Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

Oleh:

TITA LESTARI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS
2018
A. Definisi
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba
yangmengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori
yangbersifat sementara (Hudak and Gallo,). Kejang demam ialah bangkitan kejang
0
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 C) yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium (di luar rongga kepala). Menurut Consensus Statement on
Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang
biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi
tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Infeksi
ekstrakranial yang paling banyak didapatkan yakni dari saluran pernapasan bagian atas,
dan merupakan 70% dari seluruh penyebab kejang demam.

B. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam
sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah, infeksi
saluran cerna, dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang
tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.
Penyebab kejang demam yang sering ditemukan adalah:
1. Faktor predisposisi
a. Keturunan, orang tua yang memiliki riwayat kejang sebelumnya dapat
diturunkan pada anakmya.
b. Umur, (lebih sering pada umur < 5 tahun), karena sel otak pada anak belum
matang sehingga mudah mengalami perubahan konsentrasi ketika mendapat
rangsangan tiba-tiba.
2. Faktor presipitasi
a. Adanaya proses infeksi ekstrakranium oleh bakteri atau virus misalnya infeksi
saluran pernapasan atas, otitis media akut, tonsilitis, gastroenteritis, infeksi
traktus urinarius dan faringitis.
b. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan elektrolit sehingga
mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi
neuron misalnya hiponatremia, hipernatremia, hipoglikemia, hipokalsemia, dan
hipomagnesemia.
c. Kejang demam yang disebabkan oleh kejadian perinatal (trauma kepala, infeksi
premature, hipoksia) yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Menurut staf
pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang
demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau
dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam
lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.

C. Manisfestasi
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala
klinis sebagai berikut:
a) Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b) Kejang umum tonik dan atau klonik
c) Umumnya berhenti sendiri
d) Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
e) Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
1) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh;
2) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
3) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.
4) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik
2. Kejang demam komplek (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala
klinis sebagai berikut:
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
d. Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks.
e. Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik: mengecap-gecapkan bibir,
mengunyah, gerakan yang berulang- ulang pada tangan.

D. Patofisiologis
Mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat
proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak
melalui sIstem kardiovaskuler. Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang
dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial membran yang disebut potesial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan
energi dan bantuan enzim Na - K Atp – ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di
ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri
0
karena penyakit atau keturunan. Pada demam, kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan
metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada seorang anak
berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan
orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion
kalium dan natrium melalui membran listrik. Ketika besarnya meluas ke seluruh sel
dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang tersebut ”neurotransmitter”
dan terjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu
0 0
38 C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 C atau
lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea.
Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya
suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otak meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul
oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan dan Alatas, 1985:
847 dan Ngastiyah, 1997: 229).
E. Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi
hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula-mula
kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas. Kejang demam
yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi
epilepsi.
1. Aspirasi
2. Afiksia
3. Retardasi mental
4. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang
mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara
irreversible.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien kejang demam
antara lain:
a) Pemeriksaan laboratorium elektrolit tidak seimbang dapat berpengaruh atau
menjadi predisposisi pada aktivitas kejang glukosa hipoglikemia ( normal 80-120)
atau (N < 200 mq/dl) Ureum / kreatinin meningkat (ureum normal 10 – 50 mg/dL
dan kreatinin normal =< 1,4 mg/dL). Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang
dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat. Sel darah merah
(Hb) menurun (normal 14-18 g/dl, 12-16 g/dl). Lumbal pungsi tes ini untuk
memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes
ini dapat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak.
Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologis dan pemeriksaan lumbal
pungsi .
Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan:
a. Warna cairan cerebrospinal: berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning
santokrom
b. Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-
60 ml, anak muda 60-100 ml, anak lebih tua 80-120 ml dan dewasa 130-150
ml)
c. Perubahan biokimia: kadar kalium meningkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L,
bayi 3.6-5.8mEq/L).
b) EEG (electroencephalography) EEG merupakan cara untuk merekam aktivitas listrik
otak melalui tengkorak yang utuh untuk menentukan adanya kelainan pada SSP, EEG
dilakukan sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal. Tidak menunjukkan kelainan
pada kejang demam sederhana, gelombang EEG yang lambat di daerah belakang dan
unilateral menunjukkan kejang demam kompleks.
c) CT Scan. Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem,
trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.
d) Pemeriksaan radiologis
1. Foto tengkorak diperhatikan simetris tulang tengkorak, destruksi tulang
peningkatan tekanan intrakranial
2. Pneumonsefalografi dan ventrikulografi dilakukan atas indikasi tertentu yaitu
untuk melihat gambaran sistem ventrikal, rongga subaraknoid serta gambaran
otak sehingga dapat diketahui adanya atrofi otak, tumor serebri, hidrosefalus
araknoiditis
3. Arteriografi untuk melihat keadaan pembuluh darah di otak, apakah ada
penyumbatan atau peregangan.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Klinis
1. Memberantas kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang,
ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulang suntikan kedua dengan
dosis yang sama secara intravena. Setelah 15 menit suntikan kedua masih kejang
diberikan suntikan ketiga dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskular. Bila
belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4% secara intravena.
2. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan penunjang:
a. Semua pakaian ketat dibuka
b. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
c. Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila
perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
d. Penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
3. Pengobatan rumat
a. Profilaksis intermiten
Mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran antikonvulsan dan antipiretik.
Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan sangat kecil anak mendapat kejang
demam sederhana yaitu kira-kira sampai anak umur 4 tahun
b. Profilaksis jangka panjang diberikan pada keadaan
1. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
2. Kejang demam yang mempunyai ciri :
a) Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi,
retardasi perkembangan dan mikrosefali
b) Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau diikiuti
kelainan saraf yang sementara atau menetap
c) Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
d) Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan

H. Pencegahan
Menurut Ngastiyah (2005: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan
kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung.
1. Pencegahan berulang
a. Mengobati infeksi yang mendasari kejang
b. Pendidikan kesehatan tentang:
1) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter
2) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara
pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal
pada anak ( 36-37ºC).
3) Anak diberi obat antipiretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai
demam dan jangan menunggu sampai meningkat.
4) Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mengalami
kejang demam bila anak akan diimunisasi.
2. Mencegah cidera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi:
a. Baringkan pasien pada tempat yang rata
b. Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh
c. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas
d. Lepaskan pakaian yang ketat
e. Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cidera

I. Masalah Keperawatan
1. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut
Greenberg (1980 : 122 – 128), Paula Krisanty (2008 : 223) :
a. Riwayat Kesehatan:
1) Saat terjadinya demam: keluhan sakit kepala, sering menangis, muntah atau
diare, nyeri batuk, sulit mengeluarkan dahak, sulit makan, tidak tidur nyenyak.
Tanyakan intake atau output cairan, suhu tubuh meningkat, obat yang
dikonsumsi
2) Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
3) Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernapasan atas, OMA, pneumonia,
faringitis, bronkropeumonia, morbilivarisela dan campak.
4) Adanya riwayat trauma
kepala b. Pengkajian fisik
1) Tanda-tanda vital
2) Status hidrasi
3) Aktivitas yang masih dapat dilakukan
4) Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat
5) Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
6) Adanya kelemahan dan keletihan
7) Adanya kejang
8) Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium,
jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning
c. Riwayat Psikososial atau Perkembangan
1) Tingkat perkembangan anak terganggu
2) Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun panas
3) Akibat hospitalisasi
4) Penerimaan klien dan keluarga terhadap penyakit
5) Hubungan dengan teman sebaya
d. Pengetahuan keluarga
1) Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
2) Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
3) Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
4) Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya
e. Pemeriksaan Penunjang (yang dilakukan) :
1) Fungsi lumbal
2) Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, kultur urin dan kultur darah
3) Bila perlu : CT-scan dan EEG

2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermia b.d proses penyakit (peningkatan suhu Tubuh)
b. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d trauma di otak
c. Risiko cidera b.d kejang/ perubahan kesadaran
d. Risiko keterlambatan pertumbuhan b.d kejang berulang
3. Intervensi
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Hipertermia b.d NOC NIC
peningkatan suhu Thermoregulasion Fever Treatment
tubuh Setelah dilakukan asuhan 1. monitor suhu sesering mungkin
Keperawatan 2x24 jam, 2. monitor tekanan darah, nadi, dan
suhu tubuh anak dalam RR
batas normal dengan 3. Monitor tingkat kesadaran
Kriteria hasil: 4. Kolaborasi pemberian cairan

Suhu tubuh dalam batas intravena
normal 5. Berikan antipiretik

Nadi dan RR dalam Temperature regulation
rentang normal 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam

Tidak ada perubahan 2. Monitor tanda-tanda hipertermia
warna kulit dan tidak ada 3. Tingkatkan intake cairan dan
pusing nutrisi
4. Monitor kualitas nadi
2. Risiko NOC NIC
ketidakeektifan Circulation status 1. Monitor adanya daerah tertentu
perfusi jaringan otak Tissue prefusi:cerebral yang hanya peka terhadap
b.d trauma di otak Setelah dilakukan asuhan panas/dingin/tajam/tumpul
keperawatan 1x24 jam 2. Kolaborasi pemberian analgetik
diharapkan status sirkulasi 3. Monitor adanya tromboplebitis
baik, dengan Kriteria hasil: 4. Berikan oksigen jika diperlukan

Tekanan sistolikdan 5. Monitor Tanda-tanda vital
diastolic dalam batas 6. Monitor tingkat kesadaran
yang diharapkan

Berkomunikasi dengan
jelas

Dan sesuai dengan
kemampuan
3 Risiko cidera b.d NOC NIC
kehilangan Risk control Manajemen Lingkungan
kesadaran Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan lingkungan yang aman
asuhan keperawatan dalam untuk pasien
1x24 jam diharapkan resiko 2. Identifikasi kebutuhan keamanana
cidera dapat dihindari 3. Pasien sesuai dengan kondisi
dengan kriteria : pasien

Klien terbebas dari 4. Hindai lingkungan yang
cidera berbahaya

Mampu mengenali 5. Sediakan tempat tidur nyaman
perubah status kesehatan dan bersih

Mampu menjelaskan 6. Anjurkan keluarga untuk
factor resiko menemani pasien

4. Risiko keterlambatan NOC NIC


pertumbuhan b.d Growth and development Peningkatan perkembangan anak
kejang berulang delayed 1. Ajarkan kepada orang tua tentang
Family coping penanda perkembangan normal
Setelah dilakukan Asuhan2. Ajarkan tentang perilaku yang
keperawatan 1x24 jam sesuai dengan usia anak
diharapkan resiko3. Identifikasi dan gunakan sumber
keterlambatan dan pendidikan untuk menfasilitasi
pertumbuhan dapat perkembangan anak yang optimal
dihindari dengan criteria: 4. Tingkatkan komunikasi verbal dan
 Perubahan normal fisik stimulasi taktil
yang biasanya terjadi5. Dorong anak melakukan sosialisasi
seiring penuaan usia dengan kelompok
 Kematangan fisik wanita6. Ciptakan lingkungsn ysng aman
dan pria Manajeman nutrisi
 Makanan dan asupan1. Kaji keadekuatan nutrisi
cairan bergizi 2. Tentukan makanan yang disukai

Kondisi gizi adekuat anak
3. Pantau kecenderungan kenaikan
dan penurunan berat badan
DAFTAR PUSTAKA

1. Wong, Donna L, Marilyn Hockenberry-Eaton, David Wilson, etal. Buku Ajar

KeperawatanPediatrik Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC. 2009.

2. Meadow, Ro, dan simon Newell. Pediatrika. Jakarta : Erlangga. 2002.

3. Depkes RI. Perawatan Bayi Dan Anak. Ed 1. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga

4. Kesehatan, 2005.

5. Lumbantobing,SM.Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI,

2005.

6. Sachann, M Rossa. 2005. Prinsip Keperawatan Pediatric. Jakarta : EGC.

7. Suriadi, dkk. Askep Pada Anak. Jakarta. Pt Fajar Interpratama, 2001.

8. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC, 2005.

9. Hidayat, aziz alimun. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak . Jakarta : Salemba, 2006.

Anda mungkin juga menyukai