KEPALITAN
Dosen Pembimbing :
Ibu Vika Fitranita, SE., M.Ak
S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BENGKULU
T.A 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang
“Pailit” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Hukum bisnis dan Ekonomi yang wajib
di kerjakan sebagai tugas semester 3. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing ibu Ibu Vika Fitranita, SE., M.Ak. selaku dosen Hukum bisnis
dan Ekonomi.
Dalam makalah ini saya menyadari begitu jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami
mengharap saran dan kritik dari segenap pembaca untuk membangun kami sehingga dapat
mengalami kemajuan makalah ini di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat dipahami
oleh pembaca dan bermanfaat bagi kami sendiri maupun para pembaca.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................................2
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG..............................................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................................3
C. TUJUAN PENULISAN...........................................................................................................4
1. SEJARAH KEPALITAN..........................................................................................................
2. PENGERTIAN PAILIT ..........................................................................................................
3. AKIBAT DIJATUHKANNYA PAILIT .............................................................................
4. GOLONGAN ORANG BERPIUTANG ..................................................................................
5. PENGURUS HARTA PAILIT .................................................................................................
6. KEADAAN HUKUM DEBITUR SETELAH BERAKHIRNYA PEMBERESAN................
7. PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) .......................................
8. PENGADILAN NIAGA ..........................................................................................................
I. KESIMPULAN............................................................................................................13
II. SARAN........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................15
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pailit dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai keadaan yang merugi, bangkrut.
Sedangkan dalam kamus hukum ekonomi menyebutkan bahwa, liquidation, likuidasi: pembubaran
perusahaan diikuiti dengan proses penjualan harta perusahaan, penagihan piutang, pelunasan utang,
serta penyelesaian sisa harta atau utang antara pemegang saham.Beberapa definisi tentang kepailitan
telah di terangkan didalam jurnal Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah yang
ditulis oleh Ari Purwadi antara lain: Freed B.G Tumbunan dalam tulisannya yang berjudul Pokok-
Pokok Undang-Undang Tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh Perpu No. 1 Tahun 1998
disebutkan bahwa “Kepailitan adalah sita umum yang mencakup seluruh kekayaan debitur untuk
kepentingan semua krediturnya. Tujuan kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator
kepada semua kreditur dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing”.Berdasarkan pasal 1
angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU), “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Yang dapat dinyatakan mengalami kepailitan adalah debitur yang sudah dinyataka tidak mampu
membayar utang-utangnya lagi. Pailit dapat dinyatakan atas: a. permohonan dibitur sendiri (pasal 2
ayat (1) UU Kepailitan); b. permohonan satu atau lebih krediturnya (pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan
Tahun); c. pailit harus dengan putusan pengadilan (pasal 3 UU Kepailitan); d Pailit bisa atas
permintaan kejaksaan untuk kepentingan umum (pasal 2 ayat (2) UU Kepailitan); e. bila dibiturnya
bank, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia (pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan);
f. Bila debiturnya Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kriling dan Penjamin, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar
Modal (BAPEPAM) (Pasal 2 ayat (4) UU Kepailitan); g. dalam hal debiturnya Perusahaan Asuransi,
perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang
kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan
(Pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan). Sedangkan tujuan pernyataan pailit adalah untuk mendapatkan suatu
penyitaan umum atas kekayaan debitur (segala harta benda disita atau dibekukan) untuk kepentingan
semua orang yang menghutangkannya (kreditur).
Proses terjadinya kepailitan sangatlah perlu diketahui, karena hal ini dapat menentukan keberlanjutan
tindakan yang dapat dilakukan pada perseroan yang telah dinyatakan pailit. Salah satu tahap penting
dalam proses kepailitan adalah tahap insolvensi.Yaitu suatu perusahaan yang sudah tidak mampu
membayar hutang-hutangnya lagi.Pada tahap insolvensi penting artinya karena pada tahap inilah nasib
debitur pailit ditentukan. Apakah harta debitur akan habis dibagi-bagi sampai menutup utangnya,
ataupun debitur masih dapat bernafas lega dengan diterimanya suatu rencana perdamaian atau
rekunstruksi utang. Apabila debitur sudah dinyatakan insolvensi, maka debitur sudah benar-benar
pailit, dan hartanya segera akan dibagi-bagi, meskipun hal-hal ini tidak berarti bahwa bisnis dari
perusahaan pailit tersebut tidak bisa dilanjutkan.
4
Mengenai hal tersebut diatas maka proses terjadinya kepailitan sangatlah perlu diketahui. Kemudian
tindakan selanjutnya adalah mengenai bentuk tanggung jawab yang harus dilakukan oleh Pengurus
terhadap perseoroan yang mengalami kepailitan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana proses sejarah kepailitan ?
2. Apa pengertian dari kepailitan ?
3. Apa akibat dijatuhkannya pailit ?
4. Siapa saja yang termasuk golongan orang berpiutang ?
5. Siapa saja pengurus harta pailit ?
6. Bagaimana keadaan debitur setelah berakhirnya pemberesan ?
7. Bagaimana cara penundaan pembayaran utang ?
8. Apa itu pengadilan niaga ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah kepailitan tersebut
2. Untuk mengetahui makna atau pengertian dari kepailitan
3. Untuk mengetahui apa saja akibat dari dijatuhkannya pailit
4. Untuk mengetahui siapa saja golongan orang yang berpiutang
5. Untuk mengetahui siapa saja pengurus harta pailit tersebut
6. Untuk mengetahui bagaimana keadaan debitur setelah berakhirnya pemberesan
7. Untuk mengetahui cara penundaan pembayaran utang
8. Untuk mengetahui apa itu pengadilan niaga
5
BAB II
PEMBAHASAN
1. SEJARAH KEPAILITAN
Pailit, failliet (dalam bahasa Belanda) atau bankrupt (dalam bahasa Inggris).
Pailit pada masa Hindia-Belanda tidak dimasukkan ke dalam KUH Dagang (WvK) dan
diatur dalam peraturan tersendiri ke dalam Fillissements-verordening, sejak 1906 yang
dahulu diperuntukkan bagi pedagang saja tetapi kemudian dapat digunakan untuk
golongan mana saja. Tahun 1997, ketika krisis ekonomi melanda Indonesia dimana
hampir seluruh sendi kehidupan perekonomian nasional rusak, termasuk dunia bisnis dan
masalah keamanan investasi di Indonesia. Krisis tersebut membawa makna perubahan
yang sangat penting bagi perkembangan peraturan kepailitan di Indonesia selanjutnya.
Peraturan lama dan yang masih berlaku ternyata tidak bisa menyesuaikan dengan
kebutuhan perubahan zaman. Oleh karena itu, pada tahun 1998 Pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998 tentang Kepailitan, yang
merupakan :
1. Asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah
terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitur yang tidak
jujur,di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya
penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditur yang tidak beriktikad
baik.
6
2. Asas kelangsungan usaha, dalam Undang-Undang ini terdapat ketentuan yang
memungkinkan perusahaan debitur yang prospektif teetap berlangsung.
3. Asas keadilan, bahwa ketentuan mengenai kepailitan dalam memenuhi rasa keadila
bagi para pihak yang berkepentingan.Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya
kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan
masing-masing terhadap debitur, engan tidak memedulikan kreditur lainnya.
4. Asas integrasi, asas ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum formal dan
hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sisstem hukum perdata
dan hukum acara perdata nasional.
Beberapa pokok materi baru dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang ini, antara lain :
2. PENGERTIAN
Pailit adalah suatu usaha bersama untuk mendapat pembayaran bagi semua
kreditur secara adil dan tertib, agar semua kreditur mendapat pembayaran menurut
imbangan besar kecilnya piutang masing-masing dengan tidak berebutan.
Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim
pengawas sebagaimana diatur dalam UU No.37 Tahun 2004.
Adapun yang dapat dinyatakan pailit adalah seorang debitur yang sudah
dinyatakan tidak mampu membayar utang-utang nya lagi. Pailit dapat dinyatakan atas :
7
4. Pailit bisa atas permintaan kejakaan untuk kepentingan umum (Pasal 2 Ayat 2),
Pengadilan wajib memanggil debitur (Pasal 8).
5. Bila debitornya bank, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.
6. Bila debitornya peruahaan efek, bursa efek, lembaga kliring, dan penjaminan,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pailit hanya dapat diajukan
oleh badan pengawa pasar modal (Bapepam).
7. Dalam hal debitornya perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun,
atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik,
permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
Tujuan pernyataan pailit sebenarnya adalah untuk mendapatkan suatu penyitaan umum
atas kekayaan debitur (segala harta benda disita/dibekukan) untuk kepentingan semua
orang yang mengutangkannya (kreditur). Prinsip kepailitan itu adalah suatu usaha
bersama untuk mendapatkan pembayaran bagi semua orang berpiutang secara adil.
8
4. Harus diumumkan di dua surat kabar (Pasal 15 Ayat 4).
2. Golongan dengan hak privilege, yaitu orang-orang yang mempunyai tagihan yang
diberikan kedudukan istimewa, sebagai contoh, penjual barang yang belum
menerima bayarannya, mereka ini menerima pelunasan terlebih dahulu dari
pendapatan penjualan barang yang bersangkutan setelah itu barulah kreditur
lainnya (kreditur konkuren).
9
2. Kurator
a. Tugas Kurator
Menurut Pasal 69 UU No. 37 Tahun 2004, kurator memiliki tugas :
1. Melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit.
2. Segala perbuatan kurator tidak harus mendapat persetujuan dari debitur
(meskipun dipersyaratkan).
3. Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga (dalam rangka meningkatkan
nilai harta pailit).
4. Kurator itu bisa Balai Harta Peninggalan (BHP), atau kurator lainnya.(Pasal
70 Ayat 1)
b. Menjadi Kurator
Menurut Pasal 70 Ayat 2 yang dapat menjadi kurator adalah :
1) Orang perseorangan yang memiliki keahlian khusus untuk itu (mengurus atau
membereskan harta pailit dan berdomisili di wilayah RI).
2) Terdaftar di Departemen Hukum dan Perundang-undangan.
c. Kurator Dapat Diganti
Menurut Pasal 71 Ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 seorang kurator dapat diganti,
pengadilan dapat mengganti, memanggil, mendengar kurator, atau mengangkat
kurator tambahan :
1. Atas permohonan kurator sendiri.
2. Atas permohonan kurator lainnya, jika ada.
3. Usulan Hakim Pengawas.
4. Atas permintaan debitur pailit.
5. Atas usul kreditur konkuren.
d. Tanggung Jawab Kurator
Menurut Pasal 72 UU No. 37 Tahun 2004, seorang kurator mempunyai tanggung
jawab :
1. Terhadap kesalahan atau kelalaian dalam tugas pengurus atau pemberesan
yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.
2. Kurator yang ditunjuk untuk tugas khusus berdasarkan putusan pernyataan
pailit, berwenang untuk bertindak sendiri sebtas tugasnya (Pasal 73 Ayat 3).
3. Kurator harus menyampaikan kepada hakim pengawas mengenai keadaan
harta pailit dan pelaksanakan tugasnya setiap tga bulan (Pasal 74 Ayat 1).
10
4. Upah kurator ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan Menteri
Hukum dan Perundang-undangan.
3. Panitia Kreditur
Dalam putusan pailit atau dengan penetapan kemudian pengadilan dapat
membentuk panitia kreditur sementara terdiri dari tiga orang yang dipilih dari kreditur
yang dikenal dengan maksud memberikan nasihat kepada kurator.
Setelah pencocokan utang selesai dilakukan, hakim pengawas wajib
menawarkan kepada kreditur untuk membentuk panitia kreditur tetap.
a. Harus persetujuan lebih setengah kreditur konkuren yang haknya diakui atau
sementara diakui (Pasal 229).
b. Hair dan mewakili paling sedikit dua pertiga dari tagihan yang diakui atau sementara
diakui.
c. Persetujuan lebih dari setengah jumlah kreditur yang piutangnya dijamin dengan
gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan
11
lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit dua pertiga bagian seluruh tagihan
kreditur atau kuasanya yang hadir dalam sidang.
d. Diumumkan di dua koran dan berita negara RI.
e. Apabila PKPU tetap disetujui, penundaan tersebut berikut perpanjangannya tidak
boleh melebihi 270 hari setelah putusan penundaan kewajiban pembayaran utang
sementara diucapkan (Pasal 228 Ayat 6).
8. PENGADILAN NIAGA
Menurut pasal 306 UU No. 37 Tahun 2004, pengaturan pengadilan niaga atau
komersil di luar pengadilan umum, yang dikhusukan untuk kasus-kasus bisnis/ekonomi
dan HaKI, dengan demikian terhadap perkara-perkara tersebut merupakan suatu
terobosan yang baik bagi dunia peradilan di Indonesia sehingga penyelesaian perkara
diharapkan bisa lebih cepat dan murah.
12