Anda di halaman 1dari 3

[SEBUAH SUDUT PANDANG TERHADAP DLP]

Dokter Layanan Primer (DLP), apa yang ada di pikiran anda saat mendengarnya? Mungkin sebagian dari
kita berpendapat bahwa DLP sama saja dengan dokter umum. Atau ada yang mengartikan dokter
layanan primer adalah dokter yang bekerja pada pelayanan primer yang biasa disebut juga dengan
dokter umum sehingga timbul pertanyaan lalu kenapa harus diadakan pendidikan tambahan bagi dokter
umum yang nantinya akan mendapat gelar DLP jika keduanya bukan merupakan hal yang berbeda?
Bukankah akan memakan waktu, tenaga, dan biaya yang lebih banyak?

Anda sudah menonton 3 video diatas? Jika belum maka saya sarankan untuk menontonnya terlebih dulu
agar kita bisa mendapat sebuah sudut pandang tentang ‘General practicioner’ atau yang di Indonesia
disebut dengan DLP. Disini perlu saya sampaikan bahwa GP sama dengan DLP, dan bukan sama dengan
dokter umum. Argumen saya tersebut berangkat dari definisi menurut WONCA dalam THE EUROPEAN
DEFINITION OF GENERAL PRACTICE / FAMILY MEDICINE 2011 edition, disebutkan bahwa ‘General
practice / family medicine is an academic and scientific discipline, with its own educational content,
research, evidence base and clinical activity, and a clinical specialty orientated to primary care.’ dan
dibagian lain disebutkan ‘General practitioners/family doctors are specialist physicians trained in the
principles of the discipline’. Disini jelas bahwa GP merupakan spesialisasi yang berorientasi pada
pelayanan primer. Dan tidak sama dengan dokter umum yang dimana dalam jenjang pendidikannya
bukan merupakan spesialisasi.

Dan untuk memperkuat alasan saya, kita bisa melihat di pasal 8 ayat 3 UU No 20 Tahun 2013 tentang
Pendidikan Dokter, disebutkan bahwa ‘Program dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan kelanjutan dari program profesi dokter dan program internsip yang setara dengan
program dokter spesialis‘. Dua sumber yang saya sebutkan menjelaskan bahwa istilah ‘General
Practicioner ‘ atau yang di Indonesia disebutkan dengan istilah ‘Dokter Layanan Primer’ kurang tepat jika
disamakan dengan dokter umum.

Baiklah mari kembali ke 3 video diatas, saya disini tidak ingin fokus pada perbedaan istilah yang
digunakan. Pada kesempatan ini, saya ingin mengajak untuk melihatnya dari sudut pandang yang
berbeda. Yaitu dengan cara memposisikan diri kita sebagai dokter dan pasien pada realita pelayanan
kesehatan di tingkat primer saat ini. Saya paham betul realita ini pada tiap orang bisa berbeda. Dan
tentunya pandangan tiap orang tidak bisa digeneralisir kecuali memang ada data dan fakta yang bisa
dipertanggungjawabkan. Namun cobalah jadikan ini sebagai upaya refleksi diri kita masing masing
sebagai mahasiswa kedokteran yang sedang dihadapkan dengan isu diadakannya program pendidikan
DLP.

Saya pribadi saat melihat video tersebut merasa sangat merasakan perbedaan yang nyata antara dokter
yang bekerja di layanan primer di Indonesia dan di Australia yang dimana video tersebut bersumber.
Saya merasakan pendekatan yang lebih ‘humanis’ dari dokter kepada pasiennya. Dimana dokter dalam
video tersebut saya katakan berhasil dalam menerapkan prinsip biophsycosocial dari seorang pasien.
Bahwa pasien merupakan subjek dan bukan merupakan objek. Selain masalah kesehatan yang ada pada
fisiknya, mungkin mereka juga memiliki masalah kesehatan pada psikis dan sosialnya. Dan jika saya
menjadi pasien dalam video tersebut, kemungkinan saya akan kembali ke dokter tersebut lebih besar.

Aakah memiliki pendapat yang sama?

Jika ya, mari coba kita refleksikan pada diri kita masing masing. Apakah memang kualitas lulusan dokter
umum kita belum memenuhi kriteria yang cukup baik? Atau mungkin saya sendiri yang nantinya belum
bisa seperti itu? Ya, sekali lagi kriteria yang baik ini bisa berbeda beda tiap orang. Namun poin penting
disini adalah apakah mungkin memang perlu diadakan program tambahan seperti DLP?

Jika tidak, maka pertahankan dan terus tingkatkan. Karena menurut saya tidak ada garis finis dalam
menuju ke perubahan yang lebih baik. Seperti prinsip yang selama ini kita pegang sebagai mahasiswa
kedokteran adalah sebagai ‘lifelong learner’. Terus belajar dan terus meningkatkan kemampuan diri.

Akhir kata dari saya, marilah menyikapi isu seperti DLP ini dengan melihat berbagai sudut pandang.
Dimana disini saya mengajak untuk melihat dari sudut pandang kita sebagai mahasiswa kedokteran dan
merefleksikan dan mencoba memposisikan diri sebagai pasien dan dokter pada pelayanan primer di
sekitar kita. Saya tidak memihak siapapun bagi yang pro atau kontra dengan DLP. Jika anda kontra
dengan DLP maka mari buktikan bahwa kualitas dokter umum Indonesia tidak kalah dengan General
Practicioner luar negeri. Dan jika anda pro dengan DLP maka mari diskusikan bagaimana penerapan
program DLP di Indonesia yang terbaik seperti apa.

Sebelum melanjutkan ke pembahasan selanjutnya, mari kita mencari tau definisi dari dokter umum dan
dokter layanan primer agar kita bisa memahaminya secara lebih utuh.

Menurut pasal 1 ayat 9 UU No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, disebutkan bahwa
‘Dokter adalah dokter, dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis lulusan pendidikan dokter,
baik di dalam maupun di luar negeri, yang diakui oleh Pemerintah.’

Menurut pasal 8 ayat 3 UU No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter, disebutkan bahwa ‘Program
dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelanjutan dari program profesi
dokter dan program internsip yang setara dengan program dokter spesialis. ‘

Menurut WONCA dalam THE EUROPEAN DEFINITION OF GENERAL PRACTICE / FAMILY MEDICINE 2011
edition, disebutkan bahwa ‘General practice / family medicine is an academic and scientific discipline,
with its own educational content, research, evidence base and clinical activity, and a clinical specialty
orientated to primary care.’ dan dibagian lain disebutkan ‘General practitioners/family doctors are
specialist physicians trained in the principles of the discipline’
Sumber:

Anda mungkin juga menyukai