Anda di halaman 1dari 7

Dampak

Fast food mengandung kalori,


lemak, protein, gula dan garam yang
relatif tinggi dan rendah serat, jika
dikonsumsi secara berkesinambungan
dan berlebihan dapat
mengakibatkan masalah gizi lebih.
Gizi lebih terjadi jika terdapat
ketidakseimbangan antara konsumsi
energi dan pengeluaran energy

Perubahan pola kebiasaan


hidup sebagai dampak perbaikan
tingkat hidup dan kemajuan teknologi juga mendorong terjadinya
perubahan pola makan dan
kebiasaan makan. Seperti kenaikan
penghasilan keluarga secara
bertahap dapat mempengaruhi pola
makan dan kebiasaan makan.
Kemampuan daya beli yang lebih
mendorong untuk dapat
mengkonsumsi berbagai jenis
makanan yang diinginkan.

Media massa, baik media


cetak maupun media eletronik
dikatakan juga sebagai salah satu
faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya penyimpangan perilaku
makan

Hubungan

Hubungan Pengetahuan tentang


Fast Food dengan Konsumsi
Fast Food Remaja Obesitas
Hal ini sesuai dengan fakta
dilapangan bahwa sebagian
besar remaja obesitas memiliki pengetahuan tentang fast food
yang sudah cukup baik,
sehingga semakin cukup
pengetahuan seseorang, maka
semakin cukup pula upaya
dirinya dalam
mengaplikasikanpengetahuanny
a.
Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Mahpolah,
Mahdalena, dan Vita
Purnamasari yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan
antara pengetahuan siswa
tentang konsumsi fast food
dengan konsumsi makanan
cepat saji (fast food).6 Namun
hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian yang
dilakukan oleh Susanti yang
menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara
pengetahuan siswa tentang
makanan cepat saji dengan
kebiasaan konsumsi makanan
cepat saji

Hubungan Sikap dengan


Konsumsi Fast Food Remaja
Obesitas
Hal ini sesuai dengan fakta
dilapangan bahwa sebagian
besar sikap remaja obesitas
tentang fast food sudah cukup
baik, sehingga sikap yang cukup
baik tersebut cenderung
memperlihatkan praktik yang
cukup baik pula.
Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan
oleh Tri Novasari yang
menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara sikap dengan
perilaku konsumsi makanan cepat
saji LBPP-LIA

Dalam penelitian ini,


diketahui bahwa pendapatan
orang tua dari remaja obesitas
tergolong sangat tinggi yaitu lebih
dari atau sama dari Rp.
4.000.000,-, sehingga uang saku
yang diberikan pada remaja
obesitas juga tinggi, namun hal itu
tidak mempengaruhi remaja
obesitas untuk tidak membeli dan
mengonsumsi fast food.
Hasil penelitian tersebut tidak
sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mahpolah,
Mahdalena, dan Vita Purnamasari
yang menyatakan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara
pendapatan orang tua dengan
kebiasaan mengonsumsi fast
food pada remaja SMA Kartika V-
1 Balikpapan

Hubungan Uang Saku dengan


Konsumsi Fast Food Remaja
Obesitas
Dalam penelitian ini, diketahui
bahwa uang saku dari remaja
obesitas tergolong tinggi yaitu lebih
dari atau sama dari Rp. 15.000,-,
karena pendapatan orang tua
remaja obesitas juga sangat tinggi,
namun hal itu tidak mempengaruhi
remaja obesitas untuk tidak
membeli dan mengonsumsi fast
food. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan
oleh Indri Mulyasari yang
menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara besar saku
dengan frekuensi konsumsi
western fast food pada remaja di
SMAN 3 Semarang

Hubungan Media Massa dengan


Konsumsi Fast Food Remaja
Obesitas
Remaja obesitas tidak
dipengaruhi oleh media massa,
karena tanpa pengaruh dari iklan di
televisi ataupun dari media cetak,
remaja obesitas sudah punya
keinginan dan ketertarikan sendiri
terhadap makanan cepat saji (fast
food).
Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan
oleh Risa Dona Emalia, Rini
Mutahar, dan Fatmalina Febry
yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara
jenis media massa, frekuensi
melihat iklan, dan jenis iklan yang
sering dilihat dengan frekuensi
konsumsi fast food
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 4, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
706
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Fast Food pada
Remaja Obesitas di SMA Theresiana 1 Semarang Tahun 2017
Liyana Putri Afifah, Suyatno, Ronny Aruben, Apoina Kartini
Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
MasyarakatUniversitas Diponegoro, Semarang,
50275,Indonesia

Gaya hidup zaman sekarang terutama generasi muda lebih banyak makan di luar rumah terutama
dibandingkan makan di rumah. Makanan yang mudah didapatkan di luar rumah adalah fast food.
Definisi fast food atau makanan cepat saji adalah makanan yang cara penyajiannya cepat karena sudah
dilakukan proses pengolahan tahap awal dan sedikit atau tidak memiliki zat gizi, tetapi memiliki jumlah
kalori dan lemak yang berlebihan. Fast food biasanya dijual di restoran atau toko dan dibungkus untuk
dibawa pergi oleh konsumen. Apa perbedaan fast food dengan junk food? Junk food sering diistilahkan
dengan makanan sampah yang memiliki hanya sedikit zat gizi dan tidak sehat. Tidak semua fast
food adalah junk food, begitu juga sebaliknya.

Fast food terbagi dua yaitu yang berasal dari luar negeri dan lokal atau tradisional. Fast food yang
berasal dari luar yaitu burger, pizza, kentang goreng, ayam goreng, hot dog, fish and chips, sushi, pie,
donat dan sandwich. Sedangkan makanan fast food tradisional adalah mi goreng, gorengan, pecal, dan
mi instant.

Konsumsi fast food dalam kehidupan sehari-hari mungkin dapat menghemat waktu, tetapi bukan
merupakan makanan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi karena tinggi lemak (lemak jenuh,
lemak trans, kolesterol), gula tambahan, karbohidrat, garam (natrium), dan kalori. Konsumsi fast
food yang berlebihan menyebabkan efek negatif pada status gizi dan kesehatan. Penelitian menunjukkan
bahwa anak-anak dan remaja yang sering mengonsumsi fast food akan memberikan ekstra 160-310
kalori per hari dan mengakibatkan obesitas.

Beberapa penyakit dan efek samping akibat fast food adalah:

1. Obesitas
Fast food yang tinggi kalori dan gula dapat meningkatkan berat badan meskipun hanya dimakan dalam
jumlah yang sedikit. Orang yang suka mengonsumsi fast food biasanya tidak menyukai buah dan sayur
dan pola makan tidak sehat tersebutlah yang menyebabkan obesitas. Obesitas juga menyebabkan
sesak, mengi, asma, dan gangguan tidur dengan kesulitan bernapas.

2. Darah tinggi dan penyakit kardiovaskular


Gula tambahan tidak mempunyai nilai gizi tetapi tinggi kalori dan meningkatkan berat badan. Tinggi
natrium dapat meningkatkan tekanan darah dan pembesaran jantung, selain itu juga meningkatkan risiko
batu ginjal, penyakit ginjal, dan kanker lambung. Tinggi kolesterol dan darah tinggi merupakan faktor
risiko utama stroke dan penyakit jantung.

3. Gangguan pada sisten saraf sentral


Fast food diketahui dapat memicu sakit kepala akibat garam, nitrat, atau MSG. Selain itu juga
berhubungan dengan depresi. Suatu penelitian menyebutkan bahwa semakin banyak mengonsumsi fast
food, maka semakin tinggi risiko terhadap depresi.

4. Gangguan pada kulit dan tulang


Tinggi karbohidrat pada fast food meningkatkan kadar gula darah yang memicu jerawat. Dan tinggi
natrium meningkatkan risiko osteoporosis (tulang keropos).

5. Aterosklerosis
Tinggi kolesterol dan lemak jenuh dapat membuat dinding pembuluh darah menjadi sempit dan
mengganggu aliran darah dan oksigen yang disebut aterosklerosis, lalu menyebabkan serangan jantung
dan stroke.

6. Diabetes melitus atau penyakit gula


Berat badan lebih, obesitas, tekanan darah tinggi, dan peningkatan kadar gula darah semuanya
berhubungan dengan diabetes melitus.

7. Kanker
Fast food yang dapat menaikkan berat badan dapat memicu kanker. Peningatan risiko kanker juga akibat
kurangnya konsumsi serat dan zat gizi lain yang berperan bagi kesehatan.

8. Kerusakan pada hati


Kerusakan pada hati disebabkan perlemakan pada hati sehingga menyebabkan kerusakan permanen
dan inflamasi.

9. Membuat ketagihan
Fast food mengandung zat aditif yang membuat ketagihan dan merangsang untuk terus dimakan
sesering mungkin.
Tips untuk Membuat Fast Food Menjadi Makanan yang Lebih Sehat
Fast food masih dapat dikonsumsi sesekali dan kuncinya tidak boleh dimakan secara berlebihan dan
bukan merupakan pilihan utama dalam diet sehari-hari. Kuncinya adalah seberapa sering kita
mengonsumsi dan jenis fast food yang kita pesan. Satu hal yang harus diingat, meskipun jenis fast
food yang dipilih merupakan yang paling sehat, namun tetap mengandung zat yang tidak sehat bagi
tubuh.

1. Konsumsi hanya 500 kalori atau kurang; Beberapa restoran fast food mencantumkan jumlah
kalori di website atau lokasi restoran.

2. Pilihlah makanan yang rendah lemak dan tinggi protein dan serat

3. Membawa makanan tambahan sendiri yang sehat jika ingin mengonsumsi fast food, seperti
buah, kacang, dan sayur.

4. Pilih porsi yang paling kecil

5. Pilih yang dimasak dengan dibakar atau dibakar, hindari yang digoreng. Pilih dada ayam tanpa
kulit atau daging tanpa lemak.

6. Perhatikan deskripsi makanan pada menu

7. Pilih minuman air putih, soda diet, dan teh tanpa gula

8. Hindari side dish seperti kentang goreng, onion rings, makaroni dan keju, dan mashed potatoes

Kita juga bisa memilih fast food yang tergolong sehat seperti salad, wrap, sandwich, burger vegetarian,
ketoprak, atau gado-gado.
We are what we eat. Orang bijak mengatakan “jika anda tidak memiliki waktu untuk menjaga kesehatan
saat ini, maka anda tidak akan sehat untuk waktu yang akan datang”.

Sumber :

dr. Fitriyani Nasution, M.Gizi, SpGK


Rumah Sakit Columbia Asia – Medan
Jl. Listrik No. 2A Medan
Kode pos 20112
Medan, Sumatera Utara, Indonesia
Tel. +6261 4556 368

Perempuan mempunyai kecenderungan lebih besar untuk mengalami gizi lebih (IMT tinggi). Remaja
perempuan lebih banyak menyimpan kelebihan energinya sebagai lemak simpanan, sedangkan laki-laki
menggunakan kelebihan energinya untuk mensintesis protein. Pada saat kematangan fisik terjadi,
biasanya jumlah lemak tubuh remaja perempuan dua kali lebih banyak daripada laki-laki. Penimbunan
lemak ini terjadi di daerah sekitar panggul, payudara, dan lengan atas. Pada penelitian Amaliah dalam
Nelly menyebutkan bahwa akumulasi lemak seringkali dihubungkan dengan mulainya menarche yang
terjadi ketika remaja perempuan memiliki lemak tubuh minimal 17% dari berat badannya.(12)
Kecenderungan tersebut tidak didukung dengan hasil uji statistik yang menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian gizi lebih pada remaja. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Mardatillah dan Meilinasari serta Karnaeni yang menemukan bahwa tidak terdapat
hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian gizi lebih (IMT tinggi).

Menurut hasil penelitian Hadi tahun 2005, kejadian obesitas (IMT tinggi) terdapat pada keluarga yang
mempunyai pendapatan yang tinggi atau golongan dengan status sosial ekonomi menengah ke atas.(13)
Pendapatan keluarga yang tinggi berarti kemudahan dalam membeli dan mengkonsumsi makanan enak
dan mahal. Orang tua dengan pendapatan tinggi mempunyai kecenderungan untuk memberikan uang
saku yang cukup besar kepada anaknya. Dengan uang saku yang cukup besar, biasanya remaja sering
mengkonsumsi makanan-makanan modern (fast food) dengan pertimbangan prestise dan juga dengan
harapan akan diterima di kalangan peer group mereka. Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian ini
yang tidak menemukan adanya hubungan bermakna antara pendapatan orang tua dan uang saku
dengan Indeks Massa Tubuh (IMT).

Frekuensi remaja yang tinggi dalam mengkonsumsi fast food dapat meningkatkan timbunan kalori
dalam tubuh yang menyebabkan peningkatan nilai IMT (gizi lebih). Badjeber dkk dalam menemukan
bahwa siswa sekolah dasar yang mengkonsumsi fast food > 3 kali/minggu mempunyai risiko 3,28 kali
lebih besar menjadi gizi lebih dibandingkan dengan yang jarang atau 1-2 kali/minggu.(

Fast food dipandang negatif karena kandungan gizi di dalamnya yang tidak seimbang yaitu lebih banyak
mengandung karbohidrat, lemak, kolesterol, dan garam. Makanan tersebut umumnya diproduksi oleh
industri pengolahan pangan dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat adiktif untuk
mengawetkan serta memberikan cita rasa. Jika makanan ini sering dikonsumsi secara terus menerus dan
berlebihan, dikhawatirkan akan berakibat pada terjadinya peningkatan nilai Indeks Massa Tubuh (gizi
lebih).

Aktivitas fisik (olahraga) yang dilakukan 3 sampai 5 kali setiap minggu dengan waktu minimal 15 menit
setiap pelaksanaannya, akan dapat mengurangi risiko terjadinya overweight.(17) Kebiasaan olahraga
merupakan salah satu bentuk aktivitas fisik yang dapat menurunkan berat badan. Olahraga jika
dilakukan secara teratur dengan takaran yang cukup akan dapat mencegah munculnya kegemukan dan
menjaga kesehatan. Olahraga semestinya dibiasakan sejak dini agar menjadi sebuah kebiasaan yang
terus dapat dilakukan hingga usia dewasa dan lanjut. Hal ini juga dapat terjadi karena kontribusi protein
dalam total konsumsi energi tidak terlalu besar dibandingkan lemak dan karbohidrat. Protein menjadi
penghasil energi dalam keadaan energi yang kurang tercukupi oleh karbohidrat dan lemak. Fungsi utama
protein adalah sebagai zat pembangun bagi pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh yang tidak
dapat digantikan oleh zat gizi lain.(18) Kelebihan karbohidrat akan disimpan sebagai cadangan energi
dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen (glikogen hati dan otot) yang sewaktu-waktu diperlukan
karena adanya kegiatan-kegiatan yang lebih berat dapat segera digunakan. Bila kelebihan karbohidrat
itu meningkat terus menerus, maka akan terjadi pembentukan lemak sebagai akibat penyimpanan pada
jaringan adiposa di bawah kulit.

Anda mungkin juga menyukai