Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya Panduan Asesmen Pengontrolan Risiko Infeksi (Infection Control Risk
Assessment/ICRA) ini dapat selesai dan menjadi Panduan di Rumah Sakit Harapan
Jayakarta.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terwujudnya Panduan Asesmen Pengontrolan Risiko Infeksi (Infection Control Risk
Assessment/ICRA) di Rumah Sakit Harapan Jayakarta.
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Kebijakan Direktur tentang Panduan Asesmen Pengontrolan Risiko Infeksi (Infection
Control Risk Assessment/ICRA) di Rumah Sakit Harapan Jayakarta.
BAB I DEFINISI 1
BAB II RUANG LINGKUP 2
BAB III TATA LAKSANA 4
BAB IV DOKUMENTASI 5
Lampiran
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT HARAPAN JAYAKARTA
Nomor :
TE NTAN G
MEMUTUSKAN:
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : ..........
Direktur RS Harapan Jayakarta
Tembusan :
1. Semua unit pelayanan
2. Komite Medik
3. Arsip
BAB I
DEFINISI
Perkembangan Infeksi Rumah Sakit (Health Care Associated Infection) sampai
saat ini meningkat, mulai dari yang sifatnya sederhana sampai dengan yang
kompleks, melibatkan berbagai faktor. Terjadinya infeksi di rumah sakit (nosokomial
dan komunitas) dan upaya untuk mengendalikan infeksi ditentukan oleh komitmen
rumah sakit dalam menjaga mutu, kontrol infeksi, dan keselamatan pasien. Setiap
rumah sakit dengan berbagai tingkatannya, memiliki masalah dan kendala berbeda;
kendati demikian, walaupun dengan fasilitas pelayanan minimal, rumah sakit wajib
melaksanakan ketiga konsep tersebut.
Kompleksitas infeksi yang terjadi di rumah sakit dapat diukur melalui beberapa
komponen dan parameter khusus seperti kebijakan pengendalian infeksi dan ada
tidaknya Standar Prosedur Operasional (SPO) yang mendukung kebijakan tersebut.
Komponen tersebut adalah elemen penilaian risiko infeksi terutama pada pasien
rujukan dari rumah sakit lain. Pasien rujukan umumnya datang dengan berbagai
komorbiditas dan sudah mendapat berbagai antibiotik yang memungkinkan terjadinya
resistensi silang dan Multi-Drug Resistance (MDR). Metode pendekatan
multidisipliner menjadi acuan manajemen di rumah sakit dalam mengidentifikasi
faktor risiko (early warning), menilai karakteristik yang meningkatkan risiko infeksi
dan upaya menurunkan risiko infeksi.
Infection Control Risk Assessment (ICRA) merupakan suatu sistem
pengontrolan pengendalian infeksi yang terukur dengan melihat kontinuitas dan
probabilitas aplikasi pengendalian infeksi di lapangan berbasiskan hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan; mencakup penilaian beberapa aspek penting pengendalian
infeksi seperti kepatuhan cuci tangan, pencegahan penyebaran infeksi, manajemen
kewaspadaan kontak, dan pengelolaan resistensi antibiotik.
ICRA adalah suatu proses berkesinambungan yang memiliki fungsi preventif
dalam peningkatan mutu pelayanan. Menurut definisi APIC (Association for
Professionals in Infection Control and Epidemiology), ICRA merupakan suatu
perencanaan proses dan bernilai penting dalam menetapkan program dan
pengembangan kontrol infeksi. Proses ini berdasarkan kontinuitas surveilans
pelaksanaan regulasi jika terdapat perubahan dan tantangan di lapangan.
PENGERTIAN
1. Risiko
Potensi terjadinya kerugian yang dapat timbul dari proses kegiatan saat sekarang
atau kejadian di masa yang akan datang
2. Manajemen risiko
Pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai dan menyusun prioritas
risiko dengan tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan dampaknya
3. Infection Control Risk Assessment
a. Penilaian dilakukan untuk menentukan potensi ancaman infeksi berhubungan
dengan peralatan dan perangkat, perawatan, lokasi dan populasi pasien yang
dilayani, prosedur, karyawan, dan lingkungan.
b. Merupakan bagian dari proses perencanaan PPI
TUJUAN:
1. Meningkatkan keselamatan pasien
2. Meningkatkan keselamatan staf
3. Meningkatkan efisiensi
4. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan staf
5. Justifikasi kebutuhan untuk mengimplementasikan kegiatan PPI baru atau
meneruskan kegiatan yang sedang berjalan
BAB II
RUANG LINGKUP
BAB III
TATALAKSANA
TATALAKSANA UMUM
A. Analisis dan Identifikasi ICRA
Analisis dan identifikasi ICRA merupakan proses manajemen risiko bertahap dan
berlanjut untuk mendukung pembuatan keputusan dan berkontribusi lebih baik
terhadap risiko dan dampak yang muncul. Pola pencegahan dan kontrol infeksi
berpedoman pada:
1. Pemahaman bahwa Health Care-Associated Infections (HAIS) adalah suatu
kondisi yang potensial dapat dicegah, namun dapat menjadi komplikasi
yang tidak dapat diprediksi pada setiap orang yang bekerja di fasilitas
kesehatan dan berisiko terkena transmisi penyakit;
2. Kontrol infeksi merupakan tanggung jawab setiap individu dengan
memahami model transmisi penyakit dan mengetahui prinsip dasar
pencegahan dan keberhasilan pengendalian infeksi. Kelompok target
adalah tenaga administrasi, staf, pasien, keluarga pasien, dan pengawas
internal;
3. Transmisi infeksi pada fasilitas kesehatan. Agen infeksi/agen biologik
penyebab penyakit, terjadinya infeksi dalam setting fasilitas kesehatan.
Pasien atau petugas kesehatan dapat menjadi sumber infeksi atau pejamu
yang rentan terinfeksi. Setiap orang atau pekerja di fasilitas pelayanan
kesehatan memiliki risiko terinfeksi dan transmisi.
E. Kewaspadaan Isolasi
Mikroba penyebab HAIs dapat ditransmisikan oleh pasien
terinfeksi/kolonisasi kepada pasien lain dan petugas. Bila kewaspadaan isolasi
diterapkan benar dapat menurunkan risiko transmisi dari pasien
infeksi/kolonisasi. Tujuan kewaspadaan isolasi adalah menurunkan transmisi
mikroba infeksius diantara petugas dan pasien. Kewaspadaan Isolasi harus
diterapkan kewaspadaan isolasi sesuai gejala klinis,sementara menunggu hasil
laboratorium keluar.
Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari :
Universal Precautions/Kewaspadaan Universal
Body Substance Isolation/Isolasi substansi/cairan tubuh berlaku untuk
semua pasien, kemungkinan atau terbukti infeksi, setiap waktu di semua
unit pelayanan kesehatan
Transmission-based precautions/ Kewaspadaan berbasis transmisi
dipakai bila rute transmisi tidak dapat diputus sempurna hanya Standard
precautions.
Sejarah Kewaspadaan Isolasi
Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar diberlakukan terhadap semua pasien, tidak
tergantung terinfeksi/kolonisasi. Kewaspadaan standar disusun untuk
mencegah kontaminasi silang sebelum diagnosis diketahui dan beberapa
merupakan praktek rutin, meliputi:
1. Kebersihan tangan/Handhygiene
2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata
pelindung), face shield (pelindung wajah), gaun
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan pasien
8. Hygiene respirasi/Etika batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi
Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi
Tujuan untuk memutus rantai penularan mikroba penyebab infeksi.
Diterapkan pada pasien gejala/dicurigai terinfeksi atau kolonisasi kuman
penyebab infeksi menular yang dapat ditransmisikan lewat udatra, droplet,
kontak kulit atau permukaan terkontaminasi.
3 (tiga) jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi:
– kewaspadaan transmisi kontak
– kewaspadaan transmisi droplet
– kewaspadaan transmisi airborne
Kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat dilaksanakan secara terpisah
ataupun kombinasi karena suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu
cara.
F. Kebersihan Tangan
Tangan merupakan media transmisi patogen tersering di RS. Menjaga
kebersihan tangan dengan baik dan benar dapat mencegah penularan
mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial. Kepatuhan
terhadap kebersihan tangan merupakan pilar pengendalian infeksi. Teknik yang
digunakan adalah teknik cuci tangan 6 langkah. Dapat memakai antiseptik, dan
air mengalir atau handrub berbasis alkohol.
Kebersihan tangan merupakan prosedur terpenting untuk mencegah
transmisi penyebab infeksi (orang ke orang;objek ke orang). Banyak penelitian
menunjukkan bahwa cuci tangan menunjang penurunan insiden MRSA
(Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus), VRE (Vancomycin-
Resistant Enterococcus) di ICU.
diatasi
kelom
antara Pengelolaan Analisis risiko
aran di risiko
pertuk
dan 1.Apa yang dapat 1.Mengapa hal
risiko dilakukan untuk tersebut dapat
asi menurunkan terjadi (kejadian
Inform atau dan proses)
tasi mengeliminasi
konsul risiko
2.Siapa yang 2.Apa yang dapat
dan
bertanggung menjadi
nikasi
jawab konsekwensi
Komu
Evaluasi risiko
Skor Risiko = Nilai probabilitas x Nilai Risiko/Dampak x Nilai Sistem yang ada
Program prioritas berdasarkan nilai terbesar
Asesmen risiko
No. ISU Probabilitas Dampak Sistem yang Skor Peringkat
INFEKSI ada Risiko risiko
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 PHLEBITI
S
2 CAUTI/ISK
3 IADP
4 HAP
5 VAP
6 ILO / IDO /
SSI
TATALAKSANA KHUSUS
Penilaian Risiko Dalam Rangka Pengendalian Infeksi Untuk Pekerjaan
Konstruksi dan Renovasi
A. Langkah 1
Gunakan tabel berikut , identifikasi tipe aktifitas konstruksi (Tipe A – D)
Tipe A Aktivitas Inspeksi dan Non Invasive
Termasuk :
Penggantian genteng sampai seluas 50 square feet
Pengecatan
Memasang wall paper, perbaikan aliran listrik,
membenarkan saluran air, dan aktivitas yang tidak
menimbulkan debu
Tipe B Skala kecil, aktivitas singkat dan debu minimal
Termasuk :
Instalasi telepon dan pemasangan kabel komputer
Acces to chase space
Memecah tembok atau atap dimana debu bisa
dikendalikan
Tipe C Pekerjaan yang menimbulkan debu sedang
hingga tinggi atau memerlukan pemindahan
benda-benda yang ada di gedung, termasuk :
Mengamplas dinding
Mengganti lantai, genteng
Konstruksi dinding baru
Membenahi listrik di atas atap
Mengerjakan pemasangan kabel mayor
Aktifitas yang tidak mungkin diselesaikan dalam
satu shift jaga (7 jam)
Tipe D Major demolition and Construction projects
Termasuk :
Aktifitas yang membutuhkan waktu lebih dari
satu shift
Mengganti system kabel secara lengkap
Konstruksi/bangunan baru
B. Langkah 2
Gunakan tabel berikut, identifikasi kelompok risiko pasien yang akan terkena dampak,
jika lebih dari satu kelompok risiko akan terkena dampak, pilih kelompok yang lebih
tinggi
Risiko rendah Risiko Risiko tinggi Risiko tertinggi
(1) medium (3) (4)
(2)
1.Area kantor 1. Seluruh 1. Ruang UGD 1. Ruang
2.Teknik/engineering unit 2. Ruang bedah/OK
3.Environmental pelayanan pemulihan 2. ICU
services pasien anestesi 3. Pharmacy
yang tidak 3. Ruang VK admixture
termasuk 4. Ruang bayi 4. Ruang HD
kedalam 5. Ruang rawat 5. Ruang
kelompok anak sterilisasi
3 dan 4 6. Laboratorium 6. Cardiac
2. Radiologi/ 7. Cafeteria, food catheterization
MRI prep area 7. Onkologi
3. URJ 8. Nuclear 8. Infusion /
4. Rehabilitat medicine radiation
ion 9. Echocardiograp therapy
5. Cardiac hy 9. Perawatan
rehab 10. Endoscopy pasien
6. Cafeteria, 11. Ruang immunocompr
non food persiapan omised
prep area anesthesia
12. Central supply
C. Langkah 3
Cocokan :
Kelompok risiko pasien (rendah, sedang, tinggi, tertinggi) dengan rencana Tipe
Konstruksi (A, B, C, D) pada matrix berikut untuk menemukan kelas precaution
(I, II, III, atau IV) atau level aktifitas pengendalian infeksi yang diminta. Kelas I
– IV atau colour-code precautions akan dijelaskan pada halaman selanjutnya.
Catatan :Perlu adanya persetujuan dari tim penilai bila konstruksi dan level
risiko berada di kelas III atau kelas IV, diperlukan prosedur pengendalian.
D. Langkah 4
Identifikasi area sekitar proses konstruksi, acces potensial dampak
Unit di bawah Unit di atas Samping Samping Belakang Depan
Kiri Kanan
E. Langkah 5
Identifikasi ruang khusus, contoh ruang pasien, ruang medikasi dll
F. Langkah 6
Identifikasi isu terkait : ventilasi, saluran air, listrik seandainya ada gangguan
G. Langkah 7
Identifikasi penghalang debu apa yang digunakan (Contoh penghalang tembok),
apakah diperlukan HEPA Filter?
H. Langkah 8
Pertimbangkan potensial risiko kerusakan air. Apakah ada risiko terkait struktur
bangunan (contoh: tembok, atap, plafon)
I. Langkah 9
Jam kerja : Bisakah konstruksi dilakukan diluar jam perawatan pasien ?
J. Langkah 10
Apakah plan membutuhkan ruangan isolasi atau aliran udara negative
K. Langkah 11
Apakah plan membutuhkan tempat cuci tangan (handwashing sinks)
L. Langkah 12
Apakah staf pengendalian infeksi setuju dengan jumlah minimal tempat cuci
tangan untuk proses ini.
M. Langkah 13
Apakah staf pengendalian infeksi setuju dengan plan kebersihan ruangan ?
N. Langkah 14
Plan untuk membicarakan isu berikut terkait proses, contoh alur lalu lintas,
housekeeping, menghilangkan kotoran atau debu (bagaimana dan kapan)
PROGRAM PENGENDALIAN INFEKSI: ASESMEN RISIKO
Faktor dan karakteristik yang meningkatkan risiko infeksi
ICRA
Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah untuk
mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan dan
ketaatan dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan dalam Standar Prosedur
Operasional. Adapun cara memutus mata rantai penularan infeksi tersebut adalah
dengan penerapan “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2
pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan
“Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan).
Promosi secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan dapat
meningkatkan daya tahan tubuh. Selanjutnya perlu perlindungan bagi petugas
minimal dengan imunisasi Hepatitis B, dan diulang tiap 5 tahun paska imunisasi.
Kewaspadaan yang konstan dalam penanganan benda tajam harus
dilaksanakan sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO). Luka tertusuk
Jarum merupakan bahaya yang sangat nyata dan membutuhkan program manajemen
paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap petugas kesehatan
berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh
lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya.