(SYOK HIPOVOLEMIK)
DAFTAR ISI................................................................................................. i
Daftar Pustaka
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan segala keterbatasan
Makalah ini dibuat sebagai tugas mata kuliah “kegawatdaruratan, yang merupakan salah
satu mata kuliah dalam program stik Indonesia Jaya Palu. Dan juga dapat digunakan sebagai
salah satu literature dalam proses belajar anak di kelas.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telas membantu
dalam penyusunan makalah ini. Akan tetapi, dalam makalah ini terdapat kekurangan. Untuk itu
dengan sanantiasa kami menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, kami berharap para pembaca dapat
memanfaatkan makalah ini, baik bagi kepentingan-kepentingan praktis di dalam kelas maupun
untuk pembangunan ilmu pengetahuan.
KELOMPOK 2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tentunya butuh
pertolongan yang cepat dan tepat, untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan
pelayanan gawat darurat sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat
menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan respons time yang cepat dan tepat
(KepMenKes, 2009). Sebagai salah satu penyedia layanan pertolongan, dokter dituntut
untuk dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat agar dapat menangani kasus-
kasus kegawatdaruratan (Herkutanto, 2007; Napitupulu, 2015).
Salah satu kasus kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan segera adalah
syok. Syok merupakan gangguan sirkulasi yang diartikan sebagai tidak adekuatnya
transpor oksigen ke jaringan yang disebabkan oleh gangguan hemodinamik. Gangguan
hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan vaskuler sistemik, berkurangnya
darah balik, penurunan pengisian ventrikel, dan sangat kecilnya curah jantung.
Berdasarkan bermacam-macam sebab dan kesamaan mekanisme terjadinya, syok dapat
dikelompokkan menjadi empat macam yaitu syok hipovolemik, syok distributif, syok
obstruktif, dan syok kardiogenik (Hardisman, 2013).
Syok hipovolemik yang disebabkan oleh terjadinya kehilangan darah secara akut
(syok hemoragik) sampai saat ini merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di
negara-negara dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Salah satu penyebab terjadinya
syok hemoragik tersebut diantaranya adalah cedera akibat kecelakaan. Menurut World
Health Organization (WHO) cedera akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan
terjadinya 5 juta kematian diseluruh dunia. Angka kematian pada pasien trauma yang
mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap
mencapai 6%. Sedangkan angka kematian akibat trauma yang mengalami syok
hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang kurang memadai mencapai 36%
(Diantoro, 2014).
BAB I
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti perfusi
jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada
beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok.
Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok
harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik syok).(Bruner & Suddarth,
2002).
Syok hipovolemik diinduksi oleh penurunan volume darah, yang terjadi secara langsung
karena perdarahan hebat atau tudak langsung karena hilangnya cairan yang berasal dari plasma
(misalnya, diare berat, pengeluaran urin berlebihan, atau keringat berlebihan).
2. Etiologi
Menurut Toni Ashadi (2006), Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya
cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:
a. Kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh
seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
b. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar.
Misalnya : fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur
menampung 1000-1500 ml perdarahan.
c. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma
atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
1) Gastrointestinal : peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis
2) Renal : terapi diuretik, krisis penyakit addison
Luka bakar (kombutsio) dan anafilaksis.
3. Anatomi Fisiologi
Anatomi jantung
Jantung merupakan salah satu organ yang sangat vital dalam tubuh manusia,
bagaimana tidak jantung merupakan salah satu media yang memiliki peranan sangat penting
untuk bisa mengalirnya darah yang membawa oksigen dan sari-sari makanan ke seluruh
tubuh. Jantung terletak di rongga mediastinum yang berada di belakang sternum, diantara
paru kanan dan kiri, dan didepan vertebra torakal.
Jantung memiliki ukuran sekepalan genggaman tangan kanan orang dewasa kurang
lebih dengan panjang 5" (12 cm), dan lebar 3,5" (9 cm), berat jantung 350 gram pada orang
dewasa.
Adapun jantung terdiri dari:
Gambar 2. Jantung
Fisiologi jantung
Secara umum jantung merupakan satu-satunya pememompa utama darah ke seluruh tubuh,
sehingga sangat penting untuk mengidentifikasi apakah fungsi jantung ini masih berjalan atau
tidak, ada beberapa metode untuk mengetahui apakah jantung masih bekerja dengan baik atau
tidak
Denyut nadi ini dapat dirasakan pada pembuluh darah arteri, adapun pembuluh darah arteri yang
kerap di palpasi untuk mengetahui adanya kerja nadi atau tidak adalah
Mengetahui apakah masih terdapat aktifitas listrik jantung atau tidak melalui pemeriksaan EKG
Berbicara tentang EKG, sangatlah erat kaitannya dengan kelistrikan jantung. Dalam pembahasan
kali ini kita akan membicarakan sedikit tentang kelistrikan jantung. Kelistrikan jantung
dibedakan menjadi beberapa fase.
Adapun urutan jalur pembuluh darah dari dan ke jantung adalah sebagai berikut:
Jantung (ventrikel kiri) --> Aorta --> Arteri --> Arteriola --> Kapiler --> Venula --> Vena -->
Vena Cava superior dan inferior --> Jantung (atrium kanan)
Gambar 5. Alur dan distribusi peredaran darah dalam pembuluh darah
Arteri
Memiliki tekanan tinggi --> membawa darah ke jaringan
Dapat teraba denyutan
Memiliki dinding pembuluh darah yang tebal dengan jaringan elastis
Membawa darah yang kaya akan oksigen sehingga darah lebih terlihat merah segar
Darah keluar memancar (jika terjadi perlukaan)
Tidak memiliki katup di sepanjang pembuluh (hanya ada pada permulaan aorta)
Kapiler
Memiliki penampang yang paling luas karena tersebar di dalam seluruh tubuh
Disebut juga pembuluh darah rambut karena hanya memiliki diameter 0,008 mm
Tempat terjadinya pertukaran dan transport O2/CO2, zat-zat nutrien, dan berbagai jenis
elektrolit yang dibutuhkan tubuh ke dalam jaringan (sel)
Menyerap zat-zat nutrien dari usus
Vena
Bersemabungan dengan vena yang lebih besar yang disebut vena Cava
Dinding pembuluh tipis dan tidak elastis
Memiliki katup disepanjang pembuluh darah
Membawa darah yang kaya akan CO2 sehingga warna darah lebih terlihat pucat
Darah keluar tidak memancar hanya menetes (jika terjadi luka)
Tidak teraba denyutan
Gambar 6. Tekanan darah dalam pembuluh darah pada setiap bagian pembuh darah
Pada saat kita melakukan pengukuran tekanan darah, yang sejatinya kita ukur adalah adalah
tekanan darah terhadap pembuluh darah, sehingga tekanan darah sangat dipengaruhi oleh:
Tekanan darah
Tekanan darah terdiri dari dua jenis tekanan:
1. Tekanan sistolik (batas atas) --> Merupakan tekanan tertinggi arteri yang dihasilkan
ketika kontraksi ventrikel sehingga terjadinya ejeksi awal ventrikel ke aorta sehingga
jumlah darah dalam pembuluh darah arteri meningkat secara signifikan. Tekan sistolik
normal berkisar 140 s/d 100 mmHg
2. Tekanan diastolik (batas bawah) --> Merupakan tekanan terendah arteri yang terjadi
ketika relaksasinya ventrikel, dan jumlah darah dalam pembuluh darah sudah mulai
berkurang sebelum terjadinya ejeksi ventrikel kembali. Tekanan diastolik normal
berkisar 90 s/d 60 mmHg
4. Patofisiologi
Tahap-tahap syok :
Karena sifat-sifat khas dari syok sirkulasi dapat berubah pada berbagai derajat keseriusan,
Menurut Guyton, (1997) syok dibagi dalam tida tahap utama yaitu :
a. Tahap nonprogresif (atau tahap kompensasi), sehingga mekanisme kompensasi sirkulasi
normal akhirnya akan menyebabkan pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar.
b. Tahap progresif, ketika syok menjadi semakin buruk sampai timbul kematian.
c. Tahap ireversibel, ketika syok telah jauh berkembang sedemikian rupa sehingga semua
bentuk terapi yang diketahui tidak mampu lagi menolong penderita, meskipun pada saat itu,
orang tersebut masih hidup
5. Pathway
6. Manifestasi klinik
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid,
besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan
tubuh merupakan faktor kritis respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah
mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia.
Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia
lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau
singkat. (Toni Ashadi, 2006).
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan
darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok
adalah menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:
a. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu
berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
b. Takhikardi : peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis penting
untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke homeostasis penting untuk
hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi
asidosis jaringan.
c. Hipotensi : karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan
curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan
darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak
dibawah 70 mmHg.
d. Oliguria : produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada
orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali diresusitasi secara
adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan radiologi dan menjadi intervensi
segera dan membawa pasien cepat ke ruang operasi.
b. Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia langsung
dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan.
c. Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit
gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan
gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto
polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom Boerhaave.
Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari
sumber perdarahan.
d. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika pasien
hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus segera
dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat
kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien
dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.
e. Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos dada
awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-Scan dada.
f. Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST (Focused
Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak
stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil.
g. Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi
8. Komplikasi
a. Gagal jantung Gagal ginjal
b. Kerusakan jaringan ARDS (Acute Respiratory Disstres Syndrom)
c. Kerusakan otak irreversible
d. Dehidrasi kronis
e. Multiple organ failure DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
9. Penatalaksanaan.
a. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan ventilator
tambahan sesuai kebutuhan.
b. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai ketentuan
untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan mempertahankan perfusi
jaringan.
1) Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk bertindak
sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP) memberi
petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk
penggantian volume cairan darurat.
2) Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau lebih kateter
mungkin perlu untuk penggantiaqn cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik;
penekanan pada penggantian volume.
a) Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter mungkin perlu
untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan
pada penggantian volume.
b) Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan darah dan
pencocokan silang, dan hemokrit.
c) Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat yang
memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada kondisi klinis pasien.
3) Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini mendekati
komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk
pemeriksaan golongan darah danm pencocockan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebgai
tambahan terapi komponen darah.
4) Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat kehilangan darah telah
parah atau pasien terus mengalami hemoragi.
5) Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit sering
bila dicurigai berlanjutnya perdarahan.
6) Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan memberi cairan dan
darah sesuai ketentuan.
c. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume urine
menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.
d.Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
e. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan darah, denyut
jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran koagulasi,
elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap tindakan. Pertahankan lembar
alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan menytakan perbaikan atau pentimpangan
pasien.
f. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan mendorong aliran
darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien dengan cidera kepala).
Hindarkan gejala yang tidak perlu.
g. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen) untuk
meningkatkan kerja kardiovaskuler.
h. Dukung mekanisme devensif tubuh
i. Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa khawatir.
j. Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.
k. Pertahankan suhu tubuh.
1) Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh dari
vasokontriksi dan meningkatnya hilangnya caiiran karena perspirasi.
2) Pasien yang mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi meningkatkan efek
metabolik selular terhadap syok.
Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah :
a. Memulihkan volume intravascular untuk membalik urutan peristiwa sehingga tidak
mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat.
b. Meredistribusi volume cairan, dan
c. Memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat mungkin.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan
makanan tidak adekuat , mual muntah
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya eksudat di alveoli
akibat edema paru.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kongesti sistemik,
kerusakan transpor oksigen, hipervolemia, hipoventilasi, gangguan aliran arteri, gangguan
aliran vena
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan perfusi-
ventilasi, perubahan membran kapiler alveoli karena adanya penumpukan cairan di rongga
paru
e. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan/ tahanan
f. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan imobilitas
g. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan kurang
informasi
h. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit, ancaman atau perubahan pada status
kesehatan.
3. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan
makanan tidak adekuat , mual muntah
Kriteria Hasil :
1) Status Gizi : Asupan Gizi : Keadekuatan pola asupan zat gizi yang biasanya
2) Selera Makan : Keinginan untuk makan dalam keadaan sakit atau sedang menjalani
pengobatan
Intervensi :
1) Manajemen Nutrisi : membantu atau menyediakan asupan makanan dan cairan diet
seimbang
Aktivitas Keperawatan
- Ketahui makanan kesukaan pasien
Rasional : makanan kesukaan biasanya meningkatkan selera makan
- Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
Rasional : Kandungan nutrisi yang tepat untuk meningkatkan energi klien beraktivitas
- Berikan informasi mengenai kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
Rasional : agar klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan energi secara mandiri
- Kolaborasi dengan ahli gizi (jika perlu) jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan
Rasional : pemenuhan nutrisi klien secara tepat melalui gizi klinik.
2) Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat
sesuai keadaan klien.
Rasional : Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien.
Rasional : Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh.
Rasional : Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual.
f. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan imobilitas
Kriteria Hasil :
1) Ketahanan : Kapasitas untuk menyelesaikan aktivitas
2) Penghematan energi : tindakan individu untuk mengelola energi untuk memulai dan
menyelesaikan aktivitas
Intervensi :
1) Terapi latihan fisik : Mobilitas Sendi : menggunakan gerakan tubuh aktif atau pasif
untuk mempertahankan atau memperbaiki fleksibilitas sendi
Aktivitas Keperawatan :
- Kaji penyebab kelemahan
Rasional : untuk pemberian intervensi yang tepat mengatasi penyebab
- Pantau TTV sebelum, selama dan setelah aktivitas
Rasional : untuk melihat aktivitas yang dapat ditoleransi oleh dan tidak dapat ditoleransi
misalnya nyeri dada, pucat, vertigo, dispnea.
- Anjurkan periode untuk istirahat dan aktivitas secara bergantian.
Rasional : untuk pengaturan energi sehingga energi cukup untuk beraktivitas
- Bantu klien melakukan Range of Motion
Rasional : untuk melatih fleksibiltas sendi
- Kolaborasi pengobatan pereda nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah
satu penyebab
Rasional : agar nyeri tidak mengganggu aktivitas
h. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit, ancaman atau perubahan pada status
kesehatan
Kriteria hasil:
1) Ansietas berkurang
2) Menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas
Intervensi :
1) Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
Rasional : faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri, potensial siklus
ansietas, dan dapat mempengaruhi upaya medik untuk mengontrol ansietas.
2) Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan
perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas.
Rasional : membantu pasien menurunkan ansietas dan memberikan kesempatan untuk pasien
menerima situasi nyata.
3) Berikan informasi faktual menyangkut diagnosis, terapi,dan prognosis.
Rasional: menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan/harapan yang akan datang dan
memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.
4) Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya di alami selama prosedur.
Rasional: memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat.
Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi, kerjasama penuh
penting untuk keberhasilan hasil setelah prosedur
5) Ajarkan teknik relaksasi misalnya imajinasi terbinbing, visualisasi.
Rasional : memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan Ansietas dan meningkatkan
proses penyembuhan
6) Kolaborasi pemberian obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu.
Rasional: dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan memudahkan istirahat.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilyn.E dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilyn.E dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Grace, Pierce A. & Neil R. Borley. 2006. At A Glance Ilmu Bedah Edisi 3.Jakarta: Erlangga.
Riyawan. 2012. http://blogriyawan.makalah-fraktur-1.html diakses pada tanggal 14 Oktober
2014 pukul 15.15 WITA.
Wilkinson, Judith.M, Nancy R.Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosa
NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC