Penyakit Antraknosa lebih dikenal dengan istilah “Pathek” adalah
penyakit yang masih ditakuti petani cabai hingga saat ini. Penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici Sydow dan Colletotrichum gloeosporioides Pens. Cendawan ini bisa menghancurkan panen hingga 20-90% terutama pada saat musim hujan. Cendawan penyebab penyakit antraknosa atau patek ini berkembang dengan sangat pesat bila kelembaban udara cukup tinggi yaitu bila lebih dari 80 rH dengan suhu 32o celsius. Semua tahap pertumbuhan bisa terserang penyakit ini, termasuk tahap pasca panen. Gejala yang tampak terjadi pada buah yang matang. Buah yang masak ada yang menjadi kecil, terdapat cekungan melingkar hingga 30 mm. Pusat luka menjadi berwarna coklat, dengan jaringan di sekitarnya berwarna lebih ringan mengelilingi pusat luka membentuk cincin konsentris. Apabila buah yang masih berwarna hijau terinfeksi, maka gejalanya akan muncul sampai buah tersebut matang. Infeksi ini disebut dengan istilah laten. Pada biji dapat menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila telah menjadi kecambah dapat menimbulkan rebah kecambah. Pada tanaman dewasa dapat menimbulkan mati pucuk, infeksi lanjut ke bagian lebih bawah yaitu daun dan batang yang menimbulkan busuk kering berwarna coklat kehitaman. Perkembangan Penyakit Patogen timbul dari semenjak pembibitan dan bertahan pada tanaman inang yang lain, seperti tomat, kentang, terong, mentimun ataupun gulma disekitar pertanaman. Patogen akan bertambah jumlahnya apabila dilakukan penanaman secara terus menerus tanpa berganti jenis tanaman. Penyakit muncul dari spora yang dihasilkan pada buah atau daun tanaman yang sakit. Guyuran air menjadi faktor pendorong penyebaran spora jamur pada partikel tanah. Suhu optimum agar terjadi infeksi pada buah yaitu 20-24°C dengan kondisi kelembaban permukaan buah yang cukup. Semakin lama periode kelembaban permukaan buah, maka semakin besar keparahan penyakit antraknosa. Buah yang berada dekat dengan permukaan tanah adalah yang paling mungkin terkena infeksi melalui kontak tanah akibat guyuran hujan atau secara langsung. Adapun cara mengendalikan penyakit patek pada tanaman cabai bisa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.Gunakan bibit cabai yang sehat, jika melakukan pembibitan cabai dari tanaman sendiri jangan menggunakan dari tanaman cabai yang terserang patek. 2.Gunakan varietas cabai yang tahan terhadap penyakit patek, cabai kriting lebih tahan terhadap penyakit patek. 3.Penanaman sebaiknya dilakukan bukan dari bekas tanaman cabai, terong, tomat atau tanaman yang sefamily Solanaceae. 4.Gunakan pupuk dasar atau pemupukan dengan pupuk yang memiliki unsur N (nitrogen) rendah, pemberian unsur N yang berlebihan menjadikan tanaman cabai menjadi rentan (mudah terserang) penyakit patek. 5.Perbanyak unsur Kalium dan Calsium untuk membantu pengerasan kulit buah cabai. 6.Gunakan jarak tanam yang ideal sesuai kebutuhan tanaman, usahakan jangan terlalu rapat agar tidak terlalu lembab dan dapat mengurangi penyebaran penyakit. 7.Lakukan perempelan agar tanaman tidak terlalu rimbun, untuk menghindari peningkatan kelembaban udara disekitar tanaman. 8.Gunakan mulsa plastik agar terhindar dari penyebaran spora jamur melalui percikan air hujan atau penyiraman. 9.Gunakan peralatan yang berbeda untuk menghindari penularan melalui alat pertanian yang kita gunakan. 10.Lakukan pencegahan dengan menggunakan penyemprotan fungisida kontak berbahan aktif mankozeb atau tembaga hidroksida jika serangan penyakit telah berada diambang batas. 11.Jika langkah diatas telah dilakukan namun masih terjadi serangan patek maka lakukan eradikasi dengan segera membuang tanaman yang sakit atau membakarnya. 12.Jika serangan tidak dapat dikendalikan lakukan penyelamatan cabai yang belum terserang sesegera mungkin. 13.Tindakan yang perlu dilakukan adalah menyemprot dengan fungisida kontak (Dithane, Nordox, Kocide, Antracol, Dakonil, Frevicur-N, atau yang lain) bersamaan dengan sistemik (Derosal, Bion M, Amistartop, atau yang lain). Agen hayati yang sering digunakan untuk mengendalikan antraknosa adalah Actinoplanes, Alcaligenes, Agrobacterium Amorphospongarium, athrobacter dll. Agen hayati ini bisa didapatkan di Balai Perlindungan Tanaman, Kementerian Pertanian. Namun perlu diperhatikan, apabila kita menggunakan agen hayati sebaiknya kita tidak menggunakan pestisida kimia, karena akan menyebabkan kematian pada agen hayati tersebut.