Anda di halaman 1dari 7

Epidemiologi

Meskipun prevalensi PPOK di Amerika Serikat adalah sekitar 15 juta, prevalensi yang
tepat dari korpulmonal sulit untuk ditentukan, karena tidak terjadi pada semua kasus PPOK,
dan pemeriksaan fisik dan tesrutin relative tidak sensitive untuk mendeteksi hipertensi
pulmonal.

Kor pulmonal diperkirakan mencapai 6-7% darisemua jenis penyakit jantung dewasa
di Amerika Serikat, dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) karena bronchitis kronis
atau emfisema factor penyebab di lebih dari 50% kasus. Selain itu, kor pulmonal
menyumbang 10-30% dari hati penerimaan terkait kegagalan-dekompensasi di
AmerikaSerikat.

Sebaliknya, kor pulmonal akut biasanya sekunder emboli parumasif. Trombo emboli
paru massif akut adalah penyebab paling umum dari akut cor pulmonalepada orang dewasa
yang mengancam nyawa; 50.000 kematian di AmerikaSerikat diperkirakan terjadi per tahun
dari emboli paru dan sekitar setengah terjadi dalam satu jam pertama karena akut gagal
jantung kanan.

Manifestasi Klinis

Tingkat klinis kor pulmonal dimulai PPOK kemudian PPOK dengan hipertensi
pulmonal dan akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta gagal jantung kanan.
Dyspnea ( sesak nafas ) merupakan gejala yang paling sering terjadi, tetapi makin kurang
membantu karena sesak nafas umum pada semua pasien paru. Sesak nafas yang disertai
bertambahnya gejala seperti nyeri dada, light headedness, sinkope, murmur regugitasi
trikuspidalis, s4 bergeser kekanan yang mungkin tertutupi oleh adanya penyakit parenkim
paru. Hipertensi pulmona lyang berat dapat menyebabkan asites dan edema perifer. Beberapa
pasien COPD berat dapat mengalami edema perifer tanpa adanya kegagalan jantung kanan.
Peyebabnya belum diketahui secara jelas tetapi nampaknya lebih sering terjadi pada pasien
dengan hiperpkapea. Hal ini memberikan kesan bahwa peningkatan tekanan CO2 sebagian
bertanggung jawab terhadap retensi Na, hipoksia sendiri dapat menimbulkan vasokonstriksi
ginjal, sehingga mengurangi eksresi Na urine dan hal ini juga menyebabkan edema. (Sudoyo,
Aru, W, 2007)

Penegakan Diagnosis
Diagnosa kor pulmonal pada PPOK ditegakkan dengan menemukan tanda PPOLK
asidosis dan hiperkapnia, hipoksia, polisitemia dan hiperviskositas darah; hipertenssi
pulmonal, hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan dan gagal jantung kanan.

 PPOK : adanya PPOK dapat didufa/ditegakkan dengan pemeriksaan klinis


(anamnesis dan pemeriksaan jasmani), laboratorium, foto toraks, tes faal paru
 Asidosis, hiperkapnia, hipoksia, polisitemia dan hiperviskositas darah : kelainan
ini dapat dikenal terutama dengan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
klinis
 Hipertensi pulmonal : tanda HP bisa didapatkan dari pemeriksaan klinis,
elektrokardiografi dengan pulmonal dengan deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi
ventrikel kanan, foto toraks terdapat pelebaran daerah cabang paru di hilus,
ekokardiografi dengan ditemukan hipertrofi ventrikel kanan dan kateterisasi
jantung
 Hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan : dengan pemeriksaan foto toraks, EKG,
ekokardiografi, radionuclide ventriculography, thalium imaging : CT scan dan
magnetic resonance imaging (MRI)
 Gagal jantung kanan : ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, biasanya dengan
adanya peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites maupun edema
tungkai

Diagnosis cor pulmonale dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya hipertensi
pulmonal akibat dari kelainan fungsi dan atau struktural paru.Untuk menegakkan diagnosis
cor pulmonale secara pasti maka dilakukan prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang secara tepat.Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik pemeriksa dapat
menemukan data-data yang mendukung ke arah adanya kelainan paru baik secara struktural
maupun fungsional.Adanya hipertensi pulmonal tidak dapat ditegakkan secara pasti dengan
hanya pemeriksaan fisik dan anamnesis tetapi membutuhkan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis :

Pada cor pulmonale selama jantung masih bisa melakukan kompensasi terhadap
hipertensi pulmonal, anamnesis pada penderita cor pulmonale hanya didapatkan keluhan
yang terkait dengan gangguan yang melatarbelakanginya. Keluhan yang biasanya didapatkan
adalah batuk produktif, sesak nafas saat aktivitas (dispneu d effort), adanya mengi, cepat
letih, dan lemas. Ketika progresivitas penyakit bertambah keluhan yang sering muncul adalah
sesak nafas walaupun tidak beraktivitas, tachypnea, orthopnea, edema, dan perasaan tidak
nyaman pada kuadran kanan atas (Springhouse, 2005).

Pemeriksaan Fisik :

Pada pemeriksaan fisik didapatkan bentuk dada dengan diameter terbesar


anteroposterior atau disebut barrel chest. Pada pemeriksaan auskultasi paru didapatkan
memanjangnya suara nafas ekspirasi dan pada pasien eksaserbasi biasanya didapatkan
mengidan ronki (Springhouse, 2005).
Pasien yang telah menjadi gagal jantung kanan didapatkan tanda-tanda seperti edema,
peningkatan tekanan vena jugularis, refluks hepatojugular, pulsasi epigastrium dan
parasternal, asites, hepatomegali dan takikardia. Menurunnya cardiac output dapat
menyebabkan hipotensi dan pulsasi yang lemah. Pada pemeriksaan jantung pasien dengan
gagal jantung kanan didapatkan kardiomegali ventrikel kanan yang menyebabkan batas
jantung kanan bawah bergeser ke bawah kanan. Pada auskultasi didapatkan suara gallop S3
disertai meningkatnya intensitas bunyi P2. Insufisiensi katup trikuspid ditandai dengan
adanya pansistolik murmur yang terdengar di parasternal kiri bawah dan mengeras dengan
inspirasi. Selain itu, dapat pula terdengar ejeksi sistolik pulmonal (Aderaye, 2004).

Pemeriksaan Penunjang :

Pemeriksaan Laboratorium (Aderaye, 2004)


Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mengetahui penyakit yang mendasari dan untuk
menilai komplikasi serta perjalanan penyakit. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain,
hematokrit untuk mengetahui polisitemia, antinuclear antibody untuk mengetahui penyakit
vaskuler kolagen seperti skleroderma, proteins S dan C, antitrombin III, factor V Leyden,
antikardiolipin antibodi, dan homocysteine untuk mengetahui hiperkoagulasi, analisis gas
darah untuk mengetahui saturasi oksigen, pemeriksaan kadar BNP (Brain Natruretic
Peptide)untuk mengatahui hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan, serta pemeriksaan
spirometri untuk mengetahui status fungsional paru.

Foto Thorax
Pada pasien dengan cor pulmonale hasil foto toraks didapatkan pelebaran arteri
pulmonal sentral. Hipertensi pulmonal dicurigai jika ditemukan diameter arteri pulmonal
desenden kanan lebih lebar dari 16 mm dan arteri pulmonal kiri lebih lebar dari 18 mm.
Pelebaran jantung kanan menyebabkan diameter transversal meningkat dengan cardiothorax
ratio (CTR) 50% dan bayangan jantung melebar ke kanan pada foto toraks posisi
anteroposterior. Pada pasien dengan PPOK didapatkan gambaran sela iga melebar, diafragma
mendatar dan gambaran pinggang jantung pendulum. Pada foto lateral didapatkan pengisian
ruang retrosternal dan meningkatnya diameter toraks anteroposterior

Ekokardiografi
Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan penegakan diagnosis cor
pulmonale adalah dengan ekokardiografi. Pemeriksaan dengan gelombang suara
menggunakan Doppler ekokardiografi ini memungkinkan penghitungan gradien tekanan yang
transtrikuspid dari kecepatan puncak pancaran regurgitan katup trikuspid, yakni dengan
menggunakan persamaan Bernouili.Dengan asumsi bahwa tekanan atrium kanan adalah 5
mmHg maka tekanan sistolik ventrikel kanan yang identik dengan tekanan sistolik arteri
pulmonal dapat diestimasikan.Caranya, yakni dengan menjumlahkan tekanan atrium kanan
dengan gradient tekanan transtrikuspid (Anonim, 2009).
Pada pasien PPOK penggunaan Doppler ekokardiografi ini kurang efektif karena hiperinflasi
dan pengisian ruang retrosternal yang menyebabkan transmisi gelombang suara kurang
optimal. Computed tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging(MRI), maupun
ekokardiografi dua dimensi dapat digunakan untuk menilai ketebalan dinding ventrikel kanan
sehingga dapat mengetahui hipertropi atau dilatasi ventrikel kanan

Elektrokardiografi

Gambaran abnormal cor pulmonale pada pemeriksaan EKG dapat berupa (Incalzi et al.,
1999):
 Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih.
 Terdapat pola S1S2S3
 Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1
 Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1
 Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF
 Terdapat pola S1 Q3 T3 dan right bundle branch block komplet atau inkomplet.
 Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan prekordial.
 Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK
 Hipertropi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan gambaran
gelombangQ di sadapan prekordial yang dapat membingungkan dengan infark
miokard.
Kadang dijumpai kelainan irama jantung mulai dari depolarisasi prematur atrium
terisolasi hingga supraventrikuler takikardi, termasuk takikardi atrial paroksismal, takikardi
atrial multifokal, fibrilasi atrium, dan atrial flutter.Disritmia ini dapat dicetuskan karena
keadaan penyakit yang mendasari (kecemasan, hipoksemia, gangguan keseimbangan asam-
basa, gangguan elektrolit, serta penggunaan bronkodilator berlebihan).
Pentalaksanaan

Tujuan pengobatan kor pulmonal pada PPOK ditinjau dari aspek jantung sama dengan
pengobatan kor pulmonal pada umumnya untuk : (1) Mengoptimalkan efisiensi pertukaran
gas; (2) Menurunkan hipertensi pulmonal; (3) Meningkatkan kelangsungan hidup; (4)
pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya.

Pengobatan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk menurunkan hipertensi
pulmonal, pengobatan gagal jantung kanan dan meningkatkan kelangsungan hidup. Untuk
tujuan tersebut pengobatan yang dapat dilaksanakan diawali dengan menghentikan merokok
serta tatalaksana lanjut adalah sebagai berikut :

TERAPI OKSIGEN

Mekanisme bagaimana terapi oksgen dapat meningkat kelangsungan hidup belum diketahui.
Ditemukan 2 hipotesis: (1) terapi oksigen mengurangi vasokonstriksi dan menurunkan
rresistensi vaskular paru yang kemudian meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan; (2)
Terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke
jantung, otak dan organ vital lain.

Pemakaian oksigen secara kontinyu selama selama 12 jam (National Institute of


Health/NIH, Amerika); 15 jam (British medical research Council / MRC dan 24 jam (NIH)
menignkat kelangsungan hidup dibandingkan dengan pasien tanpa terapi oksigen.

Indikasi terapi oksigen (di rumah) adalah : (a) PaO2 ≤ 55mmHg atau SaO2 ≤ 88%; (b) PaO2
55-59 mmHg disertai salah satu dari: (b.1) Edema disebabkan gagal jantung kanan; (b.2) P
pulmonal pada EKG; (b.3) Eritrositosis hematokrit > 56%).

VASODILATOR
Vasodilator (nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa adrenergik, inhibitor ACE, dan
prostaglandin sampai saat ini belum direkomendasikan pemakaiannya secara rutin. Rubin
menemukan pedoman untuk menggunakan vasodilator bila didapatkan 4 respons
hemodinamik sebagai berikut: (a) resistensi vaskular paru diturunkan minimal 20%; (b) curah
jantung meningkatkan atau tidak berubah; (d) tekanan darah sistemik tidak berubah secara
signifikan. Kemudian harus dievaluasi setelah 4 atau 5 bulan untuk menilai apakah
keuntungan hemodinamik diatas masih menetap atau tidak. Pemakaian sildenafil untuk
melebarkan pembuluh darah paru pada primary pulmonary hypertension, ssedang ditunggu
hasil penelitian untuk kor pulmonal lengkap.

DIGITALIS

Digitalis hanya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal jantung kiri. Digitalis
tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada pasien kor pulmonal dengan fungsi
ventrikel kiri normal, hanya dengan pasien kor pulmonal dengan fungsi ventrikel yang
menurunkan digoksin bisa meningkatkan fungsi ventrikel kanan. Disamping itu pengobatan
dengan digitalis menunjukkan peningkatan terjadinya komplikasi aritmia

DIURETIKA

Diuretika diberikan bila ada gagal jantung kanan. Pemberian diuretika yang berlebihan dapat
menimbulkan alkalosis metabolik yang dapat memicu peningkatan hiperkapnia. Disamping
itu dengan terapi diuretik dapat terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan preload
ventrikel kanan dan curah jantung menurun.

FLEBOTOMI

Tindakan flebotomi pada pasien kor pulmonal dengan hematokrit yang tinggi untuk
menurunkan hematokrit sampai dengan 59% hanya menggunakan terapi tambahan pada
pasien kor pulmonal dengan gagal jantung kanan akut.

ANTIKOAGULAN

Pemberian antikoagulan pada kor pulmonal didasarkan atas kemungkinan terjadinya


tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi
pada pasien.
Disamping terapi diatas pasien kor pulmonal pada PPOK harus mendapat terapi standar untuk
PPOK, komplikasi dan penyakit penyerta.

Diagnosis Banding

- Hipertensi vena pulmonal yang biasanya diderita penderita stenosis katup mitral.

Gambaran foto toraks berupa pembesaran atrium kiri, pelebaran arteri pulmonal
karena peninggian tekanan aorta yang relatif kecil (pada fase lanjut), pembesaran
ventrikel kanan, pada paru-paru terlihat tanda-tanda bendungan vena (Sudoyo,
Aru, W, 2007)

- Perikarditis konstriktifa
dapat dibedakan dengan test fungsi paru dan analisa gas darah. (Sudoyo, Aru, W,
2007)

Anda mungkin juga menyukai