Anda di halaman 1dari 12

 Definisi Hukum Pajak

Sebelum mebahas tentang pengertian hukum pajak, terlebih dahulu akan


membahas tentang pengertian pajak itu sendiri. Pajak mendapat beberapa
pengertian dari beberapa ahli, yaitu :

Prof. Dr. P.J.A. Adriani


Sebagai mantan guru besar dalam hukum pajak pada Universitas
Amsterdam, beliau memberikan pengertian pajak adalah iuran kepada
negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan – peraturan, dengan tidak mendapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk , dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung dengan
tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa beliau
memasukkan pajak sebagai pengertian yang dianggapnya sebagai suatu
“species” ke dalam “genus” pungutan. Yang dimaksud dengan tidak
mendapat prestasi kembali dari negara adalah prestasi khusus yang erta
hubungannya dengan pembayaran iuran tersebut. Prestasi negara sebagai
prestasi kembali tentu nantinya akan diperoleh namun tidak secara
individu dan tidak ada hubungannya langsung dengan pembayaran itu.
Contohnya seperti hak mempergunakan jalan umum.

Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (R.A.O – 1919)


Pajak adalahh bantuan uang secara insidentil atau secara periodic (
dengan tidak ada kontra prestasinya ), yang dipungun oleh Badan yang
bersifat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan, di mana terjadi
suatu “Tatbestand” (sasaran pemajakan) yang karena Undang – Undanng
telah menimbulkan hutang pajak.

Mr. Dr. N. J. Feldemann


Dalam bukunya “De overheidsmiddelen van Indonesia,
memberikan pengertian pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak
oleh dan terhutang kepada penguasa, (menurut norma – norma yang
ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontra prestasi dan semata –
mata digunakan untuk menutup pengeluaran – pengeluaran umum.

Prof. Dr. M. J. H. Smeets


Dalam bukunya “De Economische betekenis der Belastingen”,
pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma –
norma umum dan yang dapat dipaksakannya tanpa adanya kontra prestasi
yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya untuk
membiayai pengeluaran pemerintah

Dr. Soeparman Soemahamidjaja


Dalam disssertasinya yang berjudul “Pajak berdasarkan azas
Gotong Royong”, pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang
dipungun oleh penguasa berdasarkan norma – norma hukum, guna
menutupi biaya produksi barang – barang dan jasa- jasa kolektip dalan
mencapai kesejahteraan umum”.

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.,


Dalam bukunya “Dasar – dasar Hukum Pajak dan Pajak
Pendapatan”, menyatakan definisi pajak adalah iurang rakyat kepada kas
negara berdasarkan Undang – Undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa – timbal (kontra - prestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Dapat dipaksakan artinya adalah bahwa bila hutang pajak tidak
dibayar, hutang itu dapay ditagih dengan cara menggunakan kekerasan,
seperti surat paksa dan sita, dan juga penyanderaan. Terhadap pembayaran
pajak , tidak dapat ditunjukkan jasa timbal – balik tertentu.
Dari beberapa pengertian tentang pajak di atas dapat dilihat ciri – ciri yang
melekat pada pengertian pajak (selain definisi Dr. Soeparman), yaitu :

1. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kakuatan Undang – Undang


serta aturan pelaksanaannya
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah
3. Pajak dipungut oleh negara ( baik pemintah pusat maupun daerah)
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pembayaran pemerintah,
yang bila dari pemasukannya masih terdapat “surplus”
dipergunakan untuk membiayai “public investment”
5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter yaitu
mengatur

Sedangkan untuk pengertian hukum pajak yang disebut juga hukum fiskal
adalah keseluruhan dari peraturan – peraturan yang meliputi wewenang
pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali
kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian drai
hukum public, yang mengatur hubungan – hubungan hukum antara negara dan
orang – orang atau badan – badan hukum yang berkewajiban membayar pajak
atau biasanya disebut sebagia wajib pajak.

Tugas dari hukum pajak itu sendiri adalah menelaah keadaan – keadaan
dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak,
merumuskannya dalam peraturan – peraturan hukum dan menafsirkan peraturan –
peraturan hukum ini.

 Hukum Pajak Sebagai Hukum Publik


Hukum pajak adalah sebagian dari hukum publik dan hukum pajak adalah
bagian dari tata tertib hukum yang mengatur hubungan anatara penguasa
dengan warganya. Yang termasuk dalam hukum publik adalah hukum tata
negara, hukum pidana, dan hukum administratif, sedangkan hukum pajak
merupakan anak bagian dari hukum administratif ini.
Namun ada juga yang berpendapat supaya hukum pajak ini diberikan tempat
tersendiri di samping hukum administrative atau disebut sebagai otonomi
hukum pajak, karena hukum pajak juga mempunyai tugas yang bersifat lain
daripada hukum administrative untuk menentukan politik perekonomian.

 Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata


Antara hukum pajak dan hukum perdata memiliki banyak keterkaitan.
Hukum pajak mencarii dasar kemungkinan pemungutannya atas kejadian –
kejadian , keadaan – keadaan dan perbuatan – perbuatan hukum yang
bergerak dalam lingkungan hukum perdata, seperti pendapatan, kekayaan,
perjanjian penyerahan, pemindahan hak karena warisan, dan masih banyak
lagi.
Menurut Prof. Mr. W.F. Prins, mantan guru besar pada Universitas
Indonesia dalam Ilmu Hukum Pajak, dalam bukunya “Het Belastingrecht Van
Indonesia” mengatakan bahwa hubungan erat ini sangat mungkin timbul
karena banyak dipergunakan istilah – istilah dalam hukum perdata dalam
perundang – undangan pajak, walaupun pada prinsipnya bahwa pengertian –
pengertian yang dianut oleh hukum perdata tidak selalu dianut oleh hukum
pajak. Sebagai contoh apa yang oleh Kitab Undang – Undang Hukum Sipil
pada pasal 17 sampai dengan pasal 25 ditetapkan dnegan istilah tempat tinggal
seseorang, umumnya tidak dianut oeh hukum pajak.
Sebaliknya pengaruh hukum pajak terhadap hukum perdata juga sangat
besar. Sebagia akibat dari adanya asas bahwa lex specialis (peraturan yang
lebih khusus) harus diberi tempat yang lebih utama dari lex generali (peraturan
yang bersifat umum ). Maka dalam setiap undang – undang maupun dalam
peraturan – peraturan pajak haruslah mengutamakan peraturan yang lebih
khusus ini.

 Asas – Asas Pemungutan Pajak


- Asas Equality and Equity
Bahwa dalam keadaan yang sama orang yang berada dalam keadaan
yang sama harus dikenakan pajak yang sama. Pemungutan pajak dilakukan
oleh negara harus seuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak.
Misalnya : dalam pajak penghasilan, orang yang memiliki penghasilan
yang sama belum tentu dikenakan pajak yang sama.
- Asas Centainty (kepastian hukum)
Semua pungutan pajak harus berdasarkan undang – undang, sehingga
bagi yang melanggar dapat dikenakan sanksi hukum. Ketentuan dalam
perpajakan harus jelas, tegas, dan tidak mengandung arti ganda sehingga
tidak memerlukan penafsiran.
- Asas Convenience of Payment
Pajak harus dipungut pada saat yang tepat, yaitu pada saat wajib pajak
mempunyai uang.
Pungutan tersebut bertujuan untuk mempermudah wajib pajak dalam
membayar pajak
Tidak semua wajib pajak mempunyai saat convience yang sama
- Asas Economics of Collections
Biaya pemungutan pajak harus relatif kecil dibandingkan dengan uang
pajak yang masuk.

 Teori –Teori Pemungutan Pajak

Hukum pajak harus mengabdi kepada keadilan. Keadilan inilah yang


dinamakan asas pemungutan pajak menurut falsafah hukum. Pembuat undang
– undang pajak harus selalu memegang teguh kepada asas keadilan. Untuk
memberi dasar menyatakan keadilannya, ada beberapa teori – teori pajak :

Teori Asuransi
Sudah termasuk dalam tugas negara untuk melindungi orang da
segala kepentingannya seperti keselamatan dan keamanan jiwa
maupun harta bendanya. Begitu juga halnya dengan setiap perjanjian
asuransi, maka untuk perlindungan tersebut diperlukan pembayaran
premi, dalam hal ini pajaklah yang dianggap sebagai preminya yang
pada sewaktu – waktu yang tertentu harus dibayar oleh masing –
masing individu. Namun perbandingan ini kurang tepat karena dalam
hal timbul kerugian tidak ada suatu penggantian dari negara, seperti
asuransi yang apabila seseorang mengalami kerugian akan diganti oleh
pihak asuransi, antara pembayaran jumlah – jumlah pajak dan jasa –
jasa yang diberikan oleh negara tidak terdapat hubungan langusung.

Teori Kepentingan
Dalam teori ini hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang
harus dipungut dari penduduk seluruhnya. Pembagian beban ini harus
didasarkan atas kepentingan orang – orang masing – masing dalam
tugas – tugas pemerintah, termasuk juga perlindungan atas jiwa orang
– orang itu beserta harta bendanya. Maka sudah selayaknya bahwa
biaya – biaya yang dikeluarkan oleh negara untuk menunaikan
kewajibannya dibebankan kepada penduduk secara individu.

Teori Gaya Pikul


Bahwa dasar keadilan pemunngutan pajak adalah terletak dalam
jasa – jasa yang diberikan oleh negara kepada warganya, yaitu
perlindungan atas jiwa dan harta bedanya. Untuk keperluan ini
diperlukan biaya – biaya ini dipikul oleh segenap orang yang
menikmati perlindungan itu, yaitu dalam bentuk pajak. Yang menjadi
pokok pangkal teori ini adalah asas keadilan. Jadi tekanan pajak
haruslah sama beratnya untuk setiap orang. Pajak harus dibayar
menurut gaya pikul seseorang, untuk mengukur suatu gaya pikul
seseorang dapat dilihat dari penghasilan, kekayaan, dan juga
pengeluaran atau penggunaan seseorang.
Menurut Prof. de Lengen, asas gaya pikul ini menjelmakan cita –
cita untuk mendapatkan tekanan yang sama atas individu, seimbang
dengan luasnya pemuasan – kebutuhan yang dapat dicapai oleh
seseorang, pemuasan kebitihan yang diperlukan untuk kehidupan yang
mutlak harus diabaikan dan sisanya inilah yang disamakan dengan
gaya pikul seseorang, karena perkataan “dapat” maka tabungan –
tabungan seseorang termasuk pula dalam pengertian gaya pikulnya.

Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti


Teori ini berdasarkan atas faham “organische Staatsleer”, sehingga
diajarkanlah olehnya bahwa justru karena sifat negara inilah maka
timbullah hak mutlak untuk memungut pajak. Orang – orang tidaklah
berdiri sendiri dengan tidak adanya persekutuan. Oleh karenanya maka
persekutuan itu yang kemudian menjadi negara berhak atas satu dan
lain. Semenjak berabad – abad hak ini telah diakui, dan orang – orang
selalu menginsyafinya sebagai kewajiban asli untuk membuktikan
tanda baktinya terhadap negara dalam bentuk pembayaran pajak.

Teori Asas Gaya Beli


Menurut teori ini maka fungsi pemungutan pajak jika
dipandangnya sebagai gejala dalam masyarakat, dapat disamakan
dengan pompa, yaitu mengambil gaya-beli dari rumah tangga – rumah
tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga negara dan kemudian
menyalurkannya kembali ke masyarakat dengan maksud untuk
memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya ke arah tetentu.
Teori ini mengajarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan
masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan
pemungutan pajak, bukan kepentingan individu, bukan pula
kepentingan negara, melainkan merupakan kepentingan masyarakat
yang meliputi keduanya itu. Jadi dapat disimpulkan bahwa teori ini
menitikberatkan ajarannya kepada fungsi kedua dari pemungutan pajak
yaitu fungsi mengatur.

 Syarat – Syarat Pemungutan Pajak


- Pemungutan pajak harus adil
Pemungutan pajak harus mempunyai tujuan untuk mencipatakan suatu
keadilan
- Pengaturan pajak harus berdasarkan undang – undang
Pemungutan pajak harus dijaminkelancarannya dan jaminan hukum akan
terjaganya kerahasiaan data wajib pajak.
- Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat,
terutama masyarakat kecil menengah
- Pemungutan pajak harus efisien
Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya yang
dikeluarkan
- Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung
beban pajak yang harus dibayar, sehingga dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam membayar pajak.

 Pembagian Pajak dan Pembedanya


Ada beberapa macam – macam pajak yaitu :
- Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil
Hukum pajak materiil memuat norma – norma yang menerangkan
keadaan – keadaan, perbuatan – perbuatan, dan peristiwa – peristiwa
hukum yang harus dikenakan pajak, siapa – siapa yang harus dikenakan
pajak, berapa besar pajak yang dikenakan, dengan kata lain segala sesuatu
tentang timbulnya, besarnya, dan hapusnya hutang pajak dan pula
hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak. Juga termasuk di
dalamnya peraturan – peraturan yang yang memuat kenaikan – kenaikan,
denda – denda dan hukuman – hukuman serta cara – cara tentang
pembebasan – pembebasan dan pengembalian pajak.
Hukum pajak formil adalah peraturan – pertauran mengenai cara – cara
untuk menjelmakan hukum materiil menjadi suatu kenyataan. Bagian
hukum ini memuat cara – cara penyelenggaraan mengenai penetapan suatu
hutang pajak, control oleh pemerintah terhadap penyelenggaraannya,
kewajiban para wajib pajak, kewajiban pihak ketiga dan pula prosedur
dalam pemungutannya. Maksud dari hukum formil adalah untuk
melindungi fiskus maupun wajib pajak, jadi untuk memberi jaminan
bahwa hukum materiilnya akan dapatt deselenggrakan setepat – tepatnya.

- Pajak Subyektif dan Pajak Obyektif


Pajak subyektif adalah pajak yang memperhatikan keadaan pribadi
wajib pajak, untuk menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan – alasan
yang obyektif yang berhubungan erat dengan keadaan materiillnya, yaitu
yang disebut gaya pikulnya. Sebagai contoh adalah pajak pendapatan,
yang sasarannya adalah pendapatan seseorang. Hubungan antara pajak dan
wajib pajak adalah langsung, oleh karena besarnyapajak pendapatan yang
harus dibayar tergantung pada besarnya gaya pikulnya. Pada pajak – pajak
subyektif ini keadaan pribadi wajib pajak sangat mempengaruhi besar
kecilnya jumlah pajak yang terhutang.
Sedangkan pajak obyektif adalah pajak yang memperhatikan kepada
obyeknya yang lain daripada benda, dapat pula berupa keadaan, perbuatan
atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak.
Kemudian barulah dicari subyeknya yang bersangkutan langsung. Subyek
yang mempunyai hubungan hukum tertentu dengan obyek itulah yang
ditunjuk sebagai subyek yang harus membayar pajak.

- Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung


Pajak langsung adalah pajak yang dipungut secara periodic atau
berkala menurut daftar piutang pajak yang sesungguhnya tidk lain
daripada tindasan – tindasan dari surat – surat ketetapan pajak. Bagi pajak
– pajak ini yang dikenakan periodik terhadap golongan – golongan wajib
pajak yang sudah di dapat ditentukan terlebih dulu, setelah itu baru dapat
dibuatkan daftar – daftarnya yang bersangkutan. Hal semacam ini tidak
dapat diperbuat bagi pajak – pajak yang tidak termasuk golongan pajak
langsung ini. Contoh dari pajak langsung adalah pajak penghasilan dan
pajak bumi dan bangunan.
Sedangkan untuk pajak tidak langsung adalah pajak yang hanya
dipungut jika pada suatu ketika terdapat suatu peristiwa atau perbuatan
seperti penyerahan barang tak bergerak, pembuatan suatu akte. Pajak ini
tidak dipungut dengan Surat Ketetapan Pajak jadi tidak ada daftar piutang
pajaknya (kohir). Contohnya bea materai, bea balik nama, bea warisan dan
sebagian besar dari pajak.

- Pajak Tertulis dan Pajak Tidak Tertulis


Pajak tertulis adalah pajak – pajak untuk mana pada permulaan tahun
atau pada permulaan suatu masa telah tersusun suatu daftar yang berisikan
data – data tertentu dari para wajib pajak. Umumnya pajak ini merupakan
pula pajak yang periodik, dalam arti bahwa setiap masa (biasanya 1 tahun)
dikenakan lagi obyek pajaknya itu. Dapat juga dikenakan 5 tahun sekali,
seperti Verponding (surat tagihan pajak atas tanah). Dari daftar wajib
pajak itu disusun daftar pihutang pajak, yang memuat nama wajib pajak
wajib pajak lengkap dengan segala datanya, juga pajak yang terhutang.
Daftar wajib pajak inilah yang dinakaman kohir yang menjadi dasar untuk
pengeluaran Surat Ketetapan Pajak yang memuat pemberitahuan tentang
besarnya pajak yang harus dibayar kepada instansi yang diberi tugas
penagihan.
Sedangkan pajak tidak tertulis adalah pajak – pajak yang umumnya
timbul karena suatu kejadian atau perbuatan yang tidak diketahui
sebelumnya, siapa yang melakukannya, sehiingga tidak mungkin untuk
disusun suatu daftar wajib pajak terlebih dahulu. Contohnya mengenai
pajak penjualan, tidak diketahui siapa yang akan membayar pajak itu,
disini yang paling penting adalah bukan orangnya tetapi peristiwa atau
perbuatannya.

- Pajak Yang Dipungut Dengan Perantara dan Pajak Yang Dipungut


Tidak Dengan Perantara
Pembedaan ini sebenarnya tidak mengenai sifat – sifat khusus dari
jenis – jenis pajak, melainkan lebih tentang tekmik pemungutan pajak.
Pajak yang dipungut tanpa perantara pejabat adalah kebanyakan dari pajak
– pajak yang pembayarannya dilakukan dengan penempelan materai atau
penyetoran langsung.

- Pajak Umum dan Pajak Daerah


Antara pajak umum dan pajak daerah (terutama yang mengenai asas –
asas hukumnya) dapat dikatakan tidak ada perbedaannya yang prinsipil.
Ma,u, dengan adanya fungsi mengatur yang sering terdapat dalam pajak
umum, pajak daerah mempunyai asas yang menyatakan bahwa pungutan
pajak daerah tiidak boleh merupakan rintangan keluar masuknya atau
pengangkutan barang (juga orang) dari atau ke dalam wilayah daerah.
Mengenai beda antara pajak negara dan pajak daerah selain mengenai
pemungut dan penggunaannya dapat juga dilihat dari sumber pemungutan
pajak negara adalah relative tidak terbatas, sedangkan obyek – obyek yang
dapat dikenakan pajak daerah adalah terbatas jumlahnya, dalam arti bahwa
obyek yang telah menjadi sumber bagi suatu pungutan pajak negara tidak
boleh dipergunakan lagi.
Lapangan pajak daerah adalah lapangan yang belum digali oleh
negara. Ketentuan seperti itu maksudnya adalah untuk mencegah
pemungutan pajak ganda yang akibatnya sangat memberatkan para wajib
pajak. Dalam hal suatu pungutan pajak oleh daerah akan merupakan suatu
pajka ganda maka daerah hanya dapat memungun tambahan atau opsen
saja atas pajak yang dipungut oleh negara. Pedoman ini berlaku berlaku
pula bagi daerah – daerah tingkat bawahan, dalam arti bahwa apabila suatu
pajak telah dipungut oleh negara, atau daerah tingkat atasan, maka daerah
tingkat bawahan tidak dapat memungutnya lagi. Dalam pertauran pajak itu
sendiri lazimnya ditentukan bahwa daerah diperkenankan untuk memungut
tambahan (opsen).
TUGAS HUKUM PAJAK
RESUME BUKU PENGANTAR ILMU
HUKUM PAJAK OLEH SANTOSO
BROTODIHARDJO, S.H.

OLEH :

NAMA : I.A.KADE IRSYANTI NADYA S

NIM : 1503005004

KELAS : A

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

Anda mungkin juga menyukai