anti-Obsesif Kompulsif
Disebut juga sebagai : Drugs Used In Obsessive Compulsive Disorders

Pengolongan Obat
Obat anti Obsesif Kompulsif yang menjadi acuan adalah klomipramin. Obat antikompulsi
dapat digolongkan menjadi :
Trisiklik : Klomipramin
SSRJ : sentralin, paroksin, Flovokamin, Fluoksetin.

Mekanisme Kerja
Menghambat re-uptake neurotransmitter serotonin sehingga gejala mereda.

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 29


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Psikofarmaka adalah obat-obatan yang digunakan untuk klien dengan gangguan
mental.
2. Psikofarmaka dapat digolongkan dalam beberapa golongan yaitu :
dapat digolongkan dalam dua kelompok besar, yakni :
a) Antipsikotika (dahulu disebut neuroleptika atau major tranquilizer) yang bekerja
sebagai antipsikosis dan sedatif. Obat ini digunakan khusus untuk berbagai jenis
antipsikosis misal schizofernia dan mania.
b) Antidepresan yang berdaya memperbaiki suasana murung dan putus asa terutama
digunakan pada keadaan depresi, panik dan fobia
c) Anti-Mania, digunakan untuk mengendalikan kecenderungan patologis untuk
suatu aktivitas tertentu, yang tidak dapat dikendalikan, misalnya mengutil (
kleptomania).
d) Anti-Ansietas, digunakan untuk mengatasi kecemasan dan juga mempunyai efek
sedative, relaksasi otot, amnestic, dan antiepileptic.
e) Anti-Insomnia, digunakan untuk pesien yang mengalami gangguan susah tidur
f) Anti-Panik
g) Anti-Obsesif Kompulsif

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 30


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Psikofarmaka. http://en.wikipedia.org/wiki.html diaskes pada tanggal 9


September 2015
Hoan Tjay, Tan dan Rahardja Kirana. 2013. Obat-Obat Penting. Jakarta : Gramedia.
Setiawan.2009.Gangguan Jiwa. http://www.Gizi.net diakses pada tanggal 9 September
2015
Maslim R. 2004. Paduan Praktis: Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi ketiga. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Jiwa UNIKA AMA

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN PSIKOFARMAKA Page 31

Anda mungkin juga menyukai