Anda di halaman 1dari 30

7.

1 Kondisi Hidrografi Regional

7.1.1 Arus
Arus adalah proses pergerakan massa air menuju kesetimbangan yang menyebabkan

perpindahan horizontal dan vertikal massa air. Gerakan tersebut merupakan resultan dari

beberapa gaya yang bekerja dan beberapa faktor yang memengaruhinya. Arus laut (sea

current) adalah gerakan massa air laut dari satu tempat ke tempat lain baik secara vertikal

(gerak ke atas) maupun secara horizontal (gerakan ke samping).

Faktor penting yang memengaruhi kecepatan arus untuk karakteristik oseanografi

lokal adalah air pasang.Sirkulasi air pada lapisanpermukaan sangat dipengeruhi oleh angin

muson, sehingga pola sirkulasi mengalami perubahan sesuai dengan pola angin. Selama

muson barat arus permukaan di Indonesia bergerak dengan arah utama dari barat ke timur dan

pada musim timur terjadi sebaliknya (Wyrtki, 1961).

Posisi geografis juga mempengaruhi pergerakan arus permukaan di perairan Selat

Makasar. Pada daerah pertemuan antara massa air Laut Jawa, laut Flores dan Selat Makasar

bagian selatan terjadi perubahan arus permukaan yang sesuai dengan pergerakan angin

muson (Wyrtki, 1961).

Dari pola arus yang berhasil dipetakan terlihat bahwa Samudera Pasifik

menyumbang lebih banyak massa air ke perairan Selat Makasar dibanding Samudera Hindia.

Di Selat Makasar arus mengalir secara tetap sepanjang tahun menuju ke selatan dan dengan

kecepatan yang cukup. Kecepatan terendah terjadi pada bulan Desember , Januari dan Mei.

Sedangkan kecepatan tertinggi terjadi pada bulan Februari, Maret dan dari Juli sampai

September (Wyrtki, 1961).

Selama muson timur massa air dari Laut Flores bertemu dengan massa air yang

keluar dari Selat Makasar dan mengalir bersama ke Laut Jawa. Dalam kondisi demikian,
banyak massa air pada lapisan paras akan terangkat dan bergerak ke barat. Akibatnya timbul

ruang kosong di permukaan yang memungkinkan massa air lapisan bawah muncul untuk

mengisinya. Namun demikian karena kecepatan menegaknya relatif kecil yaitu 5 x 10 -4

cm/detik, maka dapat disimpulkan bahwa peristiwa penaikan massa air (Up wlling) di daerah

ini tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap sistem sirkulasi air (Illahude, 1970).

7.1.2 Pasang Surut


Pasang surut di laut Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh perambatan gelombang

pasang dari Samudera Pasifik dan Samudera Hindia (Schiller, A., 2004). Jadi, pasang surut di

Selat Makassar dihasilkan oleh gelombang pasang dari Samudera Hindia.

Pasang surut semi-diurnal (S-2), dengan jangka waktu 12,4 jam dan pasang diurnal

dengan jangka waktu 24,8 jam menyebabkan amplitudo terbesar. Berdasarkan data penelitian

Susanto et al. (2000) dan Ffield et al. (2000), pasang surut semidiurnal (S-2) dan diurdinal (S-

1) menguat selama kurun waktu dua minggu dengan amplitudo sekitar 0,50 m/s.

7.1.3 Gelombang

Berdasarkan data gelombang BMKG diketahui bahwa tinggi gelombang harian Selat

Makassar berkisar antara 1,5-3m

Gambar 1. Peta Gelombang(Sumber : BMKG tahun 2016)


7.2 Kondisi Sungai Lokasi Survey

Sungai adalah tempat air mengalir secara alamiah membentuk suatu pola dan jalur

tertentu di permukaan (Thornbury,1969). Pembahasan tentang sungai pada daerah penelitian

meliputi pembahasan tentang klasifikasi sungai yang didasarkan pada kandungan air yang

mengalir pada tubuh sungai sepanjang waktu. Pola aliran sungai dikontrol oleh beberapa

faktor seperti kemiringan lereng, kontrol struktur, vegetasi dan kondisi iklim.Tipe genetik

menjelaskan tentang hubungan arah aliran sungai dan kedudukan batuan. Dari hasil

pembahasan di atas maka pada akhirnya dapat dilakukan penentuan stadia sungai lokasi

survey.

7.2.1 Jenis dan Tipe Sungai Lokasi Survey

Sungai dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian tergantung pada dasar

pembagiannya. Berdasarkan sifat alirannya sungai dikelompokkan menjadi dua yaitu sungai

internal dan sungai eksternal. Sungai internal adalah sungai yang alirannya berasal dari

bawah permukaan seperti terdapat pada daerah karst, endapan eolian, atau gurun pasir;

sedangkan sungai eksternal adalah sungai yang alirannya berasal dari aliran air permukaan

yang membentuk sungai, danau, dan rawa. Berdasarkan kandungan air pada tubuh sungai,

sungai dibagi menjadi tiga yaitu sungai permanen/normal/perenial, sungai

periodik/intermitten, dan sungai episodik/ephermal. Sungai permanen adalah sungai yang

debit airnya tetap/normal sepanjang tahun; sungai periodik adalah sungai yang kandungan

airnya tergantung pada musim, dimana pada musim hujan debit airnya menjadi besar dan

pada musim kemarau debit airnya menjadi kecil; sedangkan sungai episodik adalah sungai

yang hanya dialiri air pada musim hujan, pada musim kemarau sunganya menjadi kering

(Thornbury, 1969).
Berdasarkan klasifikasi tersebut sungai yang terdapat pada lokasi survey termasuk

dalam sungai eksternal dan berdasarkan kandungan airnya pada tubuh sungai termasuk dalam

sungai permanen. Pada umumnya, sungai pada lokasi survey bersifat permanen seperti pada

sungai Sesayap dengan lebar sungai 130 m sampai dengan 200 m, dimana sungai Sesayap

merupakan muara dari sungai-sungai kecil di pegunungan bagian Barat. Sungai-sungai ini

dialiri air sepanjang tahun dengan debit air yang mengikuti musim. Sungai-sungai ini

mengalir dari arah Barat lokasi survey ke arah Timur hingga bermuara di Laut Sulawesi.

Pola aliran sungai pada lokasi survey menyerupai cabang pohon yang dikenal dengan istilah

pola aliran dendritik. Pola aliran sungai pada lokasi survey menyerupai cabang pohon yang

dikenal dengan istilah pola aliran dendritik. Aliran sungai ini terdiri atas sungai Sesayap

sebagai sungai induk, dengan tiga cabang utama (sungai Sesayap Utara, Tengah dan Selatan).

Erosi yang terjadi pada sungai ini berupa erosi lateral yang membentuk penampang sungai

menyerupai huruf “U”. Tingkat sedimentasi tinggi, dengan ketebalan material sedimen

sekitar 50 – 100 cm berupa lumpur yang bercampur pasir. Berdasarkan data tersebut, stadia

daerah penelitian adalah “Stadia Tua”.

Gambar 2. Pola aliran sungai


(Sumber : https://agnazgeograph.wordpress.com/2013/03/25/pola-aliran-sungai).
7.3 Batimetri

Kedalaman merupakan salah satu komponen geomorfologi yang berpengaruh

terhadap aktifitas di sungai, salah satu contohnya adalah perencanaan bangunan di tepi

sungai. Selain itu, kedalaman menggambarkan bentuk relief /profil dasar sungai.

Pengukuran kedalaman sungai (pemeruman) atau sering disebut juaga dengan

sounding, merupakan suatu kegiatan mengukur dan mengamati bentuk dasar perairan

sehingga tergambar dengan jelas elevasi atau topografi dasar sungai. Setelah dilakukan

sounding, data kedalaman perairan yang terekam oleh alat pengukur kedalaman sungai atau

echosounder, data tersebut selanjutnya ditransfer kekomputer untuk diolah. Hasil pengolahan

data kedalaman sungai ditunjukandalam bentuk peta batimetri atau peta kedalaman sungai.

Peta batimetri sangat bermanfaat khususnya untuk keperluan navigasi dan

keselamatan alur pelayaran. Selain itu, peta batimetri dapat juga digunakan untuk monitoring

pendangkalan (sedimentasi) khususnya di sekitar lokasi yang disounding untuk kurun waktu

tertentu dengan membandingkan hasil sounding berikutnya. Dengan adanya dua data

sounding pada waktu yang berbeda maka dapat dievaluasi tingkat sedimentasi relatif dan ini

penting mengingat pendagkalan sungai selain dapat menggangu kegiatan pelayaran, juga

mengancam keselamatan orang.

Terkait dengan kegiatan survei batimetri (sounding) sungai di sekitar lokasi rencana

pembangunan terminal khusus pada lokasi terminal khusus kayu hutan tanaman industri PT.

Adindo Hutani Lestari, tepatnya berada yang di Desa Sepala Dalung, Kecamatan Sesayap
Hilir, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara maka selain diperlukan persiapan

kegiatan, juga dibutuhkan peralatan dan perlengkapan penunjang lainnya.

7.3.1 Persiapan Kegiatan Sounding

Untuk memperoleh data hasil sounding yang akurat dan selama proses kegiatan

lancar, maka dalam kegiatan persiapan perlu dilakukan antara lain kalibrasi alat di lapangan

dengan membandingkan antara hasil pengukuran awal menggunakan papan duga (test) dan

alat yang akan dipakai, dimana jika terdapat selisih antar pengukuran manual dan alat

(echosounder) maka perlu dilakukan kalibrasi (koreksi). Selain itu, hal lain yang perlu

diperhatikan adalah melakukan setting alat dengan benar di dalam kapal motor dan

menentukan pola lintasan (alur) sounding. Pola lintasan kapal motor selama kegiatan

sounding umumnya kapal bergerak dari tepi ke tepi lokasi yang diukur, dimulai dari batas

bagian hilir ke batas bagian hulu atau sebaliknya. Agar data jauh lebih lengkap dan rapat,

lintasan kegiatan sounding selain kapal diarahkan dari tipe ke tepi, juga kapal di arahkan

untuk bergerak secara horizontal atau sejajar dengan garis (transek) atau jumlah transek

tergantung besar-kecilnya wilayah perairan yang di sounding.Secara prinsipil, pola lintasan

kapal saat sounding dilakukan seperti dapat dilihat pada skema berikut.
Gambar 3. Pola alur pengambilan data sounding yang di lakukan dalam rangka pembangunan

Terminal Khusus Kayu Hutan Tanaman Industri PT. Adindo Hutani Lestari yang

berada di Desa Sepala Dalung, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Nunukan,

Provinsi Kalimantan Utara

7.3.2 Peralatan Kegiatan Sounding

Dalam rangka melaksankan kegiatan sounding di sungai sekitar lokasi rencana

pembangunan terminal khusus PT. Adindo Hutani Lestari di Desa Sepala Dalung, Kecamatan

Sesayap Hilir, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara berikut ini disajikan beberapa

peralatan yang digunakan pada kegiatan survei tersebut sebagai berikut:

1. 1 unit Echosounder

2. 1 unit GPSMap CSx Garmin

3. 1 unit Meteran Gulung

4. 1 buah Camera Digital

5. 1 unit Compass

6. 1 unit Kalkulator

7. 1 unit kapal motor

8. 3 jaket pelampung

9. 1 unit papan duga (tidal scale)

Semua data peralatan sebelum dibawa ke lapangan terlebih dulu dilakukan preparasi

di laboratorium untuk memastikan semuanya berfungsi dengan baik dan akurat.

7.3.3 Perlengkapan (Unit Pelengkap) Echosounder

Selain peralatan tersebut di atas, unit-unit pelengkap alat ukur kedalaman sungai

yang lainnya seperti alat bantu transducer (sensor echosounder). Alat ini umumnya di pasang
di samping kapal dengan posisi berada di dalam air. Namun demikian alat tersebut

dimungkinkan dipasang tepat di atas permukaan air dengan di dalam kapal dengan bantuan

alat tambahan.

Dalam kegiatan ini, pemakaian kapal yang digunakan memiliki ruang yang cukup

luas agar peralatan lainnya (echosounder), power Accu dan alat lainnya dapat diatur dan

ditempatkan sedemikian rupa sehingga opeerator dapat bekerja dengan baik. Kapal yang

digunakan untuk kegiatan sounding memiliki mesin yang dapat memperthankan kecepepatan

konstan selama pengukuran berlangsung supaya sensor echosounder dapat berfungsi dengan

baik khususnya untuk transducer yang dipasang di samping kapal.

Selama pelaksanaan pengukuran, waktu (tanggal dan jam), kedalam sungai (m) dan

posisi bumi (koordinat) setiap titik kedalam perairan dicatat secara otomatis oleh alat yang

digunakan. Namun demikian, interval titik-titik pengukuran kedalam perairan itu sendiri

umumnya dilakukan secara manual dengan menekan tombol “mark” yang sekaligus pada saat

itu merekam kedalam perairan. Selain itu, dicatat kedalam letak posisi transducer di dalam

air.

Pada saat yang bersamaan, khususnya selama pengukuran kedalam perairan

dilakukan pengamatan pasang-surut dengan tujuan untuk memperoleh faktor koreksi

kedalaman. Hal ini untuk mengetahui perubahan tinggi permukaan sungai dari waktu ke

waktu selama sounding dengan melakukan pemasangan dan pengamatan palem pusat (papan

duga/tidal scale). Data hasil pengukuran yang direkam oleh alat pengukur kedalaman perairan

selanjutnya diplotkan menjadi peta batimetri. Selain terlihat titik-titik kedalam perairan, pada

peta tersebut ditampakkan juga kontur kedalaman.


Gambar 4 Alat bantu kegiatan sounding (Antena GPS) yang dipakai pada saat survey

hidrogrfai sehubungan dengan rencana pembangunan Terminal Khusus Kayu Hutan

Tanaman Industri PT. Adindo Hutani Lestari yang berada di Desa Sepaladalung,

Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tanah Tidung, Provinsi Kalimantan Utara.

Gambar 5 Kapal dan perlatan sounding saat survey hidrografi sehubungan dengan rencana

pembangunan Terminal Khusus Kayu Hutan Tanaman Industri PT. Adindo

Hutani Lestari yang berada di Desa Sepaladalung, Kecamatan Sesayap Hilir,

Kabupaten Tanah Tidung, Provinsi Kalimantan Utara.

Ruang kapal sounding yang cukup luas dapat mengakomodasi kegiatan sounding

dengan baik seperti terlihat pada gambar di atas. Namun demikian, kapal yang terlalu besar
memiliki kesulitan manuveur ketika kapal diperlukan untuk melakukan zig-zag. Selain itu

kapal sulit mencapai pinggiran sungai yang akan di sounding.

Gambar 6 Lokasi Pinggiran/Tepi dan Wilayah Perairan Yang Di Sounding Sekitar Rencana
Pembangunan Terminal Khusus Kayu Hutan Tanaman Industri PT. Adindo
Hutani Lestari yang berada di Desa Sepaladalung, Kecamatan Sesayap Hilir,
Kabupaten Tanah Tidung, Provinsi Kalimantan Utara.

Gambar 7 Echosounder dan GPS (Global Positioning System) serta Accu yang Dipergunakan

Dalam Kegiatan Survei Hidrografi Sekitar Rencana Pembangunan Terminal

Khusus Kayu Hutan Tanaman Industri PT. Adindo Hutani Lestari yang

berada di Desa Sepala Dalung, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tanah

Tidung, Provinsi Kalimantan Utara.

7.3.4 Hasil Pengukuran Batimetri

Kedalaman merupakan salah satu komponen geomorfologi yang berpengaruh

terhadap aktifitas di sungai, salah satu contohnya adalah perencanaan bangunan di tepi

sungai. Selain itu, kedalaman menggambarkan bentuk relief /profil dasar sungai.
Bentuk alur sungai yang melewati Sepaladalung merupakan alur sungai yang

menikung dan letak lokasi studi yakni Sepaladalung berada di sisi tepi sungai bagian selatan.

Kedalaman alur sungai adalah bervariasi dari tepi sungai hingga ke tepi sungai sebelahnya

yakni berkisar antara 1 – 16 meter pada kondisi muka air rata-rata. Kedalaman akan

berkurang seiring dengan turunnya permukaan pada posisi air surut terendah yakni mencapai

13,9 meter.

Kedalaman sungai pada areal yang direncanakan memiliki kedalaman maksimal

mencapai 16 meter pada kondisi muka air rata – rata atau 13,9 meter LLWL (pada kondisi air

surut terendah) yang membentuk sebuah lubang cekungan menyerupai mangkok di dasar

sungai. Jarak kedalaman tersebut dari tepi sungai adalah sekitar 76 meter dari tepi sungai.

Sedangkan kedalaman 7,5 meter MSL atau sekitar 5,2 meter LLWL berada pada jarak yang

berkisar antara 51 meter dari tepi sungai.

Kondisi kedalaman pada alur sungai umumnya membentuk alur cekungan dasar

sungai dengan profil yang curam dan landai. Rata – rata kedalaman yang lebih besar berada

dekat dengan sisi tepi bagian selatan dan memperlihatkan karakteristik relief dasar laut

curam. Relief dasar sungai yang curam ditunjukkan dengan kontur kedalaman yang rapat.

Sementara keadaan kedalaman dasar sungai ke utara (ke arah seberang tepi sungai di utara)

menunjukkan kedalaman semakin berkurang dari 11 meter ke 5 meter dengan relief dasar

sungai yang datar hingga landai. Relief dasar sungai yang datar hingga landai tersebut

ditunjukkan dengan kontur kedalaman yang renggang.


Gambar 8. Peta Batimetri Sepala Dalung Lokasi Terminal Khusus Kayu Hutan Tanaman
Industri PT. Adindo Hutani Lestari yang berada di Desa Sepala Dalung,
Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tanah Tidung, Provinsi Kalimantan
Utara

Bentuk relief dasar laut daerah rencana diperlihatkan pada salah satu keadaan profil

melintang sungai sebagaimana pada gambar 14

Gambar 14 Profil dan Dasar Alur Sungai Sesayap Lokasi Terminal Khusus Kayu Hutan
Tanaman Industri PT. Adindo Hutani Lestari yang berada di Desa Sepala
Dalung, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tanah Tidung, Provinsi
Kalimantan Utara
7.4 Pasang Surut

Pasang surut merupakan gerak naik-turun permukaan laut secara teratur (periodik)

sebagai akibat gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi. Dibandingkan dengan bulan,

matahari memiliki ukuran (massa) jauh lebih besar dibandingkan dengan ukuran bulan, jarak

matahari terhadap bumi pun lebih jauh dibandingkan dengan jarak bulan terhadap bumi.

Namun demikian, naik-turunnya permukaan laut dipengaruhi oleh jarak antara planet

dibandingkan dengan ukurannya. Oleh karena itu, bulan yang jaraknya terhadap bumi jauh

lebih dekat memiliki peranan yang lebih penting dibandingkan matahari dalam

mempengaruhi fenomena alam tersebut.

Pola dan tipe pasang surut di indonesia berbeda-beda, umumnya tipe pasang surutb
𝐾1+𝑂 1
dapat dilihat dengan nilai formzal, F= , dimana (tidal constants) sebagai berikut:
𝑀2+𝑆2

K1 : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya

tarik bulan dan matahari

O1 : ampitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya

tarik bulan

M2 : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya

tarik bulan

S2 : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya

tarik matahari

Penentuan tipe pasang-surut dapat dilihat dari nilai F dengan rentang nilai

antara 0 sampai > 3 (tabel 6 bertikut).


Tabel 1. Nilai F, Formzal untuk tipe-tipe pasang surut di indonesia

Nilai F Jenis Pasang-surut keterangan

0 < F ≤ 0,25 Semidiurnal Ditemukan 2 kali surut dan 2 kali pasang dalam

sehari dengan rentang pasut yang

kurang lebih sama

0,25 < F ≤ Mixed semidiurnal Ditemukan 2 kali surut dan 2 kali pasang dalam

1 sehari dengan rentang pasut yang

, tidak sama

1,5 < F ≤ 3,0 Mixed diurnal Ditemukan satu kali surut dan satu kali pasang dalam

sehari tapi kadang dua kali surut dan

dua kali pasang dengan rentang pasut

yang sangat berbeda

F > 3,0 Diurnal Ditemukan satu kali surut dan satu kali pasang dalam

sehari

Umumnya pesisir kalimantan timur memiliki tipe pasang-surut semi-diurnal, dimana

dalam satu hari permukaan laut naik dua kali (pasang) dan turun dua kali (surut).

Secara sederhana, durasi pasang sarut (dua kali pasang dan dua kali surut) sekitar 24

jam, karena setiap periode pasang atau surut kurang lebih enam jam sekali. Oleh karena itu,

sebaiknya puntuk mengetahui rentang pasang-surut sesaat diperlukan waktu pengamatan 15

jam, tetapi dapat dilakukan kurang dari jumlah jam tersebut namun tergantung pada posisi air

saat pengamatan. Jumlah jam tersebut di atas dapat memberi gambaran rentang pasang-surut

dari air surut rendah sampai air pasang tinggi.


Pengamatan rentang pasang-surut seringkali dipergunakan sebagai faktor tidal

correction untuk penyesuaian kedalaman perairan dalam kegiatan pemetaan kedalam laut

(batimetri) melalui kegiatan sounding, sehingga diketahui kedalaman perairan yang

sebenarnya setelah dilakukan pengoreksian berbagai faktor tersebut.

7.4.1 Persiapan dan Metode Pengukuran

Sebelum melakukan pengamatan pasang-surut, maka diperlukan persiapan-persiapan

dan penetuan metode (teknik) atau cara pengukuran. Untuk keperluan tersebut, persiapan dan

metode pengamatan serta pengukuran pasang-surut diatas dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Pililah lokasi/tempat pengamatan dan pengukuran pasang-surut akan dilakukan

b. Lokasi pengamatan yang dipilih merupakan tempat yang aman dan tempat yang

memberikan kemudahan selama kegiatan pengamatan dan pengukuran.

c. Usahakan lokasi pengamatan bukan lokasi yang cepat berubah sehingga lokasi

tersebut dapat dipergunakan sebagai referensi untuk pengukuran hal yang sama pada

waktu berikutnya/ waktu yang akan datang.

d. Pada saat dilakukan pengamatan dan pengukuran naik-turun permukaan air, skala

papan duga harus dapat dilihat/dibaca dengan jelas.

e. Pemasangan papan duga/palem pasang surut di tempat yang telah ditentukan harus di

pasang dengan baik dan benar, karena papan duga tidak boleh berada di bawah

permukaan air/tenggelam saat pasang tinggi dan tidak berada di atas permukaan air

saat surut terendah

f. Catatlah angak skala pada papan duga tepat berada pada posisi yang sejajar dengan

permukaan air, dan pencatatan lakukan setiap 60 menit sekali.

g. Setelah dilakukan pengamatan dan pengukuran pasang-surut, usahakanlah memberi

tanda di tempat tersebut kedalam 0 (nol) meter, sehingga tempat dan kedalaman
tersebut dapat dijadikan sebagai Bench Mark (patokan pengamatan dan pengukuran

pasang surut pada waktu yang akan datang) yang diperlukan oleh pengguna.

Berikut ini disajikan beberapa gambar hasil kegiatan survei selama di lapangan saat

sounding perairan sekitar lokasi rencana pembangunan terminal khusus pada lokasi termina

Khusus kayu hutan tanaman khusus PT. Adindo Hutani Lestari yang berada di Desa Sepala

Dalung, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tanah Tidung, Provinsi Kalimantan Utara.

Perairan sungai sesayap di wilayah ini cenderung dipengaruhi oleh pasang-surut laut,

karena jarak dari laut cukup dekat yaitu sekitar ± 85,0 km.. Dengan demikian, fluktansi

permukaan sungai sesayap disekitar lokasi rencana pembangunan terminal khusus lebih

dipengaruhi oleh air laut dan curah hujan.

Gambar 9. Papan Duga (Tidal Scale) yang dipakai dalam pengamatan dan pengukuran

pasang surut sungai Sesayap dan kondisi papan duga pada malam hari saat

pengamatan dilakukan (kiri) di sekitar rencana pembangunan terminal khusus

pada lokasi terminal khusus kayu hutan tanaman industry PT. Adindo Hutani

Lestari.
Perairan sungai sesayap di wilayah ini cenderung dipengaruhi oleh pasang-surut

laut, karena jarak dari laut cukup dekat yaitu sekitar ± 85 km.. Dengan demikian, fluktansi

permukaan sungai sesayap di sekitar lokasi rencana pembangunan terminal khusus lebih

dipengaruhi oleh air laut dan curah hujan.

7.4.2 Hasil Pengukuran Pasang Surut

Sehubungan dengan survei hidrografi yang dilakukan di perairan sungai sesayap di

Desa Sepala Dalung, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tanah Tidung, Provinsi

Kalimantan Utara. dalam rangka rencana pembangunan terminal khusus khusus PT. Adindo

Hutani Lestari maka telah dilakukan pengamatan dan pengukuran pasang-surut di lokasi

tersebut.

Dalam kegiatan ini, pemantauan terhadap naik-turun permukaan air sungai

dilakukan pada hari sabtu, tanggal 07 February 2017 (14.30-23.00 Wita), hari minggu tanggal

08 February 2017 (00.00-23.30 Wita) hari senin, 09 February 2017 (00.00-23.30 Wita) dan

hari selasa, tanggal 10 February 2017 (00.00-10.00 Wita) pengamatan dilakukan setiap 1 jam

sekali dimulai pada pukul 14.30 Wita pada hari pertama hingga pukul 15.00 Wita pada hari

terakhir. Dengan demikian pasang-surut permukaan sungai diamati selama 72 jam dengan

jumlah pengamatan sebanyak 72 kali atau diperoleh 73 data.

Pengamatan pasang-surut dimulai pada level muka air 1,9 m papan duga, sedangkan

batas surut (permukaan sungai terendah) dan batas pasang (permukaan sungai tertinggi)

selama pengamatan yaitu pada level papan duga -50 cm dan 342 cm. Dengan demikian

rentang pasang-surut selama pengamatan 72,0 jam sebesar 392 cm, suatu rentang pasang

surut yang termasuk besar. Oleh karena itu, hal ini dapat dismpulkan bahwa perairan sungai

di wilayah ini dipengaruhi oleh pasang-surut laut secara langsung.


Gambar 10. Lokasi pemasangan papan duga untuk pengamatan pasang-surut di sekitar lokasi

rencana pembangunan Terminal khusus Kayu Hutan Tanaman Industri PT.

Adindo Hutani Lestari yang berada di Desa Sepala Dalung, Kecamatan

Sesayap Hilir, Kabupaten Tanah Tidung, Provinsi Kalimantan Utara. (Titik

Koordinat 50N 504950,843 397290,341)

Data pasang surut merupakan salah satu parameter yang penting dalam menentukan

dimensi bangunan seperti pemecah gelombang, dermaga, pelampung penambat, kedalaman

alur pelayaran dan perairan pelabuhan, dan sebagainya. Elevasi puncak bangunan didasarkan

pada elevasi muka air pasang, sedang kedalaman alur dan perairan pelabuhan berdasar muka

air surut. Elevasi muka air rencana ditetapkan berdasar pengukuran pasang surut dalam

periode waktu yang panjang. Informasi pasang surut yang diperoleh mengacu pada hasil

pengukuran pasang surut selama 3 hari di lokasi rencana Sepaladalung berupa kondisi tipe

pasang surut, dan keadaan muka air rata – rata harian. Selain itu, keadaan pasang surut untuk
perairan laut yakni di perairan Tarakan yang diperoleh dari Badan informasi Geospasial pada

bulan Februari 2017.

Keadaan pasang surut di perairan Tarakan pada bulan Februari 2017 sebagaimana

pada gambar.

Gambar 11 Grafik pasang surut perairan Tarakan (1 Februari-15 Februari 2017)

Berdasarkan data pasut dari BIG tersebut, selanjutnya dilakukan pengolahan data

dengan metode admiralty untuk mendapatkan 9 konstanta harmonis pasang surut untuk

perairan Makassar sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Analisis Konstanta Pasut

So M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1
Amplitudo (cm) 321 104 64 19 22 13 7 6 17 7
G 201 231 208 280 267 576 243 231 280
Berdasarkan konstanta harmonik pasang surut di atas, karakteristik pasang surut baik

tipe maupun tunggang pasang surut dan elevasi muka air laut maksimum, rata-rata saat

pasang purnama dan rata-rata saat pasang perbani dapat diketahui.

Pada umumnya sifat pasut di suatu perairan ditentukan dengan menggunakan rumus

Formzahl, yang berbentuk:


F  ( K1  O1) /( M 2  S 2)

F = Nilai Formzahl

Ki dan 01 = konstanta pasut harian utama

M2 dan S2 = konstanta pasut ganda utama

dimana :

Klasifikasi sifat pasut di lokasi tersebut adalah:

1. Pasang ganda jika F  ¼

2. Pasang campuran (ganda dominan) jika ¼  F  1 ½

3. Pasang campuran (tunggal dominan) jika 1 ½  F  3

4. Pasang tunggal jika F  3

Hasil analisa formzahl tersebut di atas, diperoleh nilai F dari pasang surut adalah

0,21, yang berarti tipe pasang surutnya adalah cenderung ke harian ganda (semi diurnal),

yang dicirikan dengan terjadinya air pasang dan surut dominan dua kali sehari.

Tunggang pasang surut (tidal range) terbesar adalah sekitar 3,56 meter, tunggang

pasang surut rata-rata saat pasang purnama adalah 2,84 meter, dan saat pasang perbani adalah

0,63 meter.

Gambar 12. Nilai Elevasi dan Tunggang Pasang Surut


Catatan: HHWL (Highest High Water Level), MHHWS (Mean Highest High Water Spring),

MHHWN (Mean Highest High Water Neap), MSL (Mean Sea Level), MLLWN

(Mean Lowest Low Water Neap), MLLWS (Mean Lowest Low Water Spring),

LLWL (Lowest Low Water Level).

Hasil pengukuran pasang surut selama 3 hari di lokasi studi yakni sungai Sesayap

menunjukkan adanya persamaan tipe pasang surut namun perbedaannya adalah pada

tunggang pasang surut. Sebagaimana pada gambar 18.

Gambar 13 Grafik Pasang Surut Hasil Pengukuran di sungai Sesayap Lokasi Terminal khusus

Kayu Hutan Tanaman Industri PT. Adindo Hutani Lestari yang berada di Desa

Sepala Dalung, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tanah Tidung, Provinsi

Kalimantan Utara dengan Perairan Tarakan

Berdasarkan grafik Gambar 19 menunjukkan selisih tunggang pasang surut

sepaladalung relative tetap terhadap pasang surut tarakan seiring mendekati air pasang besar
Gambar 14 Grafik Perbandingan Tunggang Pasang Surut Harian di sungai Sesayap Lokasi

Terminal khusus Kayu Hutan Tanaman Industri PT. Adindo Hutani Lestari yang

berada di Desa Sepala Dalung, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tanah

Tidung Dengan Perairan Tarakan.

7.5 Pengukuran Arus

Pengukuran aspek hidrografi arus sungai merupakan satu diantara faktor penting

yang dapat dijadikan pertimbangan di dalam perencanaan suatu kegiatan untuk suatu

pembangunan di sekitar wilayah perairan. Arus merupakan bagian aspek hidrografi yang

dapat menyebabkan erosi daratan bantaran sungai, bahkan abrasi pantai yang disebabkan oleh

gelombang, arus tetap memberikan kontribusi pengaruhnya yang cukup besar. Oleh karena

itu, agar kegiatan pelayaran kapal di suatu perairan sungai atau laut dapat berjalan dengan

baik dan lancar, maka pola dan kekuatan arus perlu diamati dan diukur dengan baik dan

benar. Terkait dengan rencana pembangunan terminal khusus, arus mempunyai pengaruh

penting dalam peletakkan posisi tiang pancang agar dapat diperhitungkan gaya yang akan di

timbulkan, sedangkan kedalaman perairan bermanfaat untuk keselamatan.

7.5.1 Metode Pengukuran Arus

Pengukuran arus dilakukan di sekitar lokasi rencana pembangunan terminal khusus

PT. Adindo Hutani Lestari yang berada di Desa Sepala Dalung, Kecamatan Sesayap Hilir,

Kabupaten Tanah Tidung, Provinsi Kalimantan Utara.

Metode pengukuran arus dilakukan dengan menurunkan alat sesuai dengan

kedalaman perairan yang diukur. Baling-baling (Impeller) alat pengukur arus (current meter)
secara otomatis akan menghadap datangnya arus air. Tiga strata kolom perairan yang diukur

yaitu bagian permukaan sungai, bagian tengah sungai dan sekitar bagian dasar sungai. Alat

ukur arus yang dipergunakan FL03 current flow watch meter, buatan Swiss tahun 1990.

Gambar 15. Baling-baling alat pengukur arus FL03 current flow watch meter yang dipakai

pada pengukuran arus sungai Sesayap di sekitar lokasi pembangunan Terminal

Khusus Kayu Hutan Tanaman Industri PT. Adindo Hutani Lestari yang berada

di Desa Sepaladalung, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tanah Tidung,

Provinsi Kalimantan Utara.


Gambar 16. Pengamatan dan pengukuran arus sungai Sesayap di sekitar lokasi pembangunan

Terminal Khusus Kayu Hutan Tanaman Industri PT. Adindo Hutani Lestari

yang berada di Desa Sepala Dalung, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tanah

Tidung, Provinsi Kalimantan Utara.

7.5.2 Hasil Pengukuran Kecepatan Arus

Hasil pengamatan dan pengukuran kecepatan arus sungai yang dilakukan di sekitar

lokasi rencana pembangunan terminal khusus PT. Adindo Hutani Lestari disajikan pada tabel

berikut ini. Tabel tersebut menunjukkan data hasil pengukuran selama survei hidrografi

dilakukan, yaitu di sungai Sesayap, sekitar lokasi pembangunan terminal khusus di Desa

Sepala Dalung, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tanah Tidung,, Provinsi Kalimantan

Utara.

Untuk mengetahui rata-rata kecepatan arus dari setiap pengukuran di 3 strata

(lapisan) sungai yaitu bagian permukaan, bagian tengah dan bagian dasar sungai dapat

diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut.

Va = (Vs + Vm + Vb)/3

Dimana:

Va = kecepatan arus rata-rata

Vs = kecepatan arus permukaan

Vm = kecepatan arus bagian tengah perairan

Vb = Kecepatan arus bagian dasar perairan

Tabel 3. Waktu, titik pengukuran dan hasil pengukuran kecepatan arus di lapangan

(09/02/2017) sekitar lokasi terminal khusus kayu tanaman industri khusus PT.
Adindo Hutani Lestari yang berada di Desa Seludau, Kecamatan Sesayap

Hilir, Kabupaten Tanah Tidung, Provinsi Kalimantan Utara.

Keterangan
Koordinat Kolom Kecepatan Arus Kedalaman Temperatur
No (Jam)
504714 mT; 1 0.2 B 27.3
1 397474 mU 1 0.2 T (9 m) 27.2
1 0.2 A (1 m) 27.3
504257 mT; 2 0.3 B 27.2 (9:45:00)
2 398086 mU 2 0.4 T (6 m) 27.3
2 0.4 A (1 m) 27.3
503973 mT; 3 0.3 B (8 m) 27.3 (9:55:00)
3 398279 mU 3 0.4 T (4 m) 27.3
3 0.5 A (1 m) 27.5 (10:00:00)
503631 mT; 4 0.6 B (7 m) 27.2 (10:04:00)
4 398454 mU 4 0.6 T (3,5 m) 27.3 (10:06:00)
4 0.7 A (1 m) 27.4 (10:08:00)
Sumber : Hasil Analisis 2017

Secara keseluruhan, kecepatan arus sungai hasil pengukuran di lapangan mulai dari

permukaan hingga dasar sungai berkisar antara 0,2 sampai 0,7 m/det, 0,2 sampai 0,6 m/det

dan 0,2 sampai 0,6 m/det secara berturut-turut. Keadaan kecepatan arus tersebut,

menunjukkan kisaran kecepatan antara strata kedalaman dalam range yang tidak jauh

berbeda. Berdasarkan tabel kategori kekuatan arus yang disajikan di bawah ini, kecepatan

arus hasil pengukuran di sekitar lokasi studi termasuk arus yang berkekuatan ‘ Lemah hingga

sedang”.

Dilihat dari data tabel di atas dan untuk menilai di bagian sungai mana kecepatan

arus yang yang terkuat diantara strata kolom sungai yang diukur (bagian permukaan, tengah

atau dasar sungai), menurut angka kisaran tersebut di atas menunjukkan kurang lebih sama.

Begitu pun, jika dilihat dari kecepatan arus yang tinggi, ketiga bagian tersebut menunjukkan

hampir sama. Walaupun angka kecepatan arus disemua kolom sungai kurang lebih sama,

namun jika dilihat secara rinci, arus yang terendah terjadi di kolom sungai bagian tengah.

Berdasarkan tabel kategori kekuatan arus yang disajikan di bawah ini, kecepatan arus hasil
pengukuran di sekitar lokasi rencana pembangunan terminal khusus khusus PT. Adindo

Hutani Lestari yang berada di Desa Sepala Dalung, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten

Tanah Tidung, Provinsi Kalimantan Utara. termasuk arus yang berkekuatan “Lemah”.

7.5.3 Debit Sungai

Lokasi Studi merupakan daerah yang berada di tepi sungai Sepaladalung sehingga sangat

dipengaruhi oleh kondisi hidrologi sungai seperti arus dan debit sungai. Keadaan kecepatan

arus yang berfluktuasi dalam setiap waktu menyebabkan adanya perbedaan jumlah debit air

yang melewati sungai. Hal ini terkait dengan naik turunnya permukaan sungai oleh pengaruh

pasang surut. Dalam pengukuran arus sungai dilakukan saat air mendekati surut hingga surut

dengan tujuan untuk mengetahui debit asli dari sungai.

Gambar 17 Profil penampang sungai Sesayap lokasi pembangunan Terminal KhususKayu


Hutan Tanaman Industri PT. Adindo Hutani Lestari yang berada di di Desa
Sepala Dalung, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tanah Tidung

Olehnya itu, pengamatan arus di lakukan pada lokasi menurut ruang di sungai pada

satu stasiun utama dan terdiri dari 5 substasiun untuk setiap stasiun utama. Dan setiap

substasiun dilakukan pengukuran arus pada tiga tingkatan kolom air yakni di lapisan bawah,

tengah, dan atas. Hasil pengamatan dan pengukuran kecepatan arus sungai yang dilakukan di

sekitar lokasi rencana pembangunan terminal khusus disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 4. Keadaan fluktuasi arus dan debit sungai Sesayap Lokasi Terminal khusus Kayu

Hutan Tanaman Industri PT. Adindo Hutani Lestari yang berada di Desa Sepala

Dalung, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tanah Tidung

V arus rata2 Luas Penampang Debit Debit total


Titik x y (m/det) (m2) (m3/det) (m3/det)
1a 504714 397474 0.200 7430 1486 4954,8
1b 504257 398086 0.367 2406 882
1c 503973 398279 0.400 2271 909
1d 503631 398454 0.633 2650 1678
Rata - Rata 0,400 4954,8
Sumber : Hasil Analisis 2017
Pada tabel menunjukkan adanya fluktuasi kecepatan arus sungai saat air mendekati

surut. Kecepatan Arus Tertinggi mencapai 0,633 m/detik yang melewatkan debit sungai

sebesar 1678 m3/det. Kecepatan arus terendah mencapai 0,200 m/detik yang melewatkan

debit sungai sebesar 1486 m3/detik. Kecepatan arus rata – rata untuk sungai di lokasi studi

adalah 0,400 m/detik dengan rata-rata debit sungai yang lewat adalah 4954,8 m3/detik.

7.6 Hubungan Pasang Surut dengan Arus

Keadaan Pasang Surut berpengaruh terhadap pembangkitan arus di sekitar pantai. Hal

ini terindikasi dengan adanya perbedaan arah dan kecepatan arus dalam setiap jamnya yang

seiring dengan naik turunnya permukaan air laut (pasang surut). Keterkaitan antara pasang

surut dengan arah dan kecepatan arus sebagaimana pada gambar 24 Dan 25
Gambar 18. Kondisi Arah Arus menurut Waktu dan Pasang Surut

Gambar 19. Kondisi Kecepatan Arus terhadap waktu dan Pasang Surut
Berdasarkan gambar 24 dan 25, memperlihatkan kondisi arah dan kecepatan arus, serta

kondisi air pasang surut. Dari gambar tersebut, menunjukkan bahwa kecepatan arus yang

melewati perairan daerah rencana berfluktuasi dengan arah arus yang bervariasi seiring

dengan naik turunnya permukaan air oleh debit sungai dan pasang surut.

Arah arus dalam pengukuran selama 25 jam menunjukkan pola aliran dalam dua arah.yang

mengikut pola pasang surut. Dalam beberapa waktu yang berurutan menunjukkan

kecendrungan arah arus yang tidak jauh berbeda. Seiring dengan perubahan pola pasang

surut, keadaan arah arus juga berubah. Sebagaimana analisis pasang surut menunjukkan tipe

pasang surut perairan Tarakan adalah tipe campuran cenderung ganda. Pada kondisi air

menuju surut yang terjadi dua kali sehari memperlihatkan kecendrungan arah arus menuju

timur laut (23 - 24o). Pada kondisi air menuju pasang terjadi arus cenderung menuju ke barat

daya (203o – 204o).

Keadaan kecepatan arus dalam setiap waktunya menunjukkan fluktuasi sesuai dengan

keadaan pasang surut pula. Kecepatan arus meningkat saat keadaan saat air menuju pasang

dan saat menuju surut dengan kecepatan berkisar antara 0,25 – 0,64 meter/detik. Dan saat air

pasang dan surut, kecepatan arus menurun 0,05 – 0,15 meter/detik.

Berdasarkan arah dan kecepatan arus tersebut memperlihatkan kecendrungan mengikuti pola

pasang surut dengan fluktuasi kecepatan arus di setiap jamnya. Hal ini disebabkan oleh

perairan di lokasi studi merupakan sungai yang masih dipengaruhi pasang surut.

Analisis terhadap distribusi frekwensi arah dan kecepatan arus sebagaimana pada

tabel 7

Tabel 5 Frekwensi Kejadian Kecepatan Arus

Distribusi Kecepatan Arus Persentase


Arah Arus 0,05 – 0,10 -
0,25 – 0,50 >0,50
0,10 0,25
Utara 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Timur Laut 12.0 8.0 24.0 20.0 64.0
Timur 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Tenggara 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Selatan 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Barat Daya 0.0 16.0 20.0 0.0 36.0
Barat 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Barat Laut 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Persentase 12.0 24.0 44.0 20.0 100.0
calm 0.0
Missing (data error) 0.0

Berdasarkan tabel 7, menunjukkan frekwensi kecepatan arus terbanyak pada kisaran 0,25 –

0,50 m/det sebanyak 44,0%, dan kecepatan arus tersedikit adalah 0,05 – 0,10 m/det sebesar 12%.

Arah arus umumnya dua arah yang didominasi oleh arus ke timur laut sebanyak 64%. Sebaran arus

diperlihatkan secara detail sebagaimana pada diagram current rose dalam gambar 26

Gambar 20 Mawar Arus di Lokasi Studi Sepaladalung

Anda mungkin juga menyukai