Anda di halaman 1dari 17

SISTEM KESEHATAN DI NEGARA MAJU DAN SEDANG

BERKEMBANG

Disusun oleh:

1. Ade Irma Jumiati ( 13211170010)

2. Siti Nurjanah (13211170012)

3.Ninda Riski A (13211170016)

FAKULTAS KESEHATAN

PRODI ILMU GIZI

UNIVERSITAS MUHADI SETIA BUDI

Jl.Pangeran Diponegoro, KM 2,Wanasari, Brebes,Pesantunan,Wanasari, Kabupaten Brebes,Jawa


Tengah 52252

2018
BAB I

PEDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Di negara berkembang seperti kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada kemampuan
mereka untuk mendapatkan akses pelayanan publik seperti pelayanan ekonomi, pelayanan
kesehatan dan sebagainya. Akan tetapi karena permintaan melebihi kemampuan pemerintah
untuk memenuhi maka timbul situasi "kekurangan" sehingga diperlukan suatu pengalokasian
pusat-pusat pelayanan publik pada masyarakat yang benar-benar optimal dalam
pemerataannya, baik dalam dimensi spasial maupun struktur sosial.Pada saat ini masalah
kesehatan lingkungan banyak muncul di wilayah-wilayah perkotaan. Masalah kesehatan ini
dapat ditinjau dari dua segi, yaitu berbagai jenis penyakit yang timbul serta penyelenggaraan
pelayanan kesehatan baik untuk kegiatan pencegahan penyakit maupun pengobatan dan
pemulihan kesehatan (Dr. Dainur, 1995). Pengenalan yang baik terhadap jenis penyakit serta
perimbangan jumlah penduduk dengan fasilitas pelayanan masyarakat merupakan hal yang
penting. Hal ini sejalan dengan kebijakan nasional tentang upaya kesehatan masyarakat, yaitu
dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan, perlu ditingkatkan mutu pelayanan rumah
sakit, lembaga pemulihan kesehatan, pusat kesehatan masyarakat serta lembaga kesehatan
lainnya. Selanjutnya perlu ditingkatkan pula penyediaan dan pemerataan tenaga medis dan
tenaga kesehatan lainnya, serta penyediaan obat yang terjangkau oleh rakyat. Di samping itu
perlu terus ditingkatkan pengadaan, pemanfaatan sarana dan prasarana kesehatan lainnya
(Dep artemen Kesehatan R.I., 1985 di dalam Santun Putika, 2002). Salah satu tindakan yang
dilakukan pemerintah sebagai penjabaran dari kebijakan nasional di bidang kesehatan
tersebut adalah dengan memperbanyak jumlah Puskesmas. Puskesmas adalah suatu kesatuan
organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat
yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara
menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok (Departemen Kesehatan RI, 1992). Jika ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan
(Health Care System) yang berlaku di Indonesia, maka puskesmas adalah tulang
punggungnya. Disebutkan bahwa sistem pelayana3kesehatan di Indonesia dilaksanakan
melalui kerjasama timbal balik antara masyarakat dengan puskesmas beserta rujukannya.

2. RUMUSAN MASALAH
1) Mahasiswa dapat mengetahui sistem kesehatan negara berkembang.
2) Mahasiswa dapat mengetahui sistem kesehatan dinegara maju.
3) Mahasiswa dapat mengetahui pelayanan sistem kesehatan negara berkembang dan
negara maju.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Sistem kesehatan negara berkembang
“Sistem Kesehatan” istilah mencakup personel, lembaga, komoditas, informasi,
pembiayaan dan strategi tata pemerintahan yang mendukung pemberian layanan pencegahan
dan pengobatan. Tujuan Utama dari sistem kesehatan untuk merespon kebutuhan
masyarakat dan harapan dengan memberikan pelayanan secara adil dan merata.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan system kesehatan sebagai
“semua kegiatan yang tujuan utamanya adalah untuk mempromosikan, memulihkan, atau
menjaga kesehatan”. Bank Dunia mendefinisikan sistem kesehatan yang lebih luas untuk
memasukkan faktor yang saling berhubungan untuk kesehatan, seperti kemiskinan,
pendidikan, infrastruktur dan lingkungan social dan politik yang lebih luas.
Sistem kesehatan yang berfungsi dengan baik adalah penting untuk mencapai
Milenium Development Goals (MDGs) oleh 2.015,5 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
telah mengidentifikasi enam komponen yang diperlukan untuk menetapkan, mempertahankan
dan memperkuat sistem kesehatan, sedangkan yang memungkinkan untuk memberikan
layanan yang diperlukan, akses universal ke layanan, dan cakupan universal manfaat
perawatan kesehatan.
Negara-negara berkembang, bagaimanapun menghadapi banyak tantangan untuk
membangun yang kuat, kesehatan yang handal systems.Tantangan-tantangan ini termasuk
pembiayaan tidak memadai, kurangnya koordinasi antar-lembaga, buruk-fungsi sistem
informasi, kekurangan kesehatan pekerja dan gangguan pasokan.
1. Kekurangan pekerja kesehatan membatasi kemampuan banyak negara untuk mencapai
MDG. kekurangan yang ada ini melemahkan sistem penyampaian layanan kesehatan dan
menghambat ekspansi services.Sebagai contoh, di 15 negara di Sub-Sahara Afrika ada lima
atau kurang dokter per 100.000 orang.
2. Kedua sektor publik dan swasta memiliki peran untuk bermain dalam mengatasi tantangan
yang kompleks dan unik yang dihadapi oleh negara-negara berkembang untuk
mengembangkan dan memelihara sistem kesehatan masalah yang efektif. Di banyak negara,
kurang dari setengah dari penduduk memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan
masyarakat.
3. Sistem kesehatan diperkuat tujuan untuk meningkatkan kesehatan dengan menanggapi
kebutuhan masyarakat dan harapan, dan dengan menyediakan layanan secara adil dan merata.
Intervensi termasuk meningkatkan kepemimpinan dan pemerintahan, memastikan pasokan
produk medis dan menciptakan sistem pelayanan yang lebih efektif dan efisien.
4. Kesehatan sistem penelitian mengidentifikasi tantangan dalam menyediakan perawatan dan
memberikan intervensi di semua tingkat sistem kesehatan dan menyediakan solusi inovatif
untuk meningkatkan penyampaian pelayanan. Menghadapi tantangan ini dalam pengaturan di
mana infrastruktur kesehatan runtuh di berbagai bidang membutuhkan ditargetkan penelitian
tentang sistem kesehatan dan kebijakan kesehatan.

Keringanan dan Pembebasan Biaya untuk Jasa Kesehatan di Negara Berkembang


Sebagai tanggapan terhadap semakin minimnya anggaran dan berkembangnya
permintaan, banyak negara-negara berkembang menerapkan biaya resmi dan tidak resmi
untuk fasilitas kesehatan pemerintah. Disisi pemerintah tindakan itu menaikkan pendapatan,
namun dengan tidak adanya perlakuan khusus, biaya yang dikenakan kepada pengguna jasa
kesehatan dapat mengakibatkan ketimpangan dan inefisiensi. Tulisan ini mengulas
keberhasilan dari dua bentuk penjatahan tersebut, yaitu keringanan biaya dan pembebasan
biaya. Pembebasan biaya membuat penduduk miskin memperoleh pelayanan kesehatan
secara gratis dan keringanan biaya membuat semua penduduk menikmati pelayanan-
pelayanan kesehatan tertentu secara gratis. Dilemanya adalah bagaimana mempertahankan
biaya pengguna jasa tanpa menimbulkan ketimpangan dan inefisiensi.
Tulisan ini akan mengulas literatur internasional dan pengalaman tujuh negara
berkembang — Kamboja, Chile, Ghana, In- donesia, Kenya, Thailand, dan Zimbabwe —
dalam pembebasan dan pemberian keringanan biaya, serta menarik pelajaran untuk negara-
negara yang ingin menerapkan sistem serupa.

Menilai Sistem yang Diterapkan


Menilai manfaat praktis dari sistem pembebasan dan keringan biaya dalam studi kasus
beberapa negara sulit untuk dilakukan. Bukti-bukti terpencar dan beragam, sumber informasi
juga terpencar dan sering kali bersifat tidak resmi. Tulisan ini bertujuan untuk mengulas (1)
derajat pembebasan biaya dalam mengurangi pengeluaran dari kelompok miskin; (2)
peningkatan penggunaan jasa kesehatan dengan adanya fasilitas tersebut; dan (3) faktor-
faktor penyebab keberhasilan sistem tadi. Di bawah ini adalah ringkasan dari temuan-temuan
utama:
 Pengawasan kinerja dan evaluasi. Kurangnya pengawasan dan evaluasi adalah kelemahan
utama dari sistem yang dinilai. Absennya kedua hal ini mengakibatkan semakin sulitnya
mengukur kinerja waiver dan exemption dan melakukan langkah-langkah perbaikan.
 Keberhasilan pencapaian sasaran. Di negara-negara berpendapatan rendah yang ditinjau,
cakupan dari fasilitas ini terhadap penduduk miskin sangat rendah, terutama karena
pemerintah tidak secara tepat memberikan kompensasi kepada penyedia jasa yang
mensubsidi jasanya sendiri. Penyedia jasa bagi pemerintah Kenya, sebagai contoh, sama
sekali tidak menerima kompensasi. Penyedia jasa di Ghana menerima kompensasi, tetapi
pembagiannya tidak merata dan sering kali tertunda. Maka kunci sukses sistem pembebasan
dan keringanan biaya terletak pada kompensasi yang cukup dan tepat waktu bagi penyedia
jasa.
 Cakupan penduduk miskin dan kebocoran ke penduduk yang tidak miskin. Di negara-negara
berpendapatan menengah, seperti Thailand dan Chile, cakupan dari sistem ini termasuk
tinggi. Namun, di kedua negara ini, penduduk dengan tingkat pendatapan yang berhak untuk
memperoleh fasilitas tersebut ditetapkan terlalu tinggi, sehingga terjadi kebocoran yang
cukup besar, dimana subsidi menguntungkan penduduk yang mampu.
 Biaya administratif. Hampir tidak ada informasi yang tersedia mengenai biaya pengelolaan
fasilitas tersebut. Hal ini membuat penilaian dari efisiensi pencapaian sasaran menjadi sulit
untuk dilakukan.
 Kebijakan nasional dalam pembebasan dan keringanan biaya. Semua negara, kecuali
Kamboja, memiliki kebijakan pembebasan dan keringanan biaya untuk beberapa kategori
jasa kesehatan untuk semua penduduk. Pada saat yang sama, kebanyakan negara tersebut
memiliki masalah dalam kriteria penduduk yang berhak menggunakan fasilitas ini, terutama
dalam membedakan antara penduduk miskin dan penduduk tidak miskin. Sebagai contoh, di
Kenya, sebuah kebijakan nasional mewajibkan penyedia jasa membebaskan biaya kepada
yang disebut dengan “fakir miskin”, namun kurangnya pedoman di tiap fasilitas penyedia,
membuat mereka harus mendefinikan sendiri yang disebut sebagai pasien “fa- kir miskin”.
Membuat definisi yang jelas dari target penerima jasa ini adalah penting. Identifikasi kriteria
juga harus dapat dengan mudah dilakukan dan diverifikasi.
 Melawan stigma. Di kebanyakan kasus yang diulas, penduduk miskin seringkali tidak
mengajukan permohonan pembebasan biaya karena malu dengan keadaan mereka. Pelamar
fasilitas tersebut di klinik umum yang besar di Kamboja misalnya, harus menghadapi uji-
kepemilikan di ruang tunggu. Rasa malu seringkali berujung pada mundurnya pelamar dari
pendaftaran.
 Menentukan yang berhak mendapatkan fasilitas. Tidak ada jawaban yang bulat untuk
menjawab siapa yang harus bertanggung jawab terhadap proses pembebasan biaya. Meskipun
begitu, bagi pihak yang menentukan siapa saja yang berhak mendapatkan fasilitas ini harus
tahu dengan baik kriteria seleksi, dilatih dengan baik, dan sepenuhnya tahu mengenai kendala
yang dihadapi dalam proses penerapannya.
 Biaya akses. Membebaskan kelompok miskin dari pembayaran mungkin tidak cukup untuk
mempromosikan perawatan kesehatan. Penduduk miskin seringkali harus mengatasi biaya
akses dari pelayanan kesehatan diluar biaya pemakaian, seperti transportasi, penginapan, dan
makanan termasuk opportunity-cost (biaya yang timbul akibat tidak bekerja untuk
mendapatkan jasa kesehatan). Health Equity Fund yang dimiliki Kamboja tidak hanya
membebaskan biaya perawatan kesehatan bagi penduduk miskin, tetapi juga biaya
transportasi dan makanan mereka yang berkaitan dengan perawatan kesehatan.
 Memperbarui biaya atas jasa kesehatan dan batas pendapatan bagi penerima fasilitas.
Biaya atas jasa kesehatan dan batas pendapatan yang layak menerima fasilitas ini harus
disesuaikan secara periodik untuk menjamin fasilitas ini hanya memberikan kemudahan bagi
yang berhak menerimanya. Jika tidak, negara- negara bersangkutan dapat secara tidak sadar
menghambat akses terhadap pelayanan kesehatan atau mendorong penyedia jasa untuk
menaikkan sendiri biaya mereka. Contohnya, jika kelayakan diberikan berdasarkan nilai
konstan kelompok pendapatan nominal, inflasi mengakibatkan semakin sedikitnya orang-
orang yang berhak untuk memperoleh bantuan.
 Aspek institusional. Penyedia jasa membutuhkan pedoman yang tertulis dengan jelas
bagaimana pembebasan dan keringan biaya berjalan, dengan fleksibilitas untuk adanya
variasi regional atau lokal jika diperlukan. Kejelasan semacam itu pada umumnya tidak
ditemukan di negara-negara yang ditinjau. Selain itu, staf yang bertanggung jawab mengelola
sistem tersebut tidak memiliki pengetahuan dan pelatihan yang memadai.
 Diseminasi dari fasilitas yang telah ada. Penduduk miskin harus tahu bahwa mereka berhak
untuk mendapatkan fasilitas kesehatan secara gratis atau subsidi, dan pengelola harus tahu
siapa yang diberikan keringanan. Penduduk juga harus diinformasikan mengenai adanya
mekanisme semacam ini. Mekanisme diseminasi harus dibuat khusus sesuai dengan
karakteristik penduduk miskin, seperti fakta mereka tinggal jauh dari pusat-pusat kota,
memiliki akses yang minim terhadap informasi, berpendidikan rendah, dan bekerja dengan
jam kerja yang panjang

A. Sistem Ekonomi Kesehatan Indonesia


Indonesia sebenarnya telah memiliki sistem kesehatan sejak 1982 melalui sistem
kesehatan nasional. Untuk Indonesia batasan tentang Sistem Kesehatan dikenal dengan nama
SKN (Sistem Kesehatan Nasional) yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 sebagai pengganti SKN tahun 1982 yang sudah tidak relevan
akibat perubahan iklim politik di Indonesia serta diterapkannya otonomi daerah sesuai
dengan UU No. 22 tahun 1999 (Adisamito, 2010).
Sistem kesehatan di Indonesia berada dalam kebijakan desentralisasi, yang
mempunyai berbagai fungsi, yaitu:
1. Fungsi penyusun kebijakan dan regulator
2. Fungsi pelayanan
3. Fungsi pendanaan
4. Fungsi pengembangan sumber daya manusia
Level negara terdiri dari:
1. Desa
2. Kecamatan
3. Kabupaten
4. Propinsi
5. Negara
Undang-undang No 22 tahun 1999 dan Undang-undang No 32 tahun
2004 mengatur menyatakan bahwa sektor kesehatan merupakan sektor yang terdesentralisasi.
Salah satu fungsi yang terdesentralisasi adalah fungsi pelayanan, misalnya: rujukan kesehatan
rujukan pemerintah ke swasta atau swasta ke pemerintah terbagi atas tingkatan:

1. Strata 1: Puskesmas, Praktik tenaga kesehatan, klinik, apotik, laboratorium, toko obat, optik,
dan lain-lain

2. Strata 2: Praktik tenaga kesehatan spesialis, RS tipe C dan B, apotik, laboratorium, toko obat,
optik, balai-balai kesehatan

3. Strata 3: Praktik tenaga kesehatan spesialis konsultan, RS tipe A dan B, apotik, laboratorium,
toko obat, optik, pusat-pusat unggulan nasional.

Pelaku pelayanan meliputi:


1. Pelayanan Kesehatan Primer: Dokter Praktek Swasta, Bidan, BP swasta, Puskesmas

2. Pelayanan Kesehatan Sekunder dan Tertier: RS Pemerintah dan RS Swasta

3. Pelayanan Farmasi

4. Pelayanan Laboratorium, dan lain-lain

Fungsi lain adalah fungsi pendanaan, yaitu:

1. Pemerintah pusat: Dana APBN untuk Jamkesmas, Jampersal, Subsidi ke RS, dan lain-lain
2. Pemerintah Daerah: APBD, termasuk Jamkesda
3. Masyarakat: Membayar langsung
4. Swasta: Memberikan sumbangan
Alasan pemerintah mendanai pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Tanpa ada dana pemerintah Pelayanan kesehatan merupakan komoditi dagang


2. Hanya masyarakat mampu yang dapat menikmatinya
3. Masyarakat miskin tidak akan mendapat pelayanan
Fungsi berikutnya adalah Fungsi Sumber Daya Manusia:
1. Pendidikan tenaga kesehatan: Fakultas Kedokteran, FKM, Fakultas
2. Keperawatan dan lain-lain
3. Pendayagunaan dan pengembangan tenaga kesehatan: Proses rekrutmen, pengembangan,
penyebaran tenaga kesehatan, dll.

Sistem pelayanan kesehatan di indonesia meliputi pelayanan rujukan yang berupa:


1. Pelayanan kesehatan dasar
Pada umumnya pelayanan dasar dilaksanakan di puskesmas, Puskesmas pembantu,
Puskesmas keliling, dan Pelayanan lainnya di wilayah kerja puskesmas selain rumah sakit.
2. Pelayanan kesehatan rujukan
Pada umumnya dilaksanakan di rumah sakit. Pelayanan keperawatan diperlukan, baik dalam
pelayanan kesehatan dasar maupun pelayanan kesehatan rujukan.
Di negara Indonesia sistem rujukan telah dirumuskan dalam SK. Menteri Kesehatan
RI No.32 tahun 1972, yaitu suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau
masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada
unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antara unit-unit yang setingkat
kemampuannya. Macam rujukan yang berlaku di negara Indonesia telah ditentukan atas dua
macam dalam Sistem Kesehatan Nasional, yaitu:
1) Rujukan kesehatan
Rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public
health services). Rujukan ini dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan peningkatan
derajat kesehatan. Macamnya ada tiga, yaitu: rujukan teknologi, rujukan sarana, dan rujukan
operasional.
2) Rujukan medis
Pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kedokteran (medical services). Rujukan ini terutama
dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit. Macamnya ada tiga, yaitu: rujukan
penderita, rujukan pengetahuan, rujukan bahan-bahan pemeriksaan.
Dindonesia program-program pemerintah untuk masyarakat miskin untuk masalah
kesehatan termasuk banya seperti jamkesmas,jamsostek,askes, BPJS dan terakhir Kartu
Indonesia Sehat. Hal ini bertujuan untuk meringankan beban masyarakat ketika sakit. Selain
itu fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia juga sudah relati baik

B. Sistem Ekonomi Kesehatan Filipina


Sistem pembiayaan kesehatan Filipina tumbuh dari dorongan proses perkembangan
kebijakan kesehatan oleh pemerintah nasional. Sebelum upaya desentralisasi dilakukan.
Filipina telah melaksanakan strategi pengembangan kesehatan yang didasarkan pada sistem
pembiayaan pemerintah, manajemen publik, dan layanan yang bersifat multitier delivery.
Sistem yang dianut oleh Filipina ini bertumpu pada unit kesehatan daerah (Regional Health
Units/RHUs) yang memberikan pelayanan KIA, rawat jalan umum dan kesehatan gigi,
keluarga berencana dan layanan gizi, kontrol penyakit tertentu, pendidikan kesehatan, dan
sanitasi lingkungan.
Pada tahun 1981 ada sekitar 2000 RHUs, masing-masing dikepalai oleh pejabat kesehatan
kota (municipal) dibantu oleh perawat kesehatan, pengawas sanitasi, dan 4-5 bidan. Masing-
masing RHU bertanggung jawab untuk 3-4 unit kesehatan barangay (BHS) yang didirikan
untuk melayani desa sekitarnya; pelayanan di BHS dilaksanakan oleh seorang bidan terampil
dan beberapa pekerja kesehatan sukarela. Akibatnya sistem Filipina tampak sangat
tersentralisasi, diwarnai fragmentasi dan duplikasi antara unit pusat dan daerah, dan
keterkaitan yang lemah antara program daerah dengan kampanye penyakit tertentu yang
dikoordinasi oleh pusat. Sebuah kajian komprehensif yang dilakukan pada tahun 1993
menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan pada kondisi kesehatan publik, misalnya angka
differential kematian ibu yang tinggi dan tren yang negatif di beberapa wilayah; status gizi
buruk pada keluarga ekonomi lemah; penurunan tingkat kesuburan yang lambat; dan
rendahnya tingkat kepuasan konsumen terhadap fasilitas kesehatan.
Sejak perda dilaksanakan, Departemen Kesehatan mengadopsi peran “Servicer of
Servicers” terhadap LGU’s. Pendekatan pelayanan kesehatan dasar (primary health care)
dipilih sebagai strategi utama dengan penekanan pada kebutuhan untuk menyediakan
pelayanan kesehatan yang dapat diakses melalui pendekatan partisipatori. Pendekatan ini
mencakup pelatihan bagi tenaga kesehatan di BHWs, pendidikan kesehatan dan
pengembangan, serta pengorganisasian masyarakat (community building and organizing).
Dengan demikian, Departemen Kesehatan Filipina memainkan peran baru yang penting
yaitu sebagai pendukung dari sisi kewenangan teknis sistem kesehatan. Fungsi baru
Departemen Kesehatan dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Pengawasan (pengawasan umum terhadap penyediaan pelayanan kesehatan di lapangan)
2. Monitoring dan evaluasi

3. Menyusun peraturan dan guidelines

4. Pemberian bimbingan teknis atau bimbingan lain yang sejenis

5. Melaksanakan kewenangan dan fungsi sebagai :

a. Komponen program nasional yang didanai oleh sumber luar negeri


b. Pelaksana pilot project untuk program yang akan diterapkan secara nasional
c. Penyedia program pemberantasan penyakit sesuai kesepakatan internasional, misalnya untuk
penyakitpenyakit yang membutuhkan karantina atau penyakit yang tercakup di dalam
program pemberantasan
(eradikasi)

d. Fungsi regulator, perizinan dan akreditasi sesuai dengan peraturan yang berlaku; misalnya
untuk Biro Pangan dan Obat, perizinan rumahsakit, rumahsakit daerah, dan lain lain.
e. Memilih wakil Departemen Kesehatan untuk melaksanakan kebijakan dan program
Departemen
Kesehatan di tingkat LGUs
Perbandingan pola sistem kesehatan Filipina dan Indonesia menunjukkan bahwa
meskipun terjadi sentralisasi dalam jaminan pembiayaan kesehatan, Filipina tetap
memberikan keleluasaan bagi daerah agar secara dinamis dapat memasukan kepentingannya
dalam sistem jaminan nasional. Hal tersebut selayaknya menjadi catatan penting bagi
Indonesia. Pola JKN dirasakan belum memberi ruang memadai bagi daerah untuk berperan
serta.

B.Sistem kesehatan negara maju.


1. Obat-obatan
Jangan berharap apabila kita pergi ke dokter karena sakit, maka serta merta kita akan
diberikan obat apalagi antibiotik. Untuk segala jenis sakit berkategori ringan, seperti pilek,
sakit kepala, pusing, panas dingin, dsb, saran dokter hanya satu, istirahat yang cukup. Sangat
kontras dengan yang terjadi di kita, di mana dokter biasanya selalu mencecoki kita dengan
segala macam obat-obatan (dan antibiotik) dengan sangat mudahnya. Ketika diklarifikasi,
ternyata bagi mereka obat-obatan kimiawi itu sebenarnya tidak bagus untuk sistem
pertahanan tubuh alami kita. Para dokter di Negara maju lebih mengutamakan pertahanan
alami dari sistem kekebalan tubuh kita. Jadi ketika dokter di kita seolah memaksakan diri
untuk “menjual” obatnya kepada pasiennya (entah karena motif ekonomi atau motif lainnya),
para dokter di sini justru sangat menghindari memberikan obat-obatan tersebut. Tentunya
untuk kasus penyakit berkategori berat, tidak ada pilihan selain menggunakan obat-obatan
(dan teknologi).
2. Database (riwayat medis) pasien
Sistem database pasien adalah sistem pemusatan data dan riwayat medis pasien secara
nasional, yang hanya bisa diakses oleh petugas kesehatan berwenang, seperti dokter, pihak
asuransi kesehatan, dan tentunya pasien itu sendiri. Dengan database ini, kita bisa datang ke
pusat-pusat pelayanan kesehatan mana pun tanpa harus menjelaskan riwayat kesehatan kita
secara detail, karena semua terekam dengan baik. Petugas pemeriksa darah di rumah sakit
dan dokter mata di tiga tempat berbeda dapat membaca riwayat medis pasien dari sumber
(situs NHS) yang sama. Selama masa konsultasi, dokter akan menghabiskan waktu sekitar
sepertiganya untuk menginput berbagai data dalam rekam medis pasien, sehingga bisa data
selalu terupdate secara realtime.
3. Etika dan kerahasiaan pasien
Terkait database di atas, para petugas kesehatan sangat memegang teguh etika dan
kerahasiaan data pasien. Bahkan data tersebut tidak boleh disampaikan kepada siapapun,
termasuk kerabat atau teman yang ingin tahu, tanpa seijin pasien atau perintah pengadilan.
Barangkali dengan sistem dan tradisi komunal bangsa kita, biasanya kalau kerabat atau teman
kita sakit, tentu kita merasa perlu untuk mengetahui secara detail mengenai penyakit yang
diderita pasien. Sebabnya adalah sebagai bentuk empati kita terhadap si sakit. Tetapi
barangkali kita melupakan bahwa si pasien juga membutuhkan ruang privat yang lebih luas,
serta kesiapan mental yang cukup untuk menerima kondisinya diketahui umum.
4. Asuransi Kesehatan
Di Indonesia dikenal Askes, Jamkesmas, Kartu Sehat, dan beragam jenis jaminan kesehatan
yang menyasar pasien dari golongan ekonomi lemah. Di negara maju, semua warga negara
bisa mendapatkan layanan kesehatan secara mudah tanpa birokrasi berbelit dan “cuma-
cuma”. Hal ini bisa dilakukan karena negara mengalokasikan anggaran yang cukup untuk
pelayanan dasar kesehatan. Isu kesehatan selalu menjadi tradisi yang “menjual” dalam
wacana politik domestik mereka. Kesejahteraan dokter dan petugas kesehatan tidak
tergantung dari berapa banyak obat yang bisa mereka “jual”. Jadi mereka bisa
berkonsentrasi pada kualitas pelayanan yang mereka berikan. Setiap GP di Inggris akan
dinilai kinerjanya dan diranking berdasarkan review dari publik (atau customernya).
Sementara di Jepang, dengan kondisi “aging society” dan angka kelahiran yang sangat
rendah, pemerintahnya memberikan insentif kepada siapapun yang mau mempunyai
keturunan dengan pelayanan gratis dari mulai persiapan dampai melahirkan. Bahkan untuk
wilayah Greater Tokyo (tiap prefektur mungkin berbeda kebijakannya), setelah satu hari
setelah melahirkan, sang ibu dan keluarganya akan dibekali (sekitar) ¥ 300,000 sebagai
bentuk apresiasi pemerintah. Memang Inggris tidak sekaya itu, tetapi pelayanan dasarnya
tetaplah sangat terjangkau atau bahkan (hampir) gratis. Tentu kita tidak berharap pemerintah
kita melakukan hal yang sama (dalam waktu dekat), apalagi dengan kondisi ekonomi kita
serta angka kelahiran kita yang masih di atas 2%. Pelajaran yang bisa diambil adalah
bagaimana pemerintah bisa mengefisienkan dan mengalokasikan anggaran untuk kesehatan,
sehingga jasa kesehatan menjadi lebih terjangkau, kalau tidak bisa gratis sama sekali.
Tentu tidak adil apabila kita menilai pelayanan kesehatan kita sedemikian buruk, apalagi
jika dibandingkan dengan dua negara tersebut yang notabene lebih maju. Tetapi menjadi
suatu pembelajaran apabila kita mau menengok sebentar dan belajar tentang banyak hal yang
sebetulnya tidak menguras sumber daya terlalu banyak. Barangkali yang diperlukan adalah
cara pandang yang berbeda (dari dokter, petugas kesehatan, dan juga pasien), dan bagaimana
mengoptimalkan sumber daya yang kita miliki saat ini. Penulis yakin, kondisi riil Indonesia
hanya selangkah di belakang, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk melakukan dua
atau satu langkah ke depan untuk sekedar menutup kesenjangan pelayanan ini. Bukan (hanya)
wacana dan kritik yang kita perlukan, tetapi (barangkali) jauh lebih penting adalah ide segar
disertai langkah (konkrit) yang lebih prioritas.

Sistem Pelayanan Kesehatan di Amerika

Setelah pada tahun 2010 Amerika melakukan reformasi terhadap sistem pelayanan kesehatan
yang bagi masyarakat dirasakan cukup mahal. Reformasi khususnya dalam masalah asuransi
kesehatan tersebut ditandai dengan penandatanganan “Affordable Health Care for America
Act” oleh Presiden Barack Obama pada tanggal 23 Maret 20I0. Dengan adanya Reformasi
Sistem Pelayanan Kesehatan di Amerika Serikat tersebut, diharapkan dapat menekan biaya
asuransi kesehatan yang ditanggung oleh warga di masa mendatang.

Dalam UU Kesehatan tersebut, maka Amerika Serikat telah mengakui prinsip dasar bahwa
setiap orang harus memiliki perlindungan mendasar dalam layanan kesehatan. Berdasarkan
UU tersebut maka dalam tahun ini sektor layanan kesehatan di AS akan mengalami berbagai
perubahan, yang diantaranya adalah:

 Warga Amerika yang belum memiliki asuransi dan telah memiliki penyakit
sebelumnya (pre-existing conditions ) akan memperoleh asuransi kesehatan melalui
bantuan subsidi sementara yang disediakan oleh pemerintah;
 Perusahaan asuransi dilarang memutuskan pertanggungan ketika pemilik premi
asuransi kesehatan terkena penyakit;
 Perusahaan asuransi dilarang memberlakukan batasan maksimal nilai pertanggungan
seumur hidup bagi pengguna asuransi yang menderita kesehatan tertentu;
 Seorang anak dibenarkan untuk ikut dalam asuransi kesehatan orang tuanya sampai
anak tersebut berumur 26 tahun;
 Setiap pertanggungan baru wajib meng-cover layanan pencegahan (preventive cares
dan perawatan kebugaran ( wellness care )
 Dan yang terakhir adalah seorang pengguna asuransi dapat mengajukan banding
kepada satu badan yang independen berkenaan dengan sengketa yang dihadapinya
dengan perusahaan asuransi;

Selain UU Sistem Pelayanan Kesehatan di Amerika Serikat yang disahkan tahun 2010
tersebut, pada tanggal 1 Januari 2011 telah disetujui peraturan sebagai berikut:

 Pemerintah mulai memberikan subsidi bagi perusahaan -perusahaan kecil untuk


membiayai asuransi kesehatan para karyawan;
 Perusahaan-perusahaan asuransi wajib menggunakan 80-85 % dari premium
kesehatan yang diterima untuk layanan kesehatan. Perusahaan asuransi yang tidak
memenuhi thresholds ini akan diwajibkan untuk mnemberikan pengembalian biaya
(rebates ) kepada para pemegang polis.
 Perusahaan-perusahaan asuransi wajib menjelaskan kenaikan premium asuransi
kesehatan. Dan Perusahaan asuransi yang menaikkan premium secara berlebihan
dapat dikenakan sanksi dikeluarkan dari bursa asuransi kesehatan yang dikelola
pemerintah
Target mengenai Sistem Pelayanan Kesehatan yaitu:

 Setiap orang diwajibkan memiliki asuransi,


 Pemerintah Negara Bagian membentuk bursa asuransi kesehatan, di mana para calon
pembeli polis asuransi kesehatan yang tidak dibiayai oleh kantor/perusahaan
tempatnya bekerja, serta perusahaan-perusahaan kecil, dapat membeli asuransi
kesehatan,
 Perusahaan asuransi dilarang menolak meng-cover seseorang yang sudah mempunyai
penyakit sebelumnya (pre-existing conditions),
 Subsidi diberikan kepada warga yang mempunyai penghasilan kecil dan menengah
agar mampu membeli asuransi kesehatan,
 Warga dengan tingkat pendapatan di bawah 150% dari garis kemiskinan hanya akan
menggunakan maksimum 2% – 4,6% dari pendapatannya untuk membiayai asuransi
kesehatan (catatan: dalam paket amendemen yang sedang dibahas di Senate, angka ini
akan dirubah menjadi hanya 2% – 4%),

Penduduk dengan tingkat pendapatan maksimum 350% – 400% dan garis kemiskinan hanya
akan menggunakan 9,8% dari pendapatannya untuk membiayai asuransi kesehatan (catatan:
dalam paket amendemen, angka ini akan dirubah menjadi hanya 9.5%), dan yang terakhir
adalah perusahaan keciI memperoleh peningkatan subsidi untuk membiayai asuransi
kesehatan karyawannya

Sistem Ekonomi Kesehatan Negara Swedia

Negara-negara Skandinavia yang dikenal dengan catatan kependudukannya yang lengkap dan
terpadu menjadi salah satu rujukan oleh PBB dalam hal pengembangan statistik
pemerintahan, kependudukan, sistem informasi kesehatan dan lain lain. Data yang didapatkan
dari sistem terebut menjadi ladang bagi penelitian di seluruh dunia yang berujung pada
peningkatan sistem dan kualitas hidup warganya.
Masyarakat di Swedia asuransi kesehatan warganya adalah gratis dan dibebankan
pada pajak yang didapat dari warganya. Setiap warga memiliki akses yang sama terhadap
pelayanan kesehatan. Sistemnya juga mirip di Indonesia dimana pelayanan dimulai di unit
kecil puskesmas (ward central). Saat kita berkunjung ke rumah sakit atau puskesmas di
Swedia yang diperlukan adalah Personal Identity Number/Personnummer atau kalau di
Indonesia mirip dengan Nomor Induk Kependudukan yang ada di KTP kita. Dengan PIN ini
data kita akan otomatis tercatat dan dapat langsung tergabung dengan data lainnya. Resep
obat pun berupa elektronik resep dan diambil di apotik dengan sekali lagi menggunakan PIN
kita.
Sistem kesehatan ini adalah bagian dari banyak database yang terintegrasi seluruh
Swedia. Semua sistem tersebut didukung pemerintah dengan memberikan hamper 10% dari
GPD untuk pelayanan kesehatan dan medis warganya. Dengan adanya sistem yang
terintegrasi dan “well connected”, pengumpulan data statistik dasar sebagai bahan
perencanaan pembangunan pemerintah menjadi lebih mudah. Penelitian-penelitian dengan
menggunakan data tersebut atau yang dikenal dengan istilah register-based research dapat
dilakukan oleh berbagai pihak seperti universitas atau lembaga riset lainnya, baik berkenaan
dengan kesehatan, kependudukan maupun social ekonomi.
Di Swedia penelitian semacam itu sudah banyak sekali dilakukan dan berdampak
besar pada kebijakan publik. Seperti hasil riset terakhir menyimpulkan bahwa memberikan
bantuan kepada miskin memberikan efek negatif mereka akan miskin terus ini salah satunya
karena yang diberi bantuan cenderung menjadi pasif. Berdasarkan riset ini pemerintah
mencari solusi lain untuk pengentasan kemiskinan.
Di Negara Swedia, pelayanan kesehatan masyarakat dijalankan dengan menggunakan
sistem desentralisasi yang dikoordinasi oleh pemerintah pusat, dewan kota (county council)
dan pemerintah kotamadya (municipal government/Sveriges kommuner). Pemerintah pusat
bertanggungjawab dalam menentukan prinsip dasar dan panduan umum serta menetapkan
kebijakan politik di bidang kesehatan dengan mempertimbangkan masukan-masukan dari
dewan kota dan pemerintah kotamadya. Sementara itu, dewan kota dan pemerintah
kotamadya sendiri bertanggungjawab dalam menyediakan pelayanan kesehatan langsung ke
masyarakat dengan kualitas yang baik, termasuk didalamnya perawatan gigi gratis kepada
anak-anak sampai mereka berusia 20 tahun. Sistem pelayanan kesehatan masyarakat ini
utamanya didanai dari pajak nasional dan pajak daerah (lebih dari 80%).
Terkait dengan pajak, standar biaya hidup di Swedia termasuk dalam kategori
“mahal” dalam jajaran negara-negara di Eropa, bahkan di negara-negara maju. Namun
demikian, negara Viking yang berada dibelahan bumi bagian utara ini mampu menyediakan
pelayanan masyarakat yang baik (bahkan saya sebagai pendatang disini dapat mengatakan
yang terbaik), tidak hanya dibidang kesehatan tetapi juga bidang-bidang lainnya seperti
pendidikan, sanitasi, transportasi umum, jaminan sosial dan sebagainya.
Masyarakat benar-benar merasakan manfaat dari pembayaran pajak yang tinggi.
Setinggi apa? Contoh, pajak penghasilan suami sekitar 32%. Dari sisi pemerintah sendiri,
terutama pemerintah kota, benar-benar mengelola pajak dengan baik agar manfaatnya dapat
kembali/dirasakan kepada masyarakat. Ada ungkapan yang menyatakan, “orang kaya bak
dimiskinkan, orang miskin bak dikayakan”. Kesenjangan sosial hampir tidak kentara. Dengan
memiliki nomor identitas penduduk (personal number), masyarakat di Swedia mendapatkan
akses yang baik terhadap pelayanan publik, termasuk didalamnya terdaftar didalam sistem
asuransi sosial (försäkringskassan) sehingga orang umum beranggapan mereka mendapatkan
pelayanan kesehatan secara gratis (adapun biaya yang dikeluarkan hanyalah seperti biaya
administrasi yang tidak bisa dibanding dengan kualitas pelayanan yang diberikan, sangat
kecil!).
Masyarakat sendiri merasakan manfaatnya, seperti hampir tidak sepeser pun uang
pribadi keluar dari kantong suami ketika saya melahirkan Ghaisa, anak saya yang pertama,
mulai dari konsultasi kesehatan kehamilan sampai dengan proses kelahiran anak (normal dan
operasi caesar). Biaya yang saya keluarkan hanyalah biaya administrasi rawat inap sekitar 80
SEK – 100 SEK per hari (setara dengan Rp 144.000 – Rp 180.000, dengan kurs 1 SEK = Rp
1800), padahal pelayanannya sangatlah baik tanpa mengenal kasta VVIP, VIP dan bangsal.
Tak ada puskesmas dan rumah sakit di daerah kota dan “desa” dengan embel-embel “bertaraf
internasional”. Memang semua sudah memenuhi standar internasional. Mau pejabat, rektor,
ekspat, imigran sampai pengangguran, semua pelayanan kesehatan disini SAMA, sesuai
standar kesehatan yang berlaku di Swedia.
BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Negara-negara berkembang, bagaimanapun menghadapi banyak tantangan untuk
membangun yang kuat, kesehatan yang handal systems.Tantangan-tantangan ini termasuk
pembiayaan tidak memadai, kurangnya koordinasi antar-lembaga, buruk-fungsi sistem
informasi, kekurangan tenaga kesehatan dan gangguan pasokan.
Sistem kesehatan dinegara maju lebih memadai dari sistem kesehatan dinegara
berkembang dan lebih terkoordinasi antar-lembaga,tenaga kesehatannyaa pun sangat
memadai.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

http://citramokolomban.blogspot.com/2016/11/sistem-ekonomi-kesehatan-negaramaju.html
http://ipina10.blogspot.com/2013/03/paper-sistem-kesehatan-di-negara.html
http://akoepoenya94.blogspot.com/2014/04/sistem-kesehatan-di-negara-swedia.htm
http://yulitabasik1995.blogspot.com/2016/11/makalah-sistem-ekonomi-kesehatan-
negara.html

Anda mungkin juga menyukai